25
Tujuan dari manajemen risiko menurut Tampubolon 2004 :34 adalah pengelolaan risiko yang mencakup atas prosedur dan metodologi
yang digunakan sehingga kegiatan usaha bank tetap dapat terkendali pada batas limit yang dapat diterima serta menguntungkan bank. Penerapan
manajemen risiko tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan bank. Bagi perbankan,
penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kemungkinan
kerugian bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan yang sistematis yang didasarkan atas ketersedian informasi,
digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja bank dan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan
usaha bank yang relatif kompleks, serta menciptakan infrastruktur- infrastruktur yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing bank.
Dalam proses penerapan manajemen risiko, bank dapat menggunakan berbagai pendekatan pengukuran risiko, baik dengan
metode standar yang direkomendasikan oleh Basel Committee on Banking Supervison. Kesepakatan Basel mencetuskan 2 kesepakatan
Basel I dan Basel II. Dalam kesepakatan Basel I hanya mencakup risiko kredit, modal yang disediakan hanya dikaitkan dengan risiko kredit, dan
dalam mengukur kecukupan modal menurut risiko kredit didasari oleh beberapa kalkulasi yang terdiri dari bobot risiko aktiva dan bobot risiko,
penyetaraan dengan risiko kredit, target rasio modal dan kalkulasi
26
konsumsi modal yang memenuhi syarat, kecukupan hasil pada modal yang memenuhi syarat struktur modal El Tiby, 2011:102.
Dalam kesepakatan Basel II digunakan pendekatan baru dalam hal pengawasan bank. Kerangka baru Basel II dirancang mencakup tiga
konsep yang dikenal sebagai tiga pilar. Ketiga pilar tersebut diantaranya adalah pilar 1 yaitu Kewajiban penyediaan modal minimum. Pilar 2 yaitu
tinjauan berdasar regulasi dari kecukupan modal dari masing – masing bank dan proses penilaian internal. Dan pilar 3 yaitu disiplin pasar yang
efektif sebagai pengungkit untuk memperkuat keterbukaan dan mendorong agar bank lebih aman dalam prakteknya El Tiby, 2011:107.
4. Kerangka Kerja Manajemen Risiko Pembiayaan
Agar efektif, dalam proses manajemen risiko perlu adanya kerangka kerja, diantaranya. Memahami rantai risiko, dengan pehaman
ini satuan kerja manajemen risiko wajib terlebih dahulu melakukan analisis lingkungan untuk menetapkan masalah atau peluang, cakupan
dan konteks serta isu yang berhubungan dengan risiko, seperti masalah politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Menurut Tampubolon
2004:41 kerangka kerja manajemen risiko pembiayaan atau kredit adalah sebagai berikut:
a. Melakukan analisis terhadap stakeholder deposan, debitur, pemilik
saham untuk menetapkan atau mengkaji toleransi risiko, posisi dan perilaku dari para stakeholder.
27
b. Memahami situasi atau peristiwa yang pernah diambil perusahaan
yang dapat mendatangkan kerugian. c.
Melakukan penilaian atas risiko dan pengendalian yang ada. Menyusun tanggapan atas risiko yang ada.
d. Menetapkan aktivitas pengendalian berupa program mitigasi risiko.
e. Mengkomunikasikan risiko dan manajemen risiko. Melakukan
pemantauan terhadap risiko dan pengelolaanya.
5. Fungsi Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah sebuah pola pikir, oleh karena itu semua pejabat bank bisa atau mampu mewaspadai risiko dan menerapkan
manajemen risiko dengan baik. Fungsi manajemen risiko tidak hanya sekedar memelihara tingkat profitabilitas dan kesehatan bank, namun
juga untuk memelihara integritas dan stabilitas sistem keuangan yang kritis terhadap kesehatan perekonomian nasional. Secara garis besar,
menurut Tampubolon 2004:45 manajemen risiko berfungsi untuk: a.
Menunjang ketepatan proses perencanaan dan pengambilan keputusan b.
Menunjang efektifitas perumusan kebijakan sistem manajemen dan bisnis.
c. Menciptakan Early Warning System untuk meminimumkan risiko.
d. Menunjang kualitas pengelolaan dan pengendalian pemenuhan tingkat
kesehatan bank. e.
Menunjang penciptaanpengembangan keunggulan kompetitif. f.
Memaksimalisasi kualitas portofolio perkreditan bank.
28
C. Pembiayaan Bermasalah NPF
1. Konsep Pembiayaan Bermasalah
Suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu mengahadapi risiko yang ditimbulkan oleh kredit tersebut. Risiko
kredit atau pembiayaan didefinisikan sebagai risiko yang muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan bunga dari
pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya Arifin, 2008:263.
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya non performing loan NPL, dalam
terminologi bank syariah disebut non perfoming financing NPF. Non Performing Financing NPF adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia
kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet. Dalam peraturan bank indonesia Nomor
821PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
pasal 9 ayat 2, bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu lancar L, dalam perhatian
khusus DPK, kurang lancar KL, diragukan D, macet M. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.31
tentang akuntansi perbankan butir 24 menyebutkan bahwa:
29
“Kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok danatau bunganya telah terlewat sembilan
puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit non
performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan, dan macet.”
Sedangkan Sutojo 2008:13 menyatakan jika “pengertian kredit bermasalah adalah suatu keadaan di mana debitur mengingkari janji
mereka membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada
pembayaran. Dari kelima kualitas pembiayaan yaitu lancar, dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, yang tergolong dalam pembiayaan bermasalah atau non performing financing adalah
pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Berdasarkan surat Edaran Bank Indonesia Nomor756DPbS
tanggal 9 Desember 2005, pedoman untuk perhitungan rasio non performing finance NPF dihitung dengan cara sebagai berikut:
NPF= X 100
Rasio ini menunjukan kualitas pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan. Semakin tinggi rasio NPF maka kualitas pembiayaan yang
diberikan oleh perbankan syariah semakin memburuk. Kelancaran kegiatan usaha bank syariah dapat terganggu apabila rasio semakin
meningkat dan dapat berakibat pada tingkat kesehatan bank itu sendiri. Pembiayaan yang bermasalah
Total Pembiayaan Disalurkan
30
Bank Indonesia sebagai regulator yang turut mengatur perbankan syariah di Indonesia menetapkan bahwa batas maksimum tingkat
pembiayaan yang bermasalah sebesar 5 dari total pembiayaan yang diberikan.
2. Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah merupakan sumber permasalahan bank. Adanya pembiayaan bermasalah ini dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Sutojo 2008:18 menuturkan terjadinya kredit bermasalah disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya:
a. Faktor Internal:
1 Rendahnya kemampuan atau ketajaman bank melakukan
analisis kelayakan permintaan kredit yang diajukan oleh calon debitur.
2 Lemahnya sistem administrasi kredit atau pembiayaan serta
sistem administrasi bank. 3
Campur tangan yang berlebihan dari para pemegang saham 4
Pengikatan jaminan kredit yang kurang sempurna b.
Faktor debitur 1
Salah urus atau missmanagement 2
Kurangnya pengalaman dan pengetahuan pemilik dalam bidang usaha yang dijalani.
3 Penipuan
31
c. Faktor Eksternal
1 Perkembangan kondisi ekonomi atau bidang usaha yang
merugikan. 2
Bencana alam 3
Regulasi pemerintah
3. Dampak Pembiayaan Bermasalah
Adanya pembiayaan bermasalah ini akan memberikan dampak negatif kepada beberapa pihak, Sutojo 2008:25 menjelaskan bahwa
terdapat beberapa dampak yang ditimbulkan dari pembiayaan bermasalah diantaranya adalah:
a. Bank yang bersangkutan akan mengalami gangguan profitablitias
untuk menutupi cadangan pembiayaan bermasalah. b.
Jumlah modal bank akan terkikis dan menurunkan rasio kecukupan modal bank.
c. Nasabah sendiri akan kehilangan kepercayaan pihak luar dan relasi
bisnis, serta citra dan nama baik yang rusak. Sementara nasabah lainnya akan kesulitan mendapatkan pembiayaan dari bank yang
bersangkutan. d.
Perputaran dana bank di masyarakat akan terhenti. e.
Pengusaha di dalam negeri akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan untuk ekspansi usahanya.