BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. UU Kesehatan No.36,
2009. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor penentu dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja dalam rangka menunjang keberhasilan
pembangunan dan menyongsong era globalisasi. Dalam hubungan tersebut penduduk Indonesia harus mempunyai derajat kesehatan dan gizi yang lebih baik. Produktivitas
kerja mempunyai kaitan dengan gizi yaitu kurang gizi akan menurunkan daya kerja. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai
pelaku dan tujuan pembangunan dimana perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan
mempunyai produktivitas tinggi hingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan
produktivitas yang memadai akan lebih dipunyai oleh individu dengan status gizi baik.
Masalah kesehatan yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia diantaranya adalah anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar
Universitas Sumatera Utara
hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan Tarwoto dkk, 2007. Anemia menimbulkan gejala letih, lesu dan cepat lelah yang
akibatnya dapat menurunkan produktivitas kerja. Masalah anemia yang menjadi perhatian selama ini adalah anemia pada
pekerja wanita, wanita hamil dan remaja putri. Hal ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam makanan. Anemia pada pekerja wanita, masih merupakan masalah
kesehatan yang dapat menurunkan produktivitas kerja. Selain sebagai tenaga kerja, wanita juga memiliki peran ganda yaitu sebagai wanita yang akan melahirkan anak
dan mnenyusui dan secara alamiah setiap bulannya mengalami haid. Tenaga kerja yang menderita anemia, akan berkurang kemampuan untuk melaksanakan
pekerjaannya dan badan menjadi cepat lelah, lemah, lesu sehingga produktivitas kerja menjadi kurang baik.
Partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi bukan merupakan fenomena yang baru di Indonesia, karena banyak wanita terutama dari golongan bawah sudah
berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan. Handayani 2000 menyebutkan bahwa peningkatan tenaga kerja wanita yang cukup pesat banyak terserap pada sektor
Informal, seperti industri kecil dengan teknologi sederhana dan modal yang terbatas. Data statistik tenaga pekerja di Indonesia khususnya wanita setiap tahun
meningkat. Tahun 2007 sebesar 35,37 dari jumlah pekerja. Pekerja sektor informal juga meningkat, dari 60 tahun 2000 menjadi 64 pada tahun 2005 dan tahun 2012
sebesar 70.700.000 orang 62,71 dari total pekerja. Di Provinsi Sumatera utara
Universitas Sumatera Utara
tahun 2012, pekerja sektor informal sekitar 2.967.000 orang 51,60 dari total pekerja.
Peningkatan bisa dilihat dari segi positif, yaitu bertambahnya tenaga produktif, dan dari segi negatifnya yaitu status kesehatan. Gizi pekerja pada
umumnya belum mendapat perubahan yang baik sehingga berakibat akan menurunkan produktivitas kerja dan ongkos produksi menjadi tidak efisien.
Umumnya pekerja wanita kelas menengah ke bawah sering menderita kurang gizi, kurang energi protein, anemia dan penyakit infeksi, sedangkan untuk tenaga kerja
kerja wanita kelas menengah ke atas, umumnya sering terjadi kegemukan obesitas. Prevalensi anemia masih tinggi di Indonesia. Pekerja yang menderita anemia
produktivitas kerja 20 lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang sehat dengan gizi yang baik
.
Lusia 2001 juga menyebutkan bahwa anemia gizi akan menyebabkan rendahnya kemampuan fisik tenaga kerja wanita, dimana rendahnya kemampuan fisik
akan berdampak pada produktivitas tenaga kerja dan akan berpengaruh pada hasil dan mutu produksi yang dihasilkan oleh perusahaan. Hasil penelitian melaporkan
35 tenaga kerja wanita Indonesia menderita anemia zat besi dan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja sebanyak 20 Sampoerna, 2004.
Sediaoetama, 2005. Anemia menyebabkan turunnya daya tahan tubuh juga membuat penderita rentan terhadap penyakit, sehingga frekuensi
tidak masuk kerja meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Oppusunggu 2009 dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan pemberian tablet tambah darah berhasil meningkatkan kadar hemoglobin sebesar
21,35 serta diikuti peningkatan produktivitas kerja sebesar 16,28, artinya bila hemoglobin meningkat maka produktivitas kerja juga meningkat. Penelitian Nasution
dan Lubis 2004 dan Widiastuti 2011 juga menunjukkan bahwa Hemoglobin merupakan variabel yang paling berhubungan dengan produktivitas kerja. Hal ini
menunjukkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi dibutuhkan kadar hemoglobin darah yang normal.
Menurut WHO tahun 2008, prevalensi anemia pada wanita sebesar 30,2. Data pada 8 kabupatenkota di Provinsi Sumatera Utara tahun 1997 prevalensi
anemia sebesar 78,4 dan tahun 2002 menurun menjadi 53,8. Penelitian Husaini 1998 pada tenaga kerja wanita 30-40 menderita anemia, hasil studi di Tangerang
1999 menunjukkan prevalensi anemia pada pekerja wanita 69. Survei anemia yang dilaksanakan di 4 kabupatenkota menunjukkan bahwa 40,5 pekerja wanita
menderita anemia pada tahun 2005. Dinkes Provsu, 2011. Angka ini masih cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, yang harus mendapat perhatian
serius. Data Riskesdas 2007 prevalensi anemia sebesar 25, dan pada perempuan dewasa proporsi anemia 59,9.
Penanggulangan anemia di Propinsi Sumatera Utara telah dilaksanakan dengan berbagai intervensi seperti kegiatan komunikasi informasi dan edukasi KIE
yang diarahkan pada dukungan sosial dan membuka jalan dan mendukung kegiatan
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan yang bersifat langsung seperti suplemen zat besi, fortifikasi dan KIE juga diarahkan untuk peningkatan penggunaan menu seimbang. Kenyataan yang ada,
prevalensi anemia di Indonesia maupun di Provinsi Sumatera Utara masih tetap tinggi, sehingga program penanggulangan anemia gizi bagi pekerja wanita tetap
dikembangkan yang bertujuan menurunkan prevalensi anemia gizi agar pekerja menjadi produktif Oppusunggu, 2009.
Produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang
serba terbatas. Tarwaka, 2004. Produktivitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan tenaga kerja menghasilkan barang atau jasa dalam satuan waktu,
sehingga jika semakin banyak dan bermutu barang atau jasa yang dihasilkan tersebut, maka semakin tinggi produktivitas tenaga kerja yang dimaksud.
Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
produk. Tenaga kerja yang mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan dalam satuan waktu yang lebih singkat atau memakai sumber
daya yang lebih sedikit menunjukkan tingkat produktivitas yang tinggi Ravianto, 1990.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja antara lain pendidikan dan latihan, motivasi, lingkungan dan iklim kerja, makanan dan minuman
yang sehat, cukup dan bergizi, dan tingkat upah minimal yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Ravianto,1990. Produktivitas kerja setiap tenaga kerja tidak sama, selain karena anemia, dapat juga tergantung pada kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Nugroho 2007
menyebutkan bila keadaan kesehatan yang optimal tercapai dapat mewujudkan produktivitas yang tinggi. Penelitian di Jawa Tengah dan Sumatera Barat
menunjukkan bahwa asupan energi berpengaruh terhadap tingkat produktivitas tenaga kerja.Martaniah, SM, et al, 2005. Kekurangan konsumsi zat gizi bagi tenaga kerja
dari ukuran minimum yang telah ditetapkan akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas, dan produktivitas kerja Ariningsih,2005.
Masalah gizi pada pekerja sebagai akibat langsung yakni kurangnya asupan makanan tidak sesuai dengan beban kerja. Untuk itu, hal yang perlu diperhatikan
adalah kondisi fisik dan beban kerja seseorang. Kondisi fisik yang baik tidak saja bermanfaat bagi tenaga kerja dan keluarganya, tetapi juga akan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan dalam hal ini industri rumah tangga, demikian juga sebaliknya karena derajat kesehatan dan status gizi yang kurang mengakibatkan berkurangnya
kemampuan dan produktivitas kerja. Gizi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental
orang tersebut. Terdapat hubungan antara status gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizi optimal terpenuhi
Universitas Sumatera Utara
Wiryo, 2002. Penelitian Surita 2011 juga menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dan asupan kalori dengan status gizi pekerja.
Desa Pegajahan merupakan salah satu desa di Kecamatan Pegajahan yang mempunyai industri rumah tangga yang mengolah ubi kayu menjadi olahan pangan
ubi yaitu kerupuk mie, opak lidah, balong kuok, rengginang dan opak koin. Dari hasil survey yang dilakukan pada bulan Juni 2013 di Desa Pegajahan terdapat 66 KK
industri rumah tangga. Proses pekerjaan yang dilakukan dalam pengolahan pangan ubi kayu menjadi kerupuk mie adalah sortasi ubi kayu segar, pengupasan, pencucian,
pemarutan, pencetakanpeletrekan, penjemuran ½ kering, pemotongan, dan dimasukkan ke ampia untuk mendapatkan kerupuk mie kemudian di jemur sampai
kering. Dalam pembuatan kerupuk mie tersebut proses yang paling penting adalah
pada saat proses mencetakmeletrek dengan menggunakan tenaga kerja wanita. Meletrek adalah adonan bubur ubi kayu mentah diletakkan diatas plastik bening
berukuran persegi panjang 55x40 cm lalu diratakan dengan alat bantu. Jumlah tenaga kerja dibagian pencetanpeletrekan berjumlah 92 orang dengan masa kerja
rata-rata 3 tahun. Dari hasil survei pendahuluan terhadap 10 sepuluh orang tenaga kerja di
bagian pencetakanpeletrekan didapat bahwa pekerja selama melakukan pekerjaannya dalam satu hari kerja tidak ada mendapat konsumsi makanan dan minuman tambahan.
Para pekerja disana sering mengeluhkan masalah kesehatannya yaitu mata
Universitas Sumatera Utara
berkunang-kunang, rasa lesu, gampang lelah, kurang konsentrasi, pusing dan pegal- pegal. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data pekerja paling banyak
menyelesaikan peletrekan selama 7 jam. Hasil wawancara metode food recall terhadap 10 orang pekerja wanita tersebut didapatkan hasil asupan energi rata-rata
1169,94 kkal. Hasil food recall tersebut jika dibandingkan dengan kebutuhan energi untuk aktivitas fisik usia dewasa masih tergolong kurang baik, demikian juga dengan
asupan protein rata-rata 47,24 gr dan asupan zat besi fe rata-rata 5,22 mg masih tergolong kurang baik dari Angka Kecukupan Gizi usia dewasa. Hasil pemeriksaan
Hemoglobin dengan metode cyanmethemoglobin juga didapatkan sebanyak 6 orang 60 kadar Hemoglobin dibawah kadar haemoglobin Hb yang seharusnya 12
gram . Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh konsumsi gizi energi, protein dan fe demikian juga dengan kadar Hb terhadap produktivitas kerja pada wanita pekerja informal di industri
pengolahan ubi di Desa Pegajahan Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013.
1.2. Permasalahan