Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Umar 2010 menyebutkan faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja diantaranya adalah: 1. Gajiimbalan Gaji merupakan simbol dari pencapaian achievement, keberhasilan dan pengakuanpenghargaan. Gaji imbalan memiliki dampak pada kepuasan dan motivasi kerja karyawan. 2. Kondisi kerja Ruang kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Karyawan akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan. Oleh sebab itu perusahaan harus menyediakan kondisi kerja yang baik. Kebutuhan-kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja. 3. Hubungan kerja a. Hubungan kerja dengan rekan kerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada karyawan timbul karena dalam jumlah tertentu, berbeda dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara kebutuhan social terpenuhi b. Hubungan kerja dengan atasan mencerminkan sejauh mana atasan membantu karyawan untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi mereka. Robbins 2008, menyebutkan ada empat faktor yang menyebabkan tingginya tingkat kepuasan kerja karyawan yaitu: 1. Kerja yang menantang secara mental. Pada umumnya individu lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan serta memberi beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik tentang seberapa baik kerja mereka. Karakteristik-karakteristik ini membuat kerja lebih menantang secara mental. 2. Penghargaan yang sesuai. Karyawan menginginkan sistem bayaran yang mereka rasa adil, tidak ambigu, dan selaras dengan harapan- harapan mereka. Ketika bayaran dianggap adil, sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individual, dan standar bayaran masyarakat, kemungkinan akan tercipta kepuasan. 3. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan berhubungan dengan lingkungan kerja mereka untuk kenyamanan pribadi dan kemudahan melakukan pekerjaan yang baik. Berbagai penelitian menunjukan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan fisik yang nyaman atau tidak berbahaya. Selain itu, sebagian besar karyawan lebih menyukai bekerja relatif dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang relatif modern dan bersih, sama dengan peralatan yang memadai. 4. Rekan kerja yang suportif. Individu mendapatkan sesuatu yang lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang nyata dari pekerjaan. Untuk sebagian besar karyawan, kerja juga memenuhi kebutuhan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa memiliki rekan–rekan kerja yang ramah dan suportif mampu meningkatkan kepuasan kerja. Prilaku atasan seseorang juga merupakan faktor penentu kepuasan yang utama. Penelitian mengungkap bahwa kepuasan karyawan meningkat ketika pengawas langsung adalah orang yang pengertian dan ramah, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan opini – opini karyawan, dan menunjukan minat pribadi dalam diri mereka. Dari beberapa definisi faktor – faktor diatas yang dianggap paling sesuai dengan penelitian ini adalah pendapat dari Robbins 2008 karena faktor – faktor tersebut sangat mempengaruhi kepuasan kerja yang memiliki peran yang penting bagi perusahaan dalam memilih dan menempatkan karyawan dalam pekerjaannya dan sebagai partner usahanya agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan atau sepantasnya dilakukan.

2.2.3 Pengaruh Karyawan yang puas dan tidak puas di tempat kerja

Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis. Kerangka keluar – pengaruh – kesetiaan – pengabaian – sangat bermanfaat dalam memahami konsekuesi dari ketidakpuasan. Gambar 2 menunjukan empat respons kerangka tersebut, yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktifdestruktif dan aktifpasif. Respon – respon tersebut didefinisikan sebagai berikut : 1. Keluar exit : Perilaku yang ditunjukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi voice : Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3. Kesetiaan loyality : Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika behadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya “melakukan hal yang benar”. 4. Pengabaian neglect : Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurangnya usaha, dan meningkatnya angka kesalahan. Perilaku keluar dan pengabaian mencakup variabel–variabel kinerja, produktivitas, ketidakhadiran, dan perputaran karyawan. Tetapi, model ini mengembangkan respons karyawan untuk mencakup pengaruh dan kesetiaan, perilaku konstuktif yang memungkinkan individu untuk menoleransi situasi yang tidak menyenangkan atau membangkitkan kondisi kerja yang memuaskan. Hal ini membantu kita memahami berbagai situasi, seperti yang terkadang dijumpai di antara para pekerja yang membentuk serikat kerja, untuk siapa kepuasan kerja yang rendah diiringi dengan perputaran karyawan yang rendah. Anggota serikat kerja sering mengungkapkan ketidakpuasan melalui prosedur, keluhan atau negosiasi kontrak formal. Mekanisme suara ini memungkinkan anggota serikat kerja untuk meneruskan pekerjaan mereka sambil meyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka berupaya memperbaiki situasi.