Metode Iterasi untuk menyelesaikan persamaan diferensial secara analitis.

(1)

ABSTRAK

Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Metode Iterasi Untuk Menyelesaikan Persamaan Diferensial Secara Analitis. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Berbagai persoalan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari melibatkan model matematika. Salah satu konsep dari ilmu matematika yang berperan penting dalam kehidupan adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui maupun konstanta yang tidak diketahui. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan satu variabel bebas disebut persamaan diferensial biasa. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan lebih dari satu variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait persamaan diferensial biasa maupun parsial. Metode iterasi adalah metode yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mencari nilai pendekatan dari solusi analitis. Salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa secara analitis adalah metode iterasi Picard atau dapat disebut juga metode Successive Approximations. Metode iterasi variasional dapat pula digunakan dengan cara analitis untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa maupun parsial.

Metode iterasi Picard memiliki solusi yang menghasilkan nilai solusi eksak (sebenarnya) dan memerlukan perkiraan (tebakan) awal pada solusi tersebut. Solusi dari metode ini membentuk sebuah barisan fungsi. Metode iterasi variasional dikerjakan dengan cara merumuskan masalah nilai awal dan membentuk sebuah fungsi koreksi menggunakan pengali Lagrange sehingga dapat ditentukan solusinya. Konsep dasar dari metode iterasi variasional adalah pengali Lagrange umum, kondisi stasioner, dan variasi terbatas.


(2)

ABSTRACT

Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Iteration Methods for Solving Differential Equations Analytically. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

Several problems in daily life involve mathematics models. One of mathematical science concepts which takes an important role in daily life is differential equation. It is an equation which contains the derivatives of one or more unknown functions or constant. If the derivatives of the function involve one independent variable, it is called ordinary differential equation. If the derivatives of the function involve more than one independent variables it is called partial differential equation.

There are many methods which can be used to solve problems related to ordinary differential equations or partial differential equations. The iteration method is a method done repeatedly in order to gain the approximation value of an exact solution. Thus, it is suitable to solve differential equations. One of the methods used to solve ordinary differential equation analytically is Picard’s method of iteration or method of Successive Approximations. The variational iteration method can also be used to solve ordinary differential equations and partial differential equations analytically.

Picard’s method of iteration has a solution which yields an exact solution value and requires an initial approximation for that solution. The solution of this method forms a sequence of functions. The variational iteration is done by formulating the initial value problems and forms a correction function using the Lagrange multiplier, so the solution is obtained. The basic concept of this iteration of the variational method is the general Lagrange multiplier, stationary condition and restricted variations.


(3)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

Paskalia Siwi Setianingrum

NIM.111414032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(4)

EISZ pn{ y {pE6uz; '{I'qd "as'qtsl

1ru'$'S

tsuqinnl4J rpng

: qelo

SIIITYNV

YUYJff

S

lYISNSUfl

frI(I

NYYI{VSUTd

NYXIYS

fl

f

TANfl

IAI

XOINO

ISYU

trII

ff OO

I

fl IAI

ISdIUTS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

epu>p{Eo; eurra{11l €t€ircS seps.re Iufl u€+plprred nury uep uunm8es

s{nrpd

SI0Z 1eH 17\rc4eAfroa

ep-EEuy 4aAEuV u1o€Suv

SIOZ I

tfnEue6 earw4 imdop rp unlusqgxed;p qelel

T$FIFII

I:ruIN

um€uruenes I^{S eqe:ped

qelo sgntlp uep uu4derredl6

SIIITYNVYWJflSTYTSNflUUJTA

.'

.

.-,


(6)

" ssnBc'c'J

-'Eurl.4.red. p>lEuusd pdepusru {erpeq er ue8rmqnq unrues rrralep rdrrrel

?,{uurq rue1e nu{I nrap rmo'uoase epedel Euegurndueru lrrp uqqepuenrrr ueua{req Euues "J

'a[4?rueFur rrpp ntr?r

q€I€p?

) Eunuq nuF rrBp rutrll pBp ntr€r rl€lsp? 3)lr1elue]"I^tr

'1e8u.ue{ Vo11lorzp p:ergdsul %lLteVW

S'fl'I'N'TI'f

'qInS qD{srufs rssn$s undryseur sl1ra1er{esn

sEsxns

-

sleprrBl^l uosleN

-'plrol\ sq; e8ueqe ol esn uuc e r uodee,r ggremod Nour eql $ uor1ecnpg

OIIOru

NY'IIY,TYII

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(7)

n4y+y rsttt7touraur &uofr, rryonft so1t6 VryaX Buag

ul:u+J u'ap uohunErry 'aoy u.tyt"tagu.au Bunfr,

og4tnl

nyngI uryo n4qntrng

nryfrwffiauyualu ryqJ"s fruon qrolt7 u-purl& uEl srysrry snsaft uuAn!, Un4wtrur xdr.rTs

ualwguasnfnV

TFuV aurual uqo n4nfr,s an)tgnuaduohuag1


(8)

SI0Z

len

IZ qs$s{Bdaof

ltelury u{rr:1eImp,{q uueuruEaqes

qe$nd

uednn{ urelsp uulpnqeqp

qep

8ue{ Irgncq 1ne1 Euerc

efna ueIEEq

nep

errq

}amr'Iu {ep$

tq

s{nl e,(cs Euer rsduxs

"

{q?q eduqnaEunses ueEuep nerppfuem efeg

YAUYI

N\ilTSYDT NYYIYANf,

f,d

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(9)

ABSTRAK

Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Metode Iterasi Untuk Menyelesaikan Persamaan Diferensial Secara Analitis. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Berbagai persoalan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari melibatkan model matematika. Salah satu konsep dari ilmu matematika yang berperan penting dalam kehidupan adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui maupun konstanta yang tidak diketahui. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan satu variabel bebas disebut persamaan diferensial biasa. Jika turunan fungsi tersebut melibatkan lebih dari satu variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan terkait persamaan diferensial biasa maupun parsial. Metode iterasi adalah metode yang dilakukan secara berulang-ulang untuk mencari nilai pendekatan dari solusi analitis. Salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa secara analitis adalah metode iterasi Picard atau dapat disebut juga metode Successive Approximations. Metode iterasi variasional dapat pula digunakan dengan cara analitis untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa maupun parsial.

Metode iterasi Picard memiliki solusi yang menghasilkan nilai solusi eksak (sebenarnya) dan memerlukan perkiraan (tebakan) awal pada solusi tersebut. Solusi dari metode ini membentuk sebuah barisan fungsi. Metode iterasi variasional dikerjakan dengan cara merumuskan masalah nilai awal dan membentuk sebuah fungsi koreksi menggunakan pengali Lagrange sehingga dapat ditentukan solusinya. Konsep dasar dari metode iterasi variasional adalah pengali Lagrange umum, kondisi stasioner, dan variasi terbatas.


(10)

viii

ABSTRACT

Paskalia Siwi Setianingrum, 2015. Iteration Methods for Solving Differential Equations Analytically. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

Several problems in daily life involve mathematics models. One of mathematical science concepts which takes an important role in daily life is differential equation. It is an equation which contains the derivatives of one or more unknown functions or constant. If the derivatives of the function involve one independent variable, it is called ordinary differential equation. If the derivatives of the function involve more than one independent variables it is called partial differential equation.

There are many methods which can be used to solve problems related to ordinary differential equations or partial differential equations. The iteration method is a method done repeatedly in order to gain the approximation value of an exact solution. Thus, it is suitable to solve differential equations. One of the methods used to solve ordinary differential equation analytically is Picard’s method of iteration or method of Successive Approximations. The variational iteration method can also be used to solve ordinary differential equations and partial differential equations analytically.

Picard’s method of iteration has a solution which yields an exact solution value and requires an initial approximation for that solution. The solution of this method forms a sequence of functions. The variational iteration is done by formulating the initial value problems and forms a correction function using the Lagrange multiplier, so the solution is obtained. The basic concept of this iteration of the variational method is the general Lagrange multiplier, stationary condition and restricted variations.


(11)

un6urueqos 1,trls €{€{sed

ue4upfuoru EueI

9I0Z IoW 17 p88uelupe4

qrwle,$o1 ry lenqrq

'edureueqss ueEuep pnq e.&s Eue.{

pl treep.(rued

u€pgruog 'srpued reEeqes e,{es euruu ue>lum}uucuern delq ?rueles efes epedel plefor ue>lrreqrueru rmdneur edes uep mlr elrmueur e&re] snuepe>le uunpede>1

{nlun

qel

elpeur

nsl"

leruoiln

ry

rrnlrs€ry1qndueu u€p sspqJel eJ?cas ualrsnqr4sryueur

?pp

uele4Eued {ntueq ure1ep efuqelo8ueu

trpl

€rpetu

{quoq

rrrel€p uolryle8ueu

'uedrurdueur >ln1tm

Teq

errrreq( ef€u€S ss$sreATufl ueul4sndrs4 epedel rralueqtuoru edes ueDlrurep ueEuaq '(epe epq) uu4nlradrp Eue,( plEuered ugeseq

SIIITVNY

YUYf, gS TYISNf,Uf,JIO

IIYYI^TVSUfld IIY)IIVSflTgANgru

XNINN ISYUSII

f,OOIflIAI

; lnpnfreq Eued qerup edml n1ens

"tuJeqq e1eues ssilsrelrun ueelqsndre4 epede4 uurlrreqruoru efes 'uunqepEued nurg uuEuuqureEued nueg

T,E0?MII:

€1u,srseqsl^IroruoN um.6urue4as I {fS erter{sud :

"III?N :Btnreqq eleues ssilsrelrun

"A\srsBrlBI { efes 'ru1 r[81@q Ip ue8ue1 epusueq EueA

SIIAIf,(I\DIY

NVCNIINgdtrX

XOINII

HYIIATTI YAUY)I

ISYXIa{Nd


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga skripsi dengan judul “Metode Iterasi untuk Menyelesaikan Persamaan Diferensial Secara Analitis” ini dapat penulis selesaikan. Penulis menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika.

Selama penyusunan skripsi ini penulis telah melalui berbagai macam kesulitan yang dialami. Akan tetapi dari semua itu telah penulis lalui dengan adanya dukungan dari banyak pihak sehingga kesulitan yang penulis alami dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan sepenuh hati penulis ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak yang telah membantu, diantaranya :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa menjaga dan menuntun setiap langkah penulis dalam penyusunan skrispi ini.

2. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Agustinus Sajimin, S.Pd. dan Ibu Sri Lugiwiyatun, S.Pd. yang senantiasa memberi dukungan lewat doa, memberi semangat, kasih sayang dan perhatian dari awal studi selama 4 tahun sampai selesai penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan kesabaran hati bersedia membimbing penulis dari awal penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas segala dukungan, kritik maupun saran selama ini.

4. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. dan Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah menguji skripsi serta memberi masukan yang baik untuk penulisan skripsi penulis.

5. Segenap dosen JPMIPA, khususnya dosen-dosen yang telah mengajar, mendidik, membagikan ilmu kepada penulis hingga penulis kaya akan ilmu pengetahuan terkait dengan matematika selama 4 tahun ini.


(13)

6. Segenap staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memberikan pelayanan selama 4 tahun ini.

7. Segenap staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma karena telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis meminjam referensi untuk belajar selama 4 tahun dan selama penyusunan skripsi ini.

8. Perpustakaan Universitas Gajah Mada yang memiliki referensi lengkap dalam mendukung penyusunan skripsi penulis.

9. Pendamping setia penulis yaitu Erasmus Jala, A.Md. yang telah mendoakan penulis, menghadapi penulis dengan penuh kesabaran, mendukung, memotivasi, mendampingi penulis selama kuliah 4 tahun dan pada saat penyusunan skripsi sampai selesai.

10. Teman-teman satu kelompok KKN Reguler angkatan 49 kelompok 3 dengan nama tim Mestakung (Semesta Mendukung) yaitu Agatha, Krisna, Vivi, Gita, Desyka, Pascha, Tabita, Vincent, Revi dan Hudan karena telah memberi dukungan, motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena mereka, penulis memiliki teman-teman yang baik selama mengikuti KKN di dusun Candi 1, desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul. Penulis memiliki kesan yang mendalam karena kebersamaan yang erat dengan mereka selama masa KKN empat puluh hari. Oleh karena semangat kita bersama kelompok 3 menjadi kelompok terbaik dan memperoleh nilai akhir tertinggi berkat bimbingan Bapak Adinugroho, M.Psi.

11. Teman-teman satu kelompok PPL yaitu Yuli, Felbi, Rica, Ela, Malvin, Ambar, Suster Verona, dan Albert karena telah memberi dukungan dan motivasi serta menjadi teman yang baik selama penulis melakukan PPL di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Penulis memiliki kesan yang mendalam karena kebersamaan yang erat dengan mereka selama PPL kurang lebih 3 bulan.

12. Teman-teman seperjuanganku selama kuliah di Pendidikan Matematika, khususnya angkatan 2011, yaitu Veni, Nita, Arlyn, Rizky, Melan, Tari, Renata, Linda, Igor, Monika Mahastri, dll yang bersedia menjadi teman belajar bagi penulis selama kuliah.


(14)

xii

13. Sahabat-sahabat alumni SMA Stella Duce 1 Yogyakarta yaitu Melo, Rinta, Pingkan, Nia, Nane, Janis, Nita, Wita. Mereka selalu ada untuk setia memberi motivasi, dukungan, kasih sayang dan doa selama 4 tahun menempuh kuliah dan dalam penyusunan skripsi ini.

14. Kelima teman dari mahasiswa Pascasarjana Jurusan Matematika FMIPA UGM yang bernama Mba Reni, Mba Tesa, Mba Opi, Mas Bily, dan Mas Wawan karena telah membantu mencari referensi tentang penulisan skripsi. 15. Kakak kandung Andreas Yudha Fery Nugroho, S.Psi. dan Mba Erlin yang

memberi semangat kepada penulis.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SIMBOL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Batasan Masalah ... 5

F. Metode Penulisan ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II : LANDASAN TEORI ... 9

A. Persamaan Diferensial ... 9

1. Persamaan Diferensial Biasa ... 14


(16)

xiv

3. Solusi Khusus dan Solusi Umum ... 23

4. Masalah Nilai Awal dan Masalah Nilai Batas ... 24

B. Limit Fungsi ... 26

C. Kekontinuan Fungsi ... 27

D. Turunan Parsial ... 28

E. Integral Parsial ... 31

F. Metode Lagrange ... 34

G. Metode Newton-Raphson ... 36

H. Metode Euler ... 37

I. Little-Oh dan Big-Oh ... 39

BAB III : METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ... 40

A. Persamaan Diferensial Biasa ... 40

B. Deret Taylor ... 43

C. Metode Iterasi Picard (The Method of Successive Approximations) ... 47

D. Hubungan Deret Taylor dengan Metode Iterasi Picard ... 50

1. Solusi PDB Secara Analitis ... 51

2. Solusi Suatu Fungsi Menggunakan Konsep Deret Taylor ... 52

3. Solusi PDB Dengan Metode Iterasi Picard ... 53

E. Contoh-contoh Penerapan Metode Iterasi Picard ... 55

F. Metode Iterasi Variasional untuk PDB ... 64

1. Metode Iterasi Variasional PDB Bentuk Umum Orde Satu ... 67

2. Metode Iterasi Variasional PDB Bentuk Khusus Orde Dua ... 70

G. Contoh Pengali Lagrange Metode iterasi untuk PDB ... 72

1. Konsep Dasar Metode Newton ... 73

2. Konsep Dasar Metode Iterasi Variasional untuk PDB ... 74

BAB IV : METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ... 80


(17)

1. Syarat Awal dan Syarat Batas ... 80

2. Masalah Syarat Awal dan Syarat Batas ... 82

B. Metode Iterasi Variasional ... 82

1. Pengali Lagrange Umum ... 86

2. Kondisi Stasioner ... 88

3. Variasi Terbatas ... 89

C. Contoh-contoh Penerapan Metode Iterasi Variasional ... 94

BAB V : PENUTUP ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 108


(18)

xvi

DAFTAR SIMBOL

A, B, C, ..., Z : titik-titik atau suatu fungsi

a, b, c, ..., z : titik-titik atau suatu fungsi

: delta

λ : lamda � : tao

: pi

: rho

� : mu : epsilon

∞ : jumlah tak terhingga : alpha

: beta

: elemen/anggota

≠ : tidak sama dengan

< : lebih kecil dari

: lebih kecil dari atau sama dengan

: lebih besar dari atau sama dengan

> : lebih besar dari

! : faktorial


(19)

O : notasi big-Oh

⇒ : implikasi

⟺ : biimplikasi (ekuivalen)

⋮ : dan seterusnya

ũ : u tilda

⊂ : subset (himpunan bagian)

ỹ : y tilda

: delta

� : do

� : teta : sigma

� : phi

ξ : xi

� : phi varian : nabla


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Pelukisan grafis dari metode Newton ... 37

Gambar 2.2 Tafsiran grafis persamaan �+1 =�� +�.ℎ ... 38


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Langkah iterasi pada pengali Lagrange ... 87


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari berasal dari ilmu

pengetahuan. Para peneliti telah mempelajari banyak ilmu pengetahuan untuk

membuktikan kebenaran yang terjadi di kehidupan sehari-hari.

Ilmu matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang

mempunyai ciri khas yaitu tertuang dalam bahasa simbolis dan berhubungan

dengan kehidupan nyata. Untuk membuktikan kebenaran yang terjadi dalam

kehidupan nyata dibutuhkan konsep-konsep maupun teori-teori khusus

sehingga dapat mendukung pembuktian tersebut. Bidang ilmu dalam

matematika antara lain aljabar, geometri, statistika, analisis, terapan, dan

lain-lain. Masalah-masalah dalam bidang astronomi, keuangan, kesehatan,

ekonomi, bisnis, pertanian, peternakan dan industri dapat diselesaikan

menggunakan konsep-konsep maupun teori-teori matematika.

Salah satu konsep matematika yang berperan penting dalam

perkembangan kehidupan yaitu persamaan diferensial. Persamaan diferensial

dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari-hari di

berbagai bidang seperti dapat membantu mengukur laju pertumbuhan populasi

di suatu wilayah, dapat membantu menghitung besar pergerakan dalam gerak

harmonis sederhana dan pegas spiral, dapat membantu menyelesaikan


(23)

sebagai fungsi-fungsi dari waktu pada rangkaian listrik, dapat membantu

menentukan laju perubahan terhadap waktu pada peluruhan radioaktif, serta

manfaat lainnya.

Persamaan diferensial adalah persamaan yang mengandung satu atau

lebih turunan suatu fungsi tidak diketahui. Persamaan diferensial ini banyak

menggunakan formulasi matematika, biasanya formulasi tersebut berupa

penentuan suatu fungsi yang memenuhi persamaan tertentu. Terdapat dua jenis

persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas yaitu Persamaan

Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan Diferensial Parsial (PDP). Suatu

persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dinamakan persamaan

diferensial biasa. Suatu persamaan diferensial yang memuat turunan parsial

dinamakan persamaan diferensial parsial. (Marwan dan Said Munzir, 2009)

Banyak metode-metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

persamaan diferensial biasa maupun persamaan diferensial parsial. Untuk

persamaan diferensial biasa, metode yang biasa digunakan antara lain metode

Euler, metode Heun, metode Deret Taylor, dan sebagainya. Untuk persamaan

diferensial parsial, metode yang dapat digunakan antara lain metode

karakteristik, metode separasi variabel dan metode beda hingga.

Metode-metode yang dapat menyelesaikan persamaan diferensial terbagi

menjadi tiga metode berdasarkan solusinya metode numeris, metode analitis

dan metode kualitatif. Solusi dari metode numerik sebagian besar berbentuk

angka sedangkan metode analitik menghasilkan solusi dalam bentuk fungsi


(24)

menghasilkan nilai dalam bentuk angka. Penulis memilih menyelesaikan

persamaan diferensial biasa dan parsial secara analitik karena lama-kelamaan

solusi pendekatan pada metode iterasi akan kontinu menuju solusi yang

sebenarnya.

Persamaan diferensial merupakan salah satu bidang ilmu matematika

yang termasuk dalam kelompok terapan yang dapat diselesaikan secara

analitik, tetapi juga dapat diselesaikan secara numerik. Tetapi untuk persamaan

diferensial parsial, metode analitik sulit digunakan dalam permasalahan

tersebut karena kadangkala solusi analitik kurang dapat memberikan solusi

yang memadai tentang kuantitas yang dicari sehingga solusi yang lebih tepat

dapat menggunakan metode numerik. Solusi dari metode analitik bersifat eksak

sedangkan solusi dari metode numerik bersifat hampiran atau pendekatan.

(Didit Budi Nugroho, 2011)

Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode untuk

menemukan solusi pendekatan persamaan diferensial biasa dan parsial yang

pendekatannya secara kontinu. Metode yang penulis gunakan untuk membahas

permasalahan mengenai persamaan diferensial biasa adalah metode iterasi

Picard (The Method of Successive Approximations). Metode tersebut pertama

kali dikenalkan oleh Emile Picard (1856-1941). Solusi yang dihasilkan dari

metode iterasi Piard tidak berupa solusi umum tetapi solusi khusus dengan nilai

awal yang telah diketahui sebelumnya.

Metode yang penulis gunakan untuk membahas permasalahan mengenai


(25)

variasional pertama kali dikembangkan oleh Ji-Huan He. Langkah-langkah

yang untuk mendapatkan solusi dari metode iterasi variasional ini kurang lebih

hampir sama dengan metode iterasi Picard. Perbedaan diantara metode iterasi

Picard dan metode iterasi variasional yaitu terdapat pengali Lagrange pada

fungsi koreksi metode iterasi variasional. Metode iterasi variasional lebih

efektif dan efisien untuk menemukan solusi yang diinginkan karena memiliki

tingkat ketelitian yang tinggi.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

dapat dirumuskan pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam penulisan

ini adalah:

1. Bagaimana cara menyelesaikan PDB dengan metode iterasi Picard?

2. Bagaimana cara menyelesaikan PDP dengan metode iterasi variasional?

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara menyelesaikan PDB dengan metode iterasi Picard.

2. Untuk mengetahui cara menyelesaikan PDP dengan metode iterasi


(26)

D.Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini bagi penulis adalah :

1. Dapat mengetahui cara menyelesaikan PDB dengan metode iterasi Picard.

2. Dapat mengetahui cara menyelesaikan PDP dengan metode iterasi

variasional.

Manfaat dari penulisan ini bagi pembaca adalah :

1. Dapat menambah pengetahuan baru tentang penggunaan metode iterasi

Picard untuk menyelesaikan PDB dan metode iterasi variasional untuk

menyelesaikan masalah PDP.

2. Dapat memberi motivasi untuk terus belajar dan melanjutkan pembahasan

penulisan ini untuk persamaan diferensial biasa dan parsial orde tinggi.

E.Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penulisan skripsi ini adalah

1. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada PDB

adalah metode iterasi Picard (The Method of Successive Approximations)

dengan masalah nilai awal. Pada bahasan ini, variabel-variabel dibatasi

hanya pada koefisien-koefisien polinom linearnya dalam variabel t yang

bertujuan agar pembahasan pada penulisan ini tidak terlalu luas dan

memfokuskan pada variabel t saja sehingga dapat mempermudah bagi para

pembaca untuk memahami penulisan ini.

2. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada PDP


(27)

Dalam PDP, permasalahan yang diselesaikan hanya orde satu saja agar tidak

terlalu luas dan lebih fokus pada orde satu saja. Dalam hal ini,

variabel-variabel dibatasi hanya koefisien-koefisien polinom linearnya dalam t dan s

yang bertujuan agar pembahasan pada penulisan ini tidak terlalu luas dan

memfokuskan pada variabel t dan s saja sehingga dapat mempermudah bagi

para pembaca untuk memahami penulisan ini.

3. Keunggulan dari metode iterasi adalah memiliki solusi pendekatan secara

kontinu menuju solusi yang sebenarnya tanpa diskretisasi numeris sehingga

metode iterasi dapat menyelesaikan berbagai permasalahan PDB dan PDP

dengan lebih mudah dibanding metode-metode yang lain. Selain itu,

persoalan yang dipecahkan dengan metode iterasi tersebut dapat lebih

efektif dan efisien karena solusi konvergen menuju solusi eksak

(sebenarnya).

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode studi

pustaka yaitu mempelajari materi dari referensi-referensi yang berkaitan

dengan metode iterasi dalam menyelesaikan PDB dan PDP, mengumpulkan

informasi dan menyusun tulisan ini menjadi suatu bentuk penulisan yang runtut

dan jelas sehingga mempermudah pembaca saat membaca. Setelah itu, penulis

lebih banyak mengkaji dari jurnal-jurnal nasional maupun internasional serta

buku-buku yang terkait. Penulisan ini merupakan ide baru yang belum pernah


(28)

tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang metode iterasi untuk

menyelesaikan persamaan diferensial secara analitis.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan ini adalah:

1. Mempelajari teori tentang metode iterasi Picard dan metode iterasi

variasional untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa dan

parsial dari buku-buku maupun jurnal-jurnal yang terkait.

2. Menyelesaikan soal-soal latihan terkait dengan metode iterasi Picard

dan metode iterasi variasional dengan langkah-langkah yang disusun

secara runtut dan jelas.

3. Menyajikan definisi maupun informasi-informasi penting terkait

tentang PDB dan PDP.

4. Memberikan penjelasan, bukti-bukti serta langkah-langkah dalam

mendapatkan solusi pendekatan dari metode iterasi secara runtut dan

jelas.

5. Menyusun seluruh materi yang telah dibahas secara runtut dan

sistematis pada langkah sebelumnya agar mempermudah para

pembaca dalam memahami isi penulisan ini.

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama yaitu Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah


(29)

penulisan ini, batasan masalah, metode penelitian yang digunakan dalam

penulisan ini dan sistematika penulisan.

Bab kedua yaitu Landasan Teori yang memuat dasar teori yang terkait

dengan isi penulisan yaitu pengertian dan pengelompokkan persamaan

diferensial berdasarkan banyaknya variabel yaitu persamaan diferensial biasa

dan persamaan diferensial parsial, persamaan diferensial linear, persamaan

diferensial linear homogen dan nonhomogen, pengertian tentang masalah nilai

awal dan masalah nilai batas beserta solusi khusus maupun solusi umum,

pengertian limit fungsi, teori-teori tentang kekontinuan fungsi, turunan parsial,

integral parsial, metode Lagrange, metode Newton-Raphson, metode Euler,

serta Little-Oh dan Big-Oh yang mendukung pemahaman bahasan selanjutnya.

Bab ketiga yaitu Metode Iterasi untuk Menyelesaikan PDB yang memuat

tentang pengertian PDB, penjelasan langkah-langkah dalam mendapatkan

solusi pendekatan dari metode iterasi serta penerapan metode iterasi Picard.

Bab keempat yaitu Metode Iterasi untuk Menyelesaikan PDP yang

memuat tentang pengertian PDP, langkah-langkah dalam mendapatkan solusi

pendekatan dari metode iterasi serta penerapan metode iterasi variasional.

Bab kelima atau bab terakhir penulisan ini yaitu Penutup yang memuat

kesimpulan dari seluruh pembahasan materi penulisan ini dan saran yang

diberikan kepada penulis yang ingin melanjutkan atau mengembangkan


(30)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dibahas pengertian-pengertian dari persamaan

diferensial, pengelompokan persamaan diferensial berdasarkan banyaknya

variabel yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial,

persamaan diferensial linear, persamaan diferensial linear homogen dan

nonhomogen, pengertian masalah nilai awal dan masalah nilai batas beserta solusi

khusus maupun solusi umum, pengertian limit fungsi, teori-teori kekontinuan

fungsi, turunan parsial, integral parsial, metode Lagrange, metode

Newton-Raphson, metode Euler, serta Little-Oh dan Big-Oh yang mendukung pembahasan

mengenai metode iterasi untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa dan

persamaan diferensial parsial.

A.Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial (differential equation) adalah persamaan yang

melibatkan variabel-variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya terhadap

variabel-variabel bebas. (Didit Budi Nugroho, 2011)

Persamaan Diferensial (PD) dapat ditulis dalam dua bentuk:

1. Bentuk derivatif (bentuk turunan)


(31)

Contoh:

= 2+

+1.

2. Bentuk diferensial

Contoh dari bentuk derivatif di atas, jika ditulis dalam bentuk diferensial

adalah:

( 2+ 1) = +

( 2+ 1) − + = 0.

Contoh-contoh persamaan diferensial:

2

2+ ( )

2 = 0, (2.1)

4 4+ 5

2

2 + 3 = sin , (2.2)

� +

� = , (2.3)

�2

� 2+

�2

� 2+

�2

� 2 = 0. (2.4)

Derajat persamaan diferensial adalah derajat tertinggi dari derivatif

fungsi dalam persamaan diferensial. Pada persamaan (2.1) memiliki derajat

tertinggi yaitu dua dapat dilihat dari derivatif tertinggi dari sebagai turunan

kedua. Persamaan (2.2) memiliki derajat tertinggi yaitu empat dapat dilihat dari

derivatif tertinggi dari sebagai turunan keempat. Persamaan (2.3) memiliki

derajat tertinggi yaitu satu dapat dilihat dari derivatif tertinggi dari �

� sebagai

turunan pertama. Persamaan (2.4) memiliki derajat tertinggi yaitu dua dapat

dilihat dari derivatif tertinggi dari �2


(32)

Persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas dibagi

menjadi dua macam yakni Persamaan Diferensial Biasa (PDB) dan Persamaan

Diferensial Parsial (PDP). Solusi persamaan diferensial adalah suatu fungsi

yang memenuhi persamaan diferensial. Persamaan diferensial memiliki dua

kemungkinan solusi yakni tidak mempunyai solusi dan mempunyai solusi

tunggal ataupun mempunyai solusi lebih dari satu.

Contoh 2.1

= 2 ⇔ = 2

= 2

+ 1 = 2+ 2

= 2 + 2− 1

= 2 +�.

Jadi, = 2+� membentuk suatu keluarga solusi dari persamaan diferensial = 2 .

Contoh 2.2

Apakah 2 + 2−25 = 0adalah solusi dari PD + = 0?

Jawab:

2+ 2−25 = 0

2 = 25 2


(33)

Kasus pertama

= 25− 2

= 1

2 25− 2 −2 = − 25 2

+ = + 25− 2

25− 2 = − = 0.

Jadi, solusi PD terpenuhi.

Kasus kedua

=− 25− 2

=− 1

2 25− 2 −2 = 25− 2

+ = + (− 25− 2)

25− 2= − = 0.

Jadi, solusi PD terpenuhi.

Kesimpulan yang diperoleh dari kedua kasus tersebut yakni 2+ 2−25 = 0

adalah solusi implisit PD + = 0.

Contoh 2.3

Apakah 2 + 2+ 25 = 0adalah solusi dari PD + = 0?

Jawab:

2+ 2+ 25 = 0

2 = 225


(34)

Kasus pertama

= − 225

= 1

2 − 225 −2 =− 225

+ = + − 225

− 225 = − = 0.

Jadi, solusi PD terpenuhi.

Kasus kedua

= − − 2−25

= − 1

2 − 225 −2 = 225

+ = + − − 2−25 (

− 225) = − = 0.

Jadi, solusi PD terpenuhi.

Kesimpulan yang diperoleh dari kedua kasus tersebut yakni 2+ 2+ 25 = 0

adalah solusi formal PD, karena secara formal penurunan PD terpenuhi tetapi

tidak ada bilangan real dan yang benar-benar memenuhi persamaan

solusi.

Solusi dari PD dapat berbentuk eksplisit maupun implisit, sebagai berikut:

1) = 2+�adalah solusi eksplisit dari = 2 .


(35)

1. Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa (Ordinary Differential Equation),

disingkat PDB, adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan satu

variabel bebas. Contoh-contoh persamaan diferensial (2.1), (2.2), (2.3), dan

(2.4) terdiri dari bermacam-macam variabel dan melibatkan

derivatif-derivatifnya maka yang termasuk ke dalam Persamaan Diferensial Biasa

(PDB) adalah persamaan (2.1) dan (2.2). Pada persamaan (2.1) varibel

adalah variabel tunggal yang bebas dan variabel adalah variabel tak bebas

(tergantung). Pada persamaan (2.2) terdapat variabel bebas yaitu variabel ,

sedangkan variabel adalah variabel tak bebas. (Shepley L Ross , 2004)

Setelah dibahas mengenai persamaan diferensial biasa, maka terdapat

klasifikasi persamaan diferensial linear. Referensi diambil dari buku

karangan Shepley L Ross (2004) dan diktat Lina Aryati, dkk (2013).

a. Persamaan Diferensial Linear

Persamaan diferensial linear adalah persamaan diferensial yang

semua sukunya linear terhadap fungsi maupun derivatifnya. Persamaan

diferensial tidak memuat bentuk nonlinear dari fungsi maupun

derivatifnya. Ciri-ciri persamaan diferensial linear yakni tidak ada

perkalian y dengan derivatif-derivatifnya, tidak ada perkalian derivatif

dengan derivatif, tidak ada suku yang merupakan bentuk nonlinear dari y

atau derivatifnya. Bentuk nonlinear memuat perpangkatan fungsi tak

bebas, perkalian fungsi tak bebas dan derivatifnya serta perpangkatan


(36)

2 2+

2 2

2+ 5 = 0. Contoh persamaan diferensial nonlinear sebagai

berikut 33+ + = 1.

Persamaan diferensial linear orde satu dengan variabel tak bebas y

dan variabel bebas x, dapat ditulis dalam bentuk

+ = . (2.5) Diberikan persamaan sebagai berikut

+ ( + 1) = 3,

adalah persamaan diferensial linear orde satu, dapat ditulis menjadi

+ (1 +1) = 2,

dimana bentuk (2.5) = 1 +1 dan = 2.

Persamaan (2.5) dapat ditulis dalam bentuk diferensial menjadi

− + = 0. (2.6) Persamaan (2.6) berasal dari bentuk

, + , = 0,

dimana

, = − dan , = 1. Maka

� ( , )

� = ≠0 =

� ( , )

� .

Persamaan (2.6) bukan persamaan persamaan diferensial eksak kecuali

kalau = 0, dimana persamaan (2.5) adalah persamaan diferensial separabel sederhana. Persamaan (2.6) hanya memuat variabel x saja,


(37)

maka dapat diasumsikan mempunyai faktor integral yang hanya

bergantung pada x saja. Persamaan (2.6) dikalikan dengan ( ) menjadi

− + ( ) = 0. (2.7) Berdasarkan definisi, ( ) adalah faktor integral dari persamaan (2.7)

jika dan hanya jika persamaan (2.7) adalah eksak sehingga diperoleh

� − = �

� .

Kondisi tersebut diturunkan, sehingga menjadi

= . (2.8) Pada persamaan (2.8), P adalah suatu fungsi yang diketahui variabel

bebas x, tetapi adalah suatu fungsi yang tidak diketahui berasal dari x

dan akan kita tentukan. Kemudian, kita tuliskan persamaan diferensial

(2.8) menjadi bentuk seperti berikut

= , (2.9) dimana variabel terikatnya adalah dan variabel bebasnya adalah x. P

adalah suatu fungsi yang diketahui dari x. Persamaan (2.9) merupakan

persamaan diferensial separabel, variabel dipisahkan menjadi berikut

= . (2.10) Kemudian persamaan (2.10) diintegralkan sehingga diperoleh solusi

khusus


(38)

Persamaan diferensial linear (2.5) memiliki faktor integral dari

persamaan (2.11). Sekarang, kita mengalikan persamaan (2.5) dengan

persamaan (2.11)

+ = ( ) , (2.12) dengan menggunakan integral parsial maka diperoleh

= ( ) . (2.13)

Sekarang kita integralkan bentuk di atas menjadi

= + . (2.14) Persamaan (2.14) adalah solusi dari persamaan diferensial linear (2.5)

dimana c adalah suatu konstanta yang nilainya dapat berubah-ubah.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan dalam suatu teorema berikut

Teorema 2.1

Diberikan persamaan diferensial linear berikut

+ = ( )

mempunyai bentuk faktor integral . Solusi umum persamaan diferensialnya

= .

Contoh 2.4

Diberikan persamaan diferensial berikut

+ 2 +1 = −2 . (2.15)


(39)

= 2 +1= 2 +1 dan = −2 .

Faktor pengintegralan dari persamaan diferensial linear (2.15) adalah

= = 2+

1

= (2 + )

= 2 .

= 2 . (2.16) Sekarang kita mengalikan persamaan diferensial linear (2.15) dengan

bentuk (2.16) menjadi

2 +2 +1 2 = −2 2

2 + (2 + 1) 2 =

[ 2 ] =

2 = 1

2 2+

=

1 2

2

2 + 2

= 1

2

−2 + −2

dimana c adalah suatu konstanta yang nilainya dapat berubah-ubah.

Setelah dibahas mengenai persamaan diferensial linear, maka terdapat

klasifikasi persamaan diferensial linear homogen maupun linear


(40)

b. Persamaan Diferensial Linear Homogen

Teorema 2.2

Jika 1, 2,…, merupakan m solusi dari persamaan diferensial linear

homogen

0 + 1

−1

−1+⋯+ −1 + = 0 (2.17)

maka kombinasi linear 1, 2,…, yaitu 1 1+ 2 2 +…+

juga solusi persamaan diferensial (2.17).

Teorema 2.3

Persamaan diferensial linear homogen order n

0 + 1 −11+⋯+ 1 + = 0 (2.18) selalu memiliki n solusi yang bebas linear. Selanjutnya jika 1, 2,…,

adalah n solusi persamaan diferensial (2.18) yang bebas linear maka

setiap solusi persamaan diferensial (2.18) dapat dinyatakan sebagai

kombinasi linear

1 1+ 2 2+…+

dengan pemilihan konstanta-konstanta 1, 2,…, yang sesuai.

c. Persamaan Diferensial Linear Nonhomogen

Sebelum dibicarakan metode untuk mencari solusi umum


(41)

pengertian solusi umum untuk persamaan diferensial linear nonhomogen,

yang didahului dengan membicarakan dua teorema yang akan membawa

ke pengertian solusi umum. Diberikan persamaan diferensial linear

nonhomogen

0 + 1 −11+⋯+ 1 + =� (2.19) dengan persamaan homogen yang berkorespondensi

0 + 1 −11+⋯+ 1 + = 0.

(2.20)

Teorema 2.4

Jika v sebarang solusi persamaan diferensial (2.19) dan u sebarang solusi

persamaan diferensial (2.20) maka + juga merupakan solusi

persamaan diferensial (2.19).

Contoh 2.5

Mudah diselidiki bahwa = 3 merupakan solusi persamaan diferensial

2

2− = 6 −

3. (2.21)

Selain itu, mudah pula dilihat bahwa y = solusi persamaan homogen

yang berkorespondensi dengan (2.21),

2

2− = 0.

Karena itu menurut teorema (2.2), y = + 3 juga merupakan solusi


(42)

Teorema 2.5

Diberikan 0 suatu solusi persamaan diferensial linear nonhomogen

(2.19) yang tidak memuat sebarang konstanta. Jika = 1 1+ 2 2+ …+ solusi umum persamaan diferensial linear homogen (2.20) maka setiap solusi persamaan diferensial (2.19) dapat dinyatakan sebagai

+ untuk suatu pemilihan konstanta 1, 2,…, yang sesuai.

Teorema 2.5 membawa ke pengertian solusi umum persamaan diferensial

linear nonhomogen, yang didefinisikan sebagai berikut

Definisi 2.1

Diberikan persamaan diferensial linear nonhomogen

0 + 1

−1

−1+⋯+ −1 + =�

(2.22)

dan persamaan diferensial linear homogen yang berkorespondensi

dengan (2.22)

0 + 1 −11+⋯+ 1 + = 0. (2.23) 1. Solusi umum persamaan diferensial (2.23) disebut fungsi komplemen

persamaan diferensial (2.22), dan selanjutnya ditulis dengan .

2. Suatu solusi khusus persamaan diferensial (2.22) yang tidak memuat

sebarang konstanta disebut integral khusus persamaan diferensial

(2.22), dan selanjutnya akan ditulis dengan .

3. Solusi + dari persamaan (2.22) dengan integral khusus (2.22)

dan fungsi komplemen (2.22) disebut solusi umum persamaan


(43)

Contoh 2.5 Telah diketahui bahwa y = 3 merupakan suatu solusi

persamaan diferensial

2

2− = 6 −

3 (2.24)

sehingga = 3 adalah integral khusus persamaan (2.24). Solusi umum

persamaan homogen yang berkorespondensi dengan (2.24) adalah

= 1 + 2 − dengan 1 dan 2 sebarang konstanta. Karena itu

solusi umum persamaan diferensial (2.24) adalah

= 1 + 2 − + 3

dengan 1 dan 2 sebarang konstanta.

2. Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan Diferensial Parsial (Partial Differential Equation),

disingkat PDP, adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan lebih

dari satu variabel bebas. Persamaan diferensial dapat pula diartikan sebagai

persamaan diferensial biasa kecuali keadaannya diperjelas bahwa yang

dimaksud adalah persamaan diferensial parsial. Persamaan (2.3) dan (2.4)

termasuk ke dalam contoh-contoh Persamaan Diferensial Parsial (PDP).

Pada persamaan (2.3) variabel dan adalah variabel bebas dan variabel

adalah variabel tak bebas (tergantung). Pada persamaan (2.4) terdapat

variabel bebas yaitu variabel , , dan , sedangkan variabel adalah variabel tak bebas. (Shepley L Ross, 2004)


(44)

lain, semua koefisiennya adalah fungsi dari variabel-variabel bebas. Suatu

persamaan diferensial yang tidak linear dalam beberapa variabel tak bebas

dikatakan tidak linear dalam variabel tersebut. Suatu persamaan diferensial

yang tidak linear dalam himpunan semua variabel tak bebas secara

sederhana dikatakan tak linear. (Didit Budi Nugroho, 2011)

3. Solusi khusus dan solusi umum

Solusi adalah sebuah fungsi yang memenuhi persamaan diferensial.

Sebuah fungsi = ( ) yang terdefinisi atas domain dari fungsi disebut

solusi untuk persamaan diferensial jika untuk sembarang nilai dari variabel

bebas yang diijinkan, identitas persamaan dapat dipenuhi ketika nilai-nilai

yang bersesuaian untuk = ( ) dan derivatif-derivatifnya disubstitusikan

ke dalam persamaannya. Jika mengenakan syarat awal atau syarat batas

maka akan diperoleh solusi khusus, artinya konstanta sembarang yang

termuat dalam solusi umum akan mempunyai nilai tertentu.

Dari sini, dapat dibedakan antara solusi umum dan solusi khusus.

Solusi umum untuk persamaan diferensial biasa orde ke-n adalah sebuah

solusi (yang dinyatakan secara eksplisit atau implisit) yang memuat semua

solusi yang mungkin atas suatu domain dari fungsi . Solusi umum ini

memuat suatu suku konstanta sembarang n, sedangkan solusi khusus adalah

solusi yang tidak memuat konstanta sembarang. Dari beberapa kasus

terdapat solusi lain dari persamaan yang diberikan oleh solusi tersebut


(45)

sembarang konstanta dari solusi umum, solusi yang demikian dinamakan

solusi singular dari persamaan tersebut. (Kartono, 2012)

4. Masalah Nilai Awal dan Masalah Nilai Batas

Suatu persamaan diferensial dengan syarat tambahan pada fungsi yang

tidak diketahui derivatif-derivatifnya, semua diberikan pada nilai yang sama

untuk variabel bebas, merupakan suatu masalah nilai awal (initial-value

problem). Syarat tambahan tersebut dinamakan syarat awal (initial conditions). Jika syarat tambahan diberikan pada lebih dari satu nilai

variabel bebas, dinamakan masalah nilai batas (boundary-value problem)

dan syaratnya dinamakan syarat batas. (Didit Budi Nugroho, 2011)

Masalah Nilai Awal (MNA) adalah suatu persamaan diferensial yang

dilengkapi dengan suatu data di titik awal dari domain.

Contoh solusi masalah nilai awal sebagai berikut

= 2 ,

0 = 1.

Solusi :

= 2 mempunyai keluarga solusi

= 2 +�

0 = 1

1 = 02+�


(46)

Jadi, solusi MNA tersebut adalah = 2 + 1.

Catatan:

Untuk PD = 2 , maka = 2+ 1disebut solusi khusus.

Untuk PD = 2 , maka = 2 +� disebut solusi umum.

Masalah Nilai Batas (MNB) adalah suatu persamaan diferensial yang

dilengkapi dengan data pada titik-titik batas dari domain. Titik-titik batas

tersebut terdapat lebih dari satu batas. Jika syarat tambahan diberikan pada

lebih dari satu nilai variabel bebas, dinamakan masalah nilai batas

(boundary-value problem) dan syaratnya dinamakan syarat batas (boundary

conditions).

Contoh solusi masalah nilai batas sebagai berikut

2

2+ = 0,

0 = 1,

2 = 5.

Pada masalah di atas, asumsikan bahwa saat nilai = 0 maka nilai = 1

dan saat nilai =�

2 maka nilai = 5. Dari asumsi tersebut maka terdapat

kondisi hubungan untuk dua nilai x yang berbeda yakni 0 dan

2. Kedua titik

x tersebut yang dinamakan sebagai masalah nilai batas.

Contoh berikut adalah masalah nilai batas

2

2+ = 0,

0 = 1,

� = 5.


(47)

Masalah di atas tersebut memiliki solusi yang unik yaitu karena tidak

mempunyai solusi sama sekali. Fakta sederhana tersebut dapat

menyebabkan salah satu kesimpulan yang benar dari masalah nilai batas

sehingga kita tidak boleh menganggap mudah. (Shepley L Ross , 2004)

B.Limit Fungsi

Pada bahasan setelah ini akan dipaparkan tentang kekontinuan fungsi,

oleh karena itu konsep dasar dari kekontinuan fungsi yakni mempelajari limit

fungsi terlebih dahulu agar dapat memahami kekontinuan fungsi. Pada bahasan

mengenai limit fungsi ini referensi utama diambil dari buku karangan Edwin J

Purcell dan Dale Vanberg (1987).

Definisi 2.2

(Pengertian limit secara intuisi). Untuk mengatakan bahwa

lim = berarti bahwa selisih antara ( ) dan dapat dibuat sekecil mungkin dengan mensyaratkan bahwa cukup dekat tetapi tidak sama dengan

.

Membuat definisi persis dengan mengikuti sebuah tradisi panjang dalam

memakai huruf Yunani (epsilon) dan (delta) untuk menggantikan

bilangan-bilangan kecil positif. Kita bayangkan jika dan sebagai bilangan-bilangan-bilangan-bilangan

kecil positif.

Definisi 2.3

(Pengertian tentang limit). Mengatakan bahwa lim = berarti bahwa untuk tiap > 0 yang diberikan (betapapun kecilnya), terdapat > 0


(48)

yang berpadanan sedemikian sehingga − < asalkan bahwa 0 <

− < ; yakni

0 < − < ⇒ − < .

C.Kekontinuan Fungsi

Konsep dasar untuk mempelajari kekontinuan fungsi yaitu limit fungsi.

Pada bahasan sebelumnya telah dibahas tentang arti dari limit fungsi yang akan

digunakan pada bahasan kekontinuan fungsi berikut ini. Pada bahasan

mengenai kekontinuan fungsi ini referensi utama diambil dari buku karangan

Edwin J Purcell dan Dale Vanberg (1987). Dalam bahasa yang biasa, kata

kontinu digunakan untuk memberikan suatu proses yang berkelanjutan tanpa

perubahan yang mendadak. Gagasan tersebut berkenaan dengan fungsi.

lim ( ) = .

Definisi 2.4

Kekontinuan di satu titik adalah bahwa f kontinu di c jika beberapa selang

terbuka di sekitar c terkandung dalam daerah asal f dan

lim ( ) = . Maksud dari definisi tersebut adalah mensyaratkan tiga hal sebagai berikut

(1) lim ( ) ada,

f Y


(49)

(2) ( ) ada (yakni, c berada dalam daerah asal ), dan

(3) lim ( ) = .

Jika salah satu dari ketiga fungsi tersebut tidak terpenuhi, maka tak kontinu

(diskontinu) di .

Jadi, fungsi yang diwakili oleh kedua grafik di atas tak kontinu di . Tetapi

kontinu -titik lain dari daerah asalnya.

D.Turunan Parsial

Pada bahasan mengenai turunan parsial ini referensi utama diambil dari

buku karangan Edwin J Purcell dan Dale Vanberg (1987).

Andaikan bahwa f adalah suatu fungsi dua peubah x dan y. Jika y ditahan

agar konstan, misalnya = 0, maka ( , 0) menjadi fungsi satu peubah x.

Turunannya di = 0disebut turunan parsial f terhadap x di ( 0, 0) dan

dinyatakan sebagai ( 0, 0). Jadi,

, 0 = lim∆ → 0+∆ , 0 − ( 0, 0). (2.25)

f Y

C x

lim ( )ada, tetapi

lim ( )≠ .

f Y

C


(50)

Demikian pula, turunan parsial f terhadap y di ( 0, 0) dinyatakan oleh

( 0, 0) dan dituliskan sebagai

0, 0 = lim∆ →0 0

, 0+∆ − ( 0, 0)

∆ . (2.26)

Daripada menghitung ( 0, 0) dan ( 0, 0) secara langsung dari definisi

(2.25) dan (2.26), secara khas kita mencari ( , ) dan ( , ) dengan

menggunakan aturan baku untuk turunan; kemudian kita menyulihkan

(mensubtitusikan) = 0 dan = 0.

Contoh 2.6

Carilah (1,2) dan (1,2) jika , = 2 + 3 3.

Solusi

Untuk mencari ( , ) kita anggap y sebagai konstanta dan kita diferensialkan

fungsi ini terhadap x didapat

, = 2 + 0.

Jadi,

1,2 = 2.1.2 = 4.

Demikian pula,

, = 2+ 9 2

sehingga

1,2 = 12 + 9. 22 = 37.

Jika z = , , kita gunakan cara penulisan lain.


(51)

0, 0 = [� ] 0, 0 , 0, 0 = [

� ]( 0, 0).

Contoh 2.7

Jika z = 2sin( 2), cari�

� dan � � . Solusi � � = 2 � � sin

2 + sin 2 �

� (

2)

= 2cos 2 �

2 + sin 2 . 2

= 2cos 2 . 2+ 2 sin 2

= 2 2cos⁡( 2) + 2 sin 2

� =

2cos 2 . 2 = 2 3 cos( 2).

1. Turunan parsial tingkat tinggi

Secara umum, karena turunan parsial suatu fungsi x dan y adalah

fungsi lain dari dua peubah yang sama ini, turunan tersebut dapat diturunkan

secara parsial terhadap x atau y untuk memperoleh empat buah turunan

parsial kedua fungsi :

= �

� �

� =

�2

� 2, =

� �

� =

�2

� 2,

= ( ) � � � � = �2 � � , = ( ) � � � � = �2 � � . Contoh 2.8


(52)

, = −sin( ) + 3 2. Solusi

, = −1cos( ) + 3 2 2 , = + 2cos( ) + 2 3

, = 12sin + 6 2

, = + 24sin( )−23cos( ) + 2 3 , = − 3sin + 12cos + 6 2

, = − 3sin + 12cos + 6 2 . Pada contoh di atas , = , .

E.Integral Parsial

Pada materi sebelumnya telah dibahas mengenai turunan parsial, maka

kita perlu mengetahui pula teknik-teknik dalam integral parsial ini referensi

utama diambil dari buku karangan Nyoman Arcana dkk (1983).

1. Pengintegralan Parsial atau Pengintegralan Sebagian

Metode pengintegralan ini diperoleh dari rumus hitung diferensial dari

perkalian dua fungsi, yaitu bila = . , dan keduanya fungsi dari x

maka,

= . + . .


(53)

= . + . .

Jadi, jika salah satu dari integral pada ruas kanan diketahui, maka integral

yang lain dapat dicari. Kita dapat memilih mengerjakan salah satu dari

kedua integral tersebut, yang mungkin atau mudah diintegralkan.

Sebagai contoh, bila . dapat dengan segera diintegralkan, maka

integral yang lain, yaitu u dv dapat dicari,

. = . − . .

Penggunaan metode ini akan menjadi lebih jelas setelah mengikuti

contoh-contoh berikut.

Contoh 2.9

Integralkan cos .

Misal = dan = cos .

Maka = dan = cos = sin .

Sehingga

cos =

= . −

= sin − sin .

Jadi, daripada mengintegralkan cos tentu lebih mudah

mengintegralkan sin , yang segera kita tahu, yaitu – cos x. Sehingga

cos = sin + cos + .

Jika u dan dv dipilih sebagai berikut:


(54)

Dengan mensubstitusikan kita peroleh:

cos =1

2

2cos + 1 2

2(sin ) .

Jadi, integral yang timbul lebih sulit dari integral semula.

Jadi, dalam pengambilan u dan dv harus demikian sehingga integral yang

timbul kemudian menjadi lebih sederhana.

Contoh 2.10

Integralkan 2sin .

Seperti alasan yang diberikan pada contoh 1, kita pilih: = 2 dan =

sin , maka = 2 dan = −cos . Sehingga:

2sin =

= . − .

= 2 −cos − − cos . 2

= − 2cos + 2 cos .

Dalam contoh ini kita menemukan integral yang tidak dapat diintegralkan

secara pengamatan tetapi telah dikerjakan pada contoh 2.10, yaitu:

cos = sin + cos + 1.

Substitusikan ini ke dalam hasil pengintegralan di atas, kita peroleh:

2sin = 2cos + 2{ sin + cos + 1}


(55)

Perulangan seperti ini, yaitu kita kembali mempergunakan integral parsial

akan sering kita temukan dalam soal-soal yang lain. Sebagai contoh, jika

3sin kita cari, proses pengintegralan akan berlangsung tiga kali.

F. Metode Lagrange

Setelah membahas tentang turunan parsial dan integral parsial, akan

dibahas pula mengenai metode Lagrange karena syarat tersebut terpenuhi di

dalam Metode Iterasi Variasional. Pada bahasan mengenai metode Lagrange

ini, referensi utama di ambil dari buku karangan Edwin J Purcell dan Dale

Vanberg (1987).

Teorema 2.6

(Metode Lagrange). Untuk memaksimumkan atau meminimumkan

(�) terhadap kendala � = 0, selesaikan sistem persamaan

∇ � = ∇ (�) dan � = 0.

untuk p dan λ. Tiap titik p yang demikian adalah suatu titik kritis untuk masalah nilai ekstrem terkendala dan λ yang berpadanan disebut pengali Lagrange.

Contoh 2.11

Tentukan minimum , , = 3 + 2 + + 5, terhadap kendala


(56)

Solusi

Gradien f dan g adalah ∇ , , = 3 + 2 + dan ∇ , , = 18 + 8 − . Untuk menemukan titik-titik kritis, kita pecahkan persamaan-persamaan

∇ , , = ∇ , , dan , , = 0

untuk , , , dengan λ pengali Lagrange. Ini setara, dalam soal ini, dengan

memecahkan sistem empat persamaan simultan berikut dalam empat peubah x,

y, z, dan λ.

(2.27) 3 = 18

(2.28) 2 = 8

(2.29) 1 = −

(2.30) 9 2+ 4 2 = 0.

Dari (2.29), = −1. Dengan mensubstitusikan hasil ini ke dalam (2.27) dan (2.28), kita dapatkan = −1

6 dan =− 1

4. Dengan memasukkan nilai-nilai

ini untuk x dan y dalam persamaan (2.30), kita peroleh = 1

2. Jadi solusi sistem

empat persamaan simultan tersebut adalah (−1

6,− 1 4,

1

2,−1), dan satu-satunya

titik kritis adalah (−1

6,− 1 4,

1

2). Maka minimum , , terhadap kendala

, , = 0 adalah −1

6,− 1 4,

1 2 = 4

1 2.

Bilamana ada lebih dari satu kendala yang diberlakukan pada

peubah-peubah suatu fungsi yang harus dimaksimumkan atau diminimumkan, maka


(57)

Misalnya, jika kita mencari ekstrem suatu fungsi f tiga peubah, terhadap dua

kendala , , = 0 dan , , = 0, kita pecahkan

persamaan-persamaan.

∇ , , = ∇ , , + ∇ , , , , , = 0, , , = 0

untuk x, y, z, λ, dan , dengan λ dan adalah pengali-pengali Lagrange. Ini setara terhadap pencarian solusi sistem lima persamaan simultan dalam

peubah-peubah x, y, z, λ, dan .

(2.31) , , = , , + ( , , ),

(2.32) , , = , , + , , ,

(2.33) , , = , , + , , ,

(2.34) , , = 0,

(2.35) , , = 0.

Dari solusi sistem ini kita peroleh titik-titik kritis.

G.Metode Newton-Raphson

Pada bahasan mengenai penurunan rumus metode Newton-Raphson

secara geometri, referensi utama di ambil dari buku karangan Agus Setiawan

(2006) dan Eko Budi Purwanto (2008).

Metode Newton-Raphson merupakan metode yang paling banyak

digunakan untuk menentukan akar dan menyelesaikan persamaan diferensial.

Dari tebakan nilai akar awal , (dengan nilai fungsi ( )), maka dapat ditarik


(58)

memotong sumbu dan ini merupakan penafsiran akar bagi iterasi berikutnya.

Secara geometris hal ini ditampilkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Pelukisan grafis dari metode Newton-Raphson.

Gambar 2.1 merupakan gambaran dari pelukisan grafis dari metode

Newton-Raphson.

Diambil nilai awal , dan kemiringan (slope) adalah gradien dari fungsi atau:

= ′ = ( )− +1

− +1 , (2.36)

jika diasumsikan bahwa +1 sama dengan akar persamaan maka ( +1) = 0.

= ′ = Δ

Δ =

−0

− +1. (2.37)

Persamaan (2.37) dapat disusun kembali menjadi:

+1 = −

. (2.38)

Persamaan (2.38) inilah yang disebut rumus Newton-Raphson.

H.Metode Euler

Pada bahasan mengenai metode Euler ini, referensi utama di ambil dari

buku karangan Agus Setiawan (2006).

}

+1

( )

( )

Kemiringan = ′( )

−0


(59)

Gambar 2.2. Tafsiran grafis persamaan +1 = +�. . Bentuk umum persamaan diferensial biasa

= ( , ). (2.39)

Permasalahan penerjun payung yang diselesaikan secara numerik dalam bentuk

= + ( × ),

yang dalam notasi matematika dituliskan sebagai

+1 = +�. (2.40) Menurut persamaan (2.40), kemiringan � digunakan untuk mengekstrapolasi (memperhitungkan) nilai baru +1 dari nilai lama .

Gambar 2.3 Pelukisan grafis dari metode Euler.

Gambar 2.3 merupakan gambaran dari pelukisan grafis dari metode Euler.

+1

asli prediksi

error

}

=�

+1

+1 = +�.


(60)

Turunan pertama memberikan estimasi (taksiran) langsung kemiringan pada

lihat gambar 2.3.

� = ( , ). (2.41) Dengan ( , ) adalah evaluasi dari persamaan diferensial , . Substitusi

persamaan (2.41) ke (2.39) menjadi

+1 = + ( , ) . (2.42)

Persamaan di atas merupakan persamaan umum metode Euler.

I. Little-Oh dan Big-Oh

Untuk membantu melengkapi bahasan tentang konsep dasar metode

Newton dan deret Taylor maka diperlukan penjelasan singkat mengenai notasi

Little-Oh dan Big-Oh. Referensi ini diambil dari buku karangan Eko Budi

Purwanto (2008).

Definisi fungsi ( ) merupakan Little-Oh dari fungsi ( ) dengan notasi

= ( ( )) jika dan hanya jika terdapat dua buah konstanta bulat positif

C dan 0 sedemikian sehingga berlaku lim 0 ( ) ( )= 0.

Notasi Big-Oh didefinisikan bahwa ( ) merupakan Big-Oh dari ( )

dan dinotasikan = ( ) jika dan hanya jika terdapat dua buah konstanta bulat positif C dan 0 sedemikian sehingga berlaku ( )


(61)

BAB III

METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN

PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengantar singkat Persamaan

Diferensial Biasa, masalah syarat awal dan syarat batas, deret Taylor, metode

iterasi Picard (The Method of Successive Approximations), hubungan antara deret

Taylor dengan metode iterasi Picard, contoh-contoh solusi metode iterasi Picard,

penjelasan metode iterasi variasional dan contoh-contoh solusinya, contoh pengali

Lagrange metode iterasi untuk PDB serta metode iterasi variasional untuk PDB

secara umum berderajat satu.

A.Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial (PD) adalah suatu persamaan yang menyatakan

hubungan suatu fungsi dengan derivatif-derivatifnya. Jika fungsi yang dicari

mempunyai satu variabel bebas, maka persamaannya disebut Persamaan

Diferensial Biasa (PDB). (Shepley L Ross, 2004)

1. Masalah syarat awal dan syarat batas

Pada bagian ini akan disajikan teori tentang masalah syarat awal dan

syarat batas yang mendukung pembahasan dari metode iterasi Picard dengan

referensi dari buku karangan Kartono (2012).


(62)

2 ′′ + 1 ′ + 0 = , (3.1)

dengan 2 , 1 , dan 0 dinamakan koefisien-koefisien yang dapat sebagai fungsi dari x atau konstanta dan ( ) merupakan fungsi-fungsi kontinu di dalam suatu interval dengan 2( )≠0. Jika persamaan (3.1) mempunyai syarat awal

0 = 0 dan ′ 0 = 1, (3.2)

maka persamaan (3.1) dan (3.2) dinamakan masalah syarat awal. Jadi

masalah syarat awal sering disajikan dalam bentuk

2 ′′ + 1 ′ + 0 = ,

0 = 0dan ′ 0 = 1. (3.3)

Jika persamaan (3.1) dilengkapi dengan kondisi di ujung-ujung pada

interval , misalkan = dan = maka dinamakan masalah syarat batas. Jadi masalah syarat batas disajikan dalam bentuk

2 ′′ + 1 ′ + 0 = ,

= dan = .

(3.4)

Secara prinsip, ada perbedaan yang mencolok antara masalah syarat

awal dan batas terkait dengan ada atau tidaknya solusi. Masalah syarat awal

selalu mempunyai solusi dan solusi ini pasti tunggal seperti yang dijamin

oleh teorema eksistensi dan ketunggalan solusi masalah syarat awal,

sedangkan untuk masalah syarat batas mempunyai tiga kemungkinan solusi

yaitu solusi tunggal, solusi banyak, bahkan tidak ada solusi. Hal ini dapat


(63)

solusi yang bebas linear dari persamaan (3.1), serta merupakan solusi khususnya maka solusi umum persamaan (3.1) berbentuk

= 1 1 + 2 2 + , (3.5)

dengan mengenakan syarat batasnya, maka

= 1 1 + 2 2 + ↔ 1 1 + 2 2 + = ,

= 1 1 + 2 2 + ↔ 1 1 + 2 2 + =

dari sini,

1 1 + 2 2 = − ,

1 1 + 2 2 = − .

(3.6)

Persamaan (3.6) merupakan sistem persamaan linear nonhomogen dalam

1dan 2, oleh karena itu sesuai konsep solusi sistem persamaan linear

dalam Aljabar Linear maka sistem (3.6) mempunyai tiga kemungkinan

solusinya yaitu solusi tunggal, solusi banyak, atau bahkan tidak ada solusi.

Masalah syarat batas sering dipakai untuk memodelkan fenomena

perubahan akibat adanya perubahan terhadap variabel posisinya.

Setelah mendapatkan model matematika yang berbentuk persamaan

diferensial, baik berbentuk masalah syarat awal atau masalah syarat batas,

langkah selanjutnya adalah bagaimana mendapatkan solusinya, serta apa


(64)

B.Deret Taylor

Pada bagian ini akan dibahas teori yang mendukung pembahasan metode

iterasi Picard yaitu teori tentang Deret Taylor. Referensi yang digunakan pada

teori ini berasal dari buku karangan Edwin J. Purcell dan Dale Vanberg (1987)

Jilid 1.

Jika diketahui sebuah fungsi f (misalnya sin atau = ln( 2 )). Apakah fungsi tersebut direpresentasikan sebagai suatu deret pangkat dari x

atau, lebih umum, dari − ? Jadi, adakah bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, …

sehingga

= 0+ 1 − + 2( − )2 + 3( − )3+ …

pada sebuah selang sekitar = ?

Anggaplah sebuah deret pangkat sebagai sebuah suku banyak dengan

suku-suku yang takterhingga banyaknya. Deret ini berperilaku sebagai sebuah

suku banyak terhadap pengintegralan maupun pendiferensialan; pengerjaan ini

dapat dilakukan suku demi suku.

Teorema berikut ini mencakup beberapa sifat. Teorema ini mengatakan

bahwa S dapat didiferensialkan dan diintegralkan, dan menunjukkan

bagaimana caranya menghitung turunan dan integralnya. Juga mengatakan

bahwa radius kekonvergenan deret yang telah didiferensialkan dan deret yang

telah diintegralkan sama dengan radius kekonvergenan deret yang asli,

walaupun tidak dijelaskan tentang perilaku deret-deret itu di ujung-ujung


(65)

Teorema 3.1

Andaikan ( ) adalah jumlah sebuah deret pangkat pada sebuah selang I; Jadi,

= ∞=0 = 0+ 1 + 2 2+ 3 3 +…

maka, apabila x ada di dalam I, berlakulah,

(i) ′ = ∞=0 ( ) = ∞=0 −1

= 1+ 2 2 + 3 3 2+…

(ii) =

0 0

=0 = ∞=0 +1 +1

= 0 +1

2 1

2+1

3 2

3+1

4 3

4 +

Andaikan penggambaran yang demikian mungkin. Maka menurut

teorema tentang pendeferensialan deret-deret (Teorema 3.1) di atas diperoleh

berturut-turut,

′ = 1+ 2 2 − + 3 3( − )2+ 4 4( − )3+…

′′ = 2!

2+ 3! 3 − + 4.3 4( − )2+…

′′= 3!

3+ 4! 4 − + 5.4 5( − )2+…

=

apabila di substitusikan = dan menghitung , kita peroleh

0 =

1 = ′ 2 = ′′ 2! 3 = ′′′ 3!


(66)

dan yang lebih umum,

= ( )

! .

(Agar rumus untuk itu berlaku juga untuk = 0, kita artikan (0) sebagai dan 0! =1. ) Jadi koefisien-koefisien ditentukan oleh fungsi f. Hal ini membuktikan pula bahwa suatu fungsi f tidak dapat direpresentasikan

oleh dua deret pangkat dalam − yang berbeda. Hal ini dituangkan dalam

teorema berikut.

Teorema 3.2

(Teorema Ketunggalan). Andaikan f memenuhi uraian

= 0+ 1 − + 2( − )2+ 3( − )3+…

untuk semua x dalam suatu selang sekitar a. Maka,

= ( )

!

Jadi, suatu fungsi tidak dapat digambarkan oleh dua deret pangkat dari

( − ).

Bentuk koefisien sama seperti koefisien yang terdapat dalam Rumus Taylor.

Oleh karena ini, deret pangkat dari ( − ) yang menggambarkan sebuah fungsi dinamakan deret Taylor. Apabila = 0, deret yang bersangkutan disebut deret Maclaurin. Deret Maclaurin merupakan bentuk khusus dari deret


(67)

1. Kekonvergenan Deret Taylor

Apabila diketahui sebuah fungsi f, dapatkah kita menggambarkannya

sebagai sebuah deret pangkat dalam − , (yang tentunya adalah deret Taylor)? Jawabannya terdapat pada teorema berikut ini.

Teorema 3.3

(Teorema Taylor). Andaikan f sebuah fungsi yang memiliki turunan dari

semua tingkatan dalam suatu selang ( − , + ). Syarat perlu dan cukup agar deret Taylor

+ ′( )( − ) + ′′( )

2! ( − )

2 + ′′′ ( )

3! ( − )

3+

menggambarkan fungsi f pada selang itu, ialah

lim →∞ = 0

dengan suku sisa dalam Rumus Taylor, yaitu

= +1

+1 ! ( − )

+1

dengan c suatu bilangan dalam selang ( − , + ).

Bukti Rumus Taylor menurut teorema 3.4 yaitu Teorema 3.4

(Rumus Taylor). Andaikan f adalah suatu fungsi dengan turunan ke

+ 1 +1 , ada untuk setiap x pada suatu selang buka I yang mengandung a. Maka untuk setiap x di I.

= + ′ − + ′′

2! ( − )

2+ +

! ( − ) +


(68)

dari teorema tersebut maka terlihat jelas bahwa Teorema Taylor.

Perhatikan bahwa apabila = 0, diperoleh deret Maclaurin

0 + ′ 0 + ′′ 0

2!

2+ ′′′ 0

3!

3 +

C.Metode Iterasi Picard ( The Method of Successive Approximations)

Setelah dipaparkan pengertian singkat persamaan diferensial biasa dan

deret Taylor, maka pada bagian ini akan disajikan langkah-langkah iterasi dari

metode iterasi Picard.

Metode iterasi adalah metode tidak langsung yang diawali dengan

menebak atau memberikan jawaban yang merupakan pendekatan dari jawaban

yang sebenarnya. Proses selanjutnya dari metode iterasi tersebut adalah

melakukan perbaikan jawaban melalui proses iterasi secara terus-menerus

hingga mendapatkan tingkat akurasi yang diinginkan. (Erwin Kreyszig, 1999)

Metode iterasi untuk menyelesaikan persoalan persamaan diferensial

biasa atau dapat pula disebut metode iterasi Picard (The Method of Successive

Approximations). Referensi untuk bagian ini diambil dari buku karangan

Shepley L. Ross (2004).

Keuntungan utama metode iterasi Picard dalam penulisan ini adalah

pendekatannya secara kontinu, artinya dengan solusi � dapat dicari pendekatan solusi eksak (sebenarnya) secara langsung tanpa diskretisasi


(1)

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pada bagian ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dari permasalahan dan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil adalah sebagai berikut.

1. Metode iterasi Picard merupakan suatu metode iterasi yang menghasilkan suatu solusi secara analitik maupun numerik pada suatu masalah nilai awal. Penyelesaian dari metode iterasi Picard dengan cara menentukan hampiran (pendekatan) dari solusi umum berdasarkan langkah-langkah iterasi. Langkah-langkah untuk merumuskan metode iterasi Picard hampir sama dengan metode Euler hanya saja pada metode Euler memiliki kemiringan (slope). Langkah-langkah untuk mencari solusi pendekatan dari persamaan diferensial biasa dengan menggunakan metode iterasi Picard adalah sebagai berikut

(a).Memilih fungsi konstan �0 sebagai pendekatan ke nol berdasarkan nilai

awal pada persamaan yang diketahui.

(b). Mensubstitusikan persamaan yang diketahui pada soal ke rumus iterasi Picard.

(c). Menggunakan rumus iterasi Picard untuk mendapatkan nilai solusi pendekatan yang diinginkan, misalnya ingin mencari nilai pendekatan


(2)

�1,�2,�3,… dan seterusnya hingga membentuk suatu sistem barisan

yang konvergen menuju ke solusi eksak (sebenarnya).

2. Metode iterasi variasional sangat efektif dan tepat sehingga dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan mengenai persamaan diferensial biasa nonlinear serta persamaan diferensial parsial nonhomogen maupun homogen. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan metode iterasi variasional yaitu metode ini dapat memberikan perkiraan analisis yang baik untuk persamaan terurai panjang dan rumit dari persamaan nonlinear sehingga dapat mengakibatkan perhitungan numerik besar. Dengan menggunakan metode ini kita dapat menemukan solusi yang tepat dalam berbagai macam masalah karena teknik ini sangat kuat dan efisien. Langkah-langkah untuk merumuskan fungsi koreksi pada metode iterasi variasional tidak jauh beda dengan metode iterasi Picard.

Hal yang membedakan antara metode iterasi Picard dengan metode iterasi variasional terletak pada fungsi koreksi rumus iterasi variasional terdapat pengali Lagrange. Pengali Lagrange tersebut akan dicari menggunakan langkah-langkah seperti metode Newton. Setelah mendapat nilai dari pengali Lagrange, maka nilai itu disubtitusikan pada fungsi koreksi sehingga solusi dari metode iterasi variasional dapat dicari. Langkah-langkah dalam mencari solusi pendekatan dari persamaan diferensial biasa maupun parsial dengan menggunakan metode iterasi variasional adalah sebagai berikut


(3)

(a). Membentuk suatu fungsi koreksi berdasarkan persamaan umum iterasi variasional dari persamaan yang diketahui.

(b). Menurunkan fungsi koreksi tersebut terhadap � dengan melibatkan ũ� , sebagai suatu variasi terbatas, yang berarti �ũ� , = 0, seperti syarat pada variasi terbatas.

(c). Dengan menggunakan teknik pada integral parsial untuk mendapatkan nilai kondisi stasioner. Kondisi stasioner tersebut memiliki syarat yaitu turunan dari persamaan yang diketahui sama dengan nol.

(d). Dari kondisi stasioner, dapat diperoleh suatu nilai pengali Lagrange yang optimal. Nilai pengali Lagrange tersebut disubstitukan ke dalam suatu fungsi koreksi. Setelah itu, mendapat suatu fungsi koreksi dari persamaan iterasi variasional yang memiliki solusi pendekatan. Rumus iterasi tersebut memiliki syarat � ≥0.

(e). Memilih syarat awal dari persamaan yang diketahui pada soal. Mensubstitusikan syarat awal ke suatu fungsi koreksi dari persamaan iterasi variasional. Dari fungsi koreksi tersebut mendapatkan solusi pendekatan yang diinginkan misalnya ingin mencari solusi pendekatan �1,�2,�3. Solusi pendekatan dari rumus iterasi variasional

lama-kelamaan menuju ke solusi eksak (sebenarnya). Oleh karena itu, solusinya akan membentuk sistem barisan fungsi yang konvergen.


(4)

B.Saran

Berdasarkan pembahasan pada skripsi ini, maka penulis memiliki saran agar penelitian ini terus dikembangkan oleh penulis-penulis lain maupun para pembaca. Hal yang perlu dikembangkan untuk penulisan skripsi selanjutnya adalah menggunakan metode iterasi Picard dan metode iterasi variasional pada persamaan diferensial biasa orde tinggi maupun pada persamaan diferensial parsial orde tinggi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arcana, N. dkk. (1983). Teknik-teknik Pengintegralan. Solo: Tiga Serangkai. Aryati, L. (2011). Diktat Pengantar Persamaan Diferensial Parsial. Yogyakarta:

FMIPA UGM.

Aryati, L. dkk. (2013). Diktat Persamaan Diferensial Elementer. Yogyakarta: FMIPA UGM.

Batiha, B., Noorani M.S.M., & Hashim, I, “Application of Variational Iteration Method to a General Riccati Equation, ”International Mathematics Forum, 2(56): pp 2759-2770, 2007.

He, J.H., ”A New Approach to Nonlinear Partial Differential Equations, ”Communications in Nonlinear Science & Numerical Simulation, vol 2, no 4, pp 230-235, 1997.

He, J.H., ”Variational Iteration Method-Some Recent Results and New Intrepretations, “Journal of Computational and Applied Mathematics, 207, pp 3-17, 2007.

Inokuti, M., Sekine, H. & Mura, T., ”General Use of the Lagrange Multiplier in Nonlinear Mathematical Physics, in S Nemat-Nasser (Ed), ”Variational Method in the Mechanics of Solid, Pergamon Press, New York, pp 156-162, 1978.

Kartono. (2012). Persamaan Diferensial Biasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kreyszig, E. (1999). Advanced Engineering Mathematics. John Wiley & Sons, New York.


(6)

Lusiana, E., dkk, ”Penyelesaian Persamaan Diferensial Biasa Taklinear Orde Satu Menggunakan Metode Iterasi Variasional, ”Buletin Ilmiah Matematika Statistika dan Terapannya (Bimaster), vol 03, no.1, hal 69-76, 2014. Marwan & Munzir, S. (2009). Persamaan Diferensial. Yogyakarta: Graha Ilmu. Matinfar, M. & Nodeh, S.J., ”Application of He’s Variational Iteration Method to

a Abelian Differential Equation, ”Journal of Application Mathematics, 7(4): pp 71-75, 2011.

Munir, R. (2008). Metode Numerik. Bandung: Informatika Bandung.

Nugroho, D.B (2011). Persamaan Diferensial Biasa dan Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Purcell, E.J. & Varberg, D. (1987). Kalkulus dan Geometri Analisis Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Purcell, E.J. & Varberg, D. (1987). Kalkulus dan Geometri Analisis Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Purwanto, E.B. (2008). Perancangan dan Analisis Algoritma. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Prawirosusanto, S. (1997). Pengantar Metode Numerik. Yogyakarta: Aditya Media.

Ross, S.L. (2004). Differential Equations. New York: John Wiley & Sons. Setiawan, A. (2006). Pengantar Metode Numerik. Yogyakarta: Andi Offset. Wazwaz, A.M. (2009). Partial Differential Equations and Solitary Waves Theory.