MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUDENT ACTIVE LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT.

(1)

MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUDENT ACTIVE

LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS

NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Disertasi

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Bahasa Indonesia

disusun oleh

Rochmat Tri Sudrajat NIM .0907619

PROGRAM S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Model

Pembelajaran Ssiswa Aktif bagi Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung segala resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan ataupun dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua,

Prof. Dr. H. Syamsuddin A.R., MS.

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris,

Prof. Dr. H. Iskandarwassid, M.Pd.

Anggota,

Prof. Dr. H. Ahmad Slamet Hardjasujana, MA.

Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia,


(4)

Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan bahasa Indonesia yang harus dioptimalkan pada siswa di tingkat SMP. Salah satu kemampuan menulis yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan menulis karangan narasi. Untuk mengoptimalkan proses pembelajaran menulis agar bisa mencapai tujuan yang dikehendaki adalah dengan menerapkan model pembelajaran Student Active Learning (SAL). Dengan menerapkan model pembelajaran SAL diharapkan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa di tingkat SMP.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai aktivitas guru dan siswa dalam penerapan model pembelajaran student active learning, mendeskripsikan kemampuan menulis sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran student active learning, dan mendeskripsikan keefektifan model pembelajaran student active learning dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan desain the randomized pretest-postest control group design atau matched pair design. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 3 Saguling, siswa kelas VIII SMPN 1 Batujajar dan SMPN 1 Cisarua. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, angket, dokumentasi, wawancara, dan tes tertulis. Pengolahan data penelitian ini menggunakan Methode Succefive Interval atau Kuder-Richardson dengan mengolah data interval melalui: 1) validitas, 2) reabilitas dan 3) homoginitas, 4) menguji hipotesis dengan uji per nilai pretes dan postes atau uji t atau uji signifikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran student active learning efektif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Bahwa secara keseluruhan rata-rata gain kemampuan menulis pada siswa adalah 0,40 (dari skor maksimum ideal 1). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa secara keseluruhan pada termasuk kategori sedang. Skor kemampuan menulis siswa secara keseluruhan berdasarkan jenis pendekatan pembelajaran (eksperimen dan kontrol) adalah 0,57 dan 0,23; simpangan baku masing-masing 0,20 dan 0,23; dan jumlah siswa 119, dan 122 menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan SAL lebih baik daripada yang menggunaan model konvensional. Skor Kemampuan menulis berdasarkan peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah) adalah 0,49; 0,39 dan 0,31 simpangan baku 0,25; 0,27dan 0,25 jumlah siswa 82, 78 dan 81. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswayang pembelajaranya mengunakan model SAL lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional. Skor kemampuan menulis siswa yang berasal dari sekolah peringkat tinggi berdasarkan jenis pendekatan pembelajaran (SAL dan konvensional) adalah 0,68; dan 0,30; simpangan baku 0,15 dan 0,17 dan jumlah siswa 40 dan 42. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

menulis pada sekolah peringkat tinggi yang pembelajarannya menggunakan

pendekatan SAL lebih baik daripada yang menggunkan model konvensional. Skor kemampuan menukis yang berasal dari sekolah peringkat sedang berdasarkan jenis pendekatan pembelajaran (SAL dan Konvensional) adalah 0,58 dan 0,22; simpangan baku 0,18; 0,23 dan jumlah siswa 38 dan 40. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis siswa sekolah peringkat sedang yang pembelajarannya menggunakan pendekatan SAL lebih baik daripada yang menggunakan model konvensional. Skor kemampuan menulis yang berasal dari sekolah peringkat rendah berdasarkan jenis


(5)

(6)

viii

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 11

1. Batasan Masalah ... 11

2. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoretis ... 13

2. Manfaat Praktis ... 14

E. Asumsi ... 14

F. Hipotesis ... 15

G. Definisi Operasional ... 16


(7)

ix

A. Model Pembelajaran ... 23

B. Tinjauan Pembelajaran Siswa Aktif sebagai Model Pembelajaran ... 30

1. Pengertian Pembelajaran Siswa Aktif ... 30

2. Pembelajaran Siswa Aktif sebagai Model Pembelajaran ... 34

3. Model Pembelajaran Siswa Aktif dalam Pembelajaran Menulis ... 39

C. Ihwal Keterampilan Menulis ... 56

1. Pengertian Menulis ... 56

2. Fungsi Menulis ... 63

3. Tujuan Menulis ... 64

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Menulis ... 65

5. Proses Menulis... 65

6. Langkah-langkah Menulis ... 68

7. Syarat-syarat Menulis ... 75

8. Ragam Menulis ... 76

D. Ihwal Karangan Narasi ... 90

1. Pengertian Karangan Narasi ... 90

2. Ciri-ciri Karangan Narasi ... 91

3. Jenis-jenis Karangan Narasi ... 92

4. Unsur-Unsur Karangan Narasi ... 95

5. Metode Penulisan Narasi ... 95

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Metode dan Teknik Penelitian ... 100

1. Metode Penelitian ... 100

2. Teknik Penelitian ... 102

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 105

1. Populasi ... 105


(8)

x

D. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian ... 109

1. Tahap Persiapan ... 109

2. Tahap Pelaksanaan ... 110

E. Instrumen Penelitian ... 110

1. Desain Model Pembelajaran ... 113

2. Lembar Tes ... 117

3. Observasi ... 122

4. Angket ... 125

5. Wawancara ... 125

F. Teknik Pengumpulan Data ... 125

G. Klasifikasi Data ... 131

H. Teknik Analisis Data ... 132

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Siswa Aktif di Tingkat SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 135

1. Rancangan Model Pembelajaran ... 145

2. Implementasi Model Pembelajaran pada Kelas Eksperimen ... 152

1. Implementasi Model Pembelajaran di Kelas VIII-A SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat ... 153

2. Implementasi Model Pembelajaran di Kelas VIII-A SMP Negeri Saguling Kecamatan Saguling Kab. Bandung Barat ... 155

3. Implementasi Model Pembelajaran di Kelas VIII-C SMP Negeri 1 Cisarua Kecamatan Cisarua Kab. Bandung Barat .... 157

3. Implementasi Model Pembelajaran pada Kelas Pembanding ... 160

1. Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri di Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Batujajar Kab. Bandung Barat ... 161


(9)

xi

3. Implementasi Model Pembelajaran dengan Teknik Alfa di Kelas VIII-B SMP Negeri 1 Cisarua Kecamatan Cisarua Kab.

Bandung Barat ... 166

B. Kemampuan Menulis Sebelum dan Sesudah Penerapan Model Pembelajaran Siswa Aktif Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 168

C. Keefektivan Model Pembelajaran Siswa aktif dalam Meningkatkan Keterampilan Menulis Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat... 223

1. Analisis Hasil Angket Guru ... 223

2. Analisis Hasil Angket Siswa ... 228

3. Analisis Hasil Penilaian RPP ... 240

4. Analisis Hasil Observasi Kelas ... 245

5. Analisis Data Kuantitatif ... 266

D. Temuan Penelitian ... 284

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 287

1. Kondisi Pembelajaran Menulis Siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 287

2. Rancangan Model Pembelajaran Siswa Aktif ... 289

3. Implementasi Model Pembelajaran Siswa Aktif yang dapat Meningkatkan Keterampilan Menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat ... 290

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 298

B. Saran ... 299

DAFTAR PUSTAKA ... 302


(10)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel KETERANGAN HAL

Tabel 2.1 Perbedaan antara Narasi Ekspositoris dengan Narasi Sugestif. 92

Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Tes Menulis Karangan Narasi 118

Tabel 3.2 Pedoman Penilaian Menulis Karangan Narasi 119

Tabel 3.3 Komposisi Penilaian Menulis Karangan Narasi 120

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Menulis Karangan Narasi 122

Tabel 3.5 Pedoman Penilaian Kreativitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran Menulis Karangan Narasi 123

Tabel 3.6 Komposisi Penilaian Kreativitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran Menulis Karangan Narasi 123

Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Hasil Observasi 125

Tabel 4.1 Rekapitulasi Observasi Guru di Kelas 136

Tabel 4.2 Tabulasi Penilaian Observasi Guru Berdasarkan Kriteria

Penelitian 140

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap I SMP Negeri 1

Batujajar Kabupaten Bandung Barat 168

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap I SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat 170

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap I SMP Negeri

Saguling Kecamatan Saguling Kab. Bandung Barat 176

Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi Tahap I SMP Negeri Saguling Kecamatan Saguling Kab.

Bandung Barat 178

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap I SMP Negeri 1

Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat 183


(11)

xiii

Batujajar Kabupaten Bandung Barat

Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi

Tahap II SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten Bandung Barat 192 Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Saguling Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat 197

Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi Tahap II SMP Negeri 1 Saguling Kecamatan Saguling

Kabupaten Bandung Barat 199

Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri

Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat 204

Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi Tahap II SMP Negeri Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bandung Barat 206

Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Batujajar Kabupaten Bandung Barat 211

Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Tes Berdasarkan Aspek Karangan Narasi Tahap II SMP Negeri 1 Saguling Kecamatan Saguling

Kabupaten Bandung Barat 215

Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Tes Pembelajaran Tahap II SMP Negeri 1

Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat 219

Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Angket Guru 226

Tabel 4.19 Hasil Angket Siswa SMP Negeri 1 Batujajar Kabupaten

Bandung Barat 230

Tabel 4.20 Hasil Angket Siswa SMP Negeri 3 Saguling Kabupaten

Bandung Barat 233

Tabel 4.21 Hasil Angket Siswa SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten

Bandung Barat 236

Tabel 4.22 Hasil Penilaian Observer terhadap 3 Orang Guru 241

Tabel 4.23 Hasil Observasi Kelas SMP Negeri I Batujajar 245

Tabel 4.24 Hasil Observasi Kelas SMP Negeri Saguling 251

Tabel 4.25 Hasil Observasi Kelas SMP Negeri Cisarua 256

Tabel 4.26 Rekapitulasi Observasi Guru di Kelas 261

Tabel 4.27 Analisis Data Tes Awal 266


(12)

xiv Tabel 4.31

Tinggi dan Sedang 272

Tabel 4.32 Hasil Uji Mann-Whitney untuk Pre Tes Berdasarkan Level

Sekolah Tinggi dan Sedang 272

Tabel 4.33 Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Tinggi dan

Rendah 273

Tabel 4.34 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Tinggi

dan Rendah 273

Tabel 4.35 Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Sedang dan

Rendah 274

Tabel 4.36 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level

Sedang 274

Tabel 4.37 Analisis Data Tes Akhir 274

Tabel 4.38 Uji Normalitas Pos Tes 276

Tabel 4.39 Uji Mann-Whitney Postes Berdasarkan Pembelajaran ………. 277

Tabel 4.40 Hasil Uji Mann-Whitney Pos Tes Berdasarkan Pembelajaran 277

Tabel 4.41 Analisis Data Gain 278

Tabel 4.42 Uji Normalitas Pre Tes 279

Tabel 4.43 Uji Mann-Whitney Gain Berdasarkan Pembelajaran 280

Tabel 4.44 Hasil uji Mann-Whitney Gain Kemampuan Menulis

berdasarkan pembelajaran 280

Tabel 4.45 Uji Mann-Whitney untuk Gain kemampuan menulis

berdasarkan level sekolah Tinggidan Sedang 281

Tabel 4.46 Hasil uji Mann-Whitney Untuk Gain Kemampuan Menulis

Berdasarkan Level Sekolahtinggi dan Sedang 281

Tabel 4.47 Uji Mann-Whitney Gain Kemampuan Menulis untuk Sekolah

Level Tinggi dan Rendah 282

Tabel 4.48 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Tinggi

dan Rendah 282

Tabel 4.49 Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Sedang dan

Rendah 283

Tabel 4.50 Hasil Uji Mann-Whitney Pre Tes untuk Sekolah Level Sedang


(13)

xv

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Nama Gambar Halaman

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian 22

Gambar 2.1 Konsep Penerapan SAL dalam Pembelajaran

Menulis Karangan Narasi


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan manusia yang lainnya. Hubungan antarmanusia tersebut dikenal sebagai sebuah interaksi. Dalam banyak hal, wujud interaksi ditentukan oleh komunikasi.Salah satu media

komunikasi terpenting adalah bahasa. Keberhasilan berkomunikasi sangat

ditentukan oleh keterampilan seseorang dalam menggunakan bahasa. Di antaranya keterampilan menulis sebagai sarana komunikasi antar manusia.

Dalam kenyataan sehari-hari, setiap orang selalu dihadapkan dengan berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan menulis, interaksi di lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat, atau di lingkungan pendidikan. Di lingkungan pendidikan, siswa dituntut untuk dapat menulis, karena dengan menulis siswa bisa memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih banyak serta bisa menunjukkan gagasan dan ide-idenya melalui tulisan.

Secara sederhana, kegiatan menulis merupakan kegiatan menggambarkan bahasa dengan lambang-lambang grafik yang bisa dipahami. (Tarigan, 1986, hlm. 4) menyatakan bahwa menulis adalah “menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut”. Hernowo mengatakan bahwa kegiatan menulis bukan sekedar membuat huruf-huruf dengan pena pada selembar kertas melainkan sebagai upaya untuk melahirkan pikiran dan perasaan, dan melalui kegiatan menulis kita bisa mengekspresikan diri secara total (Hernowo, 2002, hlm. 166).

Menulis merupakan keterampilan yang menuntut penguasaan bahasa yang baik. Ketika belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran pada tingkat lanjut.


(15)

keterampilan menulis” (Semi, 1995, hlm. 5). Keterampilan menulis sama halnya seperti keterampilan berbicara yaitu keterampilan yang bersifat produktif dan ekspresif. Perbedaannya keduanya adalah menulis merupakan komunikasi yang dilakukan tanpa bertatap muka (tidak langsung), sedangkan berbicara merupakan komunikasi yang dilakukan dengan tatap muka (secara langsung) (Tarigan, 1994, hlm. 2). Menurut Azies dan Alwasilah (1996, hlm. 128), keterampilan menulis berhubungan erat dengan keterampilan membaca. Demikian halnya menurut Semi (1995, hlm. 5), semakin banyak seorang siswa membaca, akan semakin lancar pula dia menulis.

Materi menulis di sekolah biasanya selalu berhubungan dengan paragraf atau wacana. Sebelum siswa mendalami wacana, dia terlebih dahulu harus memahami paragraf. Jika ada materi mengarang (komposisi), materi paragraf haruslah menjadi dasar pemahaman komposisi, pengajaran menulis, sebagaimana juga materi lain, disajikan secara bertahap. Dalam belajar menulis, siswa dapat ditugaskan membuat surat, naskah pidato atau konsep wawancara, atau periklanan.Dalam kaitan dengan menulis, siswa harus memiliki kemampuan dalam memahami ejaan. Materi ejaan sifatnya sangat teknis sehingga siswa cukup mempelajarinya di rumah saja melalui modul atau buku khusus tentang ejaan. Atau bisa juga siswa dilatih menggunakan ejaan. Pelatihan menulis paragraf atau karangan merupakan cara untuk melatih menggunakan ejaan. Ejaan hanya merupakan bagian dari materi menulis. Oleh karena itu, sejak dini siswa diperkenalkan dengan kaidah tata tulis ini walaupun bukan sebagai materi tersendiri.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai tanggung jawab untuk membina dan memupuk keterampilan siswa dalam menulis. Kurikulum bahasa mencantumkan hakikat pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi (Puskur, 2003). Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik tulisan maupun

lisan.Di sekolah-sekolah, pembelajaran menulis masih belum memuaskan.


(16)

menulis adalah penggunaan metode. Cara penyampaian guru cenderung kurang bervariasi (Tarigan, 1986, hlm. 39). Padahal, cara guru mengajar sangat mempengaruhi cara siswa belajar. Bila guru mengajar dengan metode ceramah, siswa pun belajar dengan cara menghafal. Bila guru mengajar dengan banyak memberikan latihan, siswa pun akan memperoleh pengalaman.

Pembelajaran bahasa di sekolah cenderung bersifat sangat teoretis dan tidak terkait dengan lingkungan tempat anak berada. Akibatnya, peserta didik tidak mampu menerapkan materi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan seakan-akan mencabut peserta didik dari lingkungannya sehingga asing dari masyarakatnya sendiri (Dikmenum, 2002, hlm. 2). (Nurhadi, 2004, hlm. 32) melaporkan hasil penelitian yang sama. Para siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia tidak mampu menghubungkan materi yang dipelajari dan memanfaatkan pengetahuan itu untuk memecahkan persoalan sehari-hari. Siswa hanya memperoleh hafalan dengan tingkat pemahaman yang rendah. la hanya tahu bahwa tugasnya adalah mengenal fakta, sedangkan keterkaitan antara fakta-fakta dengan pemecahan masalah belum mereka kuasai.

Widharyanto (2003, hlm. 23) menyatakan temuan lain, bahwa

Pembelajaran Bahasa Indonesia di banyak sekolah di Indonesia cenderung masih bergaya teacher center. Hasil observasi kelas dan wawancara intensif dengan ratusan guru Bahasa Indonesia, siswa , dan orang tua siswa di beberapa Kabupaten memperlihatkan fenomena tersebut. Para guru Bahasa Indonesia masih merasa "nyaman" dengan situasi kelas ketika mereka masih mendominasi keseluruhan waktu pembelajaran, sedangkan siswa diam, mendengarkan penjelasan guru, dan mengerjakan latihan. Guru cenderung kurang meminati kelas Bahasa Indonesia yang ditandai oleh tingkat keramaian yang tinggi, dipenuhi dengan interaksi fisik dan interaksi berbahasa multiarah antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, siswa dengan kelompok siswa , siswa dengan kelas. Proses Belajar Mengajar (PBM) Bahasa Indonesia rata-rata ditandai oleh dominasi kegiatan guru menjelaskan-siswa menyimak, atau guru bertanya-siswa menjawab. Tanya jawab semacam itu umumnya hanya menyisakan kesempatan mengungkapkan satu-dua kata kepada para siswa. Jarang sekali ditemukan peluang yang cukup besar bagi siswa untuk menyumbangkan gagasannya dalam bentuk wacana terbuka dan ekstensif.


(17)

Materi menulis kadang-kadang membuat siswa bingung karena beragam jenis tulisan yang dipelajari di sekolah. Tulisan tersebut antara lain seperti narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentasi. Menulis merupakan suatu keterampilan dan keterampilan akan berkembang jika siswa atau pelajar melakukan latihan secara berkelanjutan. Bisa dengan cara memberikan kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berlatih menulis baik menulis karangan, novel, dongeng, cerita atau tulisan lainnya yang sesuai dengan materi pelajaran di sekolah.

Di antara permasalahan yang berhubungan dengan belajar keterampilan menulis pada siswa adalah sistem penilaiannya. Sistem penilaian yang digunakan pada umumnya hanya berdasar pada tes tertulis saja yang biasanya dilakukan di akhir semester, atau tahun pelajaran. Padahal, tidak semua keterampilan berbahasa dapat dievaluasi dengan menggunakan tes tertulis saja (Saukah, 1999, hlm 211).

Permasalahan tersebut berimbas pada kualitas pembelajaran menulis itu sendiri. Akibatnya, pelajaran Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran yang tidak disenangi oleh siswa. Kenyataan tersebut sesungguhnya dapat diubah dengan cara meningkatkan kualitas pembelajaran menulis itu agar lebih baik. Bahasa

Indonesia, khsusnya keterampilan menulis harus menjadi pelajaran yang

menyenangkan, menarik, dan memberi manfaat bagi siswa sebagai pelajar. Salah satu aspek yang terkait dengan permasalahan tersebut adalah masalah kompetensi dan kreativitas guru dalam memilih model pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu memilih model pembelajaran menunjang pencapaian tujuan kurikulum dan sesuai dengan potensi peserta didik. Hal ini karena alasan bahwa ketepatan guru dalam menentukan model pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran dan hasil belajar siswa, sebab model pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan (Djahiri, 1992, hlm. 45). Model pembelajaran akan berhubungan dengan metode, pendekatan, dan teknik pembelajaran. Guru hendaknya mampu menguasai ketiga konsep tersebut. Guru memang seharusnya mampu meracik ketiga hal tersebut dengan aspek-aspek lain dalam PBM, sehingga pembelajaran menjadi proses belajar mengajar yang dinamis dan inovatif. Dengan demikian,


(18)

kompetensi dan kreativitas guru dalam memberdayakan berbagai pendekatan,

metode dan prosedur pembelajaran akan menentukan kualitas hasil

pembelajarannya. Seiring dengan harapan itu, tidak salah apabila masih dipertanyakan, sejauh mana upaya peningkatan kualifikasi tenaga pengajar dan penyempurnaan kurikulum bahasa Indonesia dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. (Rivers, 1987, hlm. 56) menyatakan bahwa “proses belajar mengajar memerlukan interaksi yang memadai yang merupakan syarat mutlak untuk berkembangnya belajar bahasa yang optimal.”

Interaksi dalam pembelajaran berperan sebagai proses kognitif dalam interaksi siswa dengan masukan dan siswa dengan sesama temannya. Oleh karena itu, siswa tidak hanya sekedar menyimak dari guru, tetapi berpartisipasi aktif dalam mengolah dan menegosiasikan masukan tersebut (Long, 1983). Dengan kata lain, belajar bahasa yang optimal memerlukan interaksi negosiatif yang menempatkan siswa pada posisi pengolah informasi-informasi yang diperlukan melalui makna dengan guru dan sesama temannya. Di samping itu, pembelajaran yang baik adalah yang menempatkan siswa sebagai gurunya, dan guru yang baik adalah yang juga belajar dari siswa nya. Siswa adalah gurunya guru.

Standar kompetensi menulis dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas VIII berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah supaya siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat.Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut (Tarigan 2008, hlm. 1).

Keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi harus melalui proses belajar dan berlatih. Dengan penguasaan keterampilan menulis diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan yang dimiliknya setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi


(19)

maupaun nonfiksi.Keterampilan menulis telah diajarkan diberbagai jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, pembelajaran menulis telah lama menjadi masalah dalam sistem pembelajaran bahasa Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sampai saat ini masih banyak terjadi sistem pembelajaran yang kurang sesuai. Kekurangtepatan sistem pembelajaran dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran terutama pembelajaran menulis.

Mengingat pentingnya keterampilan menulis, khususnya menulis karangan narasi pada siswa kelas VIII, perlu diadakan pembinaan dan pembiasaan diri dalam menulis, khususnya menulis karangan narasi. Pembinaan dan pelatihan menulis karangan narasi pada siswa kelas VIII menuntut peran guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Guru harus memiliki teknik, metode atau media yang sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Karangan narasi menarik untuk dibicarakan pada siswa karena hal yang disampaikan dalam karangan ini adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa secara kronologis sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau melihat peristiwa itu secara langsung (Keraf 1983, hlm. 135). Seperti yang diungkapkan Sulkhan, dkk. (dalam Fitri 2008, hlm. 2) bahwa, dalam praktik pembelajaran menulis banyak siswa yang tidak suka. Pembelajaran menulis karangan sering menimbulkan rasa bosan, terutama bagi siswa yang kurang mampu dan kurang mendapat latihan di sekolah sehingga tidak berminat dalam kegiatan pembelajaran keterampilan menulis.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMPN I Batujajar Kabupaten Bandung, yang mengajar kelas VIII, diketahui bahwa saat ini kondisi kemampuan menulis karangan narasi siswa belum maksimal. Diketahui bahwa nilai rata-rata 6,5 dengan nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 5. Selain itu, dari hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa diperoleh informasi, bahwa siswa masih merasa belum mampu untuk menyusun dan menggunakan kalimat dengan stuktur yang baik dan benar. Di samping itu, dalam menulis karangan, siswa merasa puas apabila karangannya sudah satu


(20)

halaman penuh, siswa tidak memperhatikan pilihan kosakata, alur, isi karangan, maupun urutan dalam kalimat dan keterpaduan paragraf. Keadaan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan Keraf (1983, hlm. 147) yang menyatakan

bahwa “menulis karangan narasi harus memperhatikan unsur-unsur yang

membangun karangan tersebut agar hasil yang ditulis baik. Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya, yaitu: alur (plot), perbuatan, penokohan, latar, dan sudut pandang”.

Selama ini, pembelajaran menulis karangan narasi, banyak dijumpai masalah yang dihadapi oleh para guru maupun siswa, sehingga hasil pembelajaran tidak sesuai dengan harapan. Masalah-masalah ini disebabkan oleh kekurangtepatan pemilihan strategi pembelajaran ataupun metode yang digunakan guru. Metode apapun sebenarnya baik, karena memiliki dasar yang kuat, akan tetapi sebaik-baiknya metode memiliki kelemahan disamping kelebihannya. Baik tidaknya

metode yang digunakan sangat tergantung pada faktor guru dalam

menerapkannya.

Faktor guru yang menyebabkan siswa kurang terampil menulis karangan narasi adalah teknik mengajar yang kurang kreatif dalam mengembangkan potensi diri para siswa dan tidak menggunakan media yang tersedia. Teknik yang selama ini sering digunakan adalah teknik ceramah dan penugasan. Teknik ini memiliki kelemahan karena siswa lebih berperan sebagai objek didik, bukan sebagai subjek didik yang aktif. Guru lebih baik menggunakan teknik diskusi karena dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif selama proses pembelajaran. Padahal dalam menulis karangan narasi siswa menuangkan ide pikirannya sendiri bukan kelompok.

Selain faktor guru, siswa juga menentukan keberhasilan dalam pembelajaran menulis. Faktor dari siswa diantaranya (1) siswa kurang berminat dalam pembelajaran menulis, (2) siswa sulit menentukan tema karangan, (3) siswa bingung untuk memulai menulis, dan (4) siswa sulit untuk mengembangkan gagasan.


(21)

Faktor dari siswa yang pertama adalah siswa kurang berminat pada pembelajaran menulis. Kurangnya minat siswa karena mereka tidak mengetahui pentingnya keterampialn menulis sebagai bagian dari empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan membaca, keterampilan berbicara, dan keterampilan menulis. Guru harus memberikan pengertian bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan untuk meningkatkan performa seseorang. Keterampilan menulis bukan bawaan sejak lahir, tetapi keterampilan yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Kurang minatnya siswa juga karena menganggap bahwa menulis narasi itu sulit, padahal dengan membaca teks wawancara dapat mempermudah siswa dalam menulis karangan narasi.

Faktor dari siswa yang kedua adalah siswa sulit menemukan tema karangan yang disebabkan karena siswa jarang membaca. Siswa dapat memulai menulis dengan tema-tema yang sederhana. Tema yang sederhana digunakan sebagai latihan sebelum menulis dengan tema yang lebih kompleks. Dengan membaca teks wawancara siswa akan lebih mudah untuk menemukan tema.

Faktor ketiga adalah siswa bingung untuk memulai menulis. Biasanya siswa merasa bingung ketika mengawali sebuah karangan, sehingga judul yang dipilihnya pun kadang tidak sesuai dengan isi karangan itu sendiri. Jadi hasilnya pun menyimpang dari dari tema yang ditetapkan oleh guru. Untuk menyusun sebuah karangan narasi, siswa harus mampu menguasai kosakata dan kaidah bahasa serta mampu mengembangkan tema yang akan ditulis. Siswa seharusnya memulai dengan menata dan memetakan gagasan lebih dahulu sebelum menulis. Setelah membuat peta gagasan, kegiatan menulis akan lebih mudah apabila ada stimulannya. Teks wawancara dapat dijadikan sebagai stimulan yang tepat bagi siswa agar dapat memulai menulis. Dalam teks wawancara terdapat berbagai informasi yang dapat digunakan siswa dalam memulai menulis. Selain itu dorongan dan motivasi dari guru juga sangat dibutuhkan.

Faktor terakhir yang menyebabkan rendahnya keterampilan menulis

karangan narasi adalah siswa sulit untuk mengembangkan gagasan meliputi rangkaian alur yang kurang baik, isi yang monoton, dan penokohan yang kurang


(22)

jelas. Untuk mengatasi hal ini, guru dapat memberikan penjelasan untuk menulis dari hal yang umum ke hal yang khusus (deduktif) atau dari hal yang khusus ke hal-hal yang umum (induktif). Membaca teks wawanacara dapat mempermudah siswa dalam mengembangkan gagasan karena dalam teks wawancara informasi yang dibutuhkan ada, sehingga daya khayal siswa akan lebih baik.

Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut di atas, maka perlu dicari solusi adanya model dan media yang tepat agar dapat digunakan dalam pembelajaran menulis terutama menulis karangan narasi yaitu melalui pengembangan model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat.

Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah proses belajar mengajar yang diberikan di kelas pada umumnya hanya mengemukakan konsep-konsep dalam suatu materi. Proses belajar mengajar yang dilakukan adalah satu arah (teaching directed). Model pembelajaran tersebut dianggap kurang mengeksplorasi wawasan dan pengetahuan siswa.

Perubahan paradigma dalam proses yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk

membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh

pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Peran guru dalam pembelajaran berpusat pada siswa adalah sebagai fasilitator yang dalam hal ini, guru memfasilitasi proses pembelajaran di kelas. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitas.

Pembelajaran siswa aktif sebagai salah satu pendekatan belajar yang menempatkan siswa sebagai gurunya bagi diri sendiri, dapat dijadikan solusi dalam menyelesaikan persoalan pembelajaran bahasa Indonesia. Pendekatan ini lebih menekankan pada aktivitas siswa. Siswa menggunakan otaknya untuk mengkaji ide-ide, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang telah mereka


(23)

pelajari (Silberman, 1996, hlm. 39). Dalam siswa aktif, aktivitas siswa didasarkan pada pengalaman belajar yang diperoleh melalui bentuk keterlibatan kelas baik dalam kerja tim, kerja kelompok kecil, kerja berpasangan, maupun kerja individual. Selain itu, keterlibatan siswa di kelas juga dilakukan melalui aktivitas menulis, menulis, membaca, debat, role playing, acting, wawancara, percobaan, ataupun riset kecil. Aktivitas seperti itu diduga dapat mengatasi: (1) siswa kurang berminat dalam pembelajaran menulis, (2) siswa sulit menentukan tema karangan, (3) siswa bingung untuk memulai menulis, dan (4) siswa sulit untuk mengembangkan gagasan.

Pembelajaran siswa aktif merupakan suatu pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, siswa aktif menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks siswa aktif , tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, siswa aktif mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan

mudah dilupakan. Ketiga, siswa aktif mendorong siswa untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan artinya siswa aktif bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran


(24)

dalam konteks siswa aktif bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Dengan penerapan metode ini siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan berbagai masalah yang ada di

kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini dikembangkan dengan tujuan agar

pembelajaran berjalan produktif dan bermakna. Disinilah perlunya memahami secara benar bagaimana cara menerapkan metode siswa aktif sehingga dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, pembatasan masalah diperlukan untuk memudahkan penelitian, agar bidang garapan yang diteliti menjadi fokus. Menurut (Arikunto, 1989, hlm. 32) bahwa pembatasan

masalah harus menetapkan lebih dulu segala yang diperlukan untuk

pemecahannya, yaitu: tenaga, kecekatan, waktu, ongkos, dan lain-lain yang timbul dari rencana itu. Pembahasan penelitian ini adalah pengembangan model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama satu semester di Tiga SMP Kabupaten Bandung Barat tahun ajaran 2011 - 2012. Penerapan model ini akan berujung kepada kesimpulan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Indikatornya mengacu pada salah satu indikator yang dikemukakan (Reigeluth dan Merrill, 1979, hlm. 37) yakni kecermatan penguasaan keterampilan. Dalam penelitian ini, keterampilan yang dimaksudkan adalah keterampilan menulis narasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

Siswa aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam mengembangkan model pembelajaran menulis bahasa Indonesia karena SAL bisa


(25)

sesuai dengan prinsip-prinsip menulis, salah satu prinsip tersebut adalah menulis itu bersifat interaktif, artinya menulis tidak hanya mensyaratkan hadirnya partisipan melainkan diperlukan adanya dialog dan saling menanggapi antar kedua belah pihak. Dalam hal ini keaktifan siswa sangat dituntut. Sementara itu, salah

satu prinsip siswa aktif adalah siswa terlibat aktif dalam setiap

pembelajaran.Adapun tahapan pembelajarannya adalah siswa mengeksplorasi ide-ide, menemukan konsep, dan mengaplikasikan konsep. Dengan demikian, pendekatan siswa aktif diduga efektif dapat mengembangkan kemampuan menulis siswa.

Berdasarkan deskripsi singkat di atas, penelitian ini berjudul “Model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Tujuannya adalah menguji keefektifan model tersebut dan mengkaji perbedaan yang signifikan tentang kemampuan menulis sebelum dan sesudah penerapan model tersebut dilaksanakan serta mendeskripsikan langkah-langkah pembelajarannya.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan satu langkah yang harus dilakukan sebagai upaya untuk menyatakan secara tertulis pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicarikan jawabannya. Menurut (Moleong, 1990, hlm. 77). Bahwa rumusan masalah di sini bermaksud menunjang upaya penemuan dan menyusun teori substantif, yaitu teori yang berakar dari data. Selanjutnya dijelaskan kembali bahwa rumusan masalah yang tentatif yang kemudian diubah, dimodifikasi, dan disempurnakan pada latar penelitian jelas akan labih memperkaya khazanah pengetahuan dalam dunia ilmu. Dari hal tersebut, maka perumusan masalah bagi peneliti akan mengarahkan dan membumbung pada situasi lapangan bagaimana yang akan dipilihnya dari berbagai lapangan yang sangat banyak terdiri. Sesuai dengan ruang lingkup masalah pokok penelitian ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang menarik untuk diteliti yakni sebagai berikut:


(26)

Secara umum, masalah penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah model pembelajaran siswa aktif dapat meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat.

1) Langkah-langkah apa saja yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menulis narasi di SMP Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan model pembelajaran siswa aktif?

2) Apakah model pembelajaran siswa aktif dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa SMP Kabupaten Bandung Barat?

3) Apakah penerapan model pembelajaran siswa aktif dalam pembelajaran menulis narasi, berhasil lebih tinggi, jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional di SMP Kabupaten Bandung Barat?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diarahkan pada implementasi model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan keterampilan menulis narasi siswa SMP di Kabupaten Bandung Barat. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1) langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menulis narasi di SMP Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan model pembelajaran siswa aktif;

2) model pembelajaran siswa aktif dalam meningkatkan kemampuan

menulis narasi siswa SMP Kabupaten Bandung Barat; dan

3) penerapan model pembelajaran siswa aktif dalam pembelajaran menulis

narasi, berhasil lebih tinggi, jika dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional di SMP Kabupaten Bandung Barat.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini mencoba menerapkan model tersebut dalam pembelajaran menulis. Dengan demikian, secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan dalil-dalil atau prinsip-prinsip yang didasarkan pada efektivitas implementasi model pembelajaran siswa aktif


(27)

yang dapat meningkatkan keterampilan menulis yang dikembangkan dalam pembelajaran menulis.

1) Manfaat bagi siswa

a) Penelitian ini dapat memberikan wawasan yang baik kepada siswa dalam memahami konsep menulis narasi melalui tahapan pembelajaran SAL. b) Secara konseptual, penelitian ini dapat membantu mengorganisasikan

pikiran siswa dan menempatkannya dalam suatu bentuk yang berdiri sendiri melalui proses belajar melalui SAL.

2) Manfaat bagi guru

a) Penelitian ini dapat menjadi media untuk menuangkan ide, gagasan, dan pemikiran mengenai berbagai hal, khususnya terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik.

b) Penelitian ini merupakan media untuk mengembangkan kemampuan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran menulis. Menulis merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh guru di kelas dan di sekolah atau berbagai permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Dalam hal ini, berkaitan dengan fungsinya sebagai pendidik.

3) Manfaat bagi Sekolah

a) Penelitian ini dapat berfungsi sebagai pengembangan materi pelajaran di sekolah. Guru dianjurkan untuk membuat diktat pelajaran ataupun bahan ajar. Dengan demikian, materi pelajaran akan dapat diperluas, tidak hanya sekadar yang ada pada buku sumber tetapi disesuaikan dengan materi yang bersifat kontekstual di sekolah.

b) Penelitian ini selain fungsi pengembangan materi pelajaran, menulis bagi guru juga berfungsi sebagai unsur kegiatan pengembangan profesi gur di sekolah. Yang dapat dilakukan guru antara lain; menulis artikel ilmiah populer yang diterbitkan di media massa, membuat diktat pelajaran dan bahan ajar, membuat makalah ilmiah yang diterbitkan pada jurnal atau buletin, membuat penelitian tindakan kelas (PTK) yang didokumentasikan di sekolah.


(28)

2. Manfaat Praktis

1) Bagi beberapa instansi pendidikan, di dalam mengembangkan kurikulum

Bahasa Indonesia, model pembelajaran siswa aktif meningkatkan

keterampilan menulis ini bisa dijadikan salah satu model pembelajaran. 2) Bagi LPTK, hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyediakan guru

yang akan mengajarkan bahasa Indonesia, mengembangkan konsep kurikulum, dan mengembangkan model pembelajaran.

3) Bagi guru, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan guru dalam mencari solusi dari belajar yang membosankan ke belajar yang menyenangkan.

4) Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan kreativitas siswa.

E. Asumsi

Asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti berdasarkan berbagai sumber, yang akan dijadikan dasar untuk membuat hipotesis yang harus dirumuskan secara jelas. Dalam penelitian ilmiah peneliti harus memberikan asumsi tentang kedudukan masalahnya, karena asumsi akan menjadi landasan teori dalam laporan hasil penelitian. Asumsi atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti. Dalam penelitian ini ada beberapa asumsi yang dijadikan dasar yaitu:

1) Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa SMP. Berbagai aktivitas di sekolah menuntut para siswa untuk dapat menyampaikan ide dan gagasannya dalam bahasa tulisan.

2) Ketepatan pemilihan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran sangat menentukan keberhasilan tujuan pembelajaran.

3) Pembelajaran menulis akan berhasil dengan baik jika ditunjang oleh penggunaan pendekatan pembelajaran yang mendukung siswa terlibat aktif.


(29)

4) Pembelajaran siswa aktif adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa. Dengan demikian, pendekatan tersebut dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa sehingga kemampuan menulis dapat berkembangan dengan baik.

F. Hipotesis

Hipotesis adalah penjelasan sementara tentang suatu tingkah laku, gejala-gejala, atau kejadian tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Jadi hipotesis merupakan rumusan jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya dengan data yang dianalisis dalam kegiatan penelitian. Hipotesis penelitian ini dirumuskan dengan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis kerja (Ha) sebagai berikut:

1) Ho : 1 2 (tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menulis karangan narasi antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siswa aktif dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional). 2) H1 : 1 2 (terdapat perbedaan peningkatan kemampuan menulis

karangan narasi antara siswa yang mengikuti model pembelajaran siswa aktif dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional).

G. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah tafsir dalam memahami konsep-konsep penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan beberapa istilah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Pembelajaran Siswa Aktif (Student Active Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa. Kegiatan belajar dipandang sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa. Siswa menggunakan otaknya untuk mengkaji ide-ide, memecahkan masalah,dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajarinya (Silberman, 1996, hlm. 231). Siswa mengintegrasikan informasi, konsep-konsep, atau keterampilan baru ke dalam skema atau struktur kognitif yang sudah mereka miliki melalui berbagai cara seperti merumuskan, memeriksa kembali, serta mempraktikannya.


(30)

2. Komponen pembelajaran dalam penelitian ini adalah komponen yang turut menentukan keefektifan pembelajaran, yaitu guru, siswa, materi ajar menulis,

sarana dan prasarana yang secara siginifikan berpengaruh terhadap

pelaksanaan model siswa aktif.

3. Pembelajaran menulis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia yang terfokus pada menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa. Ragam menulis yang dipilih adalah ragam menulis narasi. Menulis narasi adalah adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis (sistematika waktu) dengan tujuan memperluas karangan seseorang paragraf.

4. Model pembelajaran siswa aktif adalah perekayasaan model pembelajaran menulis dengan penerapkan prinsip-prinsip pembelajaran siswa aktif yang dijabarkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran, yakni mengkaji ide-ide, memecahkan masalah, dan menerapkan konsep-konsep.

5. Kemampuan menulis karangan narasi adalah kemampuan siswa SMP dalam mengisahkan rangkaian peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan dari suatu kejadian yang diceritakan dan disusun sesuai dengan kronologi waktu berdasarkan alur cerita atau plot yang mengandung tokoh-tokoh dan

perwatakannya yang bertujuan untuk memperluas pengalaman, baik

pengalaman yang bersifat lahir ataupun yang bersifat batin.

H. Paradigma Penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa suatu model mengajar dianggap baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) memiliki prosedur yang sistematik, untuk memodifikasi perilaku siswa yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu; (2) hasil belajar ditetapkan secara khusus, yaitu perubahan perilaku positif siswa secara khusus; (3) penetapan lingkungan belajar secara khusus dan kondusif; (4) ukuran keberhasilan, yaitu bisa menetapkan kriteria keberhasilan siswa setelah mengikuti pembelajaran; dan (5) interaksi


(31)

dengan lingkungan, yaitu model pembelajaran tersebut harus mendorong siswa reaktif, aktif dan partisipatif terhadap apa yang terjadi dalam lingkungannya.

Menurut Chauhan (1979, hlm. 74), ada beberapa fungsi dari model mengajar, antara lain: (1) pedoman, yaitu sebagai pedoman guru dalam melaksanakan proses mengajar secara komprehensif untuk mencapai tujuan pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum, yaitu dapat membantu dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) menetapkan bahan-bahan pengajaran, yaitu menetapkan bahan ajar secara khusus yang akan disampaikan siswa untuk membantu perubahan positif pengetahuan dan kepribadian siswa; (4) membantu perbaikan dalam mengajar, yaitu mampu mendorong atau membantu proses belajar-mengajar secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan; dan (5) mendorong atau memotivasi terjadinya perubahan tingkah laku pada peserta didik secara maksimal sesuai dengan bakat, minat atau kemampuan masing- masing.

Apabila mengkaji beberapa sumber ilmiah tentang pembelajaran, maka beberapa konsep yang dapat dipahami dari makna pembelajaran inovatif dan partisipatif, antara lain: (1) model pembelajaran inovatif dan partisipatif dapat menumbuhkembangkan pilar-pilar pembelajaran pada siswa, antara lain: learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar berbuat), learning together (belajar hidup bersama), dan learning to be (belajar menjadi seseorang) (Djohar, 1999, hlm. 57); (2) model pembelajaran inovatif dan partisipatif tersebut mampu mendorong siswa untuk mengembangkan semua potensi dirinya secara maksimal, dengan ditandai oleh keterlibatan siswa secara aktif, kreatif dan inovatif selama proses pembelajaran di sekolah; (3) model pembelajaran inovatif dan partisipatif tersebut mampu mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran atau tujuan pendidikan; dan (4) model pembelajaran inovatif dan partisipatif tersebut mampu mendorong siswa untuk melakukan perubahan perilaku secara positif dalam berbagai aspek kehidupan (baik secara pribadi atau kelompok). Jadi, pembelajaran inovatif dan partisipatif adalah pembelajaran yang berorientasi pada strategi, metode atau upaya meningkatkan semua kemampuan positif siswa agar dapat meningkatkan kualitas intelektual (penguasaan IPTEK), kualitas emosional


(32)

(kepribadian) dan kualitas spiritual sehingga siap menyongsong masa depan yang penuh kompetisi. Dalam proses pengembangan potensi atau kemampuan siswa tersebut, pembelajaran inovatif dan partisipatif menempatkan posisi dan peran-peran siswa sebagai sebagai pihak yang paling aktif (paling sentral), guru hanya sekedar sebagai pembimbing, motivator dan evaluator kegiatan pembelajaran siswa.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti berkeyakinan, bahwa: (1) setiap guru dalam proses pembelajaran pada era sekarang dan akan datang harus menggunakan model-model pembelajaran invatif dan partisipatif; dan (2) wujud pembelajaran pada era sekarang dan akan datang harus mampu mengembangkan diri siswa untuk memilki ketrampilan atau kualitas pada sepuluh aspek, yaitu: (1) Basic skills; (2) Technology skills; (3) Problem solving skills; (4) Multicultural quality; (5) Interpersonal skills; (6) Inquiry skills; (7) Information quality; (8) Critical and creative thinkingskills; (9) Communicationskills; dan (10) Spiritualquality.

Pengembangan kompetensi guru, terutama kompetensi profesional dan pedagogic berkaitan dengan proses pembelajaran. Sejalan dengan perkembangan teknologi serta teori-teori pembelajaran, maka guru pun dituntut mampu menguasai dan memilih pendekatan, model, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat, sehingga menjadikan siswa aktif, kreatif, dan belajar dalam suasana senang serta efektif.

Menghadapi tugas tersebut guru tentu harus menguasai strategi, metode, teknik pembelajaran dan bimbingan yang up to date. Bila pengetahuan guru sudah ketinggalan, apa lagi hanya mengandalkan pengalaman tanpa didukung teori-teori, maka guru tidak akan mandapatkan respek dari para siswa yang dibinanya.

Salah satu pendekatan dan strategi yang harus dikuasi guru adalah

Pembelajaran yang menyenangkan, Penguasaan guru berkenaan dengan

Pembelajaran yang menyenangkan ini diharapkan mampu menstimulasi

terciptanya dinamika pembelajaran yang sehat dan kondusif yang bermuata pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar.


(33)

Para ahli pendidikan berpendapat bahwa proses pembelajaran di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat kepada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghafal semua pengetahuan. Memang pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak boleh semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus di upayakan sendiri siswa yang memanjat tangga itu. Tingkat pemahaman siswa menurut model Gagne (1985) dapat dikelompokan menjadi delapan tipe belajar, yaitu: (1) belajar isyarat, (2) stimulus-respon, (3) rangkaian gerak, (4) rangkaian verbal, (5) membedakan, (6) pembentukan konsep, (7) pembentukan aturan dan (8) pemecahan masalah (problem solving).

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran tergantung pada pendekatannya. Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa dalam kegiatan inti pembelajaran merupakan proses untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD) yang harus dilakukan secara interaktif,


(34)

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemadirian sesuai denganbakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan

kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman(insight) dalam

mengembangkan sesuatu (generating). Kemampuan memecahkan masalah

(problem solving) adalah kemampuan tahap tinggi siswa dalam mengatasi

hambatan, kesulitan maupun ancaman. Metode problem solving (metode

pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga

merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solvingdapat

menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Berpikir kreatif merupakan dasar untuk menulis karangan narasi. Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa.

Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat seseorang),

otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.

Dalam karangan imajinasi, penulis harus kreatif menghubungkan

imajainasinya dengan kata-kata yang dipilih. Penulis harus melakukan suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan (generating) imajinasinya menjadi sebuah tulisan yang menarik berbentuk cerita. Cerita ini berdasarkan pada urut-urutan suatu (atau rangkaian) kejadian atau peristiwa. Di dalam kejadian ini ada tokoh (beberapa tokoh) dan tokoh ini mengalami dengan menghadapi suatu (serangkaian) konflik dengan tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan alur. Dengan demikian, narasi adalah cerita berdasarkan alur.


(35)

Secara skematis, kerangka berpikir penelitian ini lebih lanjut disajikan dalam bentuk bagan berikut:


(36)

Gambar 1.1

Paradigma Penelitian

Gagasan Pengembangan

Model SAL

kreatif Menulis bersifat teknis Pembelajaran membosankan Keterampilan menulis rendah Pembelajaran RPP Materi Metode Media PBM Evaluasi Hambatan Potensi Proses Pembelajaran

Ket. Non teknis

Pre tes Postes

Ket. Teknis Pelaksanaan model pembelajaran siswa aktif (Student Active Learning) dalam meningkatkan keterampilan menulis siswa Teknis Pembelajaran

Kegiatan Awal

Kegiatan Inti

Kegiatan Penutup

Out Put Siswa terampil menulis karangan narasi: tema, penokohan, alur, latar, sudut

pandang dan gaya bahasa

Environmental Input

Potensi Sumber Daya, lingkungan, Kelompok Usaha, Keluarga, dll.

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi

M odel pembelajaran siswa aktif (Student Active Learning) dalam

meningkatkan keterampilan menulis


(37)

(38)

23

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF, KETERAMPILAN MENULIS, DAN KARANGAN NARASI

A. Model Pembelajaran

Eppen, Gould, and Schmidt, (1993, hlm. 2) mendefinisikan bahwa, “A model

is a selective abstraction of reality. A model usually simplies reality”. Jadi, model

adalah pola, acuan, kerangka dari sesuatu yang akan dihasilkan. Model dimaknai sebagai penyederhanaan atau simplikasi dari sejumlah aspek dunia nyata. Jadi, model merupakan pola yang mewakili dunia nyata secara benar dan tepat. Bentuknya bermacam-macam, misalnya berbentuk tiruan mini dari dunia fisik yang nyata, seperti globe, atau mungkin hanya berbentuk diagram, konsep, atau pun rumus. Jadi, sebuah model harus mereduksi atau menata informasi yang begitu banyak menjadi sederhana baik dalam ukuran maupun bentuk. Juga, model dapat digunakan sebagai alat analisis sesuatu.

Model pembelajaran yang dipilih atau akan digunakan dalam proses pembelajaran, seyogyanya relevan dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Pertimbangan utama dalam pemilihan model pembelajaran ialah tujuan pencapaian yang hendak dicapai setelah proses pembelejaran. Menurut Sukmadinata (2004: 209) model pembelajaran adalah suatu desain yang menggunakan proses rincian atau cara mengajar yang memungkinkan para siswa berinteraksi dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa tersebut.

Chauchan (1979, hlm. 45) berpendapat bahwa suatu model yang baik memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1) memiliki prosedur ilmiah, 2) hasil belajar yang spesifik, 3) kejelasan lingkungan belajar, 4) kriteria hasil belajar yang jelas, dan 5) proses pembelajaran yang jelas. Selanjutnya pengertian model pembelajaran dikemukakan oleh Dilworth (1992, hlm. 74) bahwa a model is an abstract


(39)

representation of some real world process, system subsystem. Model are used in all aspect of life. Model are useful in depicting alternative and in analysing their performance. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model merupakan representasi abstrak dari proses, sistem subsistem yang konkret. Model

digunakan dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat dalam

mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-tampilan pilihan tersebut.

Mengenai model pembelajaran, Joyce dan Weil (2003, hlm. 7) menyebutkan ada 4 kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.“Model pembelajaran pada intinya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru”.atau, “model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran”.

Menurut (Joyce, 2002, hlm. 6) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, komputer, kurikulum dan yang lainnya. Menurut Arend bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arend, 1997, hlm. 7). Hal ini sesuai dengan

pendapat Joyce yang mengatakan bahwa ”Each model guides us as we

designinstruction to help students achieve various objectives” (2002, hlm. 7). Hal ini,

menunjukkan bahwa setiap model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa dengan hingga tujuan pembelajaran tercapai. Menurut Joyce, Weil, Calhoun ada dua istilah yang memiliki arti yang sama yakni models of teaching dan models of


(40)

learning. Models of teaching are really models of learning. As we help students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn (Joyce, Weil, Calhoun, 2002, hlm. 6). Dalam kenyataannya, mengkaji model mengajar „teaching‟ tidak akan lepas dari pembicaraan model belajar „learning‟, yaitu bagaimana siswa dapat mencapai suatu strategi dan metode belajar yang baik dan efisien. Dengan menerapkan berbagai model mengajar, sekaligus guru membantu siswa dalam hal bagaimana cara belajar. Artinya, bagaimana cara memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara-cara berpikir. Yang lebih penting lagi bagaimana siswa terbiasa menyatakan dirinya sendiri.

Pengertian-pengertian tersebut menekankan pada kreativitas dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikain dari penjeladan tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pola, sistem atau stategi pembelajaran yang dirancang berdasarkan teori untuk meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran.

Model mengajar merupakan model rancang kegiatan yang digunakan untuk merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal itu dikemukakan (Joyce and Weil, 1980, hlm. 1) mengemukakan bahwa, A model of teaching is a plan or pattern that can be used to shape curriculum (long-term courses of studies), to design instruction in the classroom and other setting. Model mengajar adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, merancang pembelajaran baik dalam seting kelas atau pun seting lainnya. Intinya adalah bahwa model pembelajaran dirancang sebagai bentuk usaha menciptakan lingkungan belajar yang kondusif yang mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan.

Banyak model mengajar yang dikembangkan ahli pendidikan baik guru maupun peneliti yang didasarkan pada hasil penelitian dan percobaan atas praktik-praktik pengajaran secara luas. Sehingga, berbagai model yang diperkenalkan


(41)

dewasa ini paling tidak didasarkan atas tiga hal, yakni pengalaman praktik, telaah teori-teori, dan hasil-hasil penelitian (Nasution, 1992, hlm. 111). Dalam mengembangkan model pembelajaran, Joyce, Weil, and Calhoun (2002) berpendapat bahwa setiap model mensyaratkan adanya unsur pembangun sebagai karakteristik model mengajar, yakni 1) orientasi model, 2) model pembelajaran, 3) penerapan model, dan mengkaji dampak instruksional dan dampak penyertanya. Pertama, orientasi model meliputi tujuan, asumsi-asumsi teoretis, prinsip-prinsip dan pokok yang mendasari munculnya model. Kedua, pembentukan model sebagai tindak lanjut hasil orientasi dengan menganalisis empat konsep.

1) Penahapan langkah-langkah. Maksudnya, gambaran model yang diuraikan ke dalam serangkaian kegiatan kongkret di dalam kelas. Jenis kegiatan yang akandikerjakan, bagaimana memulainya, serta apa yang akan dikerjakan setelah itu.

2) Sistem sosial yang diharapakan dalam model adalah yang menggambarkan peranan dan hubungan guru dan siswa dan norma yang mengikat keduanya ketika di kelas.

3) Prinsip-prinsip mereaksi yang membicarakan bagaimana guru menghargai dan merespons siswa dalam model pengajaran tersebut.

4) Sistem penunjang yang diharapkan. Artinya, mengharapkan adanya sistem tertentu yang disyaratkan untuk berhasilnya pelaksanaan suatu model. (Joyce, Weil, and Calhoun, 2002, hlm. 43)

Ketiga, penerapan model mengajar dalam situasi kelas. Pada tahap ini model yang telah dibentuk diterapkan kepada sekelompok pembelajar. Keempat, membahas dampak dari penggunaan model yang dibuat, baik langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung adalah dampak yang telah diprogramkan sebagai tujuan pembelajaran dalam rancangan pembelajaran, sedangkan dampak tidak langsung yaitu dampak yang tidak diprogramkan yang turut menyertai tujuan pembelajaran.


(42)

Menurut S Chauhan, dalam buku Innovation in Teaching Learning Process (1979, hlm. 48), mengelompokkan model-model mengajar (pembelajaran) inovatif dan partisipatif dalam tiga kelompok orientasi, antara lain:

Pertama, model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada interaksi

sosial. Diantara ciri-ciri model pembelajaran inovatif ini antara lain: (1) menekankan pentingnya hubungan sosial yang berkualitas dalam proses interaksi sosial diantara siswa selama proses pembelajaran; (2) bertujuan untuk meningkatkan peran individu dalam proses-proses sosial, meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi, kerjasama, toleransi; (3) dibangun atas asumsi dasar, bahwa manusia tidak akan bisa berkembang dengan baik apabila tidak mampu menjalin kerjasama sesama manusia (interaksi sosial) secara berkualitas; dan (4) posisi guru dan murid sama-sama bagian dari suatu sistem sosial dalam kelompok, dan guru berfungsi sebagai pembimbing dan motivator bagi siswa selama proses-proses sosial, untuk mengembangkan kualitas hidup dalam kelompoknya. Diantara contoh, model-model pembelajaran yang berorientasi pada interaksi sosial ini antara lain: (a) Model pembelajaran inovatif investigasi kelompok; (b) Model pembelajaran inovatif Inkuiri sosial; dan (c) Model pembelajaran inovatif Kooperatif, antara lain: Jigsaw, Teams Gemes Tournaments (TGT)), The Student Teams Achievement Division (STAD), dan sebagainya.

Kedua, model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada Pemrosesan

Informasi. Diantara ciri-ciri model pembelajaran inovatif ini antara lain: (1) menekankan pada cara siswa memproses informasi pengetahuan yang diperoleh siswa berkaitan dengan lingkungan kehidupannya; (2) tujuan utama model ini adalah membantu, memotivasi siswa untuk mengembangkan segala potensi dirinya untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang kehidupan lingkungannya; (3) model ini menjelaskan cara memproses informasi dengan dua pendekatan berpikir, yaitu pendekatan induktif (berpikir dari contoh ke dalil/ teori atau dari spesifik ke umum) dan pendekatan deduktif (berpikir dari teori ke contoh atau dari umum ke spesifik); (4) menekankan pentingnya siswa mampu memecahkan beragam persoalan


(43)

kehidupan sehari-hari/ lingkungannya baik dari pendekatan induktif atau pendekatan deduktif; dan (5) tugas guru membantu, membimbing dan memotivasi siswa untuk memperoleh dan memproses data untuk kemudian siswa secara mandiri mampu memecahkan problem atau permasalahan sosial, sehingga siswa terus didorong untuk

meningkatkan kualitas dan kemampuan berpikirnya. Diantara contoh model

pembelajaran inovatif yang berorientasi pada Pemrosesan Informasi antara lain: (a) model pembelajaran inovatif inkuiri; (b) model pembelajaran inovatif kontekstual; (c) model pembelajaran inovatif Pemerolehan konsep; (d) model pembelajaran inovatif pengembangan; (e) pembelajaran model menyusun yang lebih maju (Advance Organizer Model); (f) model pembelajaran berbasis masalah (PBM); dan (g) model pembelajaran berbasis critical thinking; dan (h) model pembelajaran CTL, dan sebagainya.

Ketiga, model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada optimalisasi

individu. Diantara ciri-ciri model pembelajaran inovatif ini antara lain: (1) model ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap siswa (individu) adalah sumber atau sentral layanan pendidikan atau pembelajaran; (2) tujuan utama model ini adalah memusatkan perhatian proses pembelajaran pada siswa (siwa harus aktif, kreatif dan responsif) untuk mengembangkan semua potensi dirinya secara maksimal; (3) setiap guru harus memahami beragam kemampuan individu dan sifat-sifat serta karakter (pribadi) setiap siswa, agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara lebih efektif dan berkualitas dalam pengembangan kepribadian siswa; (4) membantu siswa mampu memecahkan beragam masalah individu dan kelompoknya (masyarakat); (5) membantu siswa mampu memilih jenis kegiatan pembelajaran yang memberi arti (makna) bagi kehidupannya; dan (6) model ini berupaya untuk menumbuhkan tanggungjawab, keterbukaan, kejujuran, dan mengarahkan diri sendiri secara positif untuk perkembangan yang seimbang. Diantara contoh model pembelajaran inovatif yang berorientasi pada optimalisasi individu antara lain: (a) Non Directive Teaching


(1)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

MOD EL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUD ENT ACTIVE LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

ini dapat menjadi prototype dan rujukan guru bahasa Indonesia. Model ini dapat diaplikasikan pada pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya terutama keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara membutuhkan aktivitas dan kreativitas pembicaranya. Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa mengungkapkan kembali apa yang didapatkan menggunakan bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa itu sendiri dalam berbicara.

2) Model pembelajaran siswa aktif yang dapat meningkatkan keterampilan menulis bermanfaat bagi LPTK. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana guru yang akan mengajarkan bahasa Indonesia, mengembangkan konsep kurikulum, dan mengembangkan model pembelajaran. Guru sebaiknya menerapkannya dalam proses pembelajaran menulis. Ketahuilah bahwa segalanya berbicara: Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.

3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pengembangan wawasan guru dalam mencari solusi dari belajar yang membosankan ke belajar yang menyenangkan. Model pembelajaran siswa aktif yang dapat meningkatkan keterampilan menulis berisi serangkaian sistematika pembelajaran yang berbasis

enjoy full learning. Student active learning merupakan kiat, petunjuk, strategi

dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.

4) Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan kreativitas siswa. Kreativitas siswa akan berkembang jika siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya. Oleh karena itu, sebaiknya siswa melatih kekuatan memori yang sangat diperlukan dalam belajar anak


(2)

301

sehingga anak perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan memori yang baik. Oleh karena itu, sebaiknya siswa selalu meningkatkan keaktifan dan peran serta siswa dalam berinteraksi dengan situasi belajarnya melalui panca inderanya baik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapannya.


(3)

302

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

MOD EL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUD ENT ACTIVE LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Akhadiah, S. (2003) Pembinaan kemampuan menulis bahasa indonesia. Jakarta: Erlangga.

Aminudin. (2002) Pengantar apresiasi karya sastra. Bandung: Sinar Baru. Algesindo.

Arends, R. (1997). Classroom instructional management. New York: The. Mc Graw-Hill Company.

Arnold, E. (1985). An Introduction to functional grammar. London: Routledge. Azies&Alwasilah. (1996), Pengajaran bahasa komunikatif.Bandung: PT.

Rosdakarya.

Brown, H.D. (1994). Principles of language learning and teaching. London: Prentice-Hall, Inc.

Bruce Joyce, W. (1980). Model of teaching. Engalewood Cliffs. New Jersey: Prientice-Hall, Inc.

Chauhan, S. (1979), Innovation in teaching and learning process. New Delhi: Vikas Publishing PVT. LTD.

D, Angelo, Frank J, (1980). Process and thought in composition. Massachusetts: Winthorp Publishers, Inc.

Dahlan, (1984). Model-model mengajar. Bandung : CV.Diponegoro.

DePorter, B.& Hernacki. (1999) Quantum learning. membiasakan belajarnyaman

dan menyenangkan. Penerjemah: Alwiyah Abdurrahman. Cetakan VII.

Bandung : KAIFA.

De Porter, B. &Hernacki. (2001). Model quantum learning. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

De Porter, B. (2000) Quantum teaching. mempraktikan quantum learning di

ruang-ruang kelas. penerjemah: Ary Nilandari. Bandung: KAIFA.

Depdikbud. (1983). Program akta mengajar v-b komponen bidang studi bahasa.

indonesia, buku II, Modul Masalah membaca: Proyek pengembangan

Institut Perguruan Tinggi.

Depdiknas, (2003). Pendekatan kontekstual teaching and learning, Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2002). Buku 1Manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis

sekolah. Jakarta: Depdiknas.

Dit. Dikmenum.(2002) Sistem penilaian kurikulum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Djahiri, A. K. (1990). Strategi pengajaran afektif-nilai-moral v.c.t. dan games

dalam v.c.t. Bandung: PMPKN. FPIPS IKIP Bandung.

E. Mulyasa, (2003), Manajemen berbasis sekolah, konsep strategi dan

implementasi,Bandung: Rosdakarya.

Eppen, G.D., F.J. Gould, & C.P. Schmidt. (1993). Introductory of management


(4)

303

Fajar, A. (2002). Portfolio dalam pembelajaran ips, Bandung: Rosdakarya. Finoza, L. (2001). Komposisi bahasa indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (1993). How to design and evaluate research.

New York: McGraw-Hill Inc.

Gafur, A. (1982). Desain instruksional. Solo: Tiga Serangkai.

Hairston, M. (1986) Contemporary composition. Short Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Hasibuan JJ, M. (1986). Proses belajar mengajar. Bandung: PT Remadja Karya. Heffernan, J.A.W and J.E. Lincoln (1986) Writing, a college handbook, second

edition. New York - London, W.W. Norton & Company.

Hernowo. (2002). Pelajaran menulis . Jakarta : PT. Gramedia.

J.B. Heaton, (1998), Writing english lanuage test. Longman Group UK Limited,. England.

Johnson, E. B. (2002). Contextual teaching and learning. what it is and why it's

here to stay. California: Corwin Press Inc.

Kaseng, Sy. (1989). Linguistik terapan: pengantar menuju pengajaran yang

sukses.Jakarta: P2LPTK.

Keraf, G. (1980).Tata bahasa rujukan bahasa indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Keraf. G. (1998). Eksposisi komposisi lanjutan II. Jakarta: Grasindo.

Leahey, T. and Harris, R. (1997)Learning and cognition. New Jersey: Prentice. Hall.

Lie, A. (2002). Cooperative learning (memperaktikan cooperative learning di

ruang-ruang kelas). Jakarta: PT Gramedia.

Long, M.H. (1983). Does second language instruction make a difference? a

review of the research. TESOL Quarterly 17, 359-82.

McCrimmon, J.M. (1968). Writing with a purpose. New York: Houghton Mifflin Company Boston.

Moeliono, A. M. (1993). Tata bahasa indonesia baku indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.

Morris, H. (1988), Statistical analysis for decision making. Second edition. New Yorki: Harcourt Brace Joanoich, Inc.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi guru profesional. Bandung: Remaja. Rosdakarya. Mulyasa, E. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nasution, N. dkk. (1992). Psikologi pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Jakarta.

Nurgiyantoro, B. (2002). Pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Pateda, Mansoer. (1995). Kosakata dan pengajarannya. Flores: Nusa Indah. Prayitno, H.J. dkk. (2000). Pembudayaan penulisan karya ilmiah. Surakarta:

Muhammadiyah University Press.

Raimes, A (1983). Techniques in teaching writing. New York: Oxford University. Press.

Reigeluth, C. M., (1979). Instructional desing theories and models: an overview


(5)

Ro c h mat Tr i S u d r ajat, 2015

MOD EL PEMBELAJARAN SISWA AKTIF (STUD ENT ACTIVE LEARNING) BAGI PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NARASI SISWA SMP DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Rivers,W.M. (1987). teaching foreign language skills. Chicago: The University of Chicago Press.

Roestiyah, N.K., (1998), Strategi belajar mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. Rusyana, Y, (2006), Metode pengajaran sastra, Bandung; FKSS IKIP Bandung. Saukah, A. dkk. (1999). Pedoman penulisan karya ilmiah, skripsi, tesis, disertasi,

artikel, makalah. IKIP Malang: Laporan Penelitian.

Semi, Atar. (1995), Teknik penulisan berita, features, dan artikel. Bandung: Mugantara.

Silberman, M. (1996) active learning: 101 strategies to teach any subject. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon.

Simanjuntak, B. dan Pasaribu, I.L. (1986). Pendidikan dan pembangunan

masyarakat desa. Bandung: Tarsito.

Stanton, R. (1965). An introduction to fiction. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Stephen, I.&William B., Michael. (1981). Hand book in research and evaluation,

2nd edition. San Diego, California: Edit Publishers.

Sudjana, (1989), Metoda statistika edisi ke 5. Bandung: Tarsito. Sudjana, N. (1990) Dasar-dasar proses belajar. Bandung:Sinar Baru. Sudjana, N. (1991). Dasar-dasar belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru. Sudjana, N.(1987). Cara belajar siswa aktif. Bandung: CV. Sinar Baru. Sugiyono. (2006), Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suhaenah, S.A. (2001), Membangun kompetensi belajar. direktorat jendral

pendidikan tinggi : Departemen Pendidikan Nasional.

Suhaenah. 2000. Membangun konpetensi belajar. Jakarta:Direktorat jendral pendidikan Tinggi Departemen.

Suherli, D. O.S. (2001). Panduan membuat karya tulis. Bandung: Yrama Widya. Sunaryo. (2006). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparno, P. (1997). Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suparno, P. (2004). Guru demokrasi di era reformasi pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Suparno, S. (2000), Membangun kompentensi belajar, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Surapranata, S. (2005). Analisis, validitas, reliabilitas, dan interpretasi hasil tes, Bandung: PT Remaja RosdakaryaBandung.

Syafi'i, I, (1988), Retorika dalam menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Syamsuddin, A.R dan Vismaia S.Damaianti (2006), Metode penelitian

pendidikan bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tarigan, H. G. (1993). Pengajaran kosa kata. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H. G. (1994).Menyimak sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G dan Djago Tarigan. (1986), Telaah buku teks bahasa indonesia. Bandung; Angkasa.


(6)

305

Uno, H.B. (2008),Model pembelajaran, menciptakan proses belajar mengajar

yang kreatif dan efektif. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Van Dale. (1962). Understanding educational research: An Introduction [ New York McGwar-Hill Book Company, Inc.

Wahab, A.A. (2007), Metode dan model-model mengajar IPS. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Walgito, B. (1997),. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Offset. Walgito, B. (2003), Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Widharyanto, dkk. (2003). Student active learning sebagai salah satu pendekatan

dalam KBK.Yogyakarta: Universtitas Sanata Dharma.

Wijaya, C. A. T. (1991), Kemampuan dasar guru dalam proses sbelajar

mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zahorik, (1995), Constructivis teaching, Phi-Delta Kappa. Eeducational Foundation. Bloomington, Indiana.