Strategi Instruksional Aspek Proses Process

59 Sarana pendukung bahan pustaka yang dimiliki sekolah ini berupa buku-buku cerita yang ditempatkan di perpustakaan dan buku-buku yang kadang dipakai sebagai sumber pembuatan materi oleh guru serta fasilitas internet. Yang terakhir, sarana untuk portofolio seperti tempat menempel hasil menggambar anak, hasil karya anak ada di tiap kelas. Para guru memanfaatkan sisi dinding ruangan. Sedangkan untuk meletakkan hasil kerja anak yang tidak bisa ditempel, tidak ada tempat khusus, hanya diletakkan di atas rak atau locker tas atau mainan anak. Begitupun dengan tempat meletakkan foto aktifitas anak, sekolah ini belum mempunyai.

3. Aspek Proses Process

Data hasil penelitian untuk aspek proses dibagi dalam beberapa hal, antara lain: strategi instruksional, metode yang digunakan, media pembelajaran yang digunakan, interaksi warga belajar, ketepatan dan kesesuaian rancangan langkah-langkah pembelajaran, serta penilaian hasil pembelajaran.

a. Strategi Instruksional

Berdasarkan hasil wawancara, bisa di simpulkan bahwa semua guru menerapkan strategi instruksional berdasarkan situasi kelas ataupun kegiatan yang dilakukan. 60 Dalam hal perhatian terhadap individu, guru yang sudah empat tahun mengajar di TK A mengungkapkan bahwa hal tersebut akan disesuaikan dengan karakter anak. Guru lain yang sudah mempunyai masa mengajar yang sama mengatakan bahwa apabila dalam proses belajar dalam hal ini pengenalan konsep kepada anak melalui permainan atau penjelasan yang dilakukan secara klasikal, seperti dalam belajar bahasa dan matematika, ilmu pengetahuan, seni, dan lain-lain maka guru akan memberikan perhatian yang sama. Namun, untuk hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan anak dalam sosial emosional atau karakter anak, maka akan diberikan perhatian yang berbeda-beda pada setiap anak. Dalam observasi di kelas TK B, peneliti menemukan hal yang sejalan dengan pernyataan- pernyataan tersebut. Ketika penyampaian konsep dan bermain, guru memperhatikan anak secara menyeluruh. Tetapi ketika ada 3 anak yang terlihat tidak bermain dengan bagus dan terlibat konflik, guru memanggil mereka, menanyai permasalahan dan membantu menyelesaikan masalah tersebut. Seorang guru yang sebelumnya mengajar di jenjang playgroup dan sekarang mengajar TK B memberikan jawaban yang melengkapi pernyataan sebelumnya. GB2 : Kalau saya sih prefer ke personal apa namanya ya...personal lebih individu mendekati. Karena kan keadaan anak itu berbeda-beda baik secara kemampuannya terus model pembelajarannya itu kan pasti berbeda-beda. Tetapi untungnya disekolah itu juga memang seperti itu. Modelnya pembelajaran individual. Jadi setiap guru 61 didalam kelompok itu akan mengajari kelompok itu aja. Yang dimaksud guru tersebut berdasarkan hasil observasi adalah bahwa dalam proses belajar mengajar, pada saat anak belajar hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan akademis, mereka akan juga menerima bimbingan secara individu dari guru. Anak akan dipanggil satu persatu mengerjakan lembar, membuat sesuatu, mengerjakan sesuatu, atau melakukan percobaan dengan mendapat bimbingan dari guru. Anak-anak dibagi dalam jumlah tertentu dengan mendapat satu guru pembimbing dengan harapan guru bisa memberikan perhatian lebih detail pada setiap perkembangan anak dalam proses belajar mengajar. Dalam hal organisasi kelas, guru-guru dalam wawancara menyatakan bahwa mereka melakukan organisasi kelas secara berbeda-beda menyesuaikan dengan kegiatan. Guru baru di TK B menjelaskan salah satu organisasi kelas yang dilakukannya seperti berikut. GB3 : Kalau untuk mengerjakan exercise kan kita 3 guru dalam satu kelas, kita juga di bagi dalam, dikasih apa, 3 meja beserta kursinya. Jadi kalau untuk mengerjakan setelah guru yang hari itu bertugas mengajar apa,, menjelaskan tentang materi tersebut dan kemudian mengerjakan exercise, kita akan bagi langsung dalam apa...walinya. Biasanya sih kalau misalnya saya, anak-anak yang apa, yang sudah mampu dulu karena mereka lebih cepat, habis itu baru kemudian anak-anak yang kurang bisa karena kan kita lebih banyak waktu apa, membimbing mereka. kalau untuk dalam main apa, maksudnya playing time di kelas juga kita bagi dalam mat. Jadi misal mat warna ungu untuk murid saya, terus nanti hijau untuk murid guru lain, yang mat biru untuk miss yang satunya, seperti itu jadi di bagi. 62 Menurut jawaban wawancara diatas adalah, untuk mengerjakan lembar kerja atau tugas dengan bimbingan individual dari guru, anak akan mengerjakan bergiliran di meja dengan guru. Sementara masing-masing guru membimbing satu anak di meja, anak-anak lain bermain di dalam kelompok yang telah di atur sebelumnya berdasarkan aturan tertentu. Misal berdasarkan warna evamat atau berdasarkan guru pembimbingnya. Jadi selain berdasarkan jenis kegiatan, dalam mengatur kelas guru juga sering mengggunakan kegiatan kelompok. Dari hasil pengamatan di kelas TK A dan TK B pun menunjukkan hal yang sama. Misalnya, sebelum kegiatan awal, anak diperbolehkan bermain dengan mainan-mainan edukatif yang telah disediakan. Dilanjutkan kegiatan awal, dimana di TK Bethany School dikenal sebagai morning circle, maka guru mengajak anak untuk duduk dan membuat lingkaran besar di atas evamat. Sedangkan untuk kegiatan inti saat guru harus menanamkan konsep seperti dalam belajar matematika atau bahasa, anak diperintahkan duduk di tikar menghadap whiteboard atau melingkar menghadap guru. Begitupun apabila kegiatan intinya berupa permainan atau percobaan-percobaan dalam belajar ilmu pengetahuan atau di TK Bethany School dikenal dengan experiment, maka anak akan diatur, apakah akan berdiri, duduk berhadapan, duduk melingkar, duduk menunggu giliran, semua langsung terlibat, secara individu atau berkelompok. Selanjutnya hasil wawancara dengan GA4 mengungkapkan hal yang seiring hasil pengamatan di 63 kelas dalam hal inisiatif. Hampir sebagian besar guru mengendalikan anak untuk menerima apa yang disampaikan, terutama saat mereka belajar matematika dan bahasa. Kemudian ketika anak menyampaikan respon terhadap apa yang disampaikan, atau ketika anak mengerjakan tugas yang diperintahkan, tidak semua guru mendorong dan memuji respon tersebut. Namun demikian, ada juga kegiatan yang tidak sepenuhnya menggunakan ide dari guru, seperti misalnya dalam belajar mengenal berbagai jenis lagu, dimana anak akan di kenalkan ada jenis lagu nasional, lagu daerah, lagu gereja, dan sebagainya. Misalnya, pada saat pengamatan di kelas TK A sedang belajar lagu gereja. Guru menstimulasi anak supaya mereka menyebutkan lagu-lagu yang merupakan jenis tersebut. Kemudian jawaban dari seorang anak akan dipertanyakan kebenarannya didepan anak-anak lain. Jadi guru mencoba mempertanyakan ide atau jawaban tersebut dengan pendapat dari anak lain, walaupun guru tetap yang memutuskan apakah jawaban itu benar atau tidak. Ketika jawaban itu benar maka lagu itu akan dinyanyikan bersama, ataupun ketika tidak benar mereka harus mencoba lagi. Kemudian dalam menciptakan iklim belajar, dari hasil observasi di dalam kelas, kebanyakan guru menggunakan perintah. Meskipun demikian, perintah yang disampaikan tersebut mempunyai beberapa tahap. Pertama, perintah disampaikan secara umum pada semua anak dengan persuasif, artinya bukan dengan perintah yang bernada tajam atau suara keras. Misalnya, “We are going to study, so please sit down nicely and 64 listen to the teacher ” Kita akan mulai belajar, jadi semuanya harus duduk yang bagus dan mendengarkan guru. Kedua, apabila masih ada anak yang tidak bisa mengikuti perintah tersebut, akan ditegur secara individual dan lebih tegas. Ketiga, ada konsekuensi yang akan diterima anak, apabila masih tidak bisa mengikuti perintah sehingga anak itu sendiri tidak memberikan perhatian pada guru dan mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Konsekuensi yang harus diterima anak adalah sad face sticker berupa gambar ekspresi wajah sedih. Guru akan memberikan sad face tersebut di papan nama yang sudah disediakan, yang artinya hari itu anak tidak akan mendapat reward yang berupa sticker atau stempel pada saat jam sekolah selesai nantinya. Dalam wawancara dengan guru dari jenjang TK A juga mengatakan hal yang seiring dengan hasil observasi. GA2 : Kalau ada anak yang interrupt mengganggu, kalau saya didengarkan dulu, terus habis itu kalau interupsinya mengganggu temannya ya berusaha untuk menasihati dengan cara ya menasihati tadi dengan metode penghitungan. Istilahnya berapa kali menginterupsi, nanti kalau udah 3 kali udah out limit ya ada punishment, konsekuensinya. Guru lain dari jenjang yang sama namun dari kelas yang berbeda juga mengungkapkan hal senada namun terlihat lebih fleksibel. GA1: Kalau ada yang interrupt, tergantung interruptnya gimana. Kalau misal mereka interrupt masih berhubungan dengan apa yang 65 kita sampaikan itu masih kita ladeni. Misalnya sedang bible story, kemudian ada yang interrupt tetapi masih ada hubungannya dengan itu, cerita yang kita sampaikan, masih dalam “batas wajar” masih kita ladeni, nggak pa-pa. Tapi kalau memang sudah tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kita sampaikan ya memang harus diberikan penjelasan: nanti dulu atau kita kembalikan dia untuk fokus: ayo dengarkan dulu, nanti ceritanya. Tetapi dalam hasil observasi yang dilakukan penulis di kelas guru tersebut, ketika penjelasan yang dimaksud masih tidak membuat anak memberikan perhatian ke guru atau anak masih terus melakukan sesuatu yang mengganggu kelas, maka konsekuensi sad face pun akan tetap diberikan. Hasil wawancara dengan guru lain lebih menyampaikan peranan teman sekerja dalam penciptaan iklim belajar. GA4 : Lha kita kan nggak sendiri di dalam kelas. Jadi kita punya kalau guru mayornya 1 berarti kan ada guru minor, pendampingnya itu. Nah, disini kalau mayornya lagi mengajar sudah memberikan perintah tetapi kalau ada anak yang masih tidak mendengarkan gitu berarti tugas assisten nya yang satu, yang tidak mengajar itu membantu lebih. O, mungkin harus didudukin bersama atau ditemeni atau gimana, itu tugas partner itu tadi. Jadi pengajaran dengan menggunakan team teaching juga membantu dalam penciptaan iklim di kelas. Apabila guru mayor guru yang memimpin kelas bertugas menyampaikan materi, guru minor guru yang bertugas membantu akan sangat berperan dalam penciptaan iklim di kelas. Biasanya peranan guru mayor dan minor dilakukan bergantian satu minggu sekali. 66

b. Metode Pengajaran

Dokumen yang terkait

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI TAMAN KANAK-KANAK IMAN ISTIQOMAH SALATIGA Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini Di Taman Kanak-Kanak Iman Istiqomah Salatiga.

0 3 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Derajat Pelaksanaan Kewirausahaan Kepala Sekoalh Taman Kanak-Kanak di Dinas Pendidikan Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung T2 942011076 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga T2 942011016 BAB V

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Usia Dini Studi Pada Taman Kanak-kanak Bethany School Salatiga

0 0 105

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Standar Kualitas Pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942008110 BAB IV

0 0 31

Pendidikan Taman Kanak Kanak

0 0 6

Pendidikan Taman Kanak Kanak

0 1 3