untuk perbaikan dan pembimbing bagi karyawan dalam melakukan pekerjaan di masa depan.
f. Validity yaitu sah dan benar keputusan tentang penempatan sumber daya
manusia. Tingkat keberhasilan Departemen SDM dalam melakukan penempatan dapat terlihat dari hasil hasil evaluasi kinerja karyawan. Seorang karyawan akan
mampu berkinerja secara optimal jika ditempatkan pada posisi yang tepat, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
g. Environment yaitu faktor eksternal atau lingkungan. Lingkungan organisai yang menyenangkan serta adanya kontrol eksternal akan mendorong karyawan untuk
bekerja secara baik, jika tidak maka kinerja karyawan akan memburuk.
2.2 Etika Lembaga
Etika adalah cabang filsafat yang merupakan studi sistematik dari pilihan pemikiran mendalam reflektif terhadap standar-standar baik dan buruk yang
menjadi pedoman dan pada akhirnya diarahkan terhadap hal-hal yang baik Wheelwright dalam Alfianto, 2002: 1. Pengertian ini dapat dijelaskan bahwa: etika
meliputi pertanyaan yang memerlukan pilihan pemikiran mendalam yaitu masalah keputusan; etika menyangkut pedoman baik dan buruk yaitu prinsip-prinsip moral
dan etika menyangkut konsekuensi-konsekuensi keputusan Desriani dalam Alfianto, 2002: 1.
Shaub et al. dalam Alfianto, 2002: 10 menyatakan pemahaman etika merupakan bagian dari kapasitas keseluruhan individual untuk menerangkan dan
memecahkan masalah-masalah etika yang selanjutnya akan mempengaruhi tahapan
dalam pengembangan kesadaran etika individual yang menentukan bagaimana seorang individu berpikir tentang dilema etis, proses memutuskan mana yang benar
dan salah. Etika
disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis tindakan manusia Tanamah, 2007: 5. Etika tidak mempersoalkan
keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam- macam norma seperti: norma
hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Etika lembaga adalah sejauh mana perusahaan memasukkan etika baik secara
implisit maupun eksplisit dalam mengambil keputusan SinghapakdiVitell, 2007 dalam Koonmee K, 2009. Menurut Brenner dalam Koonmee K, 2009: 3, ada dua
kategori program etika dalam organisasi baik secara eksplisit dibuat atau implisit diwariskan. Komponen dalam eksplisit etika terdiri atas kode etik, kebijakan manual,
seminasi seminar, pengendalian sistem internal, dan etika karyawan. Sedangkan implisit etika terdiri atas komponen budaya organisasi, sistem insentif, nilai, dan
perilaku manajemen. Etika lembaga memiliki beberapa fungsi antara lain; 1 sebagai acuan atau
norma, 2 sebagai landasan berperilaku 3 sebagai landasan pengambilan keputusan, 4 sebagai landasan pengelolaan organisasi dan 5 sebagai landasan bertindak
Tanaamah, 2007: 7. Etika Rumah Sakit Indonesia ERSI dirumuskan dan dibina oleh PERSI, dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan. Rumah sakit adalah
organisasi lembaga pelayanan yang memberikan pelayanan jasa kesehatan untuk
membuat orang menjadi sehat kembali, atau tetap menjadi sehat dan bertambah sehat. Secara prinsip pemberian pelayanan, rumah sakit sebagai lembaga pelayanan tidak
berbeda dengan lembaga pelayanan lain seperti lembaga pendidikan, hotel, ataupun perpustakaan.
Berdasarkan jenis pelayanan, terdapat perbedaan antara pelayanan rumah sakit dan pelayanan hotel misalnya, dalam pelayanan hotel tidak ada unsur eksternalitas,
dan nilai-nilai penyembuhan dan kemanusiaan yang khas dimiliki secara tradisional oleh lembaga pelayanan kesehatan. Sifat khusus pelayanan kesehatan menimbulkan
kebutuhan akan norma-norma dalam menjalankan lembaga pelayanan kesehatan pada umumnya atau rumah sakit pada khususnya. Berkaitan dengan ekonomi, etika bisnis
pelayanan kesehatan akan banyak menggunakan pernyataan-pernyataan normatif. Dengan demikian, etika organisasi rumah sakit merupakan etika bisnis dengan sifat-
sifat khusus. Etika bisnis didefinisikan oleh Velasques 2005: 278 sebagai studi mengenai
standar moral dan bagaimana standar tersebut dipergunakan oleh: 1 sistem dan organisasi dengan masyarakat modern memproduksi serta mendistribusikan barang
dan jasa; 2 orang-orang yang bekerja di dalam organisasi tersebut. Dengan kata lain, etika bisnis adalah sebuah bentuk dari etika terapan. Velasques 2005: 279
menyatakan bahwa ada tiga hal yang dibahas dalam etika bisnis yaitu, isu sistemik, isu korporat lembaga usaha, dan isu perorangan. Di dalam lembaga rumah sakit
pelayanan diberikan tidak oleh satu profesi saja, misalnya dokter, tetapi merupakan kerja sama dari berbagai profesional. Sebagai gambaran, pelayanan rumah sakit
sehari-hari dilakukan oleh profesi dokter, perawat, dokter gigi, manajer, akuntan, farmasis, hingga psikolog. Masing-masing profesi mempunyai etika sendiri-sendiri
dengan etika dokter yang memang paling menonjol dalam aplikasinya di rumah sakit. Etika dokter yang berbasis pada etika klinik memang sering ditafsirkan atau
dipergunakan sebagai dasar untuk etika rumah sakit. Akan tetapi sebenarnya etika manajemen rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang lebih luas dibandingkan
dengan etika dokter, atau etika para profesional lain. Djojosugito 1997: 280 menyatakan bahwa para manajer administrator
rumah sakit merupakan satu profesi yang memiliki etika profesi. Etika profesi manajer rumah sakit berkaitan dengan etika pelayanan kesehatan dan dengan etika
biomedik. Weber dalam Djojosugito 1997: 281 berpendapat bahwa dalam menjalankan etika, lembaga pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal yaitu,
sebagai pemberi pelayanan kesehatan, sebagai pemberi pekerjaan dan sebagai warga negara. Weber menyatakan bahwa 3 hal ini merupakan ciri-ciri organisasi pelayanan
kesehatan yang membedakannya dengan perusahaan biasa. Dasar etika bisnis pelayanan kesehatan adalah komitmen untuk memberikan
pelayanan terbaik dan komitmen untuk menjaga hak-hak pasien. Pelayanan kepada pasien dalam arti luas, tidak hanya pada penanganan klinik. Rumah sakit sebagai
contoh juga memberikan pelayanan semacam hotel untuk menunjang penanganan klinik. Dalam sisi ini instalasi rawat inap rumah sakit dapat diibaratkan sebagai hotel
yang memberikan pelayanan lebih. Dengan demikian, etika bisnis rumah sakit adalah etika kelembagaan yang akan menjadi pedoman bagi berbagai profesional di rumah
sakit. Oleh karenanya, rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan pekerjaan pada banyak orang harus memikirkan berbagai hal, misalnya terkait dengan gaji dan
kompensasi nonkeuangan, masalah merekrut dan memberhentikan karyawan, menilai para staf, memberikan santunan apabila ada musibah yang menimpa stafnya,
memperhatikan masalah keselamatan kerja para staf terutama yang terpapar langsung atau tidak langsung pada berbagai risiko, memberlakukan kebijakan tidak merokok
untuk para staf, dan berbagai hal lain. Etika bisnis rumah sakit akan dipakai sebagai acuan bagi semua profesional
yang berada di rumah sakit. Dalam hal ini tentunya etika bisnis rumah sakit tidak akan bertentangan dengan etika profesional yang ada. Bagi profesi manajer pelayanan
kesehatan, etika bisnis rumah sakit akan menjadi pegangan dalam memutuskan atau menilai sesuatu hal. Berdasarkan pendapat Weber dalam Djojosugito 1997: 281
sebagian etika bisnis rumah sakit berhubungan langsung dengan prinsip-prinsip ekonomi yaitu, biaya dan mutu pelayanan, insentif untuk pegawai, kompensasi yang
wajar, dan eksternalitas. Dalam penelitian ini, penilaian etika lembaga didasarkan pada Kode Etik
Rumah Sakit Indonesia baik dalam dimensi etika secara implisit maupun eksplisit. Adapun bentuk etika secara implisit terdiri dari komponen budaya organisasi, sistem
insentif, penghargaan atas perilaku, kebijakan promosi, dan perilaku manajemen. Sedangkan eksplisit program terdiri dari komponen kode etik, kebijakan, seminasi
etika, pengendalian sistem internal dan etika karyawan Brenner dalam Koonmee et al., 2009: 2
2.3 Quality of Work Life QWL