PENGARUH KOMUNIKASI ORGANISASI, TEKANAN KERJA, KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA KINERJA KARYAWAN (Studi pada karyawan AJB. BUMIPUTERA 1912 Cabang SURAKARTA)

(1)

commit to user

PENGARUH ROTASI KERJA PADA PEKERJAAN BATIK TULIS TERHADAP STRESS KERJA PEKERJA WANITA

DI INDUSTRI BATIK TULIS BROTOSENO DESA KLIWONAN MASARAN

SRAGEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

MUSLIKHAH R0207040

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

(3)

commit to user PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 17 Juni 2011

(Muslikhah) NIM. R0207040


(4)

commit to user ABSTRAK

PENGARUH ROTASI KERJA TERHADAP STRESS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI BATIK TULIS BROTOSENO DESA KLIWONAN

MASARAN SRAGEN

Muslikhah1, Tarwaka2, Seviana Rinawati3.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh rotasi kerja terhadap stress kerja pekerja wanita di industri batik tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian Crossectional Analitic, dengan sampel penelitian 30 pekerja wanita dibagian batik tulis. Teknik sampling yang digunakan adalah Random Sampling dengan Restriksi dengan membagi responden menjadi dua kelompok, kelompok I sebagai kelompok kontrol sedangkan kelompok II diberi perlakuan Rotasi Kerja. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner scorring stress kerja. Analisis yang digunakan adalah uji statistik non parametrik Mann-Whitney dengan program komputer SPSS versi 16.00.

Hasil : Hasil uji statistik terhadap perbedaan stress kerja setelah perlakuan antara kelompok I dengan Kelompok II menunjukkan nilai signifikan p = 0.03. Sedangkan hasil uji sebelum dilakukan perlakuan Rotasi Kerja menunjukkan nilai yang tidak signifikan p = 0.967

Kesimpulan : Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan adanya perbedaan skor stress antara tenaga kerja yang tidak dirotasi dengan tenaga kerja yang dirotasi. Rotasi Kerja dapat menurunkan tingkat stress kerja.

Kata Kunci : Stress Kerja, rotasi kerja

1

Program Study D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta

2

Magister Ergonomi-Fisiologi, Universitas Udayana Bali

3


(5)

commit to user ABSTRACT

THE INFLUENCE OF JOB ROTATION TOWARD THE JOB STRESS OF

WOMAN LABORERS IN ”BROTOSENO’S BATIKTULIS” INDUSTRY

KLIWONAN MASARAN SRAGEN. Muslikhah1, Tarwaka2, Seviana Rinawati3.

Objective : This research was aimed to know and investigate the influence of job

rotation toword the job stress of woman laborer in ‟‟Brotoseno‟s batik tulis”

industry Kliwonan Masaran Sragen.

Methods : This research is crossectional analitic, with the sample were 30 woman laborers of batik tulis. Sampling technique used in this research was restriction random sampling by dividing the respondent onto two groups, the first group as a control group while the second group was given job rotation treatment. The data collection used questionnaire ”Scorring” job stress. The data analysis used statistic experiment non parametric Mann-Whitney by using computer program SPSS 16.00 Version.

Results : The result of statistic experiment toward the difference of job stress after doing treatment between the first group and the second group showed significance value p = 0.03. While the result before doing job rotation treatment showed insignificance valeu p = 0,967.

Conclution : From the result above, it could be conclude that there was difference of stress scores between the laborers who got the rotation treatment and did not get the rotation treatment. Job rotation decresed the level of job stress.

The Key words : Job Stress, Job Rotation

1

Occupational Health Study Program of Medical Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.

2

Magister Ergonomi-Fisiologi, Udayana University Bali

3


(6)

commit to user PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan bimbinganNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Rotasi Kerja

terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen”.

Skripsi ini bisa selesai karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. A.A. Subijanto, dr., M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, periode sebelum 16 Mei 2011.

2. Bapak Prof.Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,SPD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, periode 16 Mei 2011 – 16 Mei 2015.

3. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode Sebelum 16 Juni 2011

4. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si, selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode 16 juni 2011 – 16 Juni 2015

5. Bapak Tarwaka, PGDip, Sc, M.Erg. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Seviana Rinawati, SKM. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes. selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.

8. Bapak H. Eko Suprihono SE. selaku pemilik Industri Batik Tulis Brotoseno yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Tessa, selaku sekertaris pada Industri Batik Tulis Brotoseno yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian

10.Kedua orang tua dan saudara saya yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis.

11.Sahabat, rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu dibidang keselamatan dan kesehatan kerja

Surakarta, 17 Juni 2011 Penulis


(7)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRAC ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Secara Teoritis ... 5

2. Secara Praktis ... 5

a) Bagi Ilmu Pengetahuan ... 5

b) Bagi Peneliti ... 6

c) Bagi Program D.IV Kesehatan Kerja ... 6

d) Bagi Tenaga Kerja ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pekerjaan monoton ... 7

1. Pengertian Monoton ... 7

2. Pengertian Pekerjaan Monoton ... 8

3. Jenis Pekejaan Monoton ... 8

4. Faktor yang Mempengaruhi Pekerjaan monoton... 10

5. Penyebab Pekerjaan Monoton ... 10

6. Akibat Pekerjaan Monoton ... 11

B. Stress Kerja ... 14

1. Pengertian Stress... 14

2. Pengertian Stress Kerja ... 15

3. Mekanisme Terjadinya Stress Kerja ... 16

4. Faktor Penyebab Terjadinya Stress Kerja ... 19

5. Gejala Stress Kerja ... 26

6. Dampak Stress Kerja ... 28

7. Pencegahan Stress Kerja ... 29

C. Pengaruh Pekerjaan Duduk Monoton terhadap Stress Kerja ... 30

D. Kerangka Pemikiran ... 32


(8)

commit to user

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

C. Populasi Penelitian ... 34

D. Teknik Sampling ... 35

E. Sampel Penelitian ... 35

F. Rancangan Penelitian ... 37

G. Rancangan Perlakuan Rotasi Kerja ... 38

H. Identifikasi Variabel Penelitian ... 38

I. Definisi Operasional Variabel ... 39

J. Alat dan Bahan Penelitian ... 43

K. Cara Kerja Penelitian ... 44

L. Teknik dan Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL ... 47

A. Gambaran Umum Tempat kerja ... 47

1. Profil Industri Batik Tulis Brotoseno ... 47

2. Tenaga Kerja ... 49

3. Bahan Baku yang digunakan ... 51

4. Peralatan yang digunakan ... 52

5. Proses Kerja Industri Batik Tulis Brotoseno ... 58

B. Data Tenaga Kerja Pada Bagian Batik Tulis ... 69

1. Usia ... 69

2. Masa Kerja ... 69

3. Status Gizi... 70

C. Data Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja ... 72

1. Penerangan ... 72

2. Iklim Kerja ... 74

3. Kebisingan ... 75

D. Hasil Pengujian Stress kerja ... 76

BAB V PEMBAHASAN ... 80

A. Gambaran Umum Industri Rumah Tangga Batik Tulis Brotoseno ... 80

1. Industri Rumah Tangga Batik Tulis Brotoseno ... 80

2. Peralatan yang Digunakan ... 81

3. Proses Kerja Pembuatan Batik Tulis ... 81

B. Karakteristik Sampel ... 83

1. Usia ... 83

2. Masa Kerja ... 84

3. Status Gizi... 85

C. Lingkungan Kerja... 87

1. Penerangan ... 87

2. Iklim Kerja ... 88

3. Kebisingan ... 89

D. Pengaruh Rotasi Kerja terhadap Stress Kerja ... 91

BAB VI PENUTUPAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95


(9)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Karakteristik Usia Sampel Batik Tulis Brotoseno ... 69 Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whitney Usia Antara Kelompok I dengan

Kelompok II ... 69 Tabel 3. Data Karakteristik Masa Kerja Sampel ... 70 Tabel 4. Hasil uji Mann-Whitney Tenaga Kerja Antara KElompok I

dengan Kelompok II ... 70 Tabel 5. Karakteristik Berat Badan Tinggi Badan dan IMT KElompok I ... 71 Tabel 6. Karakteristik Berat Badan Tinggi Badan dan IMT KElompok I ... 71 Tabel 7. Hasil Uji Mann-Whitney IMT antara Kelompok I dengan

Kelompok II ... 72 Tabel 8. Hasil Pengukuran Intensitas Penerangan pada Bagian Batik Tulis

dan Nolet ... 73 Tabel 9. Hasil Uji Mann-Whitney Intensitas Penerangan Bagian Batik

Tulis dan Nolet ... 73 Tabel 10. Hasil Pengukuran Iklim Kerja Ruangan Kerja Bagian Batik Tulis

dan Nolet ... 74 Tabel 11. Hasil Uji Mann-Whitney Iklim Kerja antara Batik Tulis Dengan

Nolet. ... 75 Tabel 12. Hasil pengukuran Beban Kerja Kelompok I dengan Kelompok II 75 Tabel 13. Hasil Uji Mann-Whitney Beban Kerja antara Kelompok I dengan

Kelompok II ... 75 Tabel 14. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Bagian Batik Tulis dan

Nolet ... 76 Tabel 15. Hasil Uji Mann-Whitney Intensitas Kebisingan Bagian Batik

Tulis dan Bagian Nolet ... 76 Tabel 16. Hasil Skoring Tingkat Stress Kerja pada Kelompok I dan


(10)

commit to user

Tabel 17. Prosentase Stress Berdasarkan Kriteria Kelompok I dengan

Kelompok II Sebelum Perlakuan ... 77 Tabel 18. Hasil Uji Mann-Whitney Stress Kerja Sebelum Perlakuan antara

Kelompok I dengan Kelompok II... 78 Tabel 19. Hasil Skoring Tingakat Stress Kerja pada Kelompok I dan

Kelompok II Sesudah Perlakuan ... 78 Tabel 20. Prosentase Stress Berdasarkan Kriteria Kelompok I dan

Kelompok II ... 78 Tabel 21. Hasil Uji Mann-Whithney Stress Kerja Sesudah Perlakuan antara

Kelompok I dengan Kelompok II... 79 Tabel 22. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Jantung... 88 Tabel 23. Standar Iklim di Indonesia Berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 ... 88 Tabel 24. NAB Kebisingan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga


(11)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Malam dan Paraffin ... 51

Gambar 2. Kain Mori ... 52

Gambar 3. Pewarna Tekstil ... 52

Gambar 4. Gawangan ... 53

Gambar 5. Wajan ... 54

Gambar 6. Kompor ... 55

Gambar 7. Taplak ... 55

Gambar 8. Dingklik ... 56

Gambar 9. Canting ... 57

Gambar 10. Meja Batik Cap ... 57

Gambar 11. Kayu Perata Zat Pewarna ... 58

Gambar 12. Pola Mika Untuk Batik Cap ... 58

Gambar 13. Membuat Pola ... 61

Gambar 14. Proses Nglowong ... 61

Gambar 15. Proses Ngiseni ... 63

Gambar 16. Proses Nerusi ... 64

Gambar 17. Proses Nemboki ... 65

Gambar 18. Proses Medel ... 66

Gambar 19. Proses Meyoga ... 66

Gambar 20. Proses Nolet ... 67

Gambar 21. Proses Nglorot ... 67


(12)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner penilaian Stress Kerja dengan Skooring Lampiran 2. Surat Persetujuan Menjadi Responden


(13)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan sampai saat ini telah menghasilkan banyak perubahan dan kemajuan diberbagai bidang dan sektor kehidupan. Selain itu, pembangunan telah memunculkan banyak fenomena baru. Salah satu diantara fenomena itu adalah semakin besarnya jumlah wanita yang bekerja. Bahkan saat ini banyak perusahaan yang sebagian besar tenaga kerjanya adalah wanita. Jika dahulu wanita hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, namun sekarang banyak wanita yang berpartisipasi dalam dunia kerja. Adanya tuntutan untuk mendukung ekonomi rumah tangga menjadi salah satu alasan bagi wanita untuk bekerja (Anoraga, 2009)

Saat melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja wanita perlu mendapatkan perlindungan sehingga terhindar dari segala risiko akibat kerja, kecelakaan, atau penyakit akibat kerja. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 76 yang memuat waktu kerja, cuti haid, waktu melahirkan, perlindungan dari jenis pekerjaan terburuk, dan sebagainya. Namun selain itu, tenaga kerja juga berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial (Budiono dkk, 2003).


(14)

commit to user

Setiap aspek pada pekerjaan dapat menjadi pembangkit stress. Tenaga kerja yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stress. Berbagai tekanan yang dirasakan oleh tenaga kerja dapat berasal dari faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan yang menimbulkan kebosanan karena pekerjaan berulang-ulang dan tempat kerja yang bising, konflik peran yang dirasakan wanita pekerja yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai pekerja, adanya karir yang tidak berkembang, hubungan yang buruk dengan rekan sekerja maupun dengan atasan, ditambah lagi adanya struktur organisasi yang tidak baik, kebijakan yang terlalu kaku, sedikitnya keterlibatan atasan, serta ciri individu dalam menanggapi situasi yang dihadapi. Selain itu, tenaga kerja dalam interaksinya dengan pekerjaan juga dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di rumah, di perkumpulan dan sebagainya (Sunyoto, 2001).

Jenis pekerjaan yang monoton dari pekerja batik tulis juga dapat menimbulkan rasa bosan. Dalam bukunya yang berjudul Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Nurmianto menyatakan bahwa rasa bosan dikategorikan sebagai kelelahan. Rasa bosan adalah manifestasi dari reaksi adanya suasana yang monoton (kurang bervariasi) (Nurmianto, 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Risang (2004) terhadap karyawan Mandarin Oriental Hotel Majapahit Surabaya faktor penyebab stress kerja ada 4, yang paling dominan adalah beban kerja yang berlebihan, faktor dominan kedua adalah tekanan atau desakan waktu.


(15)

commit to user

Kemudian faktor dominan ketiga adalah pekerjaan yang monoton dan yang terakhir yaitu kondisi lingkungan kerja

Batik brotoseno merupakan industri rumah tangga yang bergerak di bidang produksi batik, di industri ini mempunyai tenaga kerja wanita sebanyak 203 orang tenaga kerja, terdiri dari 76 tenaga kerja tetap dan 127 tenaga kerja borongan. Di industri ini menghasilkan 13.000 meter perbulan untuk batik handprinting, 5000 potong perbulan untuk batik kombinasi, 1500 potong perbulan untuk batik tulis. Seluruh Kegiatan mulai dari membuat pola sampai pemasaran dilakukan oleh industri itu sendiri. Jam kerja karyawan mulai dari jam 08.00-16.00 WIB, waktu istirahat antara jam 12.00-13.00 WIB. Dalam satu minggu terhitung 6 hari kerja yakni Senin sampai dengan Sabtu.

Berdasarkan hasil pengukuran pendahuluan yang dilakukan pada pekerja batik tulis Brotoseno dengan menggunakan Test Bourdan Wiersma, sebanyak 15 tenaga kerja bagian batik tulis yang diukur sebelum bekerja dan sesudah bekerja ternyata semuanya mengalami penurunan tingkat konstansi. Sedangkan pada tingkat ketelitian ada tiga tenaga kerja yang mengalami penurunan, sedangkan tingkat kecepatan relatif konstan. Penurunan tingkat ketelitian dan konstansi merupakan gejala awal timbulnya stress yakni kinerja menurun.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan dengan mewawancarai 15 tenaga kerja wanita pada bagian batik tulis, semuanya mengeluhkan kebosanan dengan pekerjaannya karena tidak ada variasi gerakan dalam


(16)

commit to user

sehari kerja yaitu hanya duduk membatik. Selain itu, jarak/posisi antara tenaga kerja juga agak sempit berakibat mengurangi kebebasan mereka dalam bergerak, sehingga menimbulkan kebosanan yang merupakan dampak stress kerja.

Berdasarkan hasil pengukuran dan wawancara tersebut peneliti ingin

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan

Batik Tulis Terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen”.

B. Rumusan masalah

Adakah Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan Batik Tulis terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen ?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan Batik Tulis terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan karateristik sampel dan kegiatan proses produksi tenaga kerja di industri batik tulis.


(17)

commit to user

b. Mendeskripsikan pengaruh lingkungan kerja terhadap kedua sampel yang diteliti.

c. Menghitung tenaga kerja yang mengalami stress kerja.

d. Mengetahui pengaruh dari rotasi kerja yang dilaksanakan terhadap tenaga kerja wanita industri rumah tangga Batik Tulis Brotoseno, Masaran, Sragen.

e. Mengetahui analisis mengenai pengaruh rotasi kerja terhadap stress kerja.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang akan didapatkan dari penelitian tentang Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan Batik Tulis Terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Sebagai pembuktian adanya Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan Batik Tulis Terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen

2. Secara praktis

a. BagiIlmu Pengetahuan

Menambah informasi yang dapat digunakan sebagai data pembanding atau dasar pertimbangan bagi peneliti lain tentang


(18)

commit to user

Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen”

b. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian dan mengetahui ”Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan Batik Tulis Terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen”

c. Bagi Program Diploma IV Kesehatan Kerja

Menambah referensi kepustakaan Program Diploma IV Kesehatan Kerja khususnya mengenai ”Pengaruh Rotasi Kerja pada Pekerjaan Batik Tulis Terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen”

d. Bagi Pengusaha

Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dalam upaya peningkatan produktivitas khususnya masalah stress kerja tenaga kerja.

e. Bagi Tenaga Kerja

Menjadikan koreksi bagi pekerja/tenaga kerja dalam bekerja yang benar sehingga tidak menimbulkan beban tambahan akibat kerja


(19)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pekerjaan Monoton 1. Pengertian Monoton

Monoton merupakan lawan kata dari bervariasi, merupakan suatu ciri lingkungan kehidupan manusia yang tidak berubah atau berulang-ulang dalam suatu keadaan yang tetap dan merupakan hal yang sangat mudah diperkirakan akan terjadi hal yang sama serta keadaan demikian itu hanya membutuhkan tingkat kewaspadaan yang rendah (Setyawati 2010). Monoton membuat manusia tidak dapat berkembang dan berkreatifitas dikarenakan tidak ada tantangan yang dihadapi, sehingga tingkat kewaspadaan akan potensi bahaya yang muncul pada pekerjaan menjadi rendah.

Monoton juga didefinisikan sebagai suatu persepsi kesamaan pekerjaan dari menit ke menit. Terdapat ciri pekerjaan yang tidak berubah (Setyawati 2010)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian monoton adalahselalu sama dengan yang dulu, itu-itu saja, tidak ada ragamnya (Zul Fadjri, 1990).

Maka dapat disarikan bahwa monoton adalah suatu keadaan atau kegiatan yang tidak bervariasi atau tidak berubah dari waktu ke waktu,


(20)

commit to user

sehingga membuat kemampuan otak tidak dapat berkembang dan menurunkan kreatifitas.

2. Pengertian Pekerjaan Monoton

Pekerjaan monoton adalah pekerjaan yang bersifat repetitif dan berulang-ulang yang mengakibatkan kebosanan, dan mengakibatkan kelelahan mental yang berakibat pada kesehatan jiwa (Prihartini 2007). Sedangkan menurut Pusparini (2003) bahwa pekerjaan monoton adalah suatu kerja yang berhubungan dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu dan dalam jangka waktu yang lama.

Maka dapat disarikan bahwa pekerjaan monoton adalah pekerjaan yang mengalami pengulangan gerakan yang berakibat pada kejenuhan pada diri tenaga kerja dan berakibat pada kelelahan dan mengakibatkan stress kerja.

3. Jenis Pekerjaan Monoton

Menurut Pusparini (2003) pekerjaan monoton dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Pekerjaan monoton dengan gerakan berulang

Jenis pekerjaan monoton ini biasanya dilakukan gerakan yang sama secara berulang-ualng. Bila dilakukan dalam intensitas yang sering dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan


(21)

commit to user

berkembangnya suatu efek tertentu pada tenaga kerja. Hal ini dipengaruhi oleh :

1) Banyaknya gerakan yang dilakukan dalam proses berulang. 2) Besar atau seringnya penggunaan otot.

3) Lamanya pekerjaan yang dilakukan.

Apabila dalam pekerjaan tersebut, tidak banyak dilakukan gerakan, maka perputaran waktu antara untuk melakukan gerakan yang sama akan menjadi lebih pendek. Dengan demikian pekerja akan menjadi lebih sering melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang. b. Pekerjaan monoton dengan pengamatan statis

Pekerjaan monoton dengan pengamatan statis merupakan pekerjaan monoton yang dilakukan dengan membutuhkan pengamatan, biasanya dilakukan untuk pekerjaan yang mebutuhkan ketelitian. Pekerjaan monoton dengan pengamatan statis misalnya dilakukan oleh operator mesin produksi. Pengamatan monoton dengan pengamatan statis di pengaruhi oleh :

1) Aktivitas dari operator per unit waktu. 2) Jumlah objek yang diamati oleh operator

3) Seberapa sering operator harus memeriksa dan melaporkan objek tersebut.

Semakin sedikit aktivitas dan objek yang diamati, serta semakin sering operator harus memeriksa dan melaporkan maka semakin tinggi gerakan berulang yang dilakukan.


(22)

commit to user

Berdasarkan pembagian tersebut pekerjaan duduk membatik termasuk ke dalam pekerjaan monoton golongan pertama yakni pekerjaan monoton dengan gerakan berulang dan gerakan yang dilakukan adalah gerakan sederhana.

4. Faktor yang Mempengaruhi Pekerjaan Monoton

Menurut Pusparini (2003) pekerjaan monoton dipengaruhi oleh : a. Lingkungan kerja

Faktor lingkungan kerja yang dapat memperburuk akibat dari pekerjaan monoton antara lain; kebisingan, getaran, penerangan yang tidak cukup, dan iklim yang tidak nyaman.

b. Tenaga kerja

Faktor dari tenaga kerja meliputi jenis pekerjaan, keadaan fisik pekerja keahlian pekerja, motivasi kerja, dan tingkat pendidikan.

5. Penyebab Pekerjaan Monoton

Menurut Prihartini (2007), Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi hanya pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton, dalam kerja rutin sehari-hari, karena tugas dan pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga


(23)

commit to user

secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang terlalu rendah maupun berlebihan dapat menimbulkan stress.

Pekerjaan monoton biasanya disebabkan oleh spesialisasi kerja dan pengulangan gerak dalam pekerjaan.

6. Akibat Pekerjaan Monoton

Menurut Oktarina (2009) bahwa tenaga kerja sebagai pelaku sekaligus sasaran dari pembangunan harus dibina dan dikembangkan. kualitas tenaga kerja tercermin dalam produktivitas tenaga kerja tersebut sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman nyaman dan sehat untuk menunjang produktivitas. Selain itu, perlu diperhatikan juga sistem kerja yang aman nyaman dan sehat untuk menunjang produktivitas. Hal lain yang diperhatikan adalah sistem kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja itu sendiri, apakah mereka dalam bekerja dilakukan rotasi kerja atau tidak, karena kerja monoton akan berdampak pada reaksi psikologis mereka dan dapat mengakibatkan stress kerja.

Menurut Sutrisno dalam Oktarina (2009) bahwa rotasi kerja adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi pekerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Rotasi dilakukan untuk menghindari kejenuhan tenaga kerja pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan.


(24)

commit to user

Menurut Chris Argyris dalam Suryatiningsih (2005) penulis menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang timbul sebagai akibat penyederhanaan kerja yang ekstrim terhadap individu. Peneliti mengemukakan bahwa apabila pekerjaan sangat dispesialisasikan atau difragmentasikan, maka karyawan akan merasakan bahwa tugas-tugas mereka monoton, tidak menyenangkan dan tidak memuaskan. Dengan demikian, pekerja kehilangan rasa otonominya dan tidak menghadapi tantangan atau menjadi tidak berdaya serta bergantung. Para peneliti ini tidak menyebutkan bahwa semua bentuk spesialisasi tidak diinginkan. Tetapi mereka mengemukakan bahwa spesialisasi dalam beberapa bidang telah mencapai suatu titik dimana manfaat yang diharapkan dalam efisiensi dan produktivitas tidak diperoleh karena lebih banyak menyebabkan kerugian bagi manusia

Menurut Manuaba dalam Prihartini (2007) pekerjaan monoton yaitu pekerjaan yang mengalami pengulangan gerak akan menimbulkan rasa bosan. Kebosanan dalam pekerjaan rutin sehari-hari mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau terlalu rendah akan menimbulkan stress kerja. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya


(25)

commit to user

perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

Menurut Pusparini (2003) efek dari pekerjaan monoton ada dua yakni :

a. Efek kesehatan

Pekerjaan monton dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti; sakit tenosynovitis, sindrom terowongan karpal, osteoarthritis dan sakit pada lengan.

b. Efek psikologis

Efek psikologis yang timbul akibat pekerjaan monoton adalah : 1) Kebosanan

Akibat kebosanan pada pekerja yang telah melakukan gerakan berulang dalam jangka waktu yang terus menerus, akan mengalami penurunan tingkat mentalitas.

2) Hilangnya kewaspadaan

Akibat dari kepenatan dan keletihan dari pekerjaan yang terlalu berat, tenaga kerja yang melakukan pekerjaan monoton akan berkurang tingkat kewaspadaannya setelah melakukan pekerjaan tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan akibat dari pekerjaan monoton, spesialisasi pekerjaan dan pengulangan gerak akan menimbulkan kurangnya perhatian pada pekerjaan, menimbulkan


(26)

commit to user

kebosanan dalam bekerja yang berakibat pada penurunan tingkat mentalitas.

B. Stress Kerja

1. Pengertian Stress

Stress lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial. Tidak ada aspek tunggal dari stimulus lingkungan yang dapat mengakibatkan stres, tetapi semua itu tergabung dalam suatu susunan total yang mengancam keseimbangan (homeostatis) individu (Andreas 2010).

Stress adalah reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu (Tarupolo, 2002).

Menurut Anoraga (2010) stress merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam

Stress dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. menurut Tarwaka (2010) :


(27)

commit to user

a. Dalam bahasa teknik, stress dapat diartikan sebagai kekuatan-kekuatan bagian-bagian tubuh

b. Dalam bahasa biologi dan kedokteran, Stress merupakan proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.

c. Secara umum, stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.

Stress merupakan reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh tubuh akibat dari tuntutan yang melebihi kemampuan tubuh yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun jiwa.

2. Pengertian Stress Kerja

Setiap aspek pada pekerjaan dapat menjadi pembangkit stress. Tenaga kerja yang menentukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stress atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan, dan sebagainya (Sunyoto, 2001).

Menurut Tarwaka, dkk (2004) Stress muncul akibat beberapa stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (Strain) dalam beraneka ragam tampilan. Stress juga merupakan tekanan psikologis yang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (Kejiwaan). Secara konsep stress dapat didefinisikan sebagai variebel kajian :


(28)

commit to user

a. Stress sebagai stimulus, stress sebagai variabel bebas menitik beratkan lingkungan sekitarnya sebagai stressor.

b. Stress sebagai respon, stress sebagai variabel tergantung memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor

3. Mekanisme Terjadinya Stress Kerja

Andreas (2010) mengembangkan konsep yang dikenal dengan Sindrom Adaptasi Umum (General Adaptation Syndrome) yang menjelaskan bila seseorang pertama kali mengalami kondisi yang mengancamnya, maka mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) pada tubuh diaktifkan. Kelenjar-kelenjar tubuh memproduksi sejumlah adrenalin cortisone dan hormon-hormon lainnya serta mengkoordinasikan perubahan-perubahan pada sistem saraf pusat. Jika tuntutan-tuntutan berlangsung terus, mekanisme pertahanan diri berangsur-angsur akan melemah, sehingga organ tubuh tidak dapat beroperasi secara adekuat. Jika reaksi-reaksi tubuh kurang dapat berfungsi dengan baik, maka hal itu

merupakan awal munculnya penyakit “gangguan adaptasi”. Penyakit

-penyakit tersebut muncul dalam bentuk maag, serangan jantung, tekanan darah tinggi, atau keluhan-keluhan psikosomatik lainnya.

Menurut AERO (2003), proses stress dalam tubuh melalui 3 fase : a. Fase I; reaksi kewaspadaan (alarm reaction) pada fase ini seluruh

sistem dirubah menjadi keadaan siaga, perubahan fisiologis yang terjadi menyebabkan kulit tampak pucat dan terasa dingin, berdebar-debar,


(29)

commit to user

darah mengalir cepat dan bersiap untuk lari atau melawan ancaman yang ada. Fase ini tidak berlangsung lama.

b. Fase II; reaksi pertahanan (resistance reaction), pada fase ini tubuh mengerahkan seluruh daya tahannya untuk mengadakan perlawanan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan stress, tubuh berusaha melakukan adaptasi terhadap stress yang terjadi, akan tetapi daya tahan tubuh terbatas. Dalam fase ini daya tahan sudah naik di atas daya tahan normal, dan apabila stress terjadi terus menerus dan berat maka akan berlanjut ke fase III.

c. Fase III; reaksi kelelahan (exhaustion reaction) pada fase ini terjadi kelelahan/keletihan sehingga adaptasi yang baru dibangun runtuh. Daya tahan tubuh melemah, energi untuk adaptasi habis, dan fase ini berkaitan dengan terganggunya kesehatan individu.

Lazarus dan Launier dalam Andreas (2010) mengemukakan tahapan-tahapan proses stress sebagai berikut :

1. Stage of Alarm

Individu mengidendentifikasi suatu stimulus yang memba-hayakan. Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinyapun terarah kepada stimulus tersebut

2. Stage of Appraisals

Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu yang bersangkutan.


(30)

commit to user

Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Primary Cognitive Appraisal

Primary Cognitive Appraisal adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu yang bersangkutan. b. Secondary Cognitive Appraisal

Secondary Cognitive Appraisal adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki individu dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumberdaya pribadi dan lingkungan.

3. Stage of Searching for a Coping Strategy

Konsep “coping” diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola

tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan internal serta mengelolah konflik antara berbagai tuntutan. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu sumber stres (stresor) akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi stresor, yaitu dengan menerapkan strategi „coping‟ yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres berlangsung.


(31)

commit to user 4. Stage of The Stress Response

Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut, seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem syaraf otonom bekerja terlalu aktif.

Berdasarkan uraian di atas mekanisme terjadinya stress kerja akibat pekerjaan duduk monoton adalah berawal dari kurangnya variasi gerakan dalam duduk monoton. Kurangnya variasi mengkibatkan gangguan fisik dan mental, gangguan fisik berupa kelelahan otot pada bagian tertentu akibat dari asam laktat yang trakumulasi pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan mental atau gejala psikologi ditandai dengan munculnya perasaan kebosanan yang berasal dari kejenuhan dalam melakukan pekerjaan yang tidak terjadi perubahan dalam waktu yang lama. Gejala nyata dari tidak dapat dikelolanya kelelahan mental adalah timbulnya stress kerja pada tenaga kerja.

4. Faktor Penyebab Terjadinya Stress

Menurut Tarwaka (2010) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain:


(32)

commit to user

a. Kondisi individu, seperti; umur, jenis kelamin, temperamental, generik, intelegencia, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.

b. Ciri kepribadian; introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri, dan lain-lain.

c. Sosial-kognitif, seperti; dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

d. Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi stress antara lain :

a. Faktor dari individu, yang terdiri dari : 1) Usia

Peran faktor usia memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Tenaga kerja yang usianya sudah lanjut (> 60 tahun) kemampuan dalam beradaptasinya menurun karena adanya penurunan fungsi organ di dalam tubuhnya. Penelitian pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan di bawah 40 tahun, dengan indikator adrenalin dan tekanan darah, mendapatkan hasil bahwa kelompok usia > 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja (Adila, 2009).

2) Jenis Kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap stress yang ditimbulkan akibat pekerjaan. Akibat pembangunan nasional banyak wanita yang menjadi tenaga kerja karena mereka menghadapi tuntutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga(Anoraga. 2009).


(33)

commit to user 3) Status gizi

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Budiono, dkk, 2003). Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh).

4) Kondisi Kesehatan

Ada beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi stress, antara lain; penyakit jantung, gangguan ginjal, asma, tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah.

5) Keadaan Psikologis

Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia juga mempunyai perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran, harapan-harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini dapat berupa sifat, motivasi, hadiah-hadiah, jaminan keselamatan dan kesehatannya, upah dan lain-lain (Suma‟mur P.K., 1996). Faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat


(34)

commit to user

timbul dari konflik mental yang terjadi dilingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja (Budiono, dkk, 2003).

6) Konflik Peran

Supaya menghasilkan performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul konflik peran.

7) Peran Ganda

Pada pekerja wanita akan timbul peran ganda dalam melakukan pekerjaannya sehingga akan menimbulkan dilema pada tenaga kerja. Yaitu sebagai wanita karier dan ibu rumah tangga (Anoraga, 2009)

b. Faktor Dari Luar 1) Beban kerja

Beban kerja merupakan pembangkit stress yang lebih lanjut, beban kerja yang terlalu banyak, atau terlalu sedikit, dan monoton menyebabkan kebosanan, atau ketidakpuasan. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat


(35)

commit to user

tertentu. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya. Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan meningkatnya kandungan asam laktat (Nurmianto, 2003).

2) Faktor hubungan kerja

Hubungan tidak baik antara karyawan ditempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress di tempat kerja. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Tarwaka dkk, 2004)

3) Intrinsik pekerjaan

Menurut Tarwaka (2010) bahwa intrinsik pekerjaan meliputi lingkungan fisik pekerjaan yaitu:

a) Kebisingan b) Vibrasi c) Higiene d) Iklim kerja


(36)

commit to user

e) Kerja gilir. Penelitian menunjukkan bahwa kerja gilir dapat menimbulkan stress. Hal ini disebabkan karena gangguan pada ritme sirkardian tidur atau daur keadaan bangun, pada suhu dan pengeluaran adrenalin

f) Penghadapan terhadap risiko atau bahaya. Pada saat para pekerja melihat risiko atau bahaya berkaitan dengan pekerjaan sebagai pembangkit stress, maka makin besar kesadaran akan bahaya makin besar pula rasa kecemasan. 4)Organisasi kerja

a. Waktu kerja dan waktu istirahat

Menurut Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjan, Pasal 77 waktu kerja adalah 7 jam dalam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu atau 8 jam satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu

b. Rotasi kerja

Menurut Sutrisno (2009) bahwa rotasi kerja adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi pekerjaan sebelum mengalami pindah kerja. Rotasi dilakukan untuk menghindari kejenuhan tenaga kerja pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan


(37)

commit to user

lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Menurut Gibson dkk (1996), penyebab stress kerja ada 4 yaitu :

1) Lingkungan fisik

Penyebab stress kerja dari lingkungan fisik berupa; cahaya, suara, iklim kerja, dan udara terpolusi.

2) Individual

Tekanan individual sebagai penyebab stress kerja terdiri dari: konflik peran, peran ganda, beban kerja berlebih, tidak adanya kontrol, tanggung jawab dan kondisi kerja.

3) Kelompok kerja

Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan di antara kelompok. Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat bagi beberapa individu. Ketidakpercayaan dari mitra pekerja secara positif berkaitan dengan peran ganda yang tinggi, yang membawa pada kesenjangan komunikasi diantara orang-orang dan kepuasan kerja yang rendah. Atau dengan kata lain adanya hubungan yang buruk dengan kawan, atasan, dan bawahan.

4) Organisasi

Adanya desain struktur organisasi yang jelek, politik yang jelek dan tidak adanya kebijakan khusus

Stress kerja secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dari dalam individu itu sendiri dan faktor eksternal. Faktor


(38)

commit to user

internal dari dalam individu meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, kondisi kesehatan, keadaan psikologis, konflik peran, peran ganda. sedangkan faktor dari luar pekerjaan antara lain beban kerja, lingkungan kerja, hubungan kerja, dan organisasi kerja.

5. Gejala Stress Kerja

Sebagai hasil dari adanya stress kerja karyawan mengalami beberapa gejala stress yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah, agresif, tidak dapat santai, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat dan susah tidur (Novitasari, 2009).

Sedangkan gejala stress ditempat kerja, meliputi: a. Kepuasan kerja rendah

b. Kinerja yang menurun

c. Semangat dan energi menjadi hilang d. Komunikasi tidak lancar

e. Kurang tepat dalam pengambilan keputusan f. Kreatifitas dan inovasi kurang

g. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Pengaruh stress di tempat kerja menurut Tarwaka (2010) bahwa reaksi stress dikelompokkan menjadi dua pengaruh yaitu :


(39)

commit to user a. Pengaruh terhadap individu seseorang

1) Reaksi emosi, tanda-tandanya adalah mudah marah, emosi, tidak terkontrol, mudah curiga dan lain-lain.

2) Reaksi perubahan kebiasaan, mudah merokok, minum minuman keras, penggunaan obat terlarang.

3) Perubahan fisioligis, mudah sakit kepala, insomnia, hipertensi, serangan jantung dan lain-lain.

b. Pengaruh terhadap organisasi

Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik. Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja jadi tegang dan rendahnya kualitas kerja. Dari keadaan tersebut dapat mengganggu performansi kerja dan meningkatkan terjadinya risiko terjadinya kecelakaan kerja, secara khusus dapat menurunkan produktivitas kerja, menyebabkan biaya kompetensi pekerja meningkat. Stress akibat kerja yang menyebabkan menurunnya produktivitas kerja, antara lain disebabkan oleh karena ; 1) Performansi pekerjaan yang rendah.

2) Meningkatkan angka absensi. 3) Menurunnya moral kerja.

4) Meningkatnya turnover pekerja yang dapat menyebabkan kehilangan banyak waktu kerja.


(40)

commit to user 6. Dampak Stress Kerja

Menurut Tarwaka dkk, (2004) bahwa pengaruh stress ada dua yaitu: a. Pengaruhnya terhadap individu seseorang

1)Reaksi emosi, tanda-tandanya adalah mudah marah, emosi tidak terkontrol, mudah curiga.

2)Reaksi perubahan kebiasaan, mudah merokok, minum-minuman keras, penggunaan obat terlarang.

b. Pengaruhnya terhadap organisasi

Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik. Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja jadi tegang dan rendahnya kualitas kerja.

Reaksi tubuh terhadap stressor pada seseorang sangat bervariasi dan berbeda dari masing-masing orang yang menerimanya. Perbedaan reaksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor psikologis dan faktor sosial-budaya seseorang. Reaksi stress akibat kerja yaitu :

a. Reaksi psikologis

Stress kerja biasanya merupakan perasaan subjektif seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahan dan depresi. Reaksi psikologis akibat stress kerja dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku.


(41)

commit to user b. Respon sosial

Setelah beberapa lama mengalami kegelisahan, depresi, konflik dan stress akibat kerja di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. c. Respon stress akibat kerja pada gangguan kesehatan atau reaksi

fisiologis.

Bila tubuh mengalami stress akibat kerja, maka akan terjadi perubahan fisiologis sebagai jawaban atas terjadinya stress kerja. Sistem di dalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran petekolamin yang akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal dan gangguan penyakit lainnya.

d. Respon individu

Pengaruhnya akan sangat tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang.

7. Pencegahan Stress Kerja

Menurut Tarwaka, dkk (2004) cara-cara mencegah stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu :

a. Redesain tugas-tugas pekerjaan b. Redesain lingkungan kerja


(42)

commit to user d. Menerapkaan manajemen partisipatoris

e. Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier f. Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan g. Mendukung aktivitas sosial

h. Membangun kerja tim yang kompak

Cara lain untuk pencegahan timbulnya stress di tempat kerja (Rahayu, 2002), yaitu:

a. Faktor promosi kesehatan di tempat kerja

b. Penyesuaian pekerjaan dengan kemampuan dan kebutuhan c. Menanggulangi stress dalam organisasi

d. Kontrol reaksi stress psikologis

e. Peranan profesi kesehatan kerja ditempat kerja

C. Pengaruh Rotasi Kerja terhadap Stress Kerja

Pekerjaan duduk monoton pada proses membatik adalah pekerjaan duduk monoton tanpa ada variasi gerakan dalam melakukan pekerjaannya dan terjadi dalam waktu yang lama dan pekerjaan tersebut mengalami pengulangan gerak yang terpusat pada tangan sehingga sangat berpotensi menimbulkan kelelahan otot dan kelelahan mental (kebosanan) yang berakibat pada stress kerja.

Kelelahan otot yang terjadi pada otot-otot tertentu misalnya pada otot daerah pinggang dan daerah bahu disebabkan oleh kurangnya suplai oksigen


(43)

commit to user

pada daerah otot-otot tersebut sehingga asam laktat akan terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan otot.

Selain mengkibatkan kelelahan otot pekerjaan duduk monoton juga mengakibatkan kelelahan mental yang berakibat pada timbulnya gangguan psikologis berupa stress kerja. Pekerjaan duduk monoton tanpa adanya variasi gerakan yang terjadi dalam jangka waktu lama, akan menimbulkan gangguan mental berupa kebosanan atau kelelahan mental. kebosanan akan berakibat pada motivasi kerja dan menurunnya produktivitas. Jika hal itu tidak dapat segera dikendalikan maka akan menimbulkan gangguan psikologis berupa stress kerja.

Untuk mengurangi stress yang diakibatkan oleh pekerjaan duduk monoton dapat dilakukan dengan rotasi kerja, yakni rotasi dilakukan untuk mengurangi kejenuhan tenaga kerja pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan. Stress kerja sendiri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.


(44)

commit to user D. Kerangka Pemikiran

Bagan 1. Kerangka pemikiran Menurunkan motivasi kerja

Stress Kerja

Faktor Eksternal :

a. Beban Kerja

b. Hubungan Kerja

c. Lingkungan Kerja

1. Kebisingan

2. Debu

3. Getaran

4. Iklim Kerja

5. Penerangan

d. Organisasi Kerja

1. Jam Kerja

2. Jam Istirahat

3. Rotasi Kerja

Faktor internal :

a. Usia

b. Jenis Kelamin

c. Status Gizi

d. Kondisi

Kesehatan

e. Keadaan

Psikologis

f. Konflik peran

g. Peran ganda

Tidak ada variasi gerakan, dalam jangka waktu lama

Timbul gangguan psikologis berupa kebosanan/ kelelahan

mental Pekerjaan duduk monoton


(45)

commit to user E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada Pengaruh Rotasi Kerja

pada Pekerjaan Batik Tulis terhadap Stress Kerja Pekerja Wanita di Industri Batik Tulis Brotoseno Desa Kliwonan Masaran Sragen


(46)

commit to user BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan crossectional, dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Arief, 2004). Jadi dalam penelitian ini semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama.

B. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Industri Batik Brotoseno Desa Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen mulai Bulan November 2010 – Juni 2011

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan kelompok subjek, dapat berupa manusia, hewan percobaan, data laboratorium dan lain-lain yang ciri-cirinya akan diteliti (Arief, 2004)

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan yaitu seluruh tenaga kerja wanita industri rumah tangga batik tulis Brotoseno, desa Kliwonan Masaran Sragen. Jumlah tenaga kerja wanita keseluruhannya adalah 203 terdiri 76 tenaga kerja tetap dan 127 tenaga kerja borongan.


(47)

commit to user D. Teknik Sampling.

Sampel adalah hasil pemilihan subjek dari populasi untuk memperoleh karakteristik populasi (Arief, 2004)

Pengambilan sampel melalui teknik random sampling dengan restriksi. Menurut Murti (2006), restriksi yaitu metode untuk membatasi subjek penelitian menurut kriteria tertentu pada populasi target (populasi sasaran), maka diperoleh populasi sumber (populasi yang merupakan himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan subjek penelitian). Selanjutnya dilakukan random sampling sehingga diperoleh sampel penelitian.

E. Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah tenaga kerja wanita tetap bagian batik tulis, dari restriksi kemudian dilakukan pembatasan populasi target dengan kriteria sebagai berikut :

1.Usia : 20-40 tahun

Usia memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah 40 tahun dengan indicator adrenalin dan tekanan darah, dinyatakan bahwa kelompok usia lebih dari 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja. Sehingga sampel penelitian ini


(48)

commit to user

dibatasi berusai 20-40 tahun supaya stress kerja yang terjadi bukan karena faktor usia.

2.Tidak sedang sakit.

Ada beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi Stress, penyakit tersebut antara lain; penyakit jantung, gangguan ginjal, asma, tekanan darah tinggi > 130/90 dan tekanan darah rendah 110/70 – 120/80 dalam kondisi tidak hamil.

3.Masa kerja lebih dari 5 tahun.

Mempunyai keterampilan dan kemampuan kerja yang sama terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dan keahlian seseorang.

4.Waktu kerja 8 jam sehari

Tenaga kerja berada di satu tempat kerja dengan waktu kerja yang sama. Setelah dilakukan pembatasan pada populasi target dengan restriksi, maka diperoleh populasi sumber sejumlah 42 orang. Dari jumlah tersebut kemudian dilakukan random sampling sehingga diperoleh sampel sebanyak 30 tenaga kerja wanita.


(49)

commit to user F. Rancangan Penelitian

Bagan 2 Skema Desain Penelitian

Random sampling Populasi umum n=203 pekerjaan m o Kelompok I n=15 Kelompok II n=15

Stress Kerja Stress Kerja

Kriteria :

Usia 20-40 tahun, Tidak sedang sakit, Masa kerja lebih dari 5 tahun. Lama kerja 8

jam sehari Sesuai kriteria n=42

Kelompok I

Stress Kerja Kelompok II Stress Kerja Tidak di r o t Perlakuan rotasi kerja , adap PRE Mann-Whitney POST Mann-Whitney Sampel n=30 Populasi target n=76


(50)

commit to user Keterangan :

= Menggunakan uji Mann-Whitney

= Perlakuan pada sampel

G. Rancangan Perlakuan Rotasi Kerja

H. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen variable), variabel terikat (dependen variabel) dan variabel pengganggu.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas atau variabel independen yang diukur adalah pekerjaan duduk monoton dan rotasi kerja.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat atau variabel dependen dalam penelitian ini adalah stress kerja.

3. Variabel Penganggu

a) Variabel pengganggu terkendali dalam penelitian ini meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, kondisi kesehatan, waktu kerja dan beban kerja.

Nyanthing

(Memberi lilin)

(2 jam)

Nolet

(Memberiwarna)

(2 jam)

Istirahat 1 jam

Nyanthing

(Memberi lilin)

(1,5 jam)

Nolet

(Memberiwarna)


(51)

commit to user

b) Variabel pengganggu tidak terkendali dalam penelitian ini meliputi, status gizi, keadaan psikologis, konflik peran, peran ganda, hubungan kerja dan lingkungan kerja.

Bagan 3 Kerangka Variabel

I. Definisi Operasional Variabel 1.Rotasi Kerja

Rotasi kerja adalah perpindahan tenaga kerja dari pekerjaan sebelumnya yaitu nyanting (statis) ke posisi pekerjaan yang mempunyai tingkat level yang sama/beban kerja yang sama yaitu pekerjaan nolet (dinamis).

Alat ukur : Checklist

Kategori : Rotasi dan tidak rotasi Skala Pengukuran : Nominal

Variabel bebas : Rotasi Kerja

Variabel Terikat: Stress Kerja

Variabel penganggu :

a. Terkendali

1) Usia

2) Masa kerja

3) Jenis kelamin

4) waktu kerja

5) Kondisi kesehatan

6) Beban Kerja

b. Tidak Terkendali

1) Status gizi

2) Keadaan Psikologis

3) Konflik peran

4) Peran ganda

5) Hubungan kerja


(52)

commit to user 2.Stress Kerja

Stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang dimana dia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuan menyesuaikan diri terhadap suatu tuntutan yang diakibatkan karena pekerjaan.

Alat ukur : Kuesioner penilaian stress kerja dengan scoring Cara mengukur : Membagikan kuesioner pada dua kelompok tenaga

kerja yang mendapat perlakuan yang berbeda, pemberian kuesioner dilakukan sebelum memberi perlakuan dan sesudah memberi perlakuan. sebelum membagikan kuesioner terhadap tenaga kerja peneliti menjelaskan terlebih dahulu cara pengisian dan lembar persetujuan sebagai responden. Kemudian menjumlah skor setiap tenaga kerja dari kuesioner yang telah diisi oleh tenaga kerja dan mengelompokkan total skor kedalam kriteria stress kerja

Hasil : 140 – 175 : Stress tingkat rendah 105 – 139 : Stress tingkat sedang 70 – 104 : Stress tingkat tinggi 35 – 69 : Stress tingkat sangat tinggi Skala Data : Interval


(53)

commit to user 3.Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah istilah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan secara biologis, dan dibawa sejak lahir dengan sejumlah sifat yang diterima dari orang sebagai karakteristik laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini jenis kelamin dikendalikan yaitu jenis kelamin wanita.

Alat ukur : Lembar isian data Hasil pengukuran : Laki-laki dan Wanita Skala pengukuran : Nominal

4.Usia

Usia adalah jumlah hari, bulan, tahun, yang telah dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tenaga kerja dilakukan wawancara yang tertera pada kartu tanda penduduk. Dalam penlitian ini usia dikendalikan yaitu 20-40 tahun.

Alat ukur : Lembar isian data Hasil pengukuran : tahun

Skala pengukuran : rasio 5.Masa Kerja

Masa kerja adalah waktu yang dihitung mulai dari tenaga kerja bekerja pada pekerjaan batik tulis dan tempat batikan. Dalam penelitian ini masa kerja dikendalikan yaitu > 5 tahun.

Alat ukur : Lembar isian data Hasil pengukuran : tahun


(54)

commit to user Skala pengukuran : rasio

6.Penerangan

Penerangan adalah sumber cahaya yang mengenai permukaan suatu benda yang menyebabkan terang kemudian berkontraksi dengan alat penglihatan sehingga dapat melihat. Sumber penerangan dapat berupa penerangan alami atau penerangan buatan.

Alat Ukur : Lux MeterANA 999

Satuan : Lux

Skala pengukuran : Rasio 7.Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat menganggu tenaga kerja.

Alat Ukur : Sound Level Meter merk RION

Satuan : dB

Skala pengukuran : Interval 8.Iklim Kerja

Iklim kerja adalah kombinasi antara suhu udara, kelembapan udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi.

Alat Ukur : Area Heat Stress Monitor Satuan : 0C

Skala pengukuran : Interval 9.Status Gizi


(55)

commit to user

Status gizi adalah keadaan gizi tenaga kerja yang diukur dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh tiap pekerja.

Alat ukur : Meteran Tinggi Badan dan Timbangan Berat Badan. Hasil pengukuran : Kurus, Normal, Berat Berlebih, Obesitas.

Skala pengukuran : Ordinal

J. Alat dan Bahan Penelitian

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian yang dilaksanakan di industri Batik Tulis Brotoseno antara lain sebagai berikut :

1. Bahan

a. Kuesioner untuk tenaga kerja agar mengetahui karakteristik responden mengenai : usia, masa kerja, jenis kelamin.

b. Kuesioner Stress Kerja, untuk mengukur stress kerja pada tenaga kerja

c. Form pengukuran penerangan dengan Lux Meter

d. Form pengukuran suhu ruangan dengan Area Heat Stress Monitor e. Form pengukuran kebisingan dengan Sound Level Meter

2. Alat

a. Lux Meter, untuk mengukur intensitas penerangan umum pada lokasi industri batik tulis Brotoseno

b. Area Heat Stress Monitor, untuk mengukur iklim kerja tempat kerja pada industri batik tulis Brotoseno


(56)

commit to user

c. Sound Level Meter, untuk mengukur intensitas kebisingan tempat kerja pada industri batik tulis Brotoseno.

d. Alat tulis, berupa bolpoint/pena, untuk menulis data hasil penelitian yang telah di peroleh

e. Alat dokumentasi, berupa kamera untuk mendokumentasikan hasil penelitian yang telah dilakukan di industri batik tulis

K. Cara Kerja Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian di Industri Batik Tulis ini adalah :

1.Wawancara menggunakan kuesioner atau checklist, dilakukan secara langsung oleh peneliti kepada responden, lembar diisi oleh peneliti.

2.Pengukuran keadaan fisik lingkungan kerja dengan menggunakan alat ukur seperti lux meter, heat stess area monitor dan sound level meter oleh peneliti langsung.

3.Pengukuran stress kerja dengan menggunakan kuesioner stress kerja dengan scoring dari HSE 2000 (Lampiran 1)

4.Mengolah dan menganalisa data penelitian 5.Menyusun laporan

6.

L. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :


(57)

commit to user 1. Editing

Pada tahapan ini data yang telah terkumpul dikoreksi kembali untuk mengetahui kesalahan yang ada.

2. Coding

Merupakan tahapan untuk menghasilkan data menurut variabel penelitian yang ada. Coding digunakan untuk mempermudah dalam proses tabulasi dan analisa data selanjutnya.

3. Entry

Memasukkan data penelitian kedalam program komputer untuk dilakukan pengolahan data.

4. Tabulating

Data yang sudah melalui tahapan coding selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah disiapkan dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabel statistik deskriptif.

5. Analisa Data

Analisis data yang digunakan adalah uji statistik non parametrik. Uji statistik non parametrik adalah uji untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata antar dua kelompok. Uji Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari suatu parameter dari dua sampel yang independent (Riwidikdo, 2008).

Intepretasi hasil uji Mann-Whitney dengan program SPSS (Statistic Product and Service Solution) Versi 16.0 adalah :


(58)

commit to user

1)Jika P value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan 2)Jika P value > 0,01 - ≤ 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan 3)Jika p value≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan (Hartono, 2010)


(59)

commit to user BAB IV

HASIL

A. Gambaran Umum Tempat kerja

1.Profil Industri Batik Tulis Brotoseno

Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno merupakan industri perorangan yang dikelola sendiri dan dengan modal sendiri. Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno bergerak dalam bidang sektor informal yang menghasilkan barang kerajinan berupa kain batik dengan berbagai motif, pakaian jadi dengan berbagai model untuk pria maupun wanita dan anak-anak. Selain itu industri rumah tangga batik tulis Brotoseno juga memproduksi kaos bermotif batik dan aksesoris yang bermotif batik.

Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno berawal dari usaha rumahan yang dijalankan oleh bapak Soeparjan pada tahun 1975 dengan usaha keras dan tidak kenal menyerah walaupun dilanda krisis ekonomi batik Brotoseno bisa tetap survive dan tidakterhempas badai krisis ekonomi. Tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 1997 oleh bapak Soeparjan diserahkan kepada putranya yaitu bapak H. Eko Suprihono, SE yang selanjutnya dibawah pemimpin baru ini industri rumah tangga batik tulis Brotoseno lebih agresif dapat dilihat dari banyaknya pameran-pameran yang diikuti, baik pameran-pameran skala daerah, nasional maupun pameran dengan skala internasional. Pameran rutin yang dilakukan antara lain Gelar Batik Nusantara, INACRAFT, ICRA, dan Adiwastra Nusantara.


(60)

commit to user

Hasil produksi dari industri rumah tangga batik tulis Brotoseno setiap bulan untuk batik tulis sebanyak 1500 potong, untuk batik kombinasi dihasilkan 5000 potong perbulan, sedangkan untuk batik handprinting dihasilkan 13.000 meter perbulan.

Penjualan dilakukan pada tiga tempat yakni pada dua showroom yang terletak di Sragen tepatnya Jl. Raya Solo - Sragen Km. 18 Jawa Tengah no telp (57282), (0271)661225, di Jakarta tepatnya Ruko Medical A.1 Jl. Pondok Kelapa Raya Jakarta Timur No telp. (13450) (021)86904304 dan di rumah yang sekaligus digunakan sebagai pabrik tepatnya terletak di desa Kuyang Kliwonan Masaran Sragen.

Selain pemasaran yang dilakukan melalui dua showroom dan di rumah, pemasaran juga dilakukan melalui internet tujuannya adalah pasar luar negeri. Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno juga melayani pemesanan dalam jumlah banyak. Selain itu juga melayani pembelian dalam bentuk grosir maupun eceran. Industri rumah tangga batik tulis Botoseno juga melayani kerjasama dengan industri batik lainnya, serta membuka program belajar membatik yang bertujuan untuk melestarikan budaya batik di Indonesia.

Seperti yang telah dibahas di atas industri rumah tangga batik tulis Brotoseno juga melayani pemesanan dalam jumlah besar yang berpengaruh terhadap omset dan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno memiliki tiga macam tenaga


(61)

commit to user

kerja, yaitu tenaga kerja tetap, tenaga kerja borongan dan mitra dari industri lain.

Waktu kerja tenaga kerja di industri rumah tangga batik tulis Brotoseno untuk tenaga kerja tetap adalah mulai pukul 08.00-16.00 WIB dengan istirahat satu jam kerja yakni pada pukul 12.00-13.00 WIB. Dalam satu minggu terhitung 6 hari kerja yaitu dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Sedangkan, untuk tenaga kerja borongan waktu kerja tidak tentu, karena sebagian banyak tenaga kerja membawa pulang pekerjaannya dan dikerjakan di rumah masing-masing.

2.Tenaga Kerja

Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno memiliki 203 tenaga kerja wanita yang terdiri dari 76 tenaga kerja tetap dan 127 tenaga kerja borongan.

Tenaga kerja di industri rumah tangga batik tulis Brotoseno sebagian besar berasal dari masyarakat sekitar khususnya untuk tenaga kerja tetap, sedangkan untuk tenaga kerja borongan sebagian besar berasal dari luar daerah.

Upah yang diterima tenaga kerja bermacam-macam. Untuk tenaga kerja tetap upah diberikan secara harian, namun pemberian upah dilakukan tiap satu minggu sekali. Sedangkan untuk tenaga kerja borongan pemberian upah berdasarkan pada per potong kain yang telah dikerjakan.


(62)

commit to user

Dalam melaksankan pekerjaannya sebagai pembatik tulis banyak melakukan pekerjaan dengan posisi kerja yang tidak ergonomis dan monoton, yaitu bekerja dengan posisi duduk menggunakan dingklik yang tingginya 20 cm. Jarak antara tenaga kerja yang saling berdekatan dengan alasan menghemat biaya untuk penyediaan kompor dan wajan. Satu kompor dan wajan digunakan oleh 6 tenaga kerja, sehingga membatasi gerak tenaga kerja, selain itu pekerjaan membatik tulis juga menuntut tenaga kerja untuk melakukan gerakan yang monoton dengan posisi kerja duduk yang tidak ergonomis dengan waktu yang sangat lama yaitu selama 7 jam sehari dan keadaan tersebut telah berlangsung bertahun-tahun sesuai dengan masa kerja masing-masing tenaga kerja.

Tenaga kerja bagian nolet pekerjaan dapat dilakukan dengan duduk maupun berdiri dan bergeser ke kanan dan ke kiri. Pekerjaan nolet dilakukan di atas meja yang berukuran panjang 2,45 m dan lebar 1,22 m. Satu meja kerja dikerjakan oleh 4-5 tenaga kerja tergantung dari motif batikan.

Tenaga kerja bagian penggodogan kain yang bertujuan untuk penghilangkan malam yang menempel pada kain dan proses pewarnaan dilakukan dalam ruangan tersendiri yang masih bersebelahan dengan bagian nolet dan batik tulis. Tenaga kerja bagian penggodokan semuanya berjenis kelamin laki-laki.

Tenaga kerja bagian batik cap semuanya berjenis kelamin laki-laki. Pekerjaan pada bagian batik cap dilakukan dengan berdiri. Pekerjaan


(63)

commit to user

dilakukan dengan meratakan cairan warna diatas mika berpola yang diletakkan diatas kain mori yang terbentang sepanjang meja. Dalam melaksankan pekerjaan batik cap satu meja kerja dikerjakan oleh 4 sampai 6 tenaga kerja laki-laki.

3.Bahan Baku yang Digunakan

Pada proses pembuatan batik tulis di industri rumah tangga batik tulis Brotoseno, digunakan bahan baku berupa kain mori dengan berbagai macam kualitas. Kain mori ini dibeli masih dalam gulungan panjang kemudian diolah dan dipotong-potong sesuai kebutuhan. Bahan lainnya yaitu berupa malam, paraffin, dan zat warna teksil.

Bahan baku pendukung yang dibutuhkan dalam pembuatan batik tulis dan batik cap adalah minyak tanah dan kayu bakar.

Gambar 1 Malam dan Paraffin (Sumber : Data Primer, 2011)


(64)

commit to user Gambar 2 Kain Mori (Sumber : Data Primer, 2011)

Gambar 3 Pewarna Tekstil (Sumber : Data Primer, 2011)

4.Peralatan yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dan tersedia dalam proses pembuatan batik tulis dan batik cat pada industri rumah tangga batik tulis Brotoseno ini adalah sebagai berikut :


(65)

commit to user a. Batik Tulis

1) Gawangan

Gawangan ialah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan dibuat dari bahan kayu, atau bambu. Gawangan berukuran panjang 100 cm dan tingginya 76 cm. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa, sehingga mudah dipindah-pindah, tetapi harus kuat dan ringan.

Gambar 4 Gawangan (Sumber : Data Primer, 2011) 2) Bandul

Bandul dibuat dari timah, atau kayu, atau batu yang dikantongi. Fungsi pokok bandul ialah untuk menahan mori yang baru dibatik agar tidak mudah tergeser ditiup angin, atau tarikan pembatik secara tidak sengaja.

3) Wajan.

Wajan adalah perkakas untuk mencairkan malam (lilin untuk membatik). Wajan dibuat dari logam baja, atau tanah liat. Wajan


(66)

commit to user

sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa mempergunakan alat lain. Oleh karena itu wajan yang dibuat dari tanah liat lebih baik dari pada yang dari logam, karena tangkainya tidak mudah panas. Tetapi wajan tanah liat agak lambat memanaskan malam.

Gambar 5 Wajan

(Sumber : Data Primer, 2011) 4) Kompor minyak tanah

Kompor yang digunakan berbahan dasar minyak tanah. Kompor adalah alat perapian sebagai pemanas malam.


(67)

commit to user Gambar 6 Kompor (Sumber : Data Primer, 2011) 5) Taplak.

Taplak ialah kain untuk menutup paha pembatik supaya tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup, atau waktu membatik. Taplak biasanya dibuat dari kain bekas.

Gambar 7 Taplak/Kain Bekas (Sumber : Data Primer, 2011) 6) Saringan malam.

Saringan ialah alat untuk menyaring malam panas yang banyak kotorannya. Jika malam disaring, maka kotoran dapat dibuang, Kompor


(68)

commit to user

sehingga tidak mengganggu jalannya pada cucuk canting sewaktu dipergunakan untuk membatik.

7) Dingklik.

Merupakan alat duduk pembatik yang terbuat dari bahan kayu. Tinggi duduk 20 cm, lebar duduk 35 cm, panjang duduk 32 cm, sedangkan tinggi sandaran 23 cm panjang sandaran 29 cm, dan lebar sandaran 12 cm. Pada saat digunakan biasanya ditambah dengan bantal kecil.

Gambar 8 Dingklik (Sumber : Data Primer, 2011) 8) Canting.

Canting merupakan alat utama untuk membatik yang menentukan apakah hasil pekerjaan itu dapat disebut batik, atau bukan batik. Canting digunakan untuk menulis, membuat motif-motif batik yang diinginkan. Alat Canting terbuat dari tembaga.


(69)

commit to user Gambar 9 Canting (Sumber : Data Primer, 2011)

b. Batik Cap 1) Meja

Meja yang digunakan terbuat dari kayu dengan tinggi 100 cm dan lebar 200 cm dan panjangnya sesuai dengan panjang kain.

Gambar 10 Meja Batik Cap (Sumber : Data Primer, 2011) 2) Kayu perata pewarna

Kayu ini digunakan untuk meratakan zat pewarna tekstil untuk pewarnaan pada batik cap. Panjang kayu 150 cm.


(70)

commit to user

Gambar 11 Kayu Perata Zat Warna pada Batik Cap (Sumber : Data Primer, 2011)

3) Motif mika

Motif mika merupakan motif yang sudah tertera pada mika yang digunakan untuk memberi warna pada batik cap.

Gambar 12 Pola Mika untuk Batik Cap (Sumber : Data Primer, 2011)

5.Proses Kerja Industri Batik Tulis Brotoseno Proses Pembuatan batik tulis ada beberapa tahapan : a. Tahap Persiapan


(71)

commit to user

1) Kompor dan wajan berisi malam harus sudah siap untuk mulai membatik. malam harus sempurna cairnya (malam tua) supaya lancar keluarnya melalui cucuk canting dan dapat meresap dengan sempurna dalam mori. Api dalam kompor harus dijaga tetap kecil, karena berbahaya kalau api naik keatas wajan dan membakar malam dalam wajan.

2) Mori yang sudah dipersiapkan harus telah berbeda di atas Gawangan dekat kompor. Pembatik duduk diantara gawangan dan kompor. Gawangan berdiri di sebelah kiri dan kompor di sebelah kanan pembatik.

3) Setelah semuanya siap selanjutnya pembatik memegang canting. Cara memegang canting berbeda dengan cara memegang pensil, atau bolpoint untuk menulis. Perbedaan itu terletak pada ujung cucuk canting bentuknya melengkung dan berpipa besar, sedang pensil atau bolpoin lurus. Memegang canting menggunakan ujung-ujung ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah seperti memegang pensil untuk menulis, tetapi tangkai canting horizontal. Posisi canting demikian itu untuk menjaga agar malam dalam nyamplungan tidak tumpah.

4) Pembatik menciduk/mengambil malam mendidih dari wajan dengan canting kemudian dibatikan di atas mori. Sebelum dibatikan canting ditiup lebih dahulu. Cara meniup pun dengan cara tertentu, agar malam dalam nyaplungan tidak tumpah pada


(1)

commit to user

dengan kelompok II setelah dilakukan perlakuan diperoleh nilai p<0,05 (pada tabel 21).

Berdasarkan nilai signifikansi sebelum dilakukan perlakuan p>0,05 maka dapat disimpulkan skor stress sebelum dilakukan perlakuan tidak signifikan artinya tidak ada perbedaan skor stress antara kelompok I dengan kelompok II. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pekerja pada dua kelompok sama, stress yang dialami bukan karena faktor-faktor dari luar pekerjaan melainkan karena beban kerja yang mereka terima. Sedangkan nilai signifikasi setelah dilakukan perlakuan p<0,05 maka dapat disimpulkan skor stress setelah dilakukan perlakuan signifikan artinya terdapat perbedaan skor stress antara kelompok I dengan kelompok II. Terjadi penurunan tingkat stress setelah dilakukan rotasi kerja hal ini menunjukkan perubahan kondisi psikologis tenaga kerja. Manfaat rotasi kerja dapat mengurangi rasa jenuh dan lelah pada rutinitas pekerjaan sehingga suasana kerja menjadi nyaman. Dengan suasana kerja yang nyaman tenaga kerja dapat terhindar dari stress kerja.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Oktarina (2009) mengenai perbedaan tingkat stress kerja antara tenaga kerja yang dirotasi dengan tenaga kerja yang tidak di rotasi di PT.PGEI. Ada perbedaan tingkat stress antara tenaga kerja yang dirotasi dengan tenaga kerja yang tidak dirotasi. Dengan pengukuran sebelum dan sesudah kerja.


(2)

commit to user

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jacinta F Rini dalam Oktarina (2009) mengenai stress kerja ditempat kerja, Rotasi kerja bahwa rotasi antar karyawan di tempat kerja dapat menghindari terjadinya stress kerja

2. Analisis Berdasarkan Kriteria Tingkat Stress.

Mengurangi stress kerja akibat pekerjaan monoton dapat dilakukan dengan rotasi kerja. Sutrisno menyatakan bahwa rotasi kerja dilakukan untuk mengurangi kejenuhan pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan.

Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh tingkat stress kerja tenaga kerja yang pada kelompok yang tidak dirotasi pengukuran sebelum dan sesudah hasilnya sama yaitu stress tingkat sedang dan stress tingkat tinggi. Sedangkan untuk kelompok yang dirotasi sebelum dilakukan rotasi kerja tenaga kerja mengalami stress tingkat sedang adalah 93.3%, stress tingkat tinggi 6.67 %. Kemudian pengukuran yang dilakukan setelah rotasi kerja tenaga kerja yang mengalami stress tingkat sedang menjadi 46.67%, stress tingkat rendah yang mulanya tidak ada menjadi 53,3% dan tidak ada yang mengalami stress tingkat tinggi

Dari hasil tersebut dapat diketahui pada kelompok yang dirotasi mengalami penurunan tingkat stress kerja yakni dari tingkat stress sedang menjadi tingkat stress rendah. Hal ini munjukkan bahwa manfaat dari perlakuan rotasi kerja dapat mengurangi rasa lelah dan jenuh pada rutinitas dan tuntutan pekerjaan yang membosankan, sehingga tercipta suasana


(3)

commit to user

kerja yang nyaman. dengan suasana yang nyaman atau tidak monoton pada tenaga kerja dapat terhindar dari stress kerja tingkat tinggi atau sangat tinggi.

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Oktarina (2009) mengenai perbedaan tingkat stress kerja antara tenaga kerja yang dirotasi dengan tenaga kerja yang tidak dirotasi di PT.PGEI. Tingkat stress kerja pada kelompok sampel yang tidak dirotasi lebih tinggi dibandingkan pada kelompok sampel yang dirotasi. Pada bagian yang tidak dirotsai tenaga kerja yang mengalami stress kerja sebesar 73.33 % sedangkan tenaga kerja yang dirotasi yang mengalami stress kerja adalah 46.67%.


(4)

commit to user BAB VI PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Industri rumah tangga batik tulis Brotoseno dengan rangkaian proses produksi dan karakteristik sampel yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, dan gizi kerja tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kedua kelompok sampel yang diteliti, hal tersebut berdasarkan hasil uji

Mann-Whitney terhadap keempat variabel tersebut menunjukkan hasil

yang tidak signifikan (p>0.05)

2. Faktor lingkungan fisik berupa kebisingan, penerangan, dan iklim kerja pada kedua lokasi penelitian tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada kedua kelompok sampel yang diteliti, hal tersebut berdasarkan hasil

uji Mann-Whitney terhadap ketiga variabel tersebut menunjukkan hasil

yang tidak signifikan (p>0.05).

3. Faktor lingkungan fisik penerangan rata-rata pada bagian batik tulis 279

lux dan bagian nolet 248.93 lux berdasarkan strandar yang dianjurkan untuk pekerjaan menulis minimal 300 lux. Faktor lingkungan fisisk penerangan masih kurang dari standar yang dianjurkan sehingga mengganggu kenyaman dalam bekerja.


(5)

commit to user

4. Penurunan prosentase tingkat stress kerja setelah dilakukan rotasi kerja : a. Stress tingkat sangat tinggi, tidak ada yang mengalami stress tingkat

sangat tinggi

b. Stress tingkat tinggi turun sebanyak 13.34% c. Stress tingkat sedang turun sebanyak 18.33 % d. Stress tingkat rendah naik sebanyak 26.67 %

5. Ada pengaruh yang signifikan antara rotasi kerja dengan stress kerja pada dua kelompok tenaga kerja dengan uji Mann- Whitney nilai p value = 0.03 (0.03<0.05)

6. Rotasi kerja rotasi kerja dapat mengurangi rasa lelah dan jenuh pada rutinitas dan tuntutan pekerjaan yang membosankan, sehingga tercipta suasana kerja yang nyaman. dengan suasana yang nyaman atau tidak monoton pada tenaga kerja dapat terhindar dari stress kerja tingkat tinggi atau sangat tinggi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Sebaiknya meningkatkan intensitas penerangan yang ada dengan cara memanfaatkan penerangan buatan yang sudah ada agar sesuai dengan standar yang dianjurkan agar mengurangi kelelahan dan meningkatkan kenyamanan dalam bekerja.


(6)

commit to user

2. Sebaiknya dilakukan rotasi kerja dalam melaksanakan pekerjaan sehingga mengurangi kejenuhan yang berdampak pada stress kerja. Desain rotasi kerja :

3. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya memperhatikan faktor psikologis, konflik peran dan peran ganda yang mempengaruhi stress kerja tenaga kerja

Nyanting (Memberi lilin)

2 jam

Nolet 2 jam

Istirahat 1 jam

Nyanting (Memberi lilin)

1.5 Jam

Nolet 1.5 Jam