Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Sama halnya seperti setiap periode lainnya dalam rentang hidup seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Perubahan-perubahan ini sesuai dengan hukum kodrat manusia yang pada umumnya dikenal dengan istilah “menua”. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi struktur baik fisik maupun mentalnya dan keberfungsiannya juga Hurlock, 1999 Penuaan merupakan bagian dari proses biologis, di mana dari tahun ke tahun tubuh akan mengalami perubahan dan akan semakin memburuk kondisinya, seperti : kulit yang makin menipis dan mengkerut, dinding arteri yang tidak lentur lagi, penurunan fungsi otak, dan lain-lain. Sebenarnya penuaan tidak hanya sekedar bagian dari proses biologis, melainkan juga melibatkan proses psikologis Lahey, 2007. Penuaan dihubungkan dengan meningkatnya prevalensi masalah kesehatan fisik dan mental yang pada akhirnya menghasilkan ketidakmampuan fisik, atau kesulitan dalam melakukan kegiatan yang mendasar yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari Mavandadi, dkk., 2007. Ketidakmampuan sering diurutkan sebagai sebuah katalisator yang merupakan hasil negatif bagi para lanjut Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 usia, termasuk hilangnya kemandirian, berada di dalam sebuah lembaga-lembaga tertentu dan kematian Bruce dalam Mavandadi, dkk., 2007. Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Menurut Havighurst dalam Hurlock, 1999 salah satu tugas perkembangan pada usia lanjut adalah menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. Perubahan kondisi fisik pada usia lanjut terjadi ke arah yang memburuk, proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk masing-masing individu walaupun usia mereka sama. Masa lanjut usia membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan periode-periode usia sebelumnya. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemungkinan memiliki beberapa penyakit atau dalam keadaan sakit meningkat. Penurunan kekuatan fisik membatasi kegiatan orang yang berada pada usia lanjut, penyakit yang melemahkan dapat membuat orang merasa tidak berdaya Atkinson, 2003. Hampir tiga perempat dari seluruh orang lanjut usia meninggal akibat serangan jantung, kanker, atau stroke Santrock, 2005. Terdapat beberapa penyebab kematian pada orang lanjut usia di Amerika Serikat adalah kondisi kronis seperti penyakit-penyakit yang tergolong ke dalam ‘terminal illness’ yaitu penyakit jantung, stroke, dan lemahnya pernafasan. Pada kenyataannya, penyakit jantung, kanker, dan stroke terhitung enam puluh persen yang menyebabkan kematian pada lansia di Amerika Serikat NCHS, dalam Papalia 2007. Hal ini sejalan dengan yang ada di Indonesia, penyakit-penyakit yang tergolong ke dalam Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 terminal illness seperti penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, merupakan faktor utama penyebab kematian di Indonesia Sutrisno, 2007. Rata-rata prevalensi penderita penyakit jantung bertambah seiring dengan bertambahnya usia, khususnya setelah usia 45 tahun NCHS, dalam Sarafino, 2006. Pernyataan tersebut didukung oleh Pierce 2007 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang beresiko yang memiliki asosiasi kuat dengan penyakit jantung adalah usia, semakin tua usia seseorang maka kemungkinan besar terjadi perubahan-perubahan di dalam pembuluh darah. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap salah seorang penderita penyakit jantung koroner : “…sekarang inikan usia saya 65 tahun, saya dikasih tau sama dokter kalau saya menderita penyakit ini waktu saya umurnya 55 tahun…” Komunikasi personal, 11 Maret 2008 Dewasa ini penyakit jantung, termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri koroner yang menyuplai darah ke otot jantung. Salah satu hambatan berupa plak yaitu penimbunan atherosclerosis di dinding pembuluh arteri, dan prosesnya memakan waktu yang amat panjang, bahkan dapat bertahun-tahun, kemungkinan dimulai sejak masa muda yang seringkali memuncak menjadi serangan jantung dan operasi pintas koroner Soeharto, 2004. Penyakit jantung koroner adalah penyakit akibat dari penyempitan dan penyumbatan arteri koroner yang berfungsi untuk menyuplai jantung dengan darah yang penuh oksigen. Peradaran darah menjadi terhambat dengan adanya plak. Kondisi ini disebut dengan atherosclerosis. Jika jantung tidak mendapat Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 suplai oksigen dapat menyebabkan nyeri, hal ini disebut dengan angina pectoris yang biasa terjadi pada dada, lengan, punggung atau leher. Berkurangnya suplai darah dalam waktu yang cukup lama, mengakibatkan rusaknya bagian dari jaringan jantung myocardium, kondisi ini disebut dengan myocardial infarction atau serangan jantung Sarafino, 2006. Ada banyak sebab yang menjurus ke arah terbentuknya plak itu dapat disederhanakan sebagai pola makan dan pola hidup yang tidak benar, serta faktor genetika Soeharto, 2004. Pola hidup atau tingkah laku seseorang dan keturunan memegang peranan penting dengan penyakit jantung koroner. Dalam hubungan ini dikenal dengan adanya ‘faktor resiko penyakit jantung koroner’, yaitu kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya resiko timbulnya penyakit jantung koroner. Menurut American Heart Association dan National Cholesteol Education Program dalam Suharto, 2004 faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner antara lain adalah kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah, hipertensi, diabetes mellitus, merokok, stres, kegemukan atau kurang beraktivitas dan keturunan, jenis kelamin, dan usia. Kebanyakan orang yang menderita penyakit jantung paling tidak memiliki salah satu dari beberapa faktor resiko yang ada. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap salah seorang penderita penyakit jantung koroner : “…Ya saya kan orang pasaran, memang saya lumayan agak jahat juga dulu, saya dulu suka minum-minum lah gitu kan, merokok saya pun kuat kali, terus saya pun nggak pernah jaga-jaga makanan saya, semua saya makan…” Komunikasi personal, 11 Maret 2008. Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 Bagi penderita penyakit jantung kehidupan selanjutnya merupakan suatu babak baru yang penuh tantangan dan perubahan. Mengingat bahwa penyakit jantung tergolong ke dalam penyakit kronis yang berlangsung lama dan sulit untuk disembuhkan Pramudiani, 1995. Banyak penderita serangan jantung yang melakukan suatu perubahan untuk kesehatannya, baik di dalam gaya hidup mereka dan sikap hidup yang lebih besar, apabila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami penyakit ini. Sebagian dari pasien mudah untuk melakukan program rehabilitasi, tetapi ada juga yang sulit sehingga memperburuk keadaan penyakitnya. Hal ini dapat dilihat dari penuturan pasien penyakit jantung koroner : “…Kalau dulu kan saya sempat depresi pas awal-awalnya, tetapi setelah semuanya saya jalani, ya… saya udah pasrah aja lah gitu, soalnya semuakan udah saya jalani, segala anjuran dokter untuk minum obat, olahraga dan menjaga makanan yang berlemak gitu udah saya turuti, sekarang saya serahkan sama Allah saja penyakit saya ini…” Komunikasi personal, 11 Maret 2008. Sebuah usaha untuk dapat menghilangkan konsekuensi negatif dan meningkatkan kualitas hidup dengan adanya ketidakmampuan fisik terdapat faktor-faktor psikososial yang berperan dalam mencegah atau menunda munculnya dan memajukan kesembuhan dari ketidakmampuan yang dialami oleh individu pada usia lanjut Mavandadi, dkk., 2007. Salah satu faktor yang berperan dalam mengembangkan dan mengarahkan ketidakmampuan adalah social support. Keberadaan social support dapat mengurangi kelelahan sosial dan mengurangi stres, meningkatkan perasaan well- being dan mengurangi atau menunda hambatan dalam kesehatan Cohen, dalam Mavandadi, dkk 2007. Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 Sebagaimana mestinya social support dapat menolong pasien penyakit jantung untuk dapat memulihkan kembali kepada keadaan penderita penyakit ini, mengurangi distress dan menyembuhkan gejala-gejala penyakit jantung koroner, khususnya saat penderita berada di rumah sakit Elizur, dalam Taylor 2003. Social support yang diberikan selama berada di rumah sakit dapat memprediksi gejala-gejala depresi selama masa penyembuhan, dan depresi merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan meninggalnya akibat penyakit jantung koroner Brummet, dalam Taylor 2003. Social support didefinisikan sebagai informasi, cinta, perhatian dan penghargaaan yang berasal dari orang lain yaitu orangtua, kekasih, teman-teman dan komunitas yang memberikan keuntungan bagi seseorang Siegel, dalam Taylor, 2003. Seseorang yang sedang menjalani penyembuhan suatu penyakit memerlukan social support yang seringkali sulit mereka peroleh karena tidak semua orang dapat akan memperoleh social support yang ia butuhkan Sarafino, 2006. Taylor 2003 mengemukakan bahwa social support dapat menurunkan kemungkinan penyakit, kecepatan untuk segera pulih dari penyakit yang diderita dan mengurangi risiko kematian yang disebabkan oleh penyakit. Social support muncul untuk menolong individu dalam menangani atau memperkecil komplikasi dari kondisi medis dan gangguan yang lebih serius Taylor, 2003. Menurut Beckman dalam Sarafino, 2006 orang yang mendapatkan social support akan memperoleh keuntungan bagi kesehatannya. La Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 Rocco dalam Kumolohadi, 2001 menyebutkan bahwa social support mempunyai peran penting dalam kesehatan mental. Adanya social support turut memperlancar hubungan interpersonal seseorang. Lynch dan Syme dalam Kumolohadi, 2001 menyebutkan bahwa dalam penelitian ditemukan bahwa perbedaan social support dapat mempengaruhi angka kematian, sehingga dapat dikatakan bahwa social support turut mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Pasien penyakit jantung koroner yang menerima sedikit social support dalam hidupnya dan rendahnya self efficacy untuk membawa mereka dapat menanggulangi penyakitnya terlihat sedikit dan lebih lambat dalam mengatasi penyakitnya Bastone, dalam Sarafino 2006. Social support juga berperan dalam pembentukan kepercayan diri yang bermanfaat untuk mengatasi masalah dalam kehidupan La Rocco, dalam Kumolohadi, 2001. Selanjutnya Kobasa dalam Sarafino, 2006 menambahkan bahwa social support memiliki kemungkinan untuk dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan. Penyakit jantung dan hubungan keluarga mempunyai hubungan yang erat. Tingkat ketidakmampuan seorang pasien dipengaruhi oleh seberapa baik mereka dan keluarganya melakukan penyesuaian diri terhadap kondisinya. Keluarga memperoleh dampak yang sangat besar pada proses rehabilitasi penyakit jantung, pasien akan menilai lebih baik, patuh pada perawatan medis dan lebih cepat sembuh jika memeperoleh semangat atau dukungan dari keluarga. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Papalia Olds 2007 yang menyatakan bahwa pemberian social support dari orang yang berarti di seputar kehidupan orang Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 tersebut significant others memberi kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan harga diri seseorang dan dengan harga diri yang tinggi dapat mempercepat proses penyembuhan. Kumolahadi 2001 menjelaskan sejumlah orang lain yang potensial memberikan dukungan disebut sebagai significant others, misalnya adalah suamiistri, anak, orang tua, saudarakerabat, dan teman akrab. Di Matteo 1991 mendefinisikan social support sebagai dukungan yang berasal dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, dan teman sekerja. Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang lansia penderita penyakit jantung koroner : “…Ya saat saya menjalani penyakit yang saya derita ini saya banyak dikasih tau sama kawan-kawan kerja saya tempat berobat yang bagus untuk dapat menyembuhkan penyakit ini, anak-anak saya juga selalu memberikan semangat supaya saya mau terus menjalani pengobatan sampai pulih, mereka selalu mengatakan kepada saya kalau saya nggak boleh menyerah sama penyakit, kalau saya kuat, penyakit saya juga akan kalah lah gitu kira-kira…” Komunikasi Personal, 25 Mei 2008 Sarafino 2006 mengemukakan bahwa social support terdiri dari beberapa komponen, yaitu : dukungan emotionalesteem, dukungan instrumentaltangible, dukungan informational, dan dukungan companionship. Berdasarkan sudut pandang seorang lansia penderita penyakit jantung koroner mengatakan bahwa mereka membutuhkan social support dalam menghadapi penyakit yang sedang ia derita. Hal ini dapat dilihat dari penuturan salah seorang lansia yang berumur 65 tahun penderita penyakit jantung koroner : “Tapi selain itu semua adalah obat yang paling mujarab dan berarti buat saya, keluargalah yang berperan dalam pengobatan penyakit saya ini, yang paling berperan itu anak saya yang nomor satu, dia yang selalu memperhatikan saya, selalu tanya sama saya bapak mau makan apa…, mau apa…,terus sayapun diajaknya jalan-jalan sama dia, anak dan istrinya. Hartika Pratiwi : Social Support Pada Lansia Penderita Penyakit Jantung Koroner, 2009 USU Repository © 2008 Rasanya bahagia…lah hati saya ini, adalah pengobat penyakit yang diberi Tuhan kepada saya, itu ajalah yang buat saya semangat, dukungan dari anak-anak yang terutama” Komunikasi personal, 11Maret 2008. Setelah mengetahui penuturan dari salah seorang lansia penderita peyakit jantung koroner, dapat diketahui bahwa lansia penderita penyakit ini membutuhkan social support saat menjalani penyakit yang sedang ia derita, dalam hal ini khususnya adalah emotionalesteem support, yakni kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dan rasa empati dari significant others yang dalam hal ini adalah anaknya. Berdasarkan permasalahan yang dikemukan di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana social support pada lansia penderita penyakit jantung koroner.

B. Perumusan Masalah