Pengaruh variabel makro ekonomi terhadap pembiayaan bermasalah sektor industri manufaktur pada perbankan syariah periode

(1)

PENGARUH VARIABEL MAKRO EKONOMI

TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH SEKTOR

INDUSTRI MANUFAKTUR PADA PERBANKAN

SYARIAH PERIODE 2009-2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Annisa Kurniasih Fauziyah

NIM: 1111046100073

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

i

PENGARUH VARIABEL MAKRO EKONOMI

TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH SEKTOR

INDUSTRI MANUFAKTUR PADA PERBANKAN

SYARIAH PERIODE 2009-2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Annisa Kurniasih Fauziyah

NIM: 1111046100073

Pembimbing:

Supriyono, S.E., M.M.

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

JAKARTA

1436 H/2015 M


(3)

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Seluruh sumber yang saya gunakan selama penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universtias Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 Juni 2015M 01 Ramadhan 1436H


(5)

iv

ABSTRACT

The purpose of thisresearch is to analyze the influence of variable economic macro (Exchange Rate, Inflation, BI Rate and Growth of Export) toward the non performing finance on manufacture sector. The data for assessing this research are acquired from the monthly data from January 2009 to Desember 2013. Statistical test used ini this research is Multiple Regression Test. The result of the research shows that indipendent variables (Exchange Rate, Inflation, BI Rate and Growth of Export) simultaneously have significant impact to non performing finance on manufacture sector. The Inflation and BI Rate partially have an impact on NPF. While Exchange Rate and Growth of Export do not have impact to NPF on manufacture sector.

Keywords: NPF of Manufacture Sector, Exchange Rate, Inflation, BI Rate, Growth of Export.


(6)

v

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel ekonomi makro (Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate dan Pertumbuhan Ekspor) terhadap pembiayaan bermasalah sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah di Indonesia. Data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data time series bulanan yaitu dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2013. Uji Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel ekonomi makro (Nilai Tukar, Inflasi, BI Ratedan Pertumbuhan Ekspor) berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bermasalah sektor Industri Manufaktur. Secara parsial Inflasi dan BI Rate berpengaruh signifikan negatif dan positif terhadap pembiayaan bermasalah sektor Industri Manufaktur.

Kata Kunci: Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur, Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate, Pertumbuhan Ekspor dan Analisis Regresi Linier Berganda.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada pembimbing umat manusia baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik berkat dukungan berbagai pihak maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saefudin Jahar selaku dekan FSH, Bapak Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. selaku ketua Prodi Muamalat dan Bapak Abdurrauf, M.A. selaku Sekretaris Prodi Mumalat yang telah memberikan saran dan bantuan dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Hasanuddin, M.Ag. selaku dosen Penasihat Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan kegiatan akademik dari awal perkuliahan hingga selesai.

3. Bapak Supriyono S.E., M.M., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum, terimakasih atas curahan ilmu yang disampaikan dengan penuh cinta kepada kami.

5. Kedua orang tua tercinta Papa Sugiman dan Mama Nina Arlina, terima kasih atas doa berbalut kesabaran dan dukungan berbingkai kasih sayang yang selalu diberikan kepadaku untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai hal. 6. Seluruh keluarga besar tercinta, dari keluarga Abah Narta maupun keluarga


(8)

vii 7. Untuk seseorang yang setia menemani penulis, yang tak pernah henti memberi

saran, semangat dan kasih sayang.

8. Teman-teman Perbankan Syariah angkatan 2011 khususnya kelas B yang tidak bisa disebutkan satu persatu semoga persahabatan kita tetap terjaga dengan baik sampai akhir menutup mata.

9. Teman-teman KKN Care 122, baik akhwat maupun ikhwan semoga ukhuwah kita tetap terjaga.

10.Dan berbagai pihak yang telah membantu penulis selama masa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga segala amalan yang baik tersebut akan memperoleh balasan rahmat dan karunia Allah SWR, Amin. Penulis menyadari sepenuhnya keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang ada pada penulis, sehingga tidak menutup kemungkinan bila terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi amalan bagi ilmu pengetahuan dan membuka jalanku untuk meraih cita-cita, Amiin Yaa Rabbal‟alamiin.

Jakarta, 18 Juni 2015


(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH ... 10

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 12

D. REVIEW STUDI TERDAHULU ... 13

E. KERANGKA TEORI DAN KONSEP ... 16

BAB II ... 21

A. KONSEP DAN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH ... 21

1.Konsep Pembiayaan ... 21

2.Risiko Pembiayaan ... 24

B. PEMBIAYAAN BERMASALAH ... 26

1.Pengertian Pembiayaan Bermasalah ... 26

2.Penyebab Pembiayaan Bermasalah ... 27

3.Dampak Pembiayaan Bermasalah ... 29

C. INDUSTRI MANUFAKTUR ... 30


(10)

ix

2.Klasifikasi Industri Manufaktur ... 31

D. MAKRO EKONOMI ... 36

1.Pengertian dan Perkembangan Makro Ekonomi ... 36

2.Makro Ekonomi dalam Perspektif Islam ... 38

3.Indikator Makro Ekonomi ... 40

3.1 Nilai Tukar ... 41

3.2 Inflasi... 43

3.3 Suku Bunga (BI Rate) ... 46

3.4 Pertumbuhan Ekspor ... 49

E. HIPOTESIS PENELITIAN ... 50

BAB III ... 52

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 52

B. JENIS DAN PENDEKATAN PENELITIAN ... 52

C. POPULAS DAN SAMPEL ... 53

D. JENIS DATA DAN SUMBER DATA ... 54

E. METODE PENGUMPULAN DATA ... 54

F. METODE ANALISIS ... 55

G. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL ... 60

BAB IV ... 64

A. GAMBARAN UMUM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA ... 64

B. ANALISIS DATA ... 67

1.Analisis Deskriptif ... 67

2.Analisis Regresi Linear Berganda ... 75

2.1 Uji Asumsi Klasik ... 75

2.1.1 Uji Normalitas... 75

2.1.2 Uji Multikolinearitas ... 76

2.1.3 Uji Autokorelasi ... 77


(11)

x

2.2 Goodness of Fit ... 79

2.2.1 Uji F ... 79

2.2.2 Uji t ... 80

2.2.3 Uji R2 (Koefisien Determinasi) ... 82

2.3 Uji Regresi ... 83

BAB V ... 89

A. KESIMPULAN ... 89

B. SARAN ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(12)

xi

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

1.1 Penyaluran Dana Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional

Tahun 2009... 1

1.2 Pembiayaan BUS, UUS, dan BPRS terhadap Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Periode 2009-2013 (Dalam Milyar Rupiah)... 2

1.3 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Periode 2009-2013... 4

1.4 Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) Periode 2009-2013 (Dalam Milyar Rupiah)... 6

1.5 Pergerakan Nilai Variabel Makro Ekonomi (Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate, dan Pertumbuhan Ekspor) Periode 2009-2013... 8

1.6 Penelitian Terdahulu... 13

2.1 Klasifikasi NPF berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah (debitur) dalam Bank Syariah... 28

3.1 Definisi Operasional Variabel... 63

4.1 Perkembangan Nilai Tukar RupiahTerhadap Dollar Periode 2009-2013 (Dalam Rupiah)... 67

4.2 Tingkat Inflasi di IndoesiaPeriode 2009-2013 (Dalam Persentase)... 69

4.3 Perkembangan BI Rate Periode 2009-2013 (Dalam Persentase)... 70

4.4 Pertumbuhan Ekspor Periode 2009-2013 (Dalam Persentase)... 71

4.5 NPF Industri Manufaktur Periode 2009-2013 (Dalam Persentase)...73

4.6 Uji Multikolinearitas dengan Nilai Tolerance dan VIF(Variance Inflation Factor)... 76

4.7 Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson (DW)... 77

4.8 Uji F... 79

4.9 Uji t... 80

4.10 Uji Koefisien Determinasi... 82

4.11 Uji Signifikansi Model... 83

4.12 Laba Rugi Gabungan BUS, UUS (Dalam Milyar Rupiah) Dan Laba Rugi Gabungan BPRS (Dalam Juta Rupiah) Periode 2009-2013... 88


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1.1 Kerangka Konsep ... 20

4.1 Grafik Variabel Nilai Tukar (X1) ... 68

4.2 Grafik Variabel Inflasi (X2) ... 69

4.3 Grafik Variabel BI Rate (X3) ... 70

4.4 Grafik Variabel Pertumbuhan Ekspor (X4) ... 72

4.5 Grafik Variabel NPF Industri (Y) ... 73

4.6 Grafik Variabel Penelitian (Y, X1, X2, X3,X4) ... 74

4.7 Grafik Uji Normalitas ... 75


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Data-Data Variabel Penelitian Tahun 2009-2013 ... xiv

Lampiran 2: Uji Normalitas ... xvi

Lampiran 3: Uji Multikolinearitas dan Autokorelasi ... xvii


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembiayaan merupakan salah satu fungsi dari kegiatan Bank khususnya Bank Syariah sebagai lembaga intermediasi dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Oleh karena itu amat penting bagi bank syariah dalam menganalisa pembiayaan yang diberikan sebagai bagian dari manajemen resiko.

Berbeda halnya dengan perbankan konvensional yang banyak menyalurkan dana pada sektor keuangan melalui penempatan dana pada Bank Indonesia maupun bank lain disertai pembelian surat berharga, penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) pada perbankan syariah seyogyanya ditunjukkan pada sektor ekonomi riil yaitu sektor yang mampu memberikan output hasil produksi sebagaimana terlihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Penyaluran Dana Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional Tahun 2009

Penyaluran Dana Bank Umum Syariah Bank Umum Konvensional

Sektor Riil

Pembiayaan / Kredit 83 % 63 %

Sektor Keuangan

Penempatan pada BI Penempatan pada Bank lain

Surat Berharga Penyertaan Tagihan lainnya

6 % 5 % 6 % 0 % 0 %

17,5 % 11,5 % 6 % 0 % 2 %


(16)

2 Berdasarkan tabel 1.1 dapat terlihat penyaluran dana pada bank umum syariah sebagian besar disalurkan melalui pembiayaan sebesar 83% jika dibandingkan bank umum konvensional yang hanya mengucurkan dana kredit sebesar 63%. Penyaluran dana pihak ketiga pada bank konvensional masih banyak yang tersalurkan pada sektor keuangan dengan transaksi yang penuh dengan ketidakpastian dan aksi spekulasi. Sebagian besar dana yang disalurkan oleh perbankan konvensional tidak memiliki dampak pada ekonomi riil, hal tersebut merupakan dampak dari penyaluran dana pada sektor bebas resiko seperti Sertifikat Bank Indonesia.

Sebaliknya dana yang disalurkan perbankan syariah memiliki dampak cukup besar bagi perkembangan sektor riil sebab produk pembiayaan perbankan syariah dengan skim profit and lost sharing dan paradigma kemitraan dinilai sangat tepat bagi pengembangan usaha yang menghasilkan output produksi yakni salah satunya pada sektor industri manufaktur.

Sebagaimana terlihat dari peningkatan Pembiayaan Sektor Industri Manufaktur pada Data Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Pembiayaan BUS, UUS, dan BPRS pada Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Periode 2009-2013 (Dalam Milyar Rupiah)

2009 2010 2011 2012 2013 BUS & UUS 1.579 2.337 4.077 5.008 6.029 BPRS 20.420 24.635 33.781 31.314 39.681 Total 21.999 26.972 37.858 36.322 45.710 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia


(17)

3 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pertumbuhan pembiayaan sektor peindustrian naik dari 21,9 triliun Rupiah pada tahun 2009 menjadi 50,5 triliun Rupiah di tahun 2014 dengan jumlah pembiayaan yang lebih besar pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah jika dibandingkan dengan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Lebih lanjut kenaikan pembiayaan sektor perindustrian menunjukan pertumbuhan industri manufaktur semakin meningkat di Indonesia. Hal ini dapat membawa dampak positif karena Industri mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sector). Leading Sector maksudnya adalah dengan pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor lainnya seperti pertanian dan jasa.1 Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasapun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, pemasaran/periklanan dan sebagainya. Hal ini menyebabkan munculnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat (daya belinya) dimana menunjukkan bahwa perekonomian tumbuh dan sehat.2

Diantara sembilan sektor produksi yakni pertanian dan peternakan, pertambangan dan penggalian, listrik dan air bersih, bangunan, perdagangan,

1

Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia: Tinjauan Historis, Teoritis dan Empiris,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), hlm.221.

2


(18)

4 pengangkutan, keuangan, jasa-jasa, industri manufaktur adalah penyumbang terbesar (25%) dalam produk domestik bruto (PDB) sebagaimana terlihat dari tabel 1.3.3

Tabel 1.3 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Periode 2009-2013

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

857.196 985.470 1.091.447 1.193.452 1.310.427

2. Pertambangan dan Penggalian

592.060 719.710 876.983 972.458 1.026.297

3. Industri Manufaktur

1.477.541 1.599.073 1.806.140 1.972.523 2.152.802

4. Listrik, Gas dan Air Bersih

46.680 49.119 55.882 62.271 70.339

5. Bangunan 555.192 660.890 753.554 844.090 907.267

6. Perdagangan,

Hotel dan

Restoran

744.513 882.487 1.023.724 1.148.791 1.301.175

7. Pengangkutan dan Komunikasi

353.739 423.172 491.287 549.105 635.302

8. Keuangan 405.162 466.563 535.152 598.433 682.973

9. Jasa-Jasa 574.116 660.365 785.014 889.798 1.000.691

Total PDB 5.606.203 6.446.851 7.419.187 8.230.925 9.087.276

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel diatas menunjukkan peningkatan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan di Indonesia selama periode 2009-2013 setiap tahun dengan sektor Industri Manufaktur sebagai penyumbang terbesar bagi peningkatan PDB sebesar 1,4 Triliun Rupiah pada tahun 2009, tahun 2010 sebesar 1,6 Triliun Rupiah, 2011 sejumlah 1,8 Triliun Rupiah, 2012 sebesar 1,9 Triliun Rupiah dan 2013 sebesar 2,1 Triliun Rupiah.

3

Diakses pada 20 Oktober 2014 pada laman http://komunitas.yellowpages.co.id/kompetisi-di-sektor-industri/


(19)

5 Sedangkan sektor penyumbang terbesar kedua bagi PDB Indonesia pada tahun 2013 secara berturut-turut adalah sektor pertanian sejumlah 1,31 Triliun Rupiah, perdagangan 1,30 Triliun Rupiah, pertambangan 1,02 Triliun Rupiah, jasa 1 Triliun Rupiah, bangunan 907 Milyar Rupiah, keuangan 682 Milyar Rupiah, pengangkutan dan komunikasi 635 Milyar Rupiah, dan listrik, gas dan air bersih sejumlah 70 Milyar Rupiah.

Peningkatan produktivitas industri manufaktur akan berdampak besar pada perekonomian. Sebagai traded sector, sektor industri manufaktur akan meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia di pasar dunia. Hampir semua negara maju mencapai tingkat kematangan perekonomiannya karena pertumbuhan industri yang pesat.

Seiring dengan meningkatnya pembiayaan industri manufaktur pihak Bank tidak boleh lengah dalam melakukan analisa kelayakan dan pengawasan terhadap pembiayaan pada sektor industri manufaktur sehingga dapat meminimalisir pembiayaan bermasalah yang dapat terjadi di kemudian hari. Pembiayaan bermasalah sendiri terjadi saat pihak nasabah sebagai penerima pembiayaan tidak dapak memenuhi kewajibannya kepada pihak Bank.


(20)

6

Tabel 1.4 Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah Periode 2009-2013 (Dalam Milyar Rupiah)

Industri

Manufaktur BUS & UUS

Industri Manufaktur BUS & UUS

Januari 2009 296 September 2011 160

Mei 2009 294 Januari 2012 131

September 2009 183 Mei 2012 176

Januari 2010 190 September 2012 140

Mei 2010 186 Januari 2013 125

September 2010 190 Mei 2013 78

Januari 2011 102 September 2013 208

Mei 2011 140

Sumber: Statistik Perbankan Syariah

Tabel diatas memaparkan mengenai jumlah Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sepanjang periode 2009-2013 dimana mengalami fluktuasi. Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur terlihat tinggi pada awal tahun 2009 sebesar 296 Milyar Rupiah hal ini seiring dengan terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang diawali kredit macet perumahan (subprime mortgage) di Amerika Serikat yang kemudian diikuti dengan kenaikan harga minyak dunia. Resesi karena kekacauan ini memiliki pengaruh besar dalam menjungkalkan perekonomian global, sebab aliran kredit dan pinjaman antar-bank tersendat, termasuk pinjaman untuk konsumsi, sedangkan transaksi perdagangan terganggu.

Sedangkan dampak yang terjadi dari krisis global tersebut di Indonesia ditandai dengan nilai tukar Rupiah yang terkoreksi hingga Rp. 10.950/USD di awal tahun 2009. Selain itu krisis ekonomi tersebut mengakibatkan adanya defisit neraca


(21)

7 pembayaran disertai anjloknya kinerja ekspor, merosotnya harga berbagai komoditi ekspor hingga kesulitan likuidasi yang terjadi.4 Sehingga pada akhirnya krisis ekonomi turut berimbas pada sektor industri manufaktur yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor terutama bagi perusahaan industri manufaktur yang melakukan pembiayaan pada bank-bank syariah.

Lebih lanjut keadaan ekonomi yang semakin membaik di tahun 2010 juga mempengaruhi menurunnya Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur. Akan tetapi pada akhir tahun 2013 Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur mengalami kenaikan dari Mei 2013 sebesar 78 Milyar Rupiah menjadi 208 Milyar Rupiah pada September 2013. Kenaikan tersebut seiring dengan kenaikan harga-harga pasca naiknya harga-harga bahan bakar minyak yang diumumkan pemerintah pada Juni 2013.

Pembiayaan bermasalah menurut Siswanto disebabkan oleh faktor internal seperti rendahnya kemampuan bank dalam melakukan analisis kelayakan pembiayaan, pengikatan jaminan pembiayaan yang kurang sempurna, serta kurangnya pengalaman nasabah penerima pembiayaan dalam bidang usaha yang dijalani. Akan tetapi faktor internal tersebut bukanlah satu-satunya penentu yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah. Oleh karena itu ia menambahkan

4


(22)

8 bahwasanya terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yakni faktor eksternal berupa kondisi ekonomi.5

Berdasarkan studi literatur tersebut memberikan penjelasan bahwasanya Pembiayaan Bermasalah yang terjadi pada Industri Manufaktur turut dipengaruhi faktor eksternal. Oleh karena itu pihak Bank Syariah dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan pada industri manufaktur didasarkan tidak hanya dari faktor internal akan tetapi faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pembiayaaan bermasalah sektor perindustrian. Faktor eksternal tersebut berupa kondisi perekonomian yang bersifat makro yang terjadi disuatu negara.

Tabel 1.5. Pergerakan Variabel Makro Ekonomi (Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate, dan Pertumbuhan Ekspor) Periode 2009-2013

Nilai Tukar (Rupiah) Inflasi (%) BI Rate (%) Ekspor (Milyar USD) Jan 2009 11.355 9,17 8,75 7,3 Mei 2009 10.340 6,04 7,25 9,3 Sep 2009 9.681 2,83 6,50 9,8 Jan 2010 9.365 3,72 6,50 11,6 Mei 2010 9.180 4,16 6,50 12,6 Sep 2010 8.924 5,80 6,50 12,2 Jan 2011 9.057 7,02 6,50 14,6 Mei 2011 8.537 5,98 6,75 18,3 Sep 2011 8.823 4,61 6,75 17,5 Jan 2012 9.000 3,65 6,00 15,6 Mei 2012 9.565 4,45 5,75 16,8 Sep 2012 9.590 4,31 5,75 15,9 Jan 2013 9.698 4,57 5,75 15,4 Mei 2013 9.802 5,47 5,75 16,1 Sep 2013 11.613 8,40 7,25 14,7

Sumber: Data Olahan (Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia)

5

Sutojo Siswanto. Management Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus, (Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2008), hlm.18


(23)

9 Tabel 1.5 Pergerakan Variabel Makro Ekonomi diatas memaparkan fluktuasi dari beberapa variabel yang ada antara lain Nilai Tukar Rupiah yang pada awal tahun 2009 sebesar Rp 11.355 turun menjadi kisaran Rp.8500-Rp.9500 selama tahun 2010-2012, akan tetapi pada September 2013 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar mengalamikenaikan. Begitupun yang terjadi dengan tingkat Inflasi pada awal tahun 2009 sebesar 9,17% meski sempat mengalami penurunan akan tetapi pada September 2013 kembali mengalami kenaikan menjadi 8,40%.

Sedangkan BI Rate sempat mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2010-2012 dari tahun 2009 sebesar 8,75%. Namun suku bunga BI kembali naik pada triwulan akhir 2013 menjadi 7,25%. Lebih lanjut kinerja ekspor Indonesia mengalami kenaikan secara bertahap dibanding setahun setelah terjadi krisis ekonomi global dimana januari tahun 2009 ekspor Indonesia naik dari 7,3 Milyar hingga 18,3 Milyar US $ pada Mei 2011, meskipun ekspor kembali mengalami fluktuasi di tahun 2012 dan penurunan di akhir 2013 namun penurunan tidak begitu besar.

Berdasarkan temuan dimana Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah mengalami fluktuasi dengan pola yang sama seiring pergerakan nilai dari variabel-variabel makro ekonomi akibat kondisi ekonomi yang terjadi, selain itu variabel makro ekonomi sebagai faktor eksternal memiliki kekuatan dibanding faktor internal karena variabel makro ekonomi dapat mempengaruhi penentuan kebijakan internal yang diambil pihak manajemen Bank Syariah seperti


(24)

10 dalam penentuan tingkat marjin murabahah dan bagi hasi mudharabah.6 Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “PENGARUH

VARIABEL MAKRO EKONOMI TERHADAP PEMBIAYAAN

BERMASALAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2009-2013”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya dimana perubahan nilai dari Variabel Makro Ekonomi ternyata memiliki pola yang sejalan dengan fluktuasi jumlah Pembiayaan Bermasalah Industri Manufaktur. Fenomena tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pembiayaan bermasalah terjadi diakibatkan tidak hanya faktor internal bank maupun perusahaan melainkan oleh faktor eksternal seperi kondisi ekonomi yang tercermin melalui indikator makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang dihitung dengan Pendapatan Nasional (GDP), penggangguran, inflasi, kurs valuta asing, serta neraca pembayaran (Ekspor/Impor), harga minyak mentah dalam negeri, lifting minyak dan gas. Permasalahan yang terjadi diakibatkan oleh variabel-variabel makro ekonomi dapat mempengaruhi perekonomian suatu negara.

Dengan demikian karena adanya keterbatasan data yang dimiliki maka penulis membatasi masalah dengan pengaruh variabel makro yakni Nilai Tukar,

6

Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Keempat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.272.


(25)

11 Inflasi, BI Rate dan Ekspor terhadap Pembiayaan Bermasalah yakni diwakili rasio NPF (Non Performing Finance) Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah di Indonesia.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan dalam penelitian sebagai berikut:

1. Apakah Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate danPertumbuhan Ekspor berpengaruh terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor IndustriManufaktur secara simultan? 2. Apakah Nilai Tukar, Inflasi, BI Ratedan Pertumbuhan Ekspor berpengaruh


(26)

12

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian:

Menganalisis ada tidaknya pengaruh secara parsial maupun simultan dari variabel-variabel bebas dalam penelitian ini yakni Nilai Tukar, BI Rate, Inflasi, dan Ekspor terhadap Pembiyaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian:

a. Bagi Instansi Terkait (Pihak Perbankan), penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan pembiayaan khususnya pada sektor industri.

b. Bagi Akademisi, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya.


(27)

13

D. REVIEW STUDI TERDAHULU

Berikut ini daftar penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada bank umum konvensional dan bank umum syariah di Indonesia maupun luar negeri:

Tabel 1.6. Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun,

Judul

Variabel Metode

Analisis

Hasil Penelitian

1 Ahmad dan Bashir (2013)

Explanatory of Macroeconomics Variables as Determinant of Non-Performing Loans: Evidence from Pakistan”. (Jurnal Asing)

Variabel Independen:

growth in GDP, tingkat

pengangguran, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, effective exchange rate, consumer price index, ekspor. Dependen: NPL Ordinary Least Square Regression Terdapat pengaruh

signifikan negatif GDP growth, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, ekspor dan produksi industry dengan NPL. Selain itu ditemukan

pengaruh

signifikan positif antara consumer price index dengan NPL. 2 Ali dan Iva

Shingjergji (2013)

An Analysis of the Non Performing Loans in the Albanian Banking System”. (Jurnal Asing)

Variabel Independent: Inflation Rate, Interest Rate, Total Loans, Real Exchange Rate, GDP Growth Rate, dll. Variabel Dependen: NPL Regresi Linear Berganda

Real Exchange Rate (Nilai Tukar)

berpengaruh positif terhadap NPL sedangkan Inflasi dan GDP berpengaruh negatif terhadap NPL.


(28)

14

No Peneliti, Tahun, Judul

Variabel Metode

Analisis

Hasil Penelitian

3 Vighneswara Swamy (2012)

Impact of macroeconomic and endogenous factors on non performing bank assets”. (Jurnal Asing)

Variabel Independent: Inflation Rate, GDP Growth Rate, Index of Industrial Production, dll. Variabel Dependen: NPL Regresi Linear Berganda

Inflasi dan GDP tidak

berpengaruh terhadap NPL, sedangkan Index of Industrial Production berpengaruh signifikan negatif terhadap NPL Bank Umum di India .

4 Irum Saba, Rehana

Kouser, dan

Muhammad Azeem (2012)

Determinants of Non Performing Loans: Case of US Banking Sector”. (Jurnal Asing)

Real GDP per Capita, Inflation, and Total Loans as Independent

variables, and Non Performing Loan Ratio as dependent variable. Ordinary Least Square Regression Terdapat

pengaruh yang signifikan antara

GDP, Total

pinjaman, dan tingkat suku bunga sebagai variabel

independen terhadap NPL.

5 Etem Hakan,

Ergec, dan Bengul Gulumser (2011)

Impact of Interest Rates on Islamic and Conventional Banks: The Case of Turkey” (Jurnal Asing)

Variabel Independen: Interest Rate Variabel

Dependen:

Deposits and Loan in Islamic Banking

Vector Error Correction (VEC) methodology

Kinerja bank syariah di Turki di sisi pendanaan dan

pembiayaan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga.


(29)

15

No Peneliti, Tahun, Judul

Variabel Metode

Analisis

Hasil Penelitian

6 Zaskia Dwi P. dan Yulizar (2011)

“Pengaruh Variabel

Makro dan Mikro Terhadap NPL dan

NPF”. (Jurnal

Indonesia)

Variabel Independen: Industrial

Production Index, Inflation, Exchange Rate, SBIS, SBI, FDR dll.

Variabel

Dependen: NPL dan NPF.

Vector Error Correction (VEC) atau Vector Auto Regression (VAR)

Variabel yang berpengaruh terhadap NPL adalah Inflasi dan SBI sedangkan variabel yang berpengaruh terhadap NPF adalah FDR. 7 Tarron Khemraj

dan Sukrishnalall

Pasha (2004) “The determinants of non-performing loans: an

econometric case study of Guyana”. (Jurnal Asing)

Variabel Independen:

Inflasi, Bank size, dan pertumbuhan kredit Variabel Independen: NPL Regresi Linear Berganda

Inflasi tidak signifikan

terhadap NPL, Pertumbuhan kredit

berpengaruh signifikan negatif terhadap NPL, Bank Size tidak berpengaruh terhadap NPL.


(30)

16

E. KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Pembiayaan bermasalah dapat terjadi karena ketidakmampuan debitur dalam mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh bank. Dalam bank syariah pembiayaan bermasalah dapat diukur dengan besarnya Non Performing Finance. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, NPF dapat dikategorikan menjadi pembiayaan kurang lancar (KL), diragukan (D) dan macet (M)7. Sedangkan dua lainnya dalam kategori Performing Finance adalah golongan lancar (L), dan dalam perhatian khusus (DPK).

Lebih lanjut berdasarkan penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, faktor eksternal dapat mempengaruhi peningkatan pembiayaan bermasalah Sektor Industri Manufaktur. Dimana dalam penelitian ini variabel makro ekonomi seperti Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate dan Ekspor digunakan sebagai faktor eksternal dari sisi kondisi ekonomi suatu negara.

Nilai tukar atau kurs valuta asing didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Sukirno, 2004). Para ekonom membedakan kurs menjadi 2, yaitu: kurs nominal dan kurs rill. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs rill (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara.

7

Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif.


(31)

17 Nilai tukar erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan luar negeri, karena dalam perdagangan luar negri, pembayarannya dilakukan dengan satu mata uang yang telah disepakati bersama. Salah satu pihak harus menukarkan mata uangnya menjadi mata uang yang telah disepakati. Sebagai mata uang lunak (soft currency), Rupiah Indonesia masih sangat terpengaruh oleh mata uang yang lebih kuat, terutama Dollar Amerika. Pergolakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mempunyai dampak yang cukup besar bagi kegiatan perekonomian Indonesia di pasar dunia. Seperti yang dinyatakan Kaminsky dan Reinhart bahwa depresiasi (penurunan) tak terduga nilai tukar mata uang domestik mengancam profitabilitas bank dan kinerja NPF.8 Lebih lanjut hal tsb dapat berdampak pada sektor perindustrian dalam hal mempengaruhi harga jual dari produk yang mereka hasilkan khususnya penjualan ke luar negeri (ekspor).

Sedangkan Inflasi merupakan peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu. Ledakan inflasi telah membuat rumit perekonomian dan meningkatkan angka kemiskinan. Inflasi dua digit yang dipicu oleh melambungnya harga minyak dunia telah terbukti menjadi peristiwa yang banyak mengacaukan perekonomian dunia selama beberapa dekade terakhir sehingga banyak menimbulkan persoalan.

Bahkan dampak inflasi yang dirasakan oleh masyarakat miskin jauh lebih besar dibandingkan dengan angka inflasi itu sendiri. Inflasi telah mendepresiai nilai

8

Kaminsky, Graciela L. and Reinhart, Carmen M. „„The Twin Crises: The Causes of Banking and Balance-of-Payments Problems.‟‟ International Finance Discussion Paper No. 544, Board of Governors of the Federal Reserve System, March 1996.


(32)

18 kekayaan dan pendapatan riil masyarakat sehingga terjadi penurunan daya beli. Dalam kondisi demikian perusahaan dililit oleh biaya – biaya produksi dan pemasaran yang makin naik. Sehingga pendapatan perusahaan khususnya sektor industri makin menurun. Hal ini berakibat pada terganggunya kelancaran pengembalian pinjaman perusahaan ke bank dan berdampak terhadap risiko pembiayaan bermasalah.

BI Rate merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia mengenai suku bunga, yang diumumkan kepada publik dimana mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter. BI Rate diumumkan setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesiadan, nantinya kebijakan ini akan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan.

Meskipun perbankan syariah tidak menggunakan tingkat suku bunga dalam kegiatan pengumpulan maupun penyaluran dana. Namun secara tidak langsung, para pelaku perbankan syariah menjadikan BI Rate sebagai benchmark dalam menentukan ekuivalen tingkat bagi hasil maupun margin pada akad jual beli. Sehingga perubahan dari tingkat suku bunga atau BI Rate turut mempengaruhi tingkat pembiayaan bermasalah.


(33)

19 Ekspor merupakan pengiriman dan penjualan barang atau komoditas buatan dalam negari ke negara-negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Ekspor merupakan salah satu bagian penting dari pendapatan nasional bagi negara dengan perekonomian terbuka. Pertumbuhan ekspor secara positif mempengaruhi sektor industri yang berorientasi pada perdagangan ekspor dan secara tidak langsung mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan.

Kajian Stabilitas Keuangan Indonesia April 2013 menyatakan bahwa terdapat kekhawatiran atas pelemahan ekspor yang berkelanjutan, hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kinerja keuangan eksportir dan berdampak padapenurunan kemampuan dalam memenuhi kewajiban kepada perbankan. Apabila kemampuan eksportir memenuhi kewajiban mengalami penurunan, maka akan berdampak pada peningkatan Pembiayaan Bermasalah.

Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan, maka kerangka konsep dalam proses penelitian ini adalah sebagai berikut:


(34)

20

Gambar 1.1 Kerangka Konsep

Perbankan Syariah Indonesia

Pembiayaan Bermasalah (NPF) Sektor Industri Manufaktur (Y)

Inflasi (X2) BI Rate (X3) Pertumbuhan Ekspor (X4)

Nilai Tukar (X1)

Variabel Makro Ekonomi

Uji Asumsi Klasik: 1. Uji Normalitas 2. Uji Multikolinearitas 3. Uji Autokolinearitas 4. Uji Heterokedastisitas Uji Regresi Berganda

Uji Signifikansi Model:

Y = α + β.X1 + β.X2 + β.X3 + β.X4

Uji F Uji t Uji Adjusted R2

Analisis


(35)

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DAN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH

1. Konsep Pembiayaan

Pembiayaan merupakan salah satukegiatan pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut:9

a. Pembiayaan Produktif

Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

- Pembiayaan Modal Kerja

Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri atas persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process) dan persediaan barang jadi (finished goods). Oleh karena itu pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing).

9

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 160-168


(36)

22 Dalam Bank Konvensional pemberian kredit modal kerja dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa bunga.

Sedangkan pada Bank Syariah bukan hanya dengan peminjaman uang melainkan pihak bank membantu memenuhi kebutuhan modal kerja dengan cara menjalin partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), dan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nasabah yang disepakati.

- Pembiayaan Investasi

Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah sebagai berikut:

1. untuk pengadaan barang modal;

2. mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah; 3. berjangka waktu menengah dan panjang.


(37)

23 dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah disusun jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan.

Penyusunan proyeksi arus kas ini harus disertai pula dengan perkiraan keadaan pada masa yang akan datang, mengingat pembiayaan investasi membutuhkan waktu yang panjang. Untuk memperkirakannya perlu diadakan perhitungan dan penyusunan proyeksi neraca dan laba rugi (projected balance sheet and projected income statement) selama jangka waktu pembiayaan. Dari perkiraan tersebut akan diketahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba (earning power) dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya (solvency).

Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali.

Skema lain yang dapat digunakan Bank Syariah adalah al-ijarah al muntahia bit-tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri dengan pemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran sewa ini adalah amortisasi atas barang modal yang bersangkutan, surplus dan


(38)

sumber-24 sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.10

b. Pembiayaan Konsumtif

Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer meliputi kebutuhan pokok baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer baik berupa barang, seperti kendaraan dan perhiasaan maupun jasa seperti pariwisata, hiburan dan sebagainya.

2. Risiko Pembiayaan

Sebagai suatu entitas bisnis, bank syariah akan selalu dihadapkan pada berbagai jenis risiko yang melekat pada kegiatan usahanya. Dimana risiko pembiayaan merupakan salah satu risiko yang harus diperhatikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang Perbankan bahwasanya kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat.

10

Muhyiddin Attiyah, al-Kasyasyaf al-Iqtisadi li Ayati Al-Qur’an al-Karim, dalam Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.168.


(39)

25 Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah ada dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.

Oleh karena itu diperlukan manajemen atas resiko pembiayaan yang ada sebagai bagian dari manajerial bank syariah. Manajemen resiko pembiayaan tersebut dapat dilakukan dengan cara:11

1. Melakukan analisis terhadap stakeholder (deposan, debitur, pemilik saham) untuk menetapkan atau mengkaji toleransi risiko, posisi dan perilaku dari para stakeholder.

2. Memahami situasi atau peristiwa yang pernah diambil perusahaan yang dapat mendatangkan kerugian.

3. Melakukan penilaian atas risiko dan pengendalian yang ada. 4. Menyusun tanggapan atas risiko yang ada.

5. Menetapkan aktivitas pengendalian berupa program mitigasi risiko. 6. Mengkomunikasikan risiko dan manajemen risiko.

7. Melakukan pemantauan terhadap risiko dan pengelolaannya.

Selain itu sebagai bentuk manajemen atas risiko pembiayaan dibentuk peraturan mengenai kualitas aktiva produktif. Berdasarkan pasal 1 butir b Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/147/KEP/DIR tanggal 12 November

11

Robert Tampubolon, Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersil, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004), hlm. 41.


(40)

26 1998, Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.

Dalam mengantisipasi terjadinya risiko kerugian atas berbagai investasi dalam aktiva produktif maka ditentukan Pembentukan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Cadangan umum yang sekurang-kurangnya sebesar 1% dari total aktiva produktif;

b. Cadangan khusus untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan sekurang-kurangnya sebesar 5% dari pembiayaan Dalam Perhatian Khusus (DPK), 15% dari pembiayaan yang digolongkan Kurang Lancar (KL), 50% dari pembiayaan yang digolongkan Diragukan (D), 100% dari pembiayaan Macet (M). Masing-masing setelah dikurangi nilai agunan tunai berupa giro, deposito, atau tabungan yang diblokir bank.Apabila jumlah PPAP lebih kecil dari seharusnya dibentuk maka jumlah kekurangan tersebut diperhitungkan sebagai pengurang modal inti perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).

B. PEMBIAYAAN BERMASALAH

1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur mengingkari janji mereka membayar keuntungan dan atau kredit induk yang telah


(41)

27 jatuh tempo sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran.12

Sedangkan menurut Arifin pembiayaan dikatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu menghadapi risiko yang ditimbulkan oleh pembiayaan tersebut berupa pengembalian cicilan pokok dan keuntungan dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya.13

Dalam bank syariah alat ukur dari besaran tingkat pembiayaan bermasalah adalah melalui Non Performing Finance. Dimana NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.

NPF

2. Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah dapat terjadi karena ketidakmampuan debitur dalam mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh bank. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, NPF dapat dikategorikan menjadi pembiayaan kurang lancar (KL), diragukan (D) dan macet (M)14. Sedangkan dua lainnya dalam kategori Performing Finance adalah golongan lancar (L), dan dalam perhatian khusus (DPK).

12

Sutojo Siswanto. Management Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus, (Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2008), hlm.13

13

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Azkia Publisher, 2009), hlm.263.

14

Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif. Hlm.18


(42)

28 Sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:

Table 2.1. Klasifikasi NPF berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah dalam Bank Syariah

Jenis Pembiayaan

Kategori yang diperhitungkan dalam NPF

Kurang Lancar Diragukan Macet

Murabaha,

Istishna’,

Ijarah, Qard

Tunggakan lebih dari 90 hari s.d 180 hari

Tunggakan lebih dari 180 hari s.d 270 hari

Tunggakan lebih dari 270 hari

Salam Telah jatuh tempo s.d 60 hari

Telah jatuh tempo s.d 90 hari

Lebih dari 90 hari

Mudharabah, Musyarakah

Tunggakan s.d 90 hari realisasi bagi hasil diatas 30% s.d 90% dari proyek pendapatan

Tunggakan lebih dari 90 s.d 180 hari;

realisasi bagi hasil kurang dari 30%

Tunggakan lebih 180 hari; realisasi pendapatan kurang dari 30% dari proyeksi

pendapatan lebih dari 3 periode pembayaran

Lebih lanjut faktor penyebab pembiayaan bermasalah menurut Sutojo Siswanto terbagi menjadi:15

c. Faktor Internal Bank

15

Sutojo Siswanto. Management Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus, (Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2008), hlm.18


(43)

29 1. Rendahnya kemampuan atau ketajaman bank melakukan analisis kelayakan permintaan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur.

2. Lemahnya sistem administrasi pembiayaan serta administrasi bank. 3. Campur tangan yang berlebihan dari para pemegang saham.

4. Pengikatan jaminan pembiayaan yang kurang sempurna. d. Faktor Debitur (Perusahaan/Perorangan)

1. Salah urus (missmanagement)

2. Kurangnya pengalaman dan pengetahuan pemilik dalam bidang usaha yang dijalani.

3. Penipuan e. Faktor Eksternal

1. Perkembangan kondisi ekonomi atau bidang usaha yang merugikan 2. Bencana alam

3. Kebijakan Pemerintah

3. Dampak Pembiayaan Bermasalah

Meningkatnya jumlah kredit atau pembiayaan bermasalah dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat khususnya nasabah Bank Syariah. Selain itu dampak lainnya dari pembiayaan bermasalah menurut Ismail adalah sebagai berikut:16

a. Laba/Rugi Bank menurun

16


(44)

30 Penurunan laba tersebut diakibatkan adanya penurunan pendapatan bagi hasil atau marjin keuntungan Bank Syariah

a. Rasio Aktiva Produktif menjadi lebih besar

b. Biaya Pencadangan Penghapusan Kredit meningkat c. ROA maupun ROE Bank menurun.

C. INDUSTRI MANUFAKTUR

1. Pengertian dan Peranan Industri Manufaktur

Menurut Undang-Undang RI No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian mengemukakan bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan bahan jadi menjadi barang yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

Industri mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sector). Leading Sector maksudnya adalah dengan pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor lainnya seperti pertanian dan jasa.17 Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasapun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, pemasaran/periklanan dan sebagainya. Hal ini menyebabkan munculnya

17

Basuki Pujoalwanto, Perekonomian Indonesia: Tinjauan Historis, Teoritis dan Empiris,


(45)

31 peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat (daya belinya) dimana menunjukkan bahwa perekonomian tumbuh dan sehat.

2. Klasifikasi Industri Manufaktur

Industri dikelompokkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau pendekatan, antara lain sebagai berikut:18

1. Industri Berdasarkan Bahan Baku

a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam.

b. Industri non ekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil industri lain.

c. Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain.

2. Industri Berdasarkan Tenaga Kerja

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang..

18


(46)

32 d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari

100 orang.

3. Industri Berdasarkan Produksi yang Dihasilkan

a. Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang tidak perlu pengolahan lebih lanjut..

b. Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan.

4. Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau membantu kebutuhan masyarakat.

5. Industri Berdasarkan Bahan Mentah

a. Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian.

b. Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan.

6. Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.


(47)

33 Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi:

a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri)

b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri)

c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri) d. Industri berorientasi pada bahan baku

8. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri), yaitu Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja.

9. Industri Berdasarkan Proses Produksi

a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi.

b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen

10. Industri Berdasarkan Barang yang Dihasilkan

a. Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat produksi lainnya.


(48)

34 b. Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai

untuk dikonsumsi.

11. Industri Berdasarkan Modal yang Digunakan

a. Industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri).

b. Industri dengan Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu industri yang modalnya berasal dari penanaman modal asing.

c. Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. 12. Industri Berdasarkan Subyek Pengelola

a. Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat.

b. Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN,

13. Industri Berdasarkan Cara Pengorganisasian

Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya.

a. Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan


(49)

35 lokasi pemasarannya masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri makanan ringan.

b. Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu dan industri mainan anak-anak. c. Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat

besar, teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri otomotif, industri transportasi.

Sedangkan industri yang tergabung kedalam industri manufaktur berdasarkan pengelompokkan pembiayaan yang dilakukan pada Bank Syariah di Indonesia antara lain:19 Industri Makanan dan Minuman; Industri Pengolahan Tembakau; Industri Tekstil; Industri Pakaian Jadi; Industri Kulit dan Alas Kaki; Industri Kayu, Barang dari Kayu, Anyaman; Industri Kertas; Industri Penerbitan, Percetakan; Industri Pengilangan Minyak; Industri Kimia; Industri Karet; Industri Barang Galian Bukan Logam (Gelas, Proselin); Industri Logam Dasar; Industri Barang dari Logam; Industri

19

Pedoman Penyusunan Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan BUS dan UUS hlm. 1805-1824


(50)

36 Mesin; Industri Peralatan Kantor; Industri Mesin Listrik; Industri Radio, TV, dan Peralatan Komunikasi; Industri Peralatan Kedokteran; Industri Kendaraan Bermotor.

D. MAKRO EKONOMI

1. Pengertian dan Perkembangan Makro Ekonomi 1.1 Pengertian Makro Ekonomi

Makro ekonomi adalah ilmu ekonomi yang mempelajari aspek menyeluruh dari kegiatan ekonomi. Ilmu ekonomi pada dasarnya merupakan studi yang mempelajari tentang pemenuhan kebutuhan manusia. Selain makro ekonomi dalam ilmu ekonomi terdapat pula pembahasan mengenai mikro ekonomi. Jika mikro ekonomi adalah studi yang mempelajari bagaimana setiap rumah tangga dan perusahaan mengambil keputusan terkait pemenuhan kebutuhan dan berinteraksi dipasar, maka makro ekonomi menangani kepada isu-isu yang bersifat makro atau lebih luas lagi.20

Dalam ekonomi makro apabila yang dibicarakan adalah mengenai produsen, maka yang diperhatikan adalah kegiatan produsen-produsen dalam keseluruhan ekonomi. Begitu pula, apabila yang diperhatikan ialah mengenai tingkah laku konsumen, yang dianalisis adalah tingkah laku keseluruhan

20

Karl E Case dan Ray C Fair, Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro.(Jakarta: Pearson Education Asia, 2002), hlm.8.


(51)

37 konsumen dalam menggunakan pendapatannya untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian.

1.2 Perkembangan Makro Ekonomi

Sejak berabad-abad yang lalu ahli-ahli ekonomi seperti Adam Smith (1723-1790), Jean Baptis Say (1767-1832), John Maynard Keynes (1883-1946), telah menyadari tentang wujudnya masalah-masalah ekonomi utama yang dihadapi setiapperekonomian, yaitu masalah pengangguran dan inflasi. Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang kemudian dikenal sebagai Wealth of Nations tahun 1776 mengemukakan analisis ilmu ekonomi dengan melepaskan teori moral atau teologis. Dalam arti, untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi diperlukan dasar-dasar ilmiah sebagaimana halnya para ahli ilmu pengetahuan alam dalam memahami berbagai gejala alam. Gejala ekonomi seperti kenaikan harga barang dan pengangguran menunjukkan adanya gangguan keseimbangan sistem ekonomi. Karenanya masalah ekonomi akan teratasi jika ekonomi dikembalikkan pada kondisi keseimbangan. Lebih lanjut ia percaya sistem ekonomi akan mampu menyeimbangkan dirinya sendiri (self adjustment).21

Sebelum terjadinya kelesuan perekonomian dunia tahun 1929-1932 yang dikenal Great Depression, ilmu ekonomi tidak mengenal dikotomi mikro-makro. Fokus pembahasan ilmu ekonomi pada masa sebelum krisis tsb adalah perilaku individu dalam mencapai keseimbangan. Kemunduran ekonomi tersebut

21


(52)

38 menimbulkan kesadaran kepada ahli-ahli ekonomi bahwa mekanisme pasar tidak dapat secara otomatis menimbulkan pertumbuhan ekonomi teguh (full employment). Sehingga ketimampuan mengapa peristiwa kemunduran ekonomi dapat terjadi membawa ahli ekonomi Inggris, John Maynard Keynes mengemukakan pandangan dan menulis buku The General Theory of Employment, Interset and Money yang menjadi landasan teori makro ekonomi modern. Dimana ia berpendapat lemahnya teori klasik tentang asumsi pasar yang dianggap terlalu idealis dan lebih menekankan pada penawaran. Selain itu ia mengemukakan bahwa dalam sistem pasar bebas full employment tidak selalu tercipta. Karena pokok pemikiran Keynes yang mulai memperhatikan dimensi global atau agregat (makro) dalam analisisnya juga memasukkan unsur pemerintah sebagai pemangku kebijakan membuat Keynes dijuluki sebagai bapak ilmu ekonomi makro.

Oleh sebab itu semenjak lama mereka telah mencoba memahami dan menerangkan sebab-sebab timbulnya masalah tersebut dan seterusnya menganalisis peranan pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut. Analisis-analisis tersebut yang sekarang membentuk teori makroekonomi.

2. Makro Ekonomi dalam Perspektif Islam


(53)

39 makro ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut:22

a. Perbedaan utama terkait dengan uang

Dalam ekonomi konvensional, pandangan mengenai uang dimana terdiri dari dua mazhab:

- Uang adalah flow concept (teori Irving Fisher). Menurut Irving Fisher uang harus selalu diputar dalam perekonomian, agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ia mengemukakan bahwa semakin cepat perputaran uang maka semakin tinggi pula pendapatan nasional yang dihasilkan suatu negara.

- Pandangan konvensional berikutnya tentang uang adalah uang sebagai stock concept yang dikembangkan oleh Alfred Marshall. Ia mengungkapkan uang sebagai barang modal, karena uang diasumsikan sebagai barang modal maka uang boleh ditumpuk untuk menjadi kekayaan. Jumlah uang beredar adalah jumlah proposi tertentu uang yang ingin dipegang.

Sedangkan konsep uang dalam ekonomi Islam adalah flow concept, dimana harta tidak boleh ditumpuk melainkan harta yang dimiliki harus disirkulasikan. Pendapat ekonom Islam tentang uang sebagai flow concept telah dikemukakan oleh Imam Ghazali jauh sebelum dikemukakan oleh Irving Fisher. Dimana ia mengemukakan bahwa uang ibarat cermin: uang tidak punya harga tetapi uang bisa merefleksikan semua harga. Imam Ghazali

22


(54)

40 mengatakan uang ibarat air (flow concept). Lebih lanjut perbedaan berikutnya tentang uang adalah dalam ekonomi konvensional tidak dibedakan antara uang dan modal (capital). Dalam Islam uang adalah public goods, sementara capital adalah private goods. Karena sebagai public goods maka uang tidak boleh diperdagangkan.

b. Perbedaan utama terkait posisi peranan pemerintah

Dalam pemerintahan Islam sangat dihindari terjadinya defisit anggaran (budget deficit). Dalam pemerintahan Islam hanya satu kali ditemui defisit anggaran, yaitu pada saat persiapan penaklukan Mekah dimana tidak cukup modal untuk penaklukan, sehingga pemerintah melakukan pinjaman kepada para sahabat dan langsung dibayarkan setelah masuknya penerimaan negara.

3. Indikator Makro Ekonomi

Berbagai literatur mengemukakan indikator dari makro ekonomi seperti diungkap Sadono Sukirno dimana ia membagi persoalan makro ekonomi pokok menjadi antara lain: pendapatan nasional, pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta neraca pembayaran, kurs valuta asing, dan kestabilan ekonomi.23

Sedangkan Lembaga Penelitian Ekonomi IBII menetapkan model makro dengan menggunakan variabel-variabel seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat

23

Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.4-16


(55)

41 inflasi, suku bunga, anggaran pemerintah, dan neraca berjalan.24 Lebih lanjut Pracoyo Tri dan Antyo menerangkan bahwa yang menjadi kajian perhatian ekonomi makro adalah variabel total seperti, pendapatan total, produksi total, konsumsi, tabungan dan investasi serta ekspor-impor total suatu negara. Materi-materi tentang ekonomi moneter, perdagangan internasional, ekonomi pembangungan masuk kedalam kelompok ekonomi makro.25

3.1 Nilai Tukar

a. Teori Nilai Tukar Uang Konvensional

Nilai tukar uang atau kurs valuta asing didefinisikan sebagai nilai seunit valuta (mata uang) asing apabila ditukarkan dengan mata uang domestik (dalam negeri).26 Sistem nilai tukar biasa dipakai dalam perdagangan internasional. Oleh karena itu pergerakan dari nilai tukar akan mempengaruhi transaksi yang menggunakan mata uang asing.27 Lebih lanjut fluktuasi nilai tukar juga berpengaruh terhadap laba rugi bank sebab adanya resiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk).28 Meskipun aktivitas tresuri syariah tidak terpengaruh resiko kurs secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat spekulasi tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing.29 Risiko kurs ini akan

24

LPE IBII, Makro Ekonomi Indonesia, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 85.

25

Tri K Pracoyo dan Antyo, Aspek Dasar Ekonomi Makro di Indonesia Seri Pertama, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 3.

26

Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.197.

27

Ibid, hlm. 196

28

Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Keempat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.274.

29


(56)

42 meningkat bila jumlah posisi yang diambil besar, baik posisi long maupun short, dan fluktuasi pasar tinggi. Oleh karena itu bank syariah perlu menetapkan exposure limit, transaction limit, currency limit, turnover limit, cut loss limit, intraday limit, dan counterparty limit.30

Sedangkan kurs valuta asing dapat dibedakan menjadi dua sistem yakni, kurs tetap dan kurs fleksibel. Adapaun yang dimaksud dengan kurs tetap adalah sistem penentuan nilai mata uang asing dimana bank sentral menetapkan harga berbagai mata uang asing tersebut dan harga tersebut tidak diubah dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan sistem kurs fleksibel adalah nilai mata uang asing yang ditetapkan berdasarkan perubahan permintaan dan penawaran di pasaran valuta asing dari hari ke hari. 31

b. Teori Nilai Tukar dalam Perspektif Islam

Kebijakan nilai tukar uang dalam Islam menganut sistem “Managed Floating”, dimana nilai tukar adalah hasil dari kebijakan-kebijakan pemerintah (bukan merupakan cara atau kebijakan itu sendiri) karena pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi di pasar kecuali jika terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri. Jadi bisa dikatakan bahwa suatu nilai tukar yang stabil adalah merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang tepat.32

30

Ibid, hlm. 274.

31

Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.197

32


(57)

43

3.2 Inflasi

a. Inflasi dalam Ekonomi Konvensional

Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga secara umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Inflasi menurut Rahardja dan Manurung adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan berlangsung secara terus menerus.33 Sedangkan menurut Sadono Sukirno inflasi yang berarti kenaikan harga barang dan jasa terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain terlalu banyak uang yang memburu barang terlalu sedikit.34

Inflasi merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yangselalu dihadapi setiap negara dengan tingkat inflasi yang berbeda setiap waktu. Oleh karena inflasi tidak dapat dihindari, maka dibutuhkan kebijakan makro ekonomi dalam mengatasi inflasi yakni menstabilkan harga dan memprediksikan terjadinya inflasi. Sehingga masyarakat mampu mempersiapkan segala sesuatu dengan baik.

Berdasarkan kepada sumber penyebabnya inflasi dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:35

1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation)

33

Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Makroekonomi ( Jakarta: LPFE-UI, 2004), hlm. 155.

34

Sadono Sukirno, Makroekonomi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 333.

35


(58)

44 Yaitu inflasi yang terjadi karena kenaikan permintaan atas suatu komoditas. Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian yang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini yang akan menimbulkan inflasi, karena terlalu banyak uang yang beredar.

2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation)

Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi. Hal itu dapat dikarenakan kenaikan harga input seperti biaya upah dan gaji tenaga kerja yang meningkat, kenaikan sewa bangunan dan harga bahan mentah.

3. Inflasi diimpor (imported inflation)

Inflasi jenis ini terjadi saat terjadinya inflasi di luar negeri salah satunya diakibatkan kenaikan harga minyak dunia. Ketika itu harga minyak naik sebanyak tiga kali lipat tahun 1973-1974 yang dilakukan oleh negara-negara produsen minyak di Timur Tengah. Hal tersebut menyebabkan biaya produksi industri di berbagai negara ikut mengalami kenaikan karena minyak petroleum merupakan sumber energi yang penting bagi industri. Pada periode berikutnya para pekerja menuntut upah dan gaji dan tuntutan ini memperburuk masalah inflasi yang berlaku.


(59)

45

b. Inflasi dalam Ekonomi Islam

Dalam ekonomi Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam – namun dinar dan dirham disini adalah dalam artian yang sebenarnya yaitu yang dalam bentuk emas maupun perak bukan dinar-dirham yang sekedar nama. Adiwarman Karim mengatakan bahwa Syekh An-Nabhani memberikan beberapa alasan mengapa mata uang yang sesuai itu adalah dengan menggunakan emas, antara lain:36

- Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah, ketika Islam mewajibkan diyat, maka yang dijadikannya sebagai ukurannya adalah dalam bentuk emas,

- Rasulullah SAW telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang,

- ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan nisab emas dan perak,

- hukum hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak, begitu pun dengan transaksi lain yang dinyatakan dalam emas dan perak.

Lebih lanjut dalam perekonomian Islam untuk menjaga stabilitas tingkat harga ada beberapa hal yang dilarang yaitu:

36

Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.189


(60)

46 - permintaan yang tidak riil. Permintaan uang hanya untuk keperluan transaksi

dan berjaga-jaga, - penimbunan mata uang,

- transaksi tallaqi rukban, yaitu mencegat penjual dari kampung atau daerah pinggiran diluar kota untuk dijual kembali di pusat kota demi mendapatkan keuntungan dari ketidakpastian harga.

- segala bentuk riba.

3.3 Suku Bunga (BI Rate)

a. Suku Bunga dalam Ekonomi Konvensional

Suku Bunga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar oleh bank dan/atau nasabah sebagai balas jasa atas transaksi antara bank dan nasabah.37 Perbedaan harga yang diaplikasikan dengan adanya perbedaan bunga kredit dalam perbankan konvensional dan simpanan yang disebut spread.

Sedangkan Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur bulanan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia menetapkan kebijakan terkait suku bunga yang disebut BI Rate. Nantinya kebijakan ini akan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Konsep dari suku bunga BI Rate ini memang ditujukan pada kegiatan

37


(61)

47 operasi perbankan khususnya konvensional. Akan tetapi perbankan syariah tidak bisa lepas dari pengaruh penetapan BI Rate meski perbankan syariah tidak menggunakan instrumen suku bunga.

Sesuai dengan teori penetapan marjin keuntungan dan nisbah bagi hasil pembiayaan bank syariah dimana dalam penetapan marjin dan nisbah,suku bunga perbankan konvensional dalam hal ini (BI Rate) digunakan sebagai salah satu rujukan oleh ALCO (Asset Liabilities Commitee) Bank Syariah.

Teori Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Bank Syariah: 1. Referensi Tingkat (Marjin) Keuntungan

a. Direct Competitor’s Market Rate (DCMR): DCMR merupakan tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syariah.

b. Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR): ICMR merupakan tingkat suku bunga perbankan konvensional.

c. Expected Competitive Return for Investors (ECRI): ECRI adalah target bagi hasil kompetitif yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.

d. Acquiring Cost: Biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya memperoleh dana pihak ketiga.

e. Overhead Cost: Biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya memperoleh dana pihak ketiga.


(62)

48 Perkiraan ini dihitung berdasarkan pertimbangan perkiraan penjualan, lama cash to cash cycle, perkiraan biaya-biaya langsun maupun tidak langsung, delayed factor.38 Seperti yang dijelaskan oleh Karim bahwa apabila bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil dari tingkat bunga, maka nasabah akan beralih menggunakan bank konvensional, sebaliknya pada sisi pembiayaan apabila margin yang dikenakan lebih besar dari tingkat suku bunga, maka nasabah akan berpaling pada bank konvensional. Oleh karena itu BI Rate digunakan sebagai acuan atau benchmark penentuan margin keuntungan dan nisbah bagi hasil pembiayaan sehingga bank syariah mampu bersaing dengan bank konvensional.39

b. Suku bunga dalam perspektif Islam

Pada zaman Rasulullah dan khulafaur rasyidin kebijakan moneter dilaksanakan tanpa menggunakan instrumen bunga. Dalam perkonomian kapitalis tingkat bunga seringkali berfluktuasi, yang sengaja hanya disimpan pun akan terus menerus beruabah. Penghapusan bunga dan kewajiban membayar zakat sebesar 2,5% per tahun tidak hanya dapat meminimalisasi permintaan spekulatif akan uang maupun penyimpanan uang yang diakibatkan oleh tingkat bunga, melainkan juga memberikan stabilitas yang lebih tinggi terhadap permintaan uang. Dalam sistem ekonomi Islam, bank sentral harus mengarahkan kebijakan moneternya untuk membiayai

38

Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi Keempat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.286.

39


(63)

49 pertumbuhan potensial dalam output jangka menengah dan panjang demi mencapai harga yang stabil dan tujuan-tujuan sosio-ekonomi Islam.40

3.4 Pertumbuhan Ekspor

Secara fisik, ekspor diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-barang buatan dalam negri ke negara-negara lain. Ekspor merupakan bagian dalam perekonomian suatu negara dengan sistem perekonomian terbuka, karena dalam sistem perekonomian terbuka sebagian output yang dihasilkan dijual secara domestik dan sebagian lagi diekspor ke luar negri.

Ekspor menimbulkan aliran pengeluaran yang masuk ke sektor perusahaan. Dengan demikian pengeluaran agregat akan meningkat sebagai akibat dari kegiatan mengekspor barang dan jasa dan pada akhirnya keadaan ini akan menyebabkan peningkatan dalam pendapatan nasional.41 Peningkatan pendapatan inilah yang mampu mendorong debitur untuk melunasi pembayaran pembiayaannya.

40

M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam, (Jakarta: Alfabeta, 2010), hlm. 105

41


(64)

50

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu ingin membuktikan pengaruh variabel indpenden terhadap variabel dependen, maka hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis pertama:

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Nilai Tukar, BI Rate, Inflasi, Ekspor, secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah.

H1 : Terdapat pengaruh antara Nilai Tukar, BI Rate, Inflasi, Ekspor, secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah.

2. Hipotesis kedua:

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Nilai Tukar terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.

H1 : Terdapat pengaruh antara Nilai Tukar terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.

3. Hipotesis ketiga:

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.

H1 : Terdapat pengaruh antara Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.


(65)

51 H0 : Tidak terdapat pengaruh antara BI Rate terhadap Pembiayaan

Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.

H1 : Terdapat pengaruh antara BI Rate terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.

5. Hipotesis kelima:

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Ekspor terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.

H1 : Terdapat pengaruh antara Ekspor terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur secara parsial.


(66)

52

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini akan menganilisis bagaimana pengaruh variabel ekonomi makro (Nilai Tukar, Inflasi, BI Rate dan Ekspor) terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor Industri Manufaktur pada Perbankan Syariah. Oleh karena itu obyek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Perbankan Syariah (Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) di Indonesia selama 60 bulan periode 2009-2013.

B. JENIS DAN PENDEKATAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif hal itu dikarenakan objek penelitian berupa data statistik yang diperlukan pengujian hipotesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyono mengenai penelitian kuantitatif dimana metode penelitian berlandaskan pada filsafat positif yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.42

Sedangkan pendekatan penelitian memakai pendekatan statistika parametrik, maksudnya adalah bagian statistika yang parameter populasinya harus memenuhi syarat- syarat tertentu seperti syarat data berskala interval/ rasio, syarat pengambilan

42


(1)

95 Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari

Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sukirno, Sadono. 2007. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas. Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Swamy, Vighneswara. 2012. Impact of macroeconomic and endogenous factors on non performing bank assets. International Journal of Banking and Finance Volume 9 Issue 1, India.

Tampubolon, Robert. 2004. Manajemen Risiko Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersil. Jakarta: Elex Media Komputindo.


(2)

xiv LAMPIRAN

Lampiran 1: Data-Data Variabel Penelitian Tahun 2009-2013 Tahun Bulan NPF

Industri Y (%)

Nilai Tukar X1 (Rp)

Inflasi X2(%)

BI Rate X3 (%)

Pertumbuhan Ekspor X4 (%)

2009 Januari 21,78 11355 9.17 8.75 -13,79 Februari 22,16 11980 8.60 8.25 0,90

Maret 21,82 11575 7.92 7.75 6,99

April 20,70 10713 7.31 7.50 4,49

Mei 21,93 10340 6.04 7.25 10,80

Juni 15,62 10225 3.65 7.00 -2,23

Juli 13,89 9920 2.71 6.75 -5,94

Agustus 12,50 10060 2.75 6.50 14,61 September 12,42 9681 2.83 6.50 -11,95

Oktober 14,21 9545 2.57 6.50 31,51

November 12,07 9480 2.41 6.50 -16,48 Desember 11,70 9400 2.78 6.50 28,77 2010 Januari 11,83 9365 3.72 6.50 -17,79

Februari 11,55 9335 3.81 6.50 -0,32

Maret 10,32 9115 3.43 6.50 15,12

April 9,31 9012 3.91 6.50 -1,85

Mei 9,05 9180 4.16 6.50 1,95

Juni 8,86 9083 5.05 6.50 4,41

Juli 8,67 8952 6.22 6.50 -1,96

Agustus 8,73 9041 6.44 6.50 14,30

September 9,01 8924 5.80 6.50 -16,35

Oktober 8,47 8928 5.67 6.50 24,92

November 8,11 9013 6.33 6.50 1,49

Desember 4,28 8991 6.96 6.50 6,50

2011 Januari 4,46 9057 7.02 6.50 -8,77

Februari 4,23 8823 6.84 6.75 -4,06

Maret 4,13 8709 6.65 6.75 13,77

April 5,62 8574 6.16 6.75 1,90

Mei 5,48 8537 5.98 6.75 5,27

Juni 4,75 8597 5.54 6.75 2,52


(3)

xv Lanjutan

Data-Data Variabel Penelitian Tahun 2009-2013 Tahun Bulan NPF

Industri Y (%)

Nilai Tukar X1 (Rp)

Inflasi X2 (%)

BI Rate X3 (%)

Pertumbuhan Ekspor X4 (%)

Agustus 5,19 8578 4.79 6.75 14,27

September 5,59 8823 4.61 6.75 -11,07

Oktober 4,14 8835 4.42 6.50 1,62

November 3,71 9170 4.15 6.00 1,21 Desember 3,18 9068 3.79 6.00 -3,53 2012 Januari 3,53 9000 3.65 6.00 -5,41 Februari 4,96 9085 3.56 5.75 0,36

Maret 4,48 9180 3.96 5.75 9,39

April 4,54 9190 4.50 5.75 -10,09

Mei 4,59 9565 4.45 5.75 4,02

Juni 5,36 9480 4.53 5.75 0,62

Juli 3,72 9485 4.56 5.75 6,29

Agustus 3,51 9573 4.58 5.75 -15,66 September 3,55 9590 4.31 5.75 17,89 Oktober 3,24 9615 4.61 5.75 -6,49 November 2,95 9605 4.32 5.75 8,02 Desember 2,49 9670 4.30 5.75 -11,05

2013 Januari 2,45 9698 4.57 5.75 5,86

Februari 2,60 9667 5.31 5.75 -2,21

Maret 2,34 9719 5.90 5.75 -5,72

April 2,43 9722 5.57 5.75 1,76

Mei 1,42 9802 5.47 5.75 8,00

Juni 1,41 9929 5.90 6.00 -6,22

Juli 1,56 10278 8.61 6.50 4,91

Agustus 1,68 10924 8.79 7.00 -21,36 September 3,63 11613 8.40 7.25 22,93 Oktober 3,62 11234 8.32 7.25 5,41 November 3,98 11977 8.37 7.50 -0,92 Desember 4,27 12189 8.38 7.50 1,96 Sumber: Data Diolah


(4)

xvi Lampiran 2: Uji Normalitas


(5)

xvii Lampiran 3: Uji Multikolinearitas dan Autokorelasi

Uji Tolerance dan VIF

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant)

LnNT .593 1.686

Inf .564 1.773

BI_R .559 1.788

Eks .995 1.005

a. Dependent Variable: NPF_Ind Sumber: Output SPSS

Uji DW Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Durbin-Watson

1 .813a .661 .637 .317

a. Predictors: (Constant), LnNT, Eks, Inf, BI_R b. Dependent Variable: NPF_Ind


(6)

xviii Lampiran 4: Uji Heterokedastisitas


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI MAKRO DAN VARIABEL SEKTOR PERBANKAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTOINDONESIA

0 3 24

Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, Pertumbuhan Pembiayaan, dan Ukuran Bank terhadap Pembiayaan Bermasalah Sektor UKM pada Perbankan Syariah di Indonesia (Periode Tahun 2009-2012)

0 4 146

Pengaruh perubahan variabel ekonomi makro terhadap perubahan kesehatan perusahaan manufaktur

0 11 126

Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Pertambangan Periode 2003-2012.

0 3 52

ANALISIS PENGARUH VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA (Periode 2006-2013)

0 3 96

PENGARUH FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL BANK TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PASCA KRISIS EKONOMI GLOBAL

0 2 125

PENGARUH VARIABEL MAKRO DAN MIKRO EKONOMI TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA (Studi pada Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2011-2015)

8 29 153

PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PROFITABILITAS PERBANKAN SYARIAH Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2010-2013.

0 2 17

PENGARUH ALOKASI PEMBIAYAAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI OLEH PERBANKAN SYARIAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) PROVINSI JAWA TIMUR : PERIODE TRIWULANAN TAHUN 2010-2015.

3 7 133

PENGARUH PEMBIAYAAN SEKTOR EKONOMI TERHADAP NON PERFORMING FINANCING (NPF) PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2010-2015 (MARET) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18