25
Kreteria tersebut ada pada suatu peristiwa maka peristiwa tersebut bisa dijadikan sebuah yang layak untuk dipublikasikan. Karena itu seorang jurnalis yang
baik harus bisa menemukan berita diantara fakta-fakta yang ditemuinya sehari-hari. Tidak semua fakta bisa memnuhi kriteria tersebut.
40
Sadar atau tidak berita merupakan hasil konstruksi seorang jurnalis yang dipahami atas sebuah realitas yang dituangkan secara utuh dan apa adanya persis
seperti realitas dilapangan.Terkadang sebuah realitas dijadikan sebuah pembenaran untuk menutupi subjektifitas dari seorang jurnalis. Pandangan kaum konstruksionis
melihat realitas itu bersifat subjectif, karena relitas itu sendiri tercipta dari sudut pandang wartwan itu sendiri. Realitas itu berbeda-beda tergantung, bagaimana
konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda.
41
D. Analisis Framing
Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dalam pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai
framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun 1955. Akhir-akhir ini konsep framing telah digunakan secara luas dalam ilmu komunikasi untuk menggambarkan
proses penseleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realitas oleh media.
42
40
Asep “aiful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik h.
41
Eriyanto, Analisis Framing “Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media” Yogyakarta:
LKIS,2012,h.19
42
Alex Sobur “Analisis Teks Media”Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2009,h.162
26
Dalam ranah studi komunikasi, analisi framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perespektif multidisipliner untuk menganalisis
fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep dari framing itu sendiri bukan murni dari konsep ilmu komunkasi,
akan tetapi dipinjam dari kognitif psikologi. Dalam prakteknya, analasis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep sosiologis, politik dan kultural
untuk menganalisis fenomena komunikasi.
43
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara atau idiologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi
seleksi, penonjolan dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik atau lebih diingat. Untuk mengiring interpretasi khalayak sesuai
perspektifnya. Analisis framing secara sederhana bisa digambarkan sebagai analisis sesuatu kejadian atau peristiwa yang dibingkai oleh suatu media. Pembingkai tersebut
pasti terlebih dahulu dikonstruksi dengan cara dan teknik apa peristiwa itu ditekankan dan ditonjolkan.
Ada dua aspek dalam framing, pertama, memilih fakta atau realitas. Proses pemilihan fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan-wartawan tidak mungkin
melihat peristiwan tanpa perespektif. Dalam memilih fakta selalu terkandung dua kemungkinan apa yang dipilih included dan apa yang dibuang exlude. Bagaimana
yang ditekankan dalam realitas.
43
Alex Sobur “Analisis Teks Media”h.162
27
Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu,
memilih fakta tertentu dan melupakan fakta yang lain.
44
Aspek kedua dalam framing adalah menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih disajikan kepada khlayak. Gagasan itu
diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan
dengan pemakaian prangkakat tertentu. Penempatan yang mencolok menempatkn di headline depan atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk
mendukukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian lebel tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan.
45
Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dalam lapang psikologi dan sosiologi. Tetapi secara umum, teori framing dapat dilihat dalam dua
tradisi, yaitu psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu
atau gagasan tertentu.Teori framing misalnya banyak berhubungan dengan teori mengenai skema atau kognitif, bagaimana seseorang memahami dan melihat realitas
dengan skema tertentu.
46
Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya
tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa tersebut.
44
Eriyanto, Analisis Framing “Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media”h.69
45
Eriyanto, Analisis Framing “Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media”h.70
46
Eriyanto, Analisis Framing “Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media”h.71
28
Framing dapat mengakibatkan suatua peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame
yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita.
47
Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimakanai secara berbeda oleh media. Bahkan pemakanaan itu bisa jadi sangat berbeda. Realitas begitu kompleks, penuh
dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi realitas suatu dimensi. Realitas pada dasarnya bukan ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi.
Dalam proses konstruksi tersebut ada banyak penafsiran dan pemaknaan yang berbeda-beda dalam memahami realitas. Framing berhubungan dengan pendefenisian
realitas. Bagaimana peristiwa dipahami, sumber siapa yang diwawancarai. Semua elemen tersebut tidak dimakanai semata sebagai masalah teknis
jurnalistik, tetapi sebuah praktik. Peristiwa yang sama menghasilkan berita dan pada akhirnya realitas yang berbeda ketika peristiwa tersebut dibingkai dengan cara yang
berbeda.
48
Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dan kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak untuk
memproses informasi kedalam kategori yang dikenal, kata-kata kunci dan citra tertentu. Khalayak bukan disedikan informasi yang rumit, melainkan informasi yang
tinggak ambil, kontekstual, berarti bagi dirinya dan dikenal dalam benak mereka.
49
47
Eriyanto, Analisis Framing “Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media”h.83