105
masih seputar pelaksanaan dalam kegiatan SWALIBA mbak, jadi untuk  kriteria dari program itu sendiri belum
ada mbak.” Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  aspek  yang
dievaluasi pada program SWALIBA masih berupa aspek yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengetahui materi tentang kegiatan yang dilaksanakan
dalam program SWALIBA, dan belum ada kriteria khusus untuk dievaluasi pada program  SWALIBA  secara  menyeluruh.  Kegiatan  evaluasi  dilakukan  pada  tiap
kegiatan  partisipatif  yaitu  sebagai  evaluasi  bagaimana  berlangsungnya  kegiatan tersebut  dan  dalam  kegiatan  pembelajaran  di  kelas  evaluasi  dilakukan  melalui
ulangan  harian  atau  tes-tes  semester  yang  sudah  tertera  dalam  silabus.  Dalam kegiatan  partisipatif  evaluasi  dilakukan  oleh  pihak  yang  mengampu  kegiatan
tersebut,  sedangkan  dalam  kegiatan  pembelajaran  evaluasi  dilakukan  oleh  guru mata pelajaran.
c. Hambatan yang dihadapi dalam program SWALIBA
Hambatan  yang  muncul  dalam  sebuah  program  merupakan  halangan  yang seringkali  muncul  dalam  penyelenggaraannya.  Hambatan  yang  muncul  dalam
program SWALIBA dipandang relatif sama, namun hal  yang agak berbeda juga diungkapkan  oleh  masing-masing  pihak  pengelola,  seperti  yang  diungkapkan
oleh kepala sekolah dalam wawancara tanggal 18 Juni 2015, yaitu, “Hambatan- hambatan yang ada itu ya paling besar ada pada penanaman budaya ke anak-anak
mbak,  karena  kan  siswa  sekolah  khususnya  anak  SMA  ini  tidak  semua  juga memiliki  kesadaran  yang  sama  dalam  mengaplikasikannya  dalam  kehidupan
sehari- hari.”
106
Hal  lain  yang  termasuk  hambatan  dalam  penyelenggaraan  SWALIBA  turut diungkapkan  oleh  Ketua  SWALIBA  pada  wawancara  tanggal  18  Juni  2015
berikut: “Sebenarnya untuk hambatan yang terbesar malah datang dari internal mbak.
Kurangnya  kesadaran  tentang  manfaat  dari  program  ini  masih  belum  secara menyeluruh  menjadi  tanggung  jawab  bersama.  Seolah-olah  masih  bukan
menjadi  tanggung  jawab  selain  pengelola,  jadi  mereka  merasa  ini  hanya
tanggung jawab perseorangan yang diberi tugas.” Pendapat  yang  dikemukakan  diatas  mengenai  sulitnya  membudayakan
perilaku  yang  cinta  lingkungan  diperkuat  dengan  hasil  wawancara  dengan  guru pada tanggal 19 Juni 2015 yaitu,
“Untuk hambatan yang saya rasakan itu lebih pada susahnya membudayakan materi  tentang  SWALIBA  kepada  siswa.  Artinya  susahnya  itu  bagaimana
mereka  mampu  secara  nyata  menerapkan  pengetahuan  itu  dalam  kehidupan sehari-hari  mbak.  Selain  itu  hambatan  juga  datang  dalam  pelaksanaan
misalnya  adanya tugas  ganda  yang harus saya jalankan misalnya, peran saya sebagai guru, waka humas tapi terkadang juga  ikut mengurusi kegiatan yang
sebetulnya bukan bagian saya begitu mbak. ” Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hambatan yang
datang  dalam  program  SWALIBA  dilihat  berbeda  dari  beberapa  narasumber, yaitu  dari  kepala  sekolah  menyebutkan  bahwa  hambatan-hambatan  yang  paling
besar  ada  pada  penanaman  budaya  ke  anak-anak,  hal  sama  juga  diungkapkan oleh guru yang menyebutkan bahwa hambatan yang terbesar adalah menanamkan
pendidikan  tentang  SWALIBA  kepada  siswa  dan  dalam  mengaplikasikannya dalam  kehidupan  sehari-hari,  sedangkan  hal  lain  yang  dikemukakan  oleh  ketua
SWALIBA adalah hambatan yang terbesar datang dari internal. Materi yang dirasa cukup sulit untuk dijadikan budaya oleh para siswa antara
lain  adalah  mengenai  perilaku  dalam  membuang  sampah  sesuai  dengan  kriteria
107
misalnya  yaitu sampah organik  dan non organik  yang sebenarnya telah dipisah, hal  lain  misalnya  perilaku  tentang  berkendara.  Dalam  pendidikan  SWALIBA
disarankan  para  siswa  untuk  bersepeda  agar  mengurangi  polusi,  namun  pada kenyataannya  banyak  dari  warga  sekolah  yang  datang  menggunakan  kendaraan
bermotor. Kurangnya  kesadaran  tentang  manfaat  dari  program  ini  masih  belum  secara
menyeluruh menjadi tanggung jawab bersama. Seolah-olah masih bukan menjadi tanggung jawab selain pengelola, jadi mereka merasa ini hanya tanggung jawab
perseorangan  yang  diberi  tugas  walaupun  dalam  pelaksanaannya  semua  warga sekolah  selalu  diupayakan  untuk  turut  saling  berperan.  Hambatan  dalam
pelaksanaan  juga  muncul  ketika  guru  tersebut  memiliki  tugas  ganda  yang sebetulnya  bukan  merupakantanggung  jawabnya.  Untuk  hambatan  dari  pihak
eksternal  hampir  tidak  ada  karena  program  SWALIBA  ini  banyak  mendapat dukungan dari pihak-pihak ekternal.
d. Upaya dalam mengatasi hambatan dalam program SWALIBA