Tema, Karakterisasi, Setting, AlurPlot, Sudut Pandang
lambang dan citra-citra . Untuk penafsiran pada film jenis ini sangat bersifat subyektif.
Karakterisasi
Karakter tokoh yang kuat dan jelas akan membantu pencapaian kesan dari tema yang disodorkan. Apapun
bentuk dan wujud tokoh itu, apakah dia seorang manusia, binatang, benda mati seperti kayu atau batu,
wayang, kartun, semua harus dapat diterima dan logis. Masih ingat film animasi “Bolt”, di film ini hampir
semua diperankan oleh binatang. Namun karena karakter-karakternya
dibuat secara
logis, maka
penonton dapat menerima dan tertarik mengikuti jalan ceritanya. Banyak cara untuk menggambarkan tokoh
agar sesuai
dengan tema
yang dikemukakan.
Yangpertama dapat dengan secara langsung diceritakan. Cara ini yang paling mudah namun memerlukan
kejelian dalam mencari titik fokus penggambaran dan mencari kata-kata yang tepat untuk melukiskannya.
Cara kedua adalah dengan dialog tokoh dengan lawan mainnya. Dari dialog dapat diketahui apakah tokoh
temperamental, penyabar, pendendam, dll. Caraketiga dapat dengan cara menggambarkan tingkah laku tokoh.
Ketika dia bereaksi terhadap suatu stimultan, gerak- geriknya ketika melakukan sesuatu, tergambarkan
dengan jelas.danmasih banyak cara lainnya. Jika kita tidak
memperhatikan unsur-unsur
yang paling
manusiawi dalam sebuah film, atau tidak tertarik pada tokoh-tokoh dan karakter-karakternya maka kecil
kemungkinan bahwa kita akan tertarik pada film itu sebagai suatu keseluruhan. Supaya dapat menarik,
tokoh-tokoh haruslah masuk akal, dapat difahami dan
menonjol.
Karakterisasi dapat dilihat atau ditunjukkan melalui : 1.
Penampilan, Karakter yang dapat direka dari penampilan fisik kesan visual dari seorang tokoh,
seperti pakaian
yang dikenakannya,
perawakan tubuhnya, dll. Dari penampilan dapat diketahui kaya
atau miskin, baik atau jahat, rapi atau lusuh, menarik atau tidak menarik, dll.
2. Dialog, Karakter yang direka dari kalimat-kalimat yang
diucapkan saat tokoh berdialog dengan tokoh lain. Serta bagaimana cara tokoh tersebut berucap. Fikiran, sikap
dan emosi tokoh terlihat dari cara memilih kata dan tinggi rendah intonasi. Dari dialog dapat diketahui
daerah asal, tingkat pendidikan, hobi dll. 3.
Aksi eksternal, Karakter yang direka dari melihat bahasa tubuh tokoh. Apakah tokoh tersebut ceroboh
atau tidak, kaku atau luwes, percaya diri atau tidak, dll. 4.
Aksi internal. Karakter yang direka melalui aksi batin tokoh. Aksi batin ini berlangsung dalam fikiran dan
emosi tokoh terdiri dari fikiran-fikiran yang tidak diucapkan, angan-angan, aspirasi, kenangan, ketakutan,
fantasi dan harapan. Realitas batin dapat ditunjukkan melalui gambar atau suara kalbu sang tokoh, dengan
kilasan-kilasan, dll. 5.
Reaksi tokoh-tokoh lain, Apakah dia seorang terkenal atau biasa, disayang atau dibenci, dikagumi atau
diremehkan, dll. 6.
Nama tokoh, Dapat diketahui daerah asal tokoh. Apakah dia orang jawa atau bali, indonesia atau
amerika, kota atau desa, dll. 7.
Identitas tokoh, Apakah dokter atau guru, direktur atau kuli, pelajar atau pengangguran, dll.
Alur dan Plot
Alur cerita atau yang sering kita sebut plot adalah bangunan sebuah cerita. Berbagai cara dapat dilakukan
untuk membangun sebuah cerita. 1.
Sirkuler, Sebuah plot cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A.
2. Linear, Sebuah plot cerita yang dimulai dari titik awal
dan maju terus hingga titik akhir cerita. 3.
Foreshadowing, Sebuah plot yang bercerita tentang kejadian yang akan terjadi di masa datang, loncat pada
kejadian lain dan pada penutup bercerita kembali tentang kejadian yang sudh diceritakan di depan.
4. Flashback, Menceritakan kejadian di masa lampau.
Untuk membangun struktur sebuah cerita yang menarik maka dapat dihadirkan suspens atau kejutan. Dapat berupa
kejutan yang
sederhana ataupun
yang mampu
mengembangkan rasa penasaran penonton. Suspens yang terpelihara dengan baik dapat mengukuhkan struktur
dramatik sebuah cerita. Struktur dari sebuah cerita dapat terdiri dari:
1. Eksposisi, memberikan gambaran selintas mengenai
cerita yang akan terjadi, tokoh yang memerankan, dll. 2.
Konflik, saat dimana tokoh mulai terlibat dalam suatu permasalahan.
3. Klimaks, puncak dari pokok permasalahan
4. Resolusi, pemecahan permasalahan.
38
Setting latar
Setting adalah waktu dan tempat dimana cerita sebuah film berlangsung. Setting pada umumnya
38
http:thinktep.wordpress.com20101226apresiasi-film-2
merupakan unsur yang paling berpengaruh pada unsur lain seperti tema, visual efek, kostum, dll. Empat faktor
yang harus dipertimbangkan dalam menentukan setting: 1.
Faktor temporal waktu, masa saat cerita itu terjadi. 2.
Faktor geografik, tempat dimana cerita terjadi. 3.
Faktor ekonomi yang berlaku saat itu. 4.
Faktor adat dan budaya yang berlaku saat itu.
Sudut Pandang
Sudut pandang pada sebuah film, dapat kita ketahui dengan dua cara yaitu yang dikenal dengan sebutan
diegetic dan non diegetic. Diegetik merupakan suara yang sumbernya terlihat pada layar atau yang sumber
tersirat untuk hadir oleh aksi film: a.
Suara karakter b.
Suara yang dibuat oleh benda-benda dalam cerita
c. Musik direpresentasikan sebagai berasal dari
instrumen dalam ruang cerita = sumber musik Suara diegetik adalah suara disajikan sebagai berasal
dari sumber dalam dunia film. Suara Digetic dapat berupa pada layar atau dari layar tergantung pada apa
pun sumbernya adalah dalam bingkai atau di luar bingkai. Istilah lain untuk suara diegetik adalah suara
yang sebenarnya. Diegesis adalah kata Yunani untuk cerita menceritakan. Diegesis film ini adalah total
dunia aksi cerita. Non-diegetik merupakan suara yang sumber yang tidak terlihat pada layar atau telah tersirat
untuk hadir dalam aksi: a.
Komentar narator b.
Efek suara yang ditambahkan untuk efek dramatis
c. Suasana musik
Suara Non-diegetik direpresentasikan sebagai berasal dari sumber di luar ruang cerita. Perbedaan antara suara
diegetik atau non-diegetik tergantung pada pemahaman kita
tentang konvensi
menonton film
dan mendengarkan. Kita tahu bahwa suara-suara tertentu
yang direpresentasikan sebagian berasal dari cerita dunia, sementara yang lain direpresentasikan sebagian
berasal dari luar ruang peristiwa cerita. Sebuah bermain dengan konvensi diegetik dan non-diegetik dapat
digunakan untuk membuat ambiguitas horor, atau untuk mengejutkan penonton komedi.
39