IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PKBM BERBASIS BUDAYA GUNA MENDUKUNG PELESTARIAN BUDAYA DI PKBM WIRATAMA YOGYAKARTA.

(1)

D gu PROGRA JUR UN Diajukan kep Univer untuk Mem una Memper N AM STUD RUSAN PEN FAKULT NIVERSITA SKRIP pada Fakult rsitas Neger menuhi Seba roleh Gelar Oleh Noni Fel NIM.121022 I PENDID NDIDIKAN TAS ILMU AS NEGER JANUARI PSI

tas Ilmu Pen ri Yogyakar agian Persy Sarjana Pe h liani 241014 IKAN LUA N LUAR S

PENDIDIK RI YOGYA I 2017 ndidikan rta yaratan ndidikan AR SEKOL SEKOLAH KAN AKARTA LAH


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1. Alm. Ayahanda Suherman dan ibunda Sri Sulistiarti tercinta yang selalu mencintai dan menyayangiku tanpa pamrih

2. Almamaterku, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, nusa dan bangsa


(7)

NIM. 12102241014 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Implementasi pembelajaran PKBM berbasis budaya dengan cara mendeskripsikan proses pelaksanaan kegiatan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKBM berbasis budaya guna mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan subyek ketua PKBM, pengelola, tutor dan warga belajar. Pembuktian keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan langkah pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) Implementasi pembelajaran pendidikan berbasis budaya di PKBM Wirtama yang terdiri dari; (a) Persiapan dalam pembelajaran pendidikan berbasis budaya, merencanakan proses pelaksanaan pembelajaran membatik (b) Pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam hal ini adalah membatik dimulai dengan cara tutor menyampaikan materi tentang membatik baik secara materi maupun praktik. Tutor menjelaskan tentang materi dan media yang digunakan dalam pembelajaran, serta mendampingi warga belajar dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. (c) Evaluasi dilaksanakan diakhir pembelajaran pendidikan berbasis budaya dilakukan dengan cara berdiskusi mengenai permasalahan yang sedang dihadapi serta mencari solusi permasalahan. (2) faktor pendukung pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama adalah sebagai berikut: kompetensi tutor yang memadai dalam melaksanakan pembelajaran membatik, strategi pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi warga belajar, sarana dan prasana pembelajaran yang sudah tersedia. Faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama adalah kurangnya dana untuk membeli alat dan bahan keperluan untuk pembelajaran dan cuaca buruk atau hujan.


(8)

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Pembelajaran PKBM Berbasis Budaya Guna Mendukung Pelestarian Budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta” guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah berkenan membatu proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan yang baik ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memperkenankan saya dalam menyelesaikan skripsi dan studi saya di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

4. Dr. Puji Yanti Fauziah, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberi bimbingan dan arahan kepada penulis dalam setiap penyusunan skripsi, sehingga terselesaikannya tugas akhir skripsi ini.

5. Hiryanto, M. Si. selaku dosen penasehat akademik selama saya studi dan menyesaikan studi saya ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama perkuliahan dan sebagai bekal penulisan skripsi ini.


(9)

(10)

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Implementasi Pembelajaran PKBM ... 12

1. Implementasi Pembelajaran ... 12

a. Implementasi ... 12

b. Pengertian Pembelajaran ... 12

c. Komponen Pembelajaran ... 13

d. Implementasi Pembelajaran ... 14

2. Pengertian PKBM ... 15


(11)

4. Nilai-Nilai Budaya di Yogyakarta ... 26

5. Makna Pelestarian dan Kebudayaan ... 29

C. Implementasi Pembelajaran di PKBM yang Sesuai dengan Pelestarian Budaya Yogyakarta ... 30

D. Penelitian yang Relevan ... 38

E. Kerangka Pikir ... 43

F. Pertanyaan Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A. Jenis Pendekatan Penelitian ... 45

B. Setting Penelitian ... 45

C. Subjek Penelitian ... 46

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Instrumen Penelitian ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 50

G. Teknik Keabsahan Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

1. Deskripsi Lembaga ... 53

2. Visi dan Misi Lembaga ... 54

3. Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan ... 55

4. Identitas Lembaga ... 56

5. Program Yang Dilaksanakan ... 57

6. Struktur Oganisasi dan Uraian Tugas ... 57

7. Fasilitas Penunjang ... 58

8. Hasil Yang Telah Dicapai ... 60

B. Data Hasil Penelitian ... 61

1. Implementasi Pembelajaran PKBM Berbasis Budaya Di PKBM Wiratama ... 61


(12)

e. Pelaksana dalam Pembelajaran Pendidikan Berbasis Budaya ... 71

f. Media dan Sumber Belajar ... 72

g. Evaluasi Pembelajaran ... 73

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Pembelajaran ... 75

a. Faktor Pendukung ... 75

b. Faktor Penghambat ... 77

c. Cara Menghadapi Permasalahan atau Kendala Implementasi Pembelajaran ... 79

C. Pembahasan ... 80

1. Implementasi Pembelajaran PKBM Berbasis Budaya Di PKBM Wiratama ... 81

a. Persiapan ... 81

b. Pelaksanaan ... 82

3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Implementasi Pembelajaran ... 87

a. Faktor Pendukung ... 87

b. Faktor Penghambat ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 89

2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(13)

(14)

(15)

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 104

Lampiran 5. Catatan Wawancara ... 123

Lampiran 6. Analisis Data... 149

Lampiran 7. Daftar Nama Informan ... 163

Lampiran 8. Dokumentasi Foto... 164


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mengakibatkan perubahan budaya masyarakat berlangsung dengan cepat, perubahan budaya masyarakat akan membawa perubahan pendidikan. Pada dasarnya pendidikan tidak mungkin bisa dipisahkan dari kebudayaan karena pada hakikatnya pendidikan adalah proses pembudayaan. Hubungan antara pendidikan dan kebudayaan sangat erat keduanya saling mempengaruhi satu sama lain, peran sekolah sebagai bagian terpenting dalam mempertahankan budaya bangsa sudah kalah dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat mengubah budaya masyarakat, bukan hanya sekolah formal tetapi sekolah non formal juga memiliki peran penting untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian budaya bangsa yang ada.

Untuk mengantisipasi budaya masyarakat semakin jauh tergerus oleh perkembangan teknologi, dibutuhkan strategi khusus pendidikan bebasis budaya lokal sehingga di tengah tuntutan zaman, wajah pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari jati diri bangsanya sendiri. Seperti yang pernah ditegaskan Sri Sultan HB X, pendidikan bermuatan lokal memiliki hubungan sangat dekat dengan masyarakat dan berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga pendidikan dengan berbasis budaya lokal dapat lebih mudah diterima masyarakat. Pendidikan berbasis budaya lokal dapat dengan mudah terinjeksi pada masyarakat sebagai pelaku utama perkembangan pendidikan. Dengan budaya sebagai pilar


(17)

pendidikan, karakter yang diharapkan dalam perkembangan bangsa diyakini dapat berhasil tertanam.

Kota Yogyakarta dikenal dengan kota pelajar, Bapak pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara pun lahir dari kota ini. Sebagai kota pendidikan yang menjadi ikon bagi Indonesia dan menyumbangkan orang orang yang cerdas, terampil, dan berbudaya untuk bangsa. Yogyakarta berciri khas pendidikan yang sederhana tetapi penuh makna. Pendidikan berkekuatan karakter budaya Jawa yang “andhap anshor”.

Dengan pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter lokal, Yogyakarta akan kembali berdiri dengan ikonnya sebagai kota pendidikan. Perbaikan pendidikan untuk pembangkitan budaya lama bisa dilakukan dengan dua pilihan yaitu alkulturasi ide dan penggerak pelestarian budaya. Akulturasi ide bisa dilakukan dengan mengakomodir peran lokal dan menghargai kemerdekaan lokal (local wisdom) dalam menentukan bentuk pendidikan yaang kontekstual dengan budaya Yogyakarta.

Berbicara mengenai pendidikan, perhatian kita tentu akan ditunjukan pada konsep dan pelaku dari konsep tersebut. Konsep dalam pendidikan bernyawa pada kurikulum sedangkan pelakunya adalah lembaga dan satuan pendidikan baik formal maupun nonformal. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan bagian pendidikan di Indonesia. Lembaga ini juga berperan aktif dalam mencerdaskan masyarakat. Mendukung pendidikan sepanjang hayat. PKBM adalah satuan pendidikan non formal yang menyelenggarakan berbagai


(18)

kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Konsep pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia. Program program kegiatan yang disusun oleh PKBM sebaiknya diarahkan pada pembudayaan masyarakat. Pembudayaan untuk belajar, pembudayaan untuk mandiri, dan pembudayaan terhadap nilai nilai budaya luhur yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berusaha untuk mewujudkan masyarakat yang berpendidikan dan berkarakter sebagai konsekuensi dari perkembangan dewasa ini yang menuntut adanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas agar mampu berinteraksi dan bersaing secara mantap dalam percaturan kehidupan global yang tiada lagi batas batas dinding kewilayahan. Kebudayaan dunia/global masuk ke Yogyakarta melalui berbagai cara, dan paling utama adalah melalui media massa dan teknologi infomasi. Arus kebudayaan yang tak terbendung ini berhadapan dengan nilai-nilai luhur budaya yang ada akan mengalami penyesuaian-penyesuaian melalui asosiasi, asimilasi maupun akulturasi.


(19)

Dalam kurun waktu berikutnya, sejalan dengan perubahan yang dialami Indonesia dan dunia internasional, banyak faktor lain yang mempengaruhi perkembangan Yogyakarta. Pemerintah daerah berusaha menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan terkemuka tak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara pada tahun 2025. Dengan demikian diharapkan akan terwujud masyarakat yang berkualitas sehingga dapat menjadi subjek pembangunan yang handal demi kelangsungan dan keberhasilan pembangunan di segala bidang.

Keinginan untuk melakukan penguatan dan pencerahan untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan ini diperkuat oleh adanya fenomena yang menunjukkan ketidakserasian perkembangan intelektualitas dengan perkembangan moral dan karakter, yang juga marak dan menggejala secara nasional. Untuk itu berkembang wacana untuk menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pusat pendidikan berbasis budaya (lokal dan pluralistik yang ada dan tumbuh di Daerah Istimewa Yogyakarta) menjadi sangat kuat. Apabila keinginan ini terwujud, Daerah Istimewa Yogyakarta tidak saja menjadi tujuan wisata alam dan sejarah akan tetapi juga sebagai acuan orientasi pembangunan pendidikan dan sumber daya manusia yang mendunia. Nilai nilai budaya diangkat dan digunakan secara tepat dan arif dalam mendasari dan melandasi pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebagai upaya untuk mencapai kondisi tersebut, pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia indonesia yang berkualitas, cerdas secara spiritual, emosional, sosial, intelektual, serta sehat fisik dan rohani, dan mampu


(20)

mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya guna menghadapi persaingan global.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan ini adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan istimewa ini merupakan wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh DIY selain wewenang yang telah ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah ( http://yogyakarta.bpk.go.id : 2015)

Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintah daerah dan kewenangan urusan Keistimewaan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012.

Kewenangan dalam urusan Keistimewaan tersebut meliputi:

a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur

b. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY c. Kebudayaan

d. Pertanahan e. Tata ruang


(21)

Pengaturan kewenangan dalam urusan Keistimewaan bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat, mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhineka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menciptakan pemerintahan yang baik, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya ( http://yogyakarta.bpk.go.id : 2015)

Peran pendidikan dalam mengenakan budaya lokal kepada masyarakat melalui lembaga PKBM menjadi hal perlu dilakukan dalam lembaga pendidikan. Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian budaya lokal yaitu melalui pembelajaran berbasis budaya lokal. Kebudayaan daerah merupakan dasar perkembangan identitas suatu bangsa (Tilaar, 2002:5), sehingga perlu adanya pembinaan dan pengenalan budaya bangsa kepada generasi muda, dan masyarakat luas agar dapat melestarikan budaya bangsa ini.

Dalam sejarah dunia, bangsa besar yaitu bangsa yang menghargai kebudayaan sendiri, tidak meninggalkan budaya yang menjadi identitas bangsa. Bangsa Indonesia dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan sopan oleh bangsa lain. Sikap saling menghormati, tepo seliro, gotong royong dan suka bermusyawarah kini semakin langka. Melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, kebudayaan yang dimiliki negeri ini telah ditinggalkan oleh masyarakat. Misal budaya yang mulai ditinggalkan yaitu tepo seliro, rasa saling menghormati, gotong royong dan penggunaan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari.


(22)

Selain itu, dengan adanya klaim beberapa budaya yang dimiliki Indonesia diakui oleh bangsa lain karena tidak dilestarikan dan tidak dijaga, menunjukkan bahwa masyarakat saat ini lebih cenderung menyukai budaya bangsa lain, yang mana jika dicermati budaya tersebut belum tentu sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, dan kelunturan budaya mulai terjadi karena lebih cenderung mengadopsi budaya dari luar daripada melestarikan budaya yang kita miiki sendiri. Dengan demikian, perlu adanya upaya mengembalikan posisi pendidikan sebagai proses pembudayaan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang beradab (civilized human being), sesuai dengan konteks sosial dan budayanya.

Lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM merupakan salah satu tempat untuk dapat mengenalkan budaya lokal pada masyarakat. Menurut Idi (2011:69) sekolah bisa menjadi media kontrol sosial (sosial control) dalam proses pelestarian nilai-nilai budaya lokal yang ada di masyarakat. Konservasi nilai-nilai budaya lokal yang dilakukan sekolah dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya lokal yang ada di masyarakat.

PKBM berperan penting untuk masyarakat dalam mengembangkan dan melestarikan budaya yang ada di Yogyakarta bukan hanya pendidikan formal saja yang berperan untuk pelestarian budaya dalam sektor pendidikan. PKBM yang memiliki Program pendidikan berbasis budaya yaitu PKBM Wiratama, banyak PKBM yang tersebar di daerah Yogyakarta tapi jarang sekali yang memiliki program pendidikan berbasis budaya, PKBM Wiratama sendiri mengadakan


(23)

kegiatan pembelajaran membatik, oleh karena itu PKBM Wiratama menjadi pilihan untuk penelitian.

Salah satu kendala dalam proses pembudayaan melalui pendidikan yaitu minimnya penerapan nilai-nilai kultural serta budaya lokal pada proses pembelajaran. Salah satu yang menjadi penyebabnya yaitu, pengetahuan pendidik tentang budaya lokal yang minim, serta kreativitas pendidik dalam mengolah strategi pembelajaran yang kurang. Pendidik lebih bangga dan senang jika mengajar dengan mengadopsi media dan strategi dari bangsa lain. Contohnya dengan menggunakan media komputer atau sejenisnya. Sementara menurut Dewantara (2004:242) dalam pembelajaran tidak perlu meniru bangsa lain jika bangsa ini mempunyai cara dan metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran, karena barang tiruan belum tentu sesuai dengan bangsa ini.

Oleh karena itu pendidik perlu untuk memahami budaya- budaya lokal yang dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran bagi peserta didik. Salah satu budaya lokal yang dapat digunakan dalam mendukung proses pembelajaran membatik, oleh karena itu perlu adanya pelestarian budaya lokal tersebut agar tidak terjadi kelunturan budaya dari masyarakat dan generasi muda. Sampai saat ini masih minim lembaga pendidikan yang memanfaatkan budaya lokal dalam pembelajaran terutama bagi pendidikan nonformal, oleh karena itu perlunya sejak dini mengenalkan budaya lokal pada masyarakat melalui proses pembelajaran.


(24)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Tantangan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan terkemuka di Asia Tenggara pada tahun 2025.

2. Bukan hanya pendidikan formal tetapi pendidikan non fomal seperti PKBM berperan penting untuk menjaga dan menjaga kelestarian kebudayaan bangsa

3. Program PKBM yang belum banyak di arahkan pada pembudayaan masyarakat. Pembudayaan untuk mandiri, pembudayaan untuk belajar, dan pembudayaan terhadap nilai nilai budaya luhur yang ada di Yogyakarta. 4. Peran pendidikan dalam mengenakan budaya lokal kepada masyarakat

melalui lembaga PKBM menjadi hal perlu dilakukan dalam lembaga pendidikan.

5. Implementasi pembelajaran PKBM yang mendukung pendidikan berbasis budaya di Yogyakarta.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan pengetahuan, maka penelitian ini dibatasi mengenai Program PKBM sebaiknya di arahkan pada pembudayaan masyarakat. Pembudayaan untuk mandiri, pembudayaan untuk belajar, dan pembudayaan terhadap nilai-nilai budaya luhur yang ada di Yogyakarta dan Implementasi


(25)

Pembelajaran PKBM Berbasis Budaya guna mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Pembelajaran PKBM berbasis budaya guna mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta?

2. Faktor pendukung dan penghambat Pembelajaran PKBM berbasis budaya guna mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta? E. Tujuan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang telah diungkapkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendekripsikan:

1. Implementasi Pembelajaran PKBM berbasis budaya guna mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta

2. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran PKBM berbasis budaya guna mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan implementasi pembelajaran PKBM Berbasis Budaya pada umumnya, dapat bermanfaat bagi peneliti, pengelola, dan pendidik. Dengan demikian dapat diketahui manfaat dari hasil penelitian ini yaitu:


(26)

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan tambahan ilmu pengetahuan khususnya implementasi pembelajaran PKBM berbasis budaya.

b. Memberikan masukan atau informasi tambahan bagi semua pihak yang tertarik dengan masalah yang dibahas dalam penelitian. 2. Secara Praktis

a. Bagi peneliti, peneliti dapat mengetahui implementasi pembelajaran PKBM berbasis budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta

b. Bagi Pengelola, manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan masukan bagi pengelola PKBM mengenai implementasi pembelajaran berbasis budaya yaitu keterampilan membatik dan pengembangan PKBM sebagai penyelenggara pembelajaran yang lebih kreatif dan dapat diterima sebagai satuan pendidikan nonformal yang bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat.

c. Bagi pendidik, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan peningkatan penyelanggaran pembelajaran berbasis budaya di PKBM Wiratama.


(27)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Implementasi Pembelajaran PKBM 1. Implementasi Pembelajaran

a. Implementasi

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. (Nurdin dan Usman, 2003:7)

Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky dalam Nurdin dan Usman (2003:7) mengemukakan bahwa “implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.

b. Pengertian Pembelajaran

Menurut Oemar Hamalik (2003:54) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersususn meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Menurut Akmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991:1) pembelajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan terdapat komponen-komponen dimana masing-masing komponen pembelajaran tersebut, tidak bersifat terpisah tetapi harus berjalan secara teratur, saling tergantung, komplementer dan berkesinambungan, sedangkan pembelajaran dapat diartiksn sebagai proses belajar yang


(28)

memiliki aspek penting yaitu bagaimana siswa dapat aktif mempelajari materi pelajaran yang disajikan sehingga dapat dikuasai dengan baik. Proses pembelajaran merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan, sebab berhasil tidaknya pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar seseorang terjadi setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Sedangkan mengajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik disekolah. Belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses pengaturan yang dilakukaan oleh guru. Dengan demikiaan proses belajar mengajar dan pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain untuk membuat peserta didik aktif dalam rangka mencapai tujuan peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Tujuan pokok dalam pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperolah pengetahuan, keterampilan, dan sikap berdiri sendiri. Hal-hal pokok yang seharusnya menjadi pengalaman siswa adalah berupa cara-cara penting untuk memproses atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi kebutuhannya.

c. Komponen Pembelajaran

Setiap proses interaksi belajar mengajar selalu ditandai dengan adanya sejumlah unsur, dan unsur dalam pembelajaran tersebut biasa disebut dengan komponen pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik


(29)

(2003:77) proses pembelajaran merupakan satu sistem artinya keseluruhan yang terjadi dari komponen-komponen yang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Nana Sudjana (2007 : 57) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran mempunyai faktor-faktor yang harus diperhatikan meliputi faktor manusia (fasilitator dan warga belajar), faktor tujuan pembelajaran, faktor bahan ajar, faktor waktu belajar, faktor sarana serta alat bantu pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2003 : 77) komponen-komponen pokok dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: tujuan pembelajaran, peserta didik (siswa), tenaga kependidikan (guru), kurikulum, dan materi pembelajaran, metode pembelajaran, sarana (alat, media) pembelajaran, dan evaluasi pembelajaraan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa berlangsungnya proses pembelajaran tidak lepas dari komponen-komponen yang ada didalamnya. Masing-masing komponen saling berhubungan dan saling berpengaruh dalam setiap kegiatan proses belajar mengajar yang meluputi tujuan, bahan pelajaran, guru, siswa, metode, media/ alat pendidikan, situasi lingkungan belajar dan evaluasi.

d. Implementasi Pembelajaran

Miller and Seller dalam Hamalik (2006:56) menyebutkan bahwa pengertian implementasi pembelajaran adalah suatu proses peletakan ke dalam praktek tentang suatu ide, program atau seperangkat aktivitas baru bagi orang dalam mencapai atau mengharapkan perubahan. Dalam proses


(30)

ini perubahan dalam praktek sebagai bagian kegiatan guru-siswa yang akan berpengaruh pada lulusan. Pembelajaran merupakan implementasi dari rencana kurikulum, biasanya, tidak harus, melibatkan pengajaran dalam artian interaksi antara guru dan siswa dalam suatu lingkungan sekolah. Lebih lanjut Hamalik (2006:56) menyatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi konsep kurikulum yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual ke dalam kegiatan pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi pembelajaran adalah menerapkan rencana kurikulum (program) dalam bentuk pembelajaran, melibatkan interaksi siswa dengan guru dalam konteks persekolahan. Konteks persekolahan ini mengandung maksud pembelajaran yang dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas 2. Pengertian PKBM

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan prakarsa pembelajaran masyarakat yang didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat. PKBM adalah suatu institusi yang berbasis masyarakat (Community Based Institution).

Terminologi PKBM dari masyarakat, berarti bahwa pendirian PKBM merupakan inisiatif dari masyarakat itu sendiri. Keinginan itu datang dari suatu kesadaran akan pentingnya peningkatan mutu kehidupan melalui suatu proses transformasional dan pembelajaran. Inisiatif ini dapat dihasilkan oleh suatu proses sosialisasi akan pentingnya PKBM sebagai wadah


(31)

pemberdayaan masyarakat kepada beberapa anggota atau tokoh masyarakat setempat oleh pihak pemerintah ataupun oleh pihak lain di luar komunitas tersebut.

Oleh masyarakat, berarti bahwa penyelenggaraan, pengembangan, dan keberlanjutan PKBM sepenuhnya menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Ini juga bermakna adanya semangat kebersamaan, kemandirian, dan kegotongroyongan dalam pengelolaan PKBM serta penyelenggaraan berbagai program pendidikan masyarakat pada lembaga tersebut.

Untuk masyarakat, berarti bahwa keberadaan PKBM sepenuhnya untuk kemajuan dan keberdayaan kehidupan masyarakat tempat lembaga tersebut berada.

Eksistensi lembaga didasarkan pada pemilihan program-program yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan atau pemberdayaan masyarakat. Hal ini tidak menutup kemungkinan anggota masyarakat di luar komunitas tersebut ikut serta dalam berbagai program dan kegiatan yang diselenggarakan oleh PKBM. Masyarakat bertindak sekaligus sebagai subjek dan objek dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh PKBM.

Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, program pemberdayaan dilaksanakan oleh berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah lembaga yang berada di tingkat lokal masyarakat yaitu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau community learning center. PKBM dimaksudkan sebagai sarana bagi masyarakat untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki supaya


(32)

mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya dalam rangka mengikuti perkembangan lingkungan (Unesco, 2007).

Community Learning Center merupakan lembaga pendidikan lokal di luar sistem pendidikan formal, biasanya didirikan dan dikelola oleh masyarakat untuk menyediakan berbagai kesempatan belajar bagi pengembangan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pusat pembelajaran memainkan peran penting dalam pengembangan pribadi dan sosial, Community Learning Center merupakan mekanisme efektif untuk pemberdayaan individu dan pengembangan masyarakat. Community Learning Center menyediakan kesempatan untuk semua anggota masyarakat untuk terlibat dalam belajar sepanjang hayat. Community Learning Center juga berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan, pelayanan informasi masyarakat dan sumber daya, untuk pengembangan masyarakat, koordinasi dan jaringan.( Role of Community Learning Center : 1999)

Fokus PKBM ditekankan pada pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan sesuai dengan kebutuhan belajar dan potensi masyarakat dalam mencapai kemajuan pendidikan, social, ekonomi, budaya dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa PKBM memiliki fungsi sebagai tempat pembelajaran kepada warga masyarakat, melakukan koordinasi dalam memanfaatkan potensi-potensi di masyarakat, menyediakan informasi kepada anggota masyarakat yang membutuhkan keterampilan fungsional atau kecakapan hidup (life-skills), menjadi ajang pertukaran ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan di antara anggota masyarakat, dan menjadi tempat untuk upaya


(33)

peningkatan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai tertentu bagi warga masyarakat yang membutuhkan (Sudjana, 2001:24).

Pengelolaan kelembagaan PKBM yang baik menjadi syarat mutlak keberhasilan PKBM dalam memberikan pelayanan pendidikan. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya kualitas dan kuantitas layanan program pendidikan, meningkatnya manfaat program yang dirasakan kelompok sasaran, dan meningkatnya partisipasi setiap warga masyarakat dalam pengelolaan PKBM. Pentingnya pengelolaan kelembagaan PKBM disebabkan sumber daya yang tersedia baik sumber daya manusia, material, keuangan dan modal sosial, sangat terbatas sehingga harus digunakan secara efektif dan efesien.

Keberhasilan pengelolaan lembaga PKBM sangat ditentukan oleh terlaksananya secara efektif dan efesien fungsi pengelolaan program pendidikan non formal seperti fungsi perencanaan, perencanaan dan evaluasi program PNF dan kegiatan-kegiatan PKBM lainnya atau fungsi-fungsi lainnya. Salah satu fungsi yang memegang peran penting dalam pencapai tujuan adalah fungsi pengembangan kapasitas kelembagaan PKBM. Kapasitas diartikan sebagai kemampuan dan kesanggupan suatu lembaga atau individu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan perannya sehingga mampu memberikan layanan dan hasil pendidikan yang terbaik bagi masyarakat (Slamet PH, 2008:32). Pengertian senada dinyatakan oleh Unesco bahwa kapasitas merupkan pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang


(34)

dibutuhkan bagi individu untuk berfungsi secara efektif dan efesien dalam pekerjaan tertentu (www.unesco.org).

3. Komponen PKBM

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2012:22), Komponen PKBM terdiri dari:

a. Komunitas Binaan/Sasaran

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial terdiri dari beberapa orang yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko, kegemaran dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitasyang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak".

Setiap PKBM memiliki komunitas yang menjadi tujuan atau sasaran pengembangannya. Komunitas ini dapat dibatasi oleh wilayah geografis tertentu ataupun komunitas dengan permasalahan dan kondisi sosial serta ekonomi tertentu.

b. Peserta Didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, dan pada jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah bagian dari komunitas


(35)

binaan atau dari komunitas lainnya yang dengan kesadaran yang tinggi mengikuti satu atau lebih program pembelajaran yang ada di lembaga.

c. Pendidik/Tutor/Instruktur/Narasumber Teknis

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagai profesi pendidik. Pendidik/tutor/instruktur/narasumber teknis adalah sebagian dari warga komunitas tersebut ataupun dari luar yang bertanggung jawab langsung atas proses pembelajaran atau pemberdayaan masyarakat di lembaga.

d. Penyelenggara dan Pengelola

Penyelenggara PKBM adalah sekelompok warga masyarakat setempat yang dipilih oleh komunitas yang mempunyai tanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan program di PKBM serta bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan program dan harta kekayaan lembaga. Pengelola program/kegiatan adalah mereka yang ditunjuk melaksanakan kegiatan teknis/operasional program tertentu yang ada di PKBM.

e. Mitra PKBM

Mitra PKBM adalah pihak-pihak dari luar komunitas maupun lembaga-lembaga yang memiliki agen atau perwakilan atau aktivitas atau kepentingan atau kegiatan dalam komunitas tersebut yang dengan suatu kesadaran dan kerelaan telah turut berpartisipasi dan berkontribusi bagi keberlangsungan dan pengembangan suatu PKBM.


(36)

B. Pelestarian Kebudayaan 1. Pengertian Pelestarian

Pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata lestari, yang artinya adalah tetap selama-lamanya tidak berubah. Kemudian dalam penggunaan bahasa Indonesia, penggunaan awalan pe- dan akhiran –an artinya digunakan untuk menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja). (Endarmoko, 2006:5)

Lebih rinci A.W. Widjaja dalam Ranjabar (2006:115), mengartikan pelestarian sebagai kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif.

Berdasarkan beberapa ragam istilah di atas dapat disimpulkan bahwa, definisi pelestarian adalah sebuah upaya yang berdasar dan dasar ini disebut juga faktor-faktor yang mendukung, baik dari dalam maupun dari luar hal yang dilestarikan. Oleh karena itu, sebuah proses atau tindakan pelestarian mengenal strategi maupun teknik yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisinya masing-masing (Alwasilah, 2006: 12).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa kegiatan pelestarian dan kelestarian adalah upaya untuk membuat sesuatu tetap selama-lamanya tidak berubah yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu, guna mewujudkan tujuan tertentu di aspek stabilisasi manusia, serta kegiatan pencerminan dinamika seseorang.


(37)

2. Pengertian Kebudayaan

Taylor dalam Munandar (2005:19), mengemukakan kebudayaan ataupun yang disebut peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang di peroleh dari anggota masyarakat.

Para ahli sudah banyak yang menyelidiki berbagai kebudayaan. Dari hasil penyelidikan tersebut timbul dua pemikiran tentang munculnya suatu kebudayaan atau peradaban. Pertama, anggapan bahwa adanya hukum pemikiran atau perbuatan manusia (baca kebudayaan) disebabkan oleh tindakan besar yang menuju kepada perbuatan yang sama dan penyebabnya yang sama. Kedua, anggapan bahwa tingkat kebudayaan atau peradaban muncul sebagai akibat taraf perkembangan dan hasil evaluasi masing masing proses sejarahnya.

Perlu dicatat bahwa kedua pendapat diatas tidak lepas dari kondisi alamnya atau, dengan kata lain, alam tidak jenuh oleh keadaan yang tidak ada ujung pangkalnya, atau alam tidak pernah bertindak dengan meloncat. Demikian pula proses sejarah bukan hal yang mengikat, tetapi merupakan kondisi ilmu pengetahuan, agama, seni, adat istiadat, dan kehendak semua masyarakat (munandar 2005:19)

Menurut Koentjaraningrat dalam Munandar (2005:21), kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berati “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat


(38)

diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata “budaya” merupakan pekembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja.

Dalam buku Culture : A Critical Review of Concept and Definition (1952), yang dikutip (Mudji Sutrisno S.J : 2014 : 40) antropolog A.L Kroeber dan C. Kluckon mencatat adanya 160 rumusan definisi kebudayaan, lalu memilahnya dalam 6 pengertian pokok kebudayaan. Enam pengertian pokok itu :

Pertama, definisi deskriptif, condong melihat budaya sebagai keseluruhan pemahaman yang merajut hidup sosial yang sekaligus menunjuk bidang bidang kajian budaya.

Kedua, definisi historis, cenderung melihat budaya sebagai warisan yang di tradisikan dari generasi ke generasi berikutnya.

Ketiga, definisi normatif meliputi dua hal yang satu menaruh budaya sebagai aturan atau jalan hidup yang membentuk pola perilaku yang dan tindakan konkret. Yang kedua, melihat budaya sebagai gugusan nilai.

Keempat, definisi psikologis melihat budaya dalam fungsinya untuk memecahkan masalah dalam komunikasi, belajar dan dalam memenuhi kebutuhan material serta emosionalnya.


(39)

Kelima, definisi struktural, menempatkan budaya sebagai bentukan sistem yang mengkaitkan orang, fakta, laku sejarah menjadi sebuah abstraksi struktural.

Keenam, definisi genetis, menempatkan budaya dalam asal usulnya, timbul dan eksistensinya serta tetap bertahannya.

Disini budaya lahir dari interaksi antar manusia yang mentransmisikan nilai melalui tradisi dari generasi ke generasi. Untuk memfokuskan lebih sempit dan pemakaian sehari hari istilah kebudayaan, Raymond Williams dalam bukunya Keywords (1976) dalam Mudji Sutrisno S,J (2014 : 40) merangkum tiga makna kebudayaan yang paling di pakai saat ini. Yang pertama, budaya adalah setiap dinamika perkembangan intelektual, spritual, dan estetika individu kelompok atau masyarakat. Yang kedua, kebudayaan merangkum kegiatan kegiatan intelektual dan artistik serta produk hasilnya : film, kesenian, teater. Disini kebudayaan amat sering di pakai untuk menamai kesenian. Yang ketiga, kebudayaan itu menyangkut seluruh cara hidup, kepercayaan, aktifitas dan kebiasaan seseorang, kelompok atau masyarakat. 3. Unsur-unsur Kebudayaan

Kebudayan menurut Koentjaraningrat (2011:80) merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kebudayaan umat manusia memiliki unsur-unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa didunia. Menurut Koentjaraningrat


(40)

(2011:80) ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu Bahasa, Sistem pengetahuan, Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, Sistem peralatan hidup dan teknologi, Sistem mata pencaharian hidup, Sistem religius dan keagamaan, Dan Kesenian. Terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu:

1) Ide/ Gagasan : Suatu pola pikir, contoh wujud kebudayaan dari gagasan pada masyarakat yogyakarta ialah mempercayai adanya hal hal yang berbau mistis,seperti mempercayai benda benda pusaka, makna motif batik dan lain lainnya

2) Aktifitas : Kegiatan/tindakan yang di lakukan masyarakat. contoh wujud kebudayaan dari aktifitas pada masyarakat yogyakarta ialah siraman pusaka,labuhan,pemberian sesajen padatempat yang di anggap terdapat sesepuh yang telah tiada, dan lainnya

3) Hasil Budaya : Berupa suatu peninggalan,hasil karya/benda/fisik. contoh wujud kebudayaan dari hasil budaya pada masyrakat yogyakarta ialah keraton,alun alun,batik,keris dan lainnya.

Wujud kebudayaan salah satunya adalah hasil budaya yang berupa karya salah satu contoh dari hasil budaya yaitu batik. Disebutkan oleh Yudoseputro (2000 : 98) bahwa batik berarti gambar yaang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media sekaligus penutup kain batik. Selain itu, seorang ahli seni rupa mengemukakan bahwa seni batik merupakan hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang tinggi nilainya. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada


(41)

masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada.

4. Nilai-nilai Budaya di Yogyakarta

Nilai Nilai adalah segala sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan, bahwa dalam kehidupan masyarakat nilai merupakan sesuatu untuk memberikan tanggapan atas perilaku, tingkah laku, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat baik secara kelompok maupun individu. Nilai yang muncul tersebut dapat bersifat positif apabila akan berakibat baik, namun akan


(42)

bersifat negatif jika berakibat buruk pada obyek yang diberikan nilai (Sulaiman, 2002: 19).

Menurut Mardiatmadja (2006:105), nilai menunjuk pada sikap orang terhadap sesuatu hal yang baik. Nilai-nilai dapat saling berkaitan membentuk suatu sistem dan antara yang satu dengan yang lain koheren dan mempengaruhi segi kehidupan manusia. Dengan demikian, nilai-nilai berarti sesuatu yang metafisis, meskipun berkaitan dengan kenyataan konkret. Nilai tidak dapat kita lihat dalam bentuk fisik, sebab nilai adalah harga sesuatu hal yang harus dicari dalam proses manusia menanggapi sikap manusia yang lain. Ada hubungan antara nilai dengan kebaikan menurut Merdiatmadja (2006:105), nilai berkaitan dengan kebaikan yang ada dalam inti suatu hal. Jadi nilai merupakan kadar relasi positif antara sesuatu hal dengan orang tertentu. Antara lain, nilai praktis, nilai sosial, nilai estetis, nilai kultural/budaya, nilai religius, nilai susila/moral.

Kedua pendapat diatas berbicara masalah kebaikan, sikap dan norma-norma yang merupakan penjabaran dari nilai, pendapat-pendapat tersebut tidak dapat lepas dari kebudayaan seperti yang dikemukakan oleh Suminto (2005 : 5) bahwa kebudayaan sebagai suatu konsep yang luas, yang di dalamnya tercakup adanya sistem dari pranata nilai yang berlaku termasuk tradisi yang mengisyaratkan makna pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, adat istiadat dan harta-harta cultural. Kebudayaan yang di dalamnya terdapat nilai perlu upaya pelestarian. Melalui pendidikan akan menyadarkan kepentingan dalam nilai budaya.


(43)

Tata nilai budaya pada umumnya meresap dan menggejala dalam ide-ide, gagasan-gagasan, bahkan keyakinan-keyakinan tertentu yang menjadi kerangka penuntun cara berpikir sekaligus isi pikiran yang terekspresikan dalam pola perilaku dan hasil-hasil konkrit dalam kehidupan. Tata nilai budaya Yogyakarta perlu dirumuskan dalam suatu naskah yang digunakan sebagai kiblat idealitas dalam meraih keutamaan baik bagi warga Yogyakarta sendiri maupun para kader bangsa dari seluruh penjuru Indonesia yang sedang menuntut ilmu dan menempa kepribadian di Yogyakarta, karena pada hakikatnya manusia itu bukan hanya produk kebudayaan, melainkan juga sekaligus pencipta kebudayaan. Manusia dapat bahkan harus merancang suatu strategi kebudayaan bagi masa depannya, menuju kehidupan bersama yang lebih berkeadaban. (http://ipabi.org)

Secara mendasar, suatu tata nilai menyangkut hal-hal yang sakral dan yang profan (ranah religi-spiritual), kebenaran dan ketidakbenaran (ranah logika dan ilmu pengetahuan), kebaikan dan keburukan atau kejahatan (ranah etika), keindahan dan ketidakindahan (ranah estetika), dan kepatutan atau kesopanan dan ketidakpatutan atau ketidaksopanan (ranah etiket) (http://ipabi.org)

Dalam tata nilai budaya Yogyakarta, nilai-nilai dasar tersebut terurai dalam nilai-nilai yang terkandung dalam berbagai aspek kehidupan, yakni (1) nilai religio-spiritual, (2) nilai moral, (3) nilai kemasyarakatan, (4) nilai adat dan tradisi, (5) nilai pendidikan dan pengetahuan, (6) nilai teknologi, (7) nilai penataan ruang dan arsitektur, (8) nilai mata pencaharian, (9) nilai kesenian, (10) nilai bahasa, (11) nilai benda cagar budaya dan kawasan cagar budaya, (12) nilai kepemimpinan dan pemerintahan, (13) nilai kejuangan dan kebangsaan, dan (14) nilai semangat khas keyogyakartaan (http://ipabi.org)


(44)

Dalam suatu sistem nilai kebudayaan tertentu, di satu pihak senantiasa diyakini terdapat ideal-ideal yang harus dikiblati, namun di lain pihak selalu terjadi distorsi-distorsi, bahkan penyimpangan-penyimpangan dalam praktek kehidupan. Meskipun harus diakui bahwa dalam perilaku kongkrit masyarakat Yogyakarta boleh jadi terjadi distorsi dan penyelewengan atas nilai-nilai yang diidealkan (adiluhung), namun dalam naskah Tata Nilai Budaya Yogyakarta ini tetap dirumuskan ideal-ideal yang diyakini sebagai kiblat dalam meraih keutamaan, karena pada hakikatnya manusia itu bukan hanya “produk” kebudayaan belaka, melainkan juga sekaligus “pencipta” kebudayaan. Oleh karena itu, manusia dapat dan bahkan harus merancang suatu strategi kebudayaan bagi masa depannya, menuju kehidupan bersama yang lebih berkeadaban (http://ipabi.org)

5. Makna Pelestarian dan Kebudayaan

Makna pelestarian kebudayaan itu dapat dilihat dari segi pemaknaan kata dasarnya dalam kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI,1998: 520 ) yaitu berarti tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, kekal. Hal ini menandakan bahwa pelestarian kebudayan itu dimaknai “menjadikan membiarkan tetap tidak berubah, membiarkan tetap seperti keadaannya semula, mempertahankan kelangsungannya”.

Dilain sisi menurut M.J Herskovits (2006 : 24 ) berpandangan bahwa setiap kebudayaan tumbuh dan berkembang secara dinamis, sehingga berlandaskan akan hal ini beliau berpandangan bahwa pelestarian kebudayaan pada hakekatnya tidaklah menghalang-halangi perubahan termasuk yang di


(45)

timbulkan oleh penerimaan unsur-unsur kebudayaan luar, apalagi yang diperlukan dalam upaya peningkatan harkat serta kualitas hidup bangsa.

Asalkan munculnya perubahan atau unsur-unsur luar itu tidak sampai mengguncangkan atau meruntuhkan kerangka dasar kehidupan budaya yang telah terpelihara ribuan tahun. Kalau di analogikan bahwa kerangka dasar ini ibarat sebuah foundasi rumah, manakala foundasi ini runtuh maka bagimana pun keberadaan rumah tersebut akan ikut runtuh, Maka dari itu dari itu untuk mengantisipasi kerapuhan budaya tersebut diupayakan keberadaan kerangka dasar yang merupakan basic terbentuknya suatu kebudayaan itu sendiri tidak tersentuh dari perubahan-perubahan yang terjadi.

C. Implementasi Pembelajaran di PKBM yang Sesuai dengan Pelestarian Budaya Yogyakarta

PKBM sebagai lembaga pendidikan yang ada di DIY secara otomatis harus mengikuti aturan dalam Perda yang sudah tertera mengenai pendidikan non formal. PKBM juga menyelenggarakan pengelolaan sesuai ruang lingkup serta untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut di atas. Selanjutnya, secara khusus BPKB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2013 : 18) dapat menjelaskan sebagai berikut :

1) Perencanaan Pendidikan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa perencanaan pendidikan dalam PKBM mengarah pada tujuan pengelolaan dan penyelenggaraan, bahwa pembelajaran yang ada di PKBM juga harus bertujuan sebagai berikut :


(46)

(a) Menyiapkan generasi muda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta tanah air dan bangsa, berjiwa luhur, berbudaya, menjadi teladan, rela berkorban, kreatif dan inovatif serta profesional; PKBM dapat merencanakan kegiatan kegiatan dalam berbagai program yang mengarah pada pendidikan karakter dan budaya, terutama budaya Jawa Yogyakarta. Namun tidak menutup kemungkinan adanya perpaduan antara budaya Jawa Yogyakarta dengan budaya nasional, global, ataupun internasional yang relevan dan tidak merubah unsur budaya lokal Yogyakarta.

(b) Mengembangakan pendidikan berkualitas untuk semua dan sepanjang hayat.

(c) Mewujudkan daerah sebagai acuan pendidikan nasional; berarti PKBM juga harus ikut mengembalikan ciri khas Yogyakarta sebagai kota pendidikan, dan menjadi tujuan belajar masyarakat seluruh Indonesia. (d) Mewujudkan daerah sebagai pusat pendidikan terkemuka di Asia Tenggara Tahun 2025.

(e) Meningkatkan tata kelola dan akuntabilitas pendidikan, berarti PKBM harus melakukan pengelolaan yang benar, jelas, terdokumentasi, serta terbuka untuk diketahui masyarakat secara umum.

(f) Menciptakan inovasi pendidikan secara sistemik dan sinergis.

(g) Menciptakan sinergitas satuan pendidikan (dalam hal ini PKBM), keluarga masyarakat yang religius, berbudaya, educatif, kreatif.


(47)

(h) Mewujudkan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun; terimplementasi dalam program kesetaraan berbasis budaya.(i) Mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Ini menjadi bagian terpenting dari tujuan pengelolaan PKBM. PKBM bergerak untuk membelajarkan masyarakat mulai pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Majelis Taklim. Dengan demikian PKBM sebaiknya dikelola dengan tujuan mengimplementasikan teori dan kesepakatan bersama tentang pendidikan sepanjang hayat.

PKBM juga sebaiknya membuat perencanaan strategis. Perencanaan strategis ini dapat di gunakan sebagai dasar untuk menyediakan layanan pendidikan supaya dapat mencapai tujuan dengan tepat, secara cermat, efektif dan efesien. Perecanaan strategis ini biasa disebut renstra disusun sebagai dasar penyelenggaraan program/kegiatan setiap 5 tahun.

2) Penyediaan layanan pendidikan

Dalam upaya untuk meningkatkan mutu PKBM harus mengacu pada amanat UU Nomor 20 tahun 2003. PKBM berfungsi melayani masyarakat dengan berbagai program-program pendidikan anak usia dini dan program pendidikan nonformal, program usaha produktif dan berbagai program sosial kemasyarakatan yang dibutuhkan masyarakat sekitar. PKBM didirikan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup secara mandiri. Oleh sebab itu prinsip PKBM adalah dari, oleh


(48)

dan untuk masyarakat. (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) 2013: 21)

Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (UU No.20/2003Pasal 1 butir 10)

Satuan PNF:

a. Lembaga Kursus b. Lembaga Pelatihan c. Kelompok Belajar

d. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat e. Majelis Taklim

f. Satuan pendidikan yang sejenis

PKBM sebagai satuan pendidikan atau lembaga pendidikan dari jalur non formal memang harus menyediakan, memfasilitasi dan menyelenggarakan kegiatan kegiatan pembelajaran sesuai kebutuhan belajar masyarakat dan perencanaan yang ada. PKBM adalah wadah masyarakat untuk dapat belajar. Belajar apapun sepanjang hayat, untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap menjadi lebih baik. Menurut Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) (2013:22) Sifat layanan pada PKBM yakni :

a. Nondiskriminatif, yang dimaksud dengan “nondiskriminatif” adalah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, kemampuan ekonomi dan gender.


(49)

b. Inklusif, yang dimaksud dengan “inklusif” adalah mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di kelas reguler.

c. Afirmatif, yang dimaksud dengan “afirmatif” adalah perlakuan khusus yang bersifat positif untuk memberikan penguatan bagi masyarakat yang membutuhkan, seperti menyelenggarakan sekolah luar biasa, memberikan beasiswa bagi peserta didik kurang mampu, dan sebagainya 3) Peningkatan partisipasi pendidikan

Peningkatan partisipasi pendidikan dimaksud adalah upaya-upaya memerintah dan tanggung jawab pemerintah daerah melakukan upaya khusus peningkatan dan pemerataan partisipasi pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Pemerataan partisipasi pendidikan menurut Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) (2013:28) meliputi :

a. Pemerataan antar kabupaten

b. Pemerataan antara kabupaten dan kota c. Pemerataan dalam kabupaten/kota

d. Pemerataan antara peserta didik laki laki dan perempuan.

Sedangkan peningkatan partisipasi pendidikan di PKBM dapat diupayakan dengan meningkatkan kualitas pembelajaran dan penjaminan mutu belajar, memotivasi peserta didik, mensosialisasikan produk, dan bermitra atau bekerjasama lintas sektoral.


(50)

Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program. Memantau perubahan, yang fokus pada proses dan keluaran. Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab permasalahan, sedangkan evaluasi adalah memposisikan data-data tersebut agar dapat digunakan dan diharapkan memberikan nilai tambah. Evaluasi adalah mempelajari kejadian, memberikan solusi untuk suatu masalah, rekomendasi yang harus dibuat, menyarankan perbaikan. Namun tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar untuk dilakukan analisis, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi, oleh karena itu Monitoring dan Evaluasi harus berjalan seiringan.

Monitoing dan evaluasi dilakukan oleh satuan pendidikan maupun instasi terkait yang berwenang. Pemerintah daerah mensupervisi, mengawasi, mengevaluasi, dan dapat memberi bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan atau bimbingan kepada satuan atau program pendidikan sesuai kewenangannnya dalam penjaminan mutu satuan pendidikan.

Monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan target indikator kinerja yang mencakup delapan standar nasional pendidikan dan difokusakan pada tingkat ketercapaian target indokator kinerja. (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) 2013:29)

5) Penjaminan mutu

Pemerintah daerah mengkoordinasikan dan memfasilitasi pelaksanaan penjaminan mutu satuan pendidikan. Penjaminan mutu satuan pendidikan dilaksanakan melalui supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan berbasis


(51)

budaya untuk memenuhi standar nasional pendidikan. Pemerintah daerah memsupervisi, mengawasi, mengevaluasi dan dapat memberi bantuan fasilitasi, saran, arahan, adan atau bimbingan kepada satuan program pendidikan sesuai kewenagannya dalam penjaminan mutu satuan pendidikan.

Namun lembaga PKBM boleh melakukan evaluasi diri (self-evaluation) untuk mengetahui kinerja, produktivitas, atau kualitas hasil kerja lembaga dan mengukur secara mandiri. Hal ini juga dapat di pakai untuk mengatisipasi hal hal kurang bagus terhadap lembaga, misalnya citra jelek lembaga karena keteledoran pengelolaan. (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) 2013 : 30)

6) Implementasi standar mutu pendidikan

Standar mutu pendidikan berbasis budaya menurut Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) (2013:30) meliputi :

a. Standar isi, standar isi memuat kerangka dasar dan standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan berbasis budaya yang mengintegrasikan muatan nilai luhur budaya dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, teknologi, humaniora, kesenian, olahraga dan kegiatan sosial.

b. Standar proses; standar proses mengedepankan partisipasi aktif peserta didik dengan memperhatikan keunikan pribadi, nilai kebebasan berkreasi, kesopanan, ketertiban, kebahagiaan, kebersamaan, keadilan, dan saling menghormati. Dengan mengedepankan sifat “asah, asih, asuh” serta menerapkan konsep “ngerti/niteni”, “ngrasa/niroke” dan “ngelakoni/nambahi” sesuai dengan usia peserta didiknya.

c. Standar kompetensi lulusan; standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar pendidik dan tenaga kependidikan meliputi standar yang harus dipenuhi oleh tenaga pendidik dan kependidikan pada semua satuan pendidikan. Standar ini untuk memenuhi prinsip profesionalitas dan memahami nilai luhur budaya. Setiap pendidik dan tenaga


(52)

kependidikan wajib mengembangkan pemahaman dan menerapkan nilai luhur budaya.

e. Standar sarana dan prasarana; standar sarana dan prasarana meliputi standar nasional pendidikan sebagai standar pelayanan minimal di tambah dengan sarana dan prasarana untuk mendukung terlaksananya pendidikan berbasis budaya.

f. Standar pengelolaan; standar pengelolaan pendidikan digunakan untuk kerangka dasar tata kelola pendidikan di jalur formal, non formal dan informal berbasis budaya. Pengelolaan satuan pendidikan jalur non formal dilakukan dengan menerapkan manajemen berbasis masyarakat.

g. Standar pembiayaan; pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota membantu pembiayaan untuk mendukung terlaksananya pendidikan berbasis budaya pada satuan pendidikan di jalur formal, non formal, dan informal yang diselenggarakan masyarakat.

h. Standar penilaian pendidikan; standar penilaian pendidikan digunakan untuk melakukan penilaian oleh setiap satuan pendidikan. Penilaian pendidikan meliputi; (1) mekanisme; (2) prosedur; dan (3) instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dilaksanakan dengan pendekatan evaluasi berkesinambungan dan evaluasi otentik dengan menggunakan berbagai metode.

1. Fungsi PKBM Dalam Pemberdayaan Masyarakat Yogyakarta

PKBM adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu untuk mengembangkan diri melalui penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dalam suatu wadah terpusat yang berasal dari, oleh dan untuk masyarakat dan diharapkan dapat tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat sendiri, sehingga akan lebih berorientasi pada kebutuhan belajar masyarakat setempat yang pada akhirnya mampu menjadikan PKBM sebagai suatu wadah pembelajaran berkelanjutan. Sebagai tempat pembelajaran dan tempat sumber informasi bagi masyarakat yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat PKBM memiliki


(53)

banyak fungsi, dalam hal ini Dinas Pendidikan (2002:5) menentukan lima fungsi PKBM, yaitu:

1. Sebagai tempat kegiatan belajar bagi warga masyarakat.

2. Sebagai tempat pusaran berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat.

3. Sebagai sumber informasi yang handal bagi warga masyarakat yang membutuhkan keterampilan fungsional.

4. Sebagai yang tukar-menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional di antara warga masyarakat.

5. Sebagai tempat berkumpulnya warga masyarakat yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Sementara Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2013:4) menentukan bahwa PKBM memiliki dua fungsi yaitu fungsi utama dan fungsi pendukung. Adapun fungsi utama PKBM menurut Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2013:4) adalah “Sebagai wadah berbagai kegiatan belajar masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan masyarakat”.

Sedangkan Fungsi Pendukungnya adalah:

a. Sebagai pusat informasi bagi masyarakat sekitar, lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.

b. Pusat jaringan informasi dan kerjasama bagi lembaga yang ada di masyarakat (lokal) dan lembaga di luar masyarakat.

c. Sebagai tempat koordinasi, konsultasi, komunikasi dan bermusyawarah para pembina teknis, tokoh masyarakat dan para pemuka agama untuk merencanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

d. Sebagai tempat kegiatan penyebarluasan program dan teknologi tepat guna.

D. Penelitian yang Relevan

1. Muzakki dan Puji Yanti Fauziah (2015) dengan judul “Implementasi Pembelajaran Anak Usia Dini Berbasis Budaya Lokal di Paud Full Day School”. Metode yang digunakan dalam penelitian implementasi


(54)

pembelajaran anak usia dini berbasis budaya lokal di PAUD full day school adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan trianggulasi. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu implementasi pembelajaran anak usia dini berbasis budaya lokal dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan anak, menentukan tema pembelajaran, menyusun perencanaan pembelajaran yaitu program kegiatan tahunan, program kegiatan mingguan dan program kegiatan harian. Proses pelaksanaan pembelajaran berbasis budaya lokal terintegrasi dalam kegiatan pijakan, kegiatan inti dan kegiatan pengasuhan. Penilaian pembelajaran yang digunakan yaitu dengan observasi, anekdot dan daftar chek list. Unsur unsur budaya lokal yang digunakan yaitu tata nilai dalam budaya Jawa, sistem keagamaan, permainan tradisional, makanan tradisional, tarian Jawa, bahasa Jawa, sistem mata pencaharian, lagu Jawa, alat musik tradisional dan cerita rakyat.

Penelitian diatas menggunakan metode yang sama dengan metode penelitian yang saya gunakan yaitu menggunakan jenis penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan trianggulasi dan penelitian diatas berjudul implementasi pembelajaran PAUD berbasis budaya lokal di PAUD full day school, sama dengan judul skripsi saya mengenai Implementasi Pembelajaran PKBM Berbasis Budaya yang ada di Yogyakarta. Yang membedakan adalah tempat penelitian nya, penelitian di atas bertempat di


(55)

PAUD full day school, sedangkan penelitian saya bertempat di PKBM Wiratama.

2. Mayati (2013) dengan judul “Pelaksanaan Pendidikan Keterampilan Paket B Bebasis Muatan Lokal di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) SUKA MAKMUR Jetis, Saptosari, Gunungkidul”. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah : Pengelola PKBM Suka Makmur, enam oang tutor yang mengajar paket B dan 25 (duapuluh lima) peserta didik yang mengikuti pelaksanaan pendidikan keterampilan berbasis muatan lokal. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, dokumentasi, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) Implementasi pendidikan keterampilan paket B berbasis muatan lokal di PKBM Suka Makmur sudah berjalan dengan efektif. Pelaksanaan pendidikan keterampilan meliputi beberapa tahapan, yaitu ; a) tahap pesiapan, tahap persiapan dalam hal ini terdiri dari; administrasi, rekriutmen tutor, sarana dan prasarana, masukan/input, sumber belajar, dan media. b) Tahap pelaksanaan, tahap pelaksanaan meliputi; (1) pendahuluan; (2) media, bahan ajar, dampak/outcome, kesimpulan; (3) penutup terdiri dari, penilaian, evaluasi. c) Tindak lanjut. 2) Faktor pendukung pelaksanaan pendidikan keterampilan paket B antara lain adanya kerjasama yang baik dari PKBM dan masyarakat, tersedianya sarana dan prasarana terutama dalam pelaksanaan progam paket B, diberikannya materi keterampilan


(56)

yang sesuai dengan minat dan kebutuhan peseta didik, tutor memiliki kemampuan memotivasi peserta didik dengan baik.

Penelitian diatas mengenai pelaksanaan pendidikan keterampilan paket B di PKBM, yang menjadi persamaan dengan penelitian saya yaitu lokasi penelitian yang sama yaitu di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan juga pengumpulan data menggunakan metode yang sama yaitu metode wawancara, observasi dan menggunakan pendekatan kualitatif. Perbedaannya penelitian diatas mengenai pelaksanaan Pendidikan Ketrampilan Paket B Berbasis Muatan Lokal, sedangkan penelitian saya mengenai Implementasi Pembelajaran PKBM Berbasis Budaya Guna Mendukung Pelestarian Budaya.

3. Jumhari (2014) dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) pada Program Paket B di PKBM BHAKTI PERSADA”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan subyek penelitian Ketua PKBM Bhakti Persada, Pendidik PKBM Bhakti Persada, dan Peserta didik yang mengikuti pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup pada program paket B. Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah; 1) Pelaksanaan pembelajaran pendidikan kecakapan hidup dilaksanakan secara teori 30% dan praktik 70%. Pelaksanaan pembelajaran yaitu pendidik membuka pelajaran, menjelaskan tentang tujuan pembelajaran, kemudian menyampaikan materi pembelajaran baik secara


(57)

teori maupun praktik. 2) Proses evaluasi pembelajaran pendidikan kecakapan hidup dilaksanakan dengan cara ulangan harian, ulangan tengah semester dan evaluasi hasil belajar ditambah dengan tingkat kehadiran peserta didik. Bentuk evaluasinya secara teori dan praktik. 3) faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran pendidikan kecakapan hidup yaitu: kompetensi narasumber teknis memadai, lokasi pelaksanaan pembelajaran mudah dijangkau, materi pembelajaran menarik sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, keberadaan mitra kerja lembaga cukup banyak, dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik. Faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran pendidikan kecakapan hidup adalah: sarana dan prasarana kurang memadai, penempatan lulusan program masih sangat terbatas, dan instrumen pengembangan usaha belum tersedia.

Penelitian diatas memiliki persamaan dengan penelitian saya yaitu lokasi penelitian di PKBM dan menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Perbedaannya terletak di hal yang diteliti, saya meneliti tentang Implementasi Pembelajaran PKBM Bebasis Budaya guna Mendukung Pelestarian Budaya sedangkan penelitian diatas mengenai Pelaksanaan pembelajaran pendidikan kecakapan hidup pada program paket B.


(58)

E. Kerangka Berpikir

Program Pengelolaan PKBM yang mendukung pelestarian budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta bertujuan untuk mengetahui implementasi penyelenggaaan pembelajaran di PKBM yang berbasis dengan pelestarian budaya khususnya di bidang pendidikan non fomal. Pendidikan budaya yang dulu pernah di terapkan oleh Ki Hajar Dewantara sudah mulai dilupakan karena banyak program pendidikan yang sudah tidak menggunakan nilai nilai kebudayaan di dalamnya, sebagai kota pendidikan dan kota budaya penyelenggaran pendidikan di Yogyakarta harus menekankan pada pelestarian budaya yang agar warisan budaya yang ada dapat terjaga. Penyelenggaraan program pengelolaan PKBM mendukung pelestarian budaya di lakukan selama pengelola dan pendidik PKBM melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan berbasis kebudayaan.

F. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana Implementasi Pembelajaran PKBM berbasis budaya di PKBM Wiratama?

a. Bagaimana persiapan pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

b. Bagaimana proses pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

c. Kapan waktu pelaksanaan pendidikan berbasis budaya yang ada di PKBM Wiratama?


(59)

d. Bagaimana sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

e. Siapa saja pelaksana kegiatan yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

f. Apa saja media atau sumber belajar yang digunakan tutor dalam mengajar pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

g. Bagaimana evaluasi pembelajaran pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

Implementasi Pembelajaran berbasis budaya di PKBM Wiratama? a. Apa faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan berbasis

budaya di PKBM Wiratama?

b. Apa faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama?

c. Bagaimana cara menghadapi permasalahan atau kendala dalam pelaksanaan pendidikan berbasis budaya?


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi: jenis penelitian, setting penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, keabsahan data.

A. Jenis Pendekatan Penelitian

Sugiyono (2010 : 06) mengungkapkan bahwa metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengatisipasi masalah dalam bidang pendidikan kualitatif. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sifat data yang dikumpulkan adalah berupa data kualitatif, melalui pendekatan ini dimaksudkan peneliti dapat membuat keterangan secara sistematika tentang data yang ada di lapangan yang menunjang pelaksanaan dalam pembelajaran pendidikan berbasis budaya di PKBM Wiratama Yogyakarta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian atau Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PKBM Wiratama, Jalan Tompeyan TR III/162 RT 03 RW 01 Kecamatan Tegal Rejo Kota Yogyakarta.


(61)

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2016 sampai Mei 2016. C. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini subyek penelitiannya adalah pelaksanaan pembelajaran pendidikan berbasis budaya Yogyakarta di PKBM Wiratama. Sumber penelitian berasal dari pengelola, tutor, dan peserta didik yang melaksanakan pendidikan berbasis kebudayaan Yogyakarta di PKBM Wiratama ini. Obyek penelitian adalah suatu yang dijadikan sasaran untuk diteliti, dalam hal ini adalah pengelola yang mengelola pendidikan berbasis kebudayaan di PKBM wiratama Yogyakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Pengamatan

Sukandar rumidi (2004;69) memaparkan bahwa pengamatan atau observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan sistimatika fenomena yang diselidiki. Diperkuat dengan penjelasan Suhasimi Arikunto (2010:30) bahwa observasi adalah satu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistimatis.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan observasi atau hanya dengan pengamatan, maksudnya adalah mengamati langsung mengenai pelaksanaan kegiatan suatu obyek yang diteliti meliputi


(62)

pelaksanaan, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembelajaran.

2. Wawancara (interview)

Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono (2010;231) mendefinisikan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yaitu merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam satu topik tertentu.

Menurut moleong (2005:186) percakapan dilakukan oleh dua orang pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Jadi dapat dikatakan bahwa wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab langsung kepada subyek penelitian.

Wawancara digunakan untuk menggali data secara mendalam sebagai kelengkapan untuk memperoleh makna dari informasi yang dikumpulkan melalui pengamatan. Wawancara dalam penelitian ini adalah tanya jawab kepada pengelola, tutor dan peserta didik PKBM “Wiratama” atau informan yang dianggap mengerti dan mengetahui permasalahannya. Teknik wawancara ini digunakan untuk mengungkap data tentang hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran.


(63)

3. Dokumentasi

Menurut Lofland yang dikutip Moleong (2005:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, tindakan dan data tambahan seperti dokumen. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis data akan dibagi dalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. Dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pencatatan atau pengutipan data dari dokumen yang ada di lokasi penelitian. Study dokumentasi dimaksudkan untuk melengakapi data dari hasil wawancara dan pengamatan. Dokumentasi yang dibutuhkan oleh peneliti berupa gambar atau foto kegiatan, data peserta didik, data tutor, dan pengelola, struktur organisasi, agenda kegiatan pembelajaran, dokumen hasil evaluasi dan catatan lain yang berhubungan dengan penelitian.

E. Instumen Penelitian 2. Pengertian Instrumen

Suhasimi Arikunto (2010:121), mengungkapkan bahwa untuk keperluan pengumpulan data dalam penelitian diperlukan instrumen yaitu alat yang digunakan pada waktu peneliti menggunakan suatu metode.

Menurut Sugiyono (2010:78), instrumen `penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati secara spesifik, semua fenomena ini


(64)

disebut variable penelitian. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat pengukuran data yang digunakan penelitian untuk mengidentifikasi besar kecilnya objek atau gejala dalam variable penelitian.

3. Instumen yang Digunakan

Dalam penelitian ini yang menjadi intrumen penelitian utama adalah peneliti sendiri. Instrumen pendukung yang digunakan untuk mengungkapkan data dalam penelitian adalah pedoman observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi. Instrumen tersebut dikembangkan peneliti berdasarkan indikator dari masing masing yang diteliti.

Tabel 1. Pengumpulan Data

No Aspek Sumber Data Teknik

1 2 Implementasi Pembelajaran Keterampilan Membatik a. Persiapan

b. Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Membatik Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pengelola, Tutor, dan Warga Belajar Pengelola, Tutor, dan Warga Belajar Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi


(65)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Moleong (2005:248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih data untuk dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.

Analisis dilakukan secara terus menerus atau sesudah proses pengumpulan data dilakukan dan diinterpretasikan secara deskriptif dengan pemaknaan sesuai tujuan penelitian. Melakukan pengembangan-pengembangan atas pedoman wawancara secara bebas dan terstruktur serta melakukan analisis selama penelitian berlangsung sambil berkoordinasi dengan dosen pembimbing. Pada penelitian kualitatif, analisis data diperoleh dengan beberapa tahap meliputi display data, reduksi data sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan.

1. Display Data

Display data dalam penelitian kualitatif yang berupa uraian deskriptif yang panjang dan sukar dipahami maka data disajikan secara sederhana namun terjamin kebutuhannya.

2. Reduksi Data

Data yang disajikan dalam laporan secara sistematik dan mudah dibaca atau dipahami, baik sebagai keseluruhan maupun


(66)

bagian-bagiannya dalam konteks sebagai satu kesatuan yang pokok sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas.

3. Penarikan Kesimpulan

Dalam tahapan ini dimana peneliti harus memaknai data yang terkumpul kemudian dibuat dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan mengacu pada masalah yang diteliti. Data tersebut dibandingkan dan dihubungkan dengan yang lainnya, sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang ada.

G. Teknik Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif demi kesahihan dan keandalan serta tingkat kepercayaan data yang telah terkumpul. Teknik keabsahan data adalah dengan menggunakan teknik triangulasi. Hal ini merupakan salah satu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan mutu sebagai pembanding terhadap data itu (Moloeng, 2005: 324). Trianggulasi atau check dan richeck dari sumber lain terhadap perolehan data yang terkumpul tersebut dan diharapkan dapat mempertinggi validitas dan memberi kedalaman hasil penelitian.

Penelitian ini mengadakan trianggulasi sumber dan metode yang digunakan untuk cross check. Menurut Patton dalam Moleong (2002:178), trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan


(67)

dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang di peroleh melalui waktu dan alat yang berbeda.

Pendapat lain mengemukakan bahwa trianggulasi dengan sumber tersebut diperoleh antara lain dengan membandingkan data hasil pengamatan, wawancara serta membandingkan hasil wawancara dengan isi atau dokumentasi yang berkaitan (Moleong 2005:178).

Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi dengan sumber data yang berbeda, yang tersedia di lapangan. Melalui teknik ini peneliti mengecek keabsahan data yang diperoleh melalui croos check yaitu membandingkan data yang diperoleh dari wawancara dan data pengamatan maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada permasalahan yang perlu ditinjau kembali.


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Lembaga

a. Sejarah Berdirinya

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Wiratama merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal yang berada di wilayah kota Yogyakarta, tepatnya berada di Jalan Tompeyan TR III/162 RT 03 RW 01 Kecamatan Tegal Rejo, Kota Yogyakarta. Sejarah berdirinya lembaga ini berawal dari tahun 1993 ibu Bibit selaku pemilik PKBM Wiratma sudah mendirikan PKBM Wiratama bersama sang suami bapak Ngadino. Beliau mengajar Keseteraan Fungsional (KF) dan Kesetraan paket A, B, C masih bertempat di rumahnya atau balai RT 03 tanpa adanya meja dan kursi. Tahun 2007 kepala sekolah SD Pingit meminjamkan ruangan SD untuk di jadikan ruang kelas dan program kegiatan PKBM bertambah seperti lifeskill dan kelompok bermain, sambil menunggu bangunan PKBM selesai dibangun. Alasan ibu Bibit mendirikan PKBM Wiratama karena banyaknya anak yang putus sekolah dan yang tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi sehingga banyak warga sekitar yang tidak bersekolah lalu ibu Bibit memiliki inisiatif untuk membangun PKBM Wiratama dan PKBM dijadikan wadah untuk memberdayakan dan membelajarkan warga masyarakat agar menjadi cerdas, trampil, mandiri


(69)

dan berakhlak mulia guna meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat yang ada di sekitar PKBM Wiratama.

b. Letak Geografis

PKBM wiratama terletak di jalan Tompeyan TR III/162 RT03 RW01 kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta. Dimana daerah ini merupakan daerah pinggiran kota yang mayoritas penduduknya adalah buruh, pedagang, pegawai dan karyawan swasta.

Secara geografis lokasi PKBM Wiratama berada di sebelah utara kelurahan Kricak kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta, sebelah selatan kelurahan Kuncen kecamatan Wirobrajan kota Yogyakarta, sebelah barat kecamatan Gamping kabupaten Sleman, sebelah timur kelurahan Bumijo kecamatan Jetis Kota Yogyakarta.

2. Visi dan Misi Lembaga a. Visi

Mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui Pendidikan Luar Sekolah serta meningkatkan kesejahteraan melalui Pendidikan Kecakapan hidup dengan menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. b. Misi

1) Menyelenggarakan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional 2) Menyelenggarakan Program Kelompok Bermain


(70)

4) Menyelenggarakan Program Kecakapan Hidup yang dapat berkembang serta mampu bersaing serta menghasilkan produk yang layak jual

3. Tujuan dan Hasil yang diharapkan a. Tujuan Lembaga

1) Meningkatkan Sumber daya Manusia yang berkualitas 2) Mensukseskan dan menuntaskan wajib belajar 12 tahun

3) Warga belajar memperoleh pendidikan yang akan memperluas cakrawala sehingga memotivasi warga belajar untuk gemar belajar menimba ilmu dan belajar keterampilan demi masa depan mereka 4) Untuk memberikan wadah belajar bagi masyarakat yang putus sekolah

atau drop out agar memperoleh pendidikan b. Tugas dan Fungsi Lembaga

1) Sebagai tempat kegiatan belajar masyarakat.

2) Sebagai tempat bertemunya berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat.

3) Sebagai sumber informasi bagi warga masyarakat yang membutuhkan keterampilan fungsional.

4) Sebagai ajang tukar menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan fungsional diantara warga.

5) Sebagai tempat berkumpulnya warga masyarakat yang ingin meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.


(71)

c. Hasil yang diharapkan

Dengan adanya berbagai kegiatan yang di selenggarakan oleh PKBM Wiratama maka warga belajar diharapkan mampu untuk:

1) Keterampilan yang diperoleh dapat dikembangkan untuk lebih mandiri atau membuka usaha sendiri dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga

2) Ijazah yang diperoleh bisa dipegunakan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik

4. Identitas Lembaga

a. Nama Lembaga : PKBM Wiratama

b. Alamat PKBM :Jl. Tompeyan TR III/162 Yogyakrata c. Nama Ketua : Bibit Mulatinah

d. No HP : 085292244358

e. Email : bibit.wiratama@yahoo.co.id f. Nama Bank : BRI Unit Pingit

g. No Rekening : 0892-01-015904-53-7

h. NPWP : 02.645.172.8541.000

i. Akte Notaris :-43-,tanggal 29 Januari 2007 j. Ijin Oprasional : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta


(72)

5. Program yang dilaksanakan

a. Program Pendidikan Kesetaraan Paket B b. Program Pendidikan Kesetaraan Paket C c. Program Keaksaraan Fungsional

d. Program Pendidikan Berbasis Budaya (Batik) 6. Struktur Organisasi dan Urauian Tugas

a. Struktur Organisasi

Gambar 1. Gambar Struktur Organisasi PKBM Wiratama PEMBINA

KABID PNF DINAS PENDIDIKAN KOTA

YOGYAKARTA

KETUA BIBIT MULATINAH

SEKERTARIS SOFIA YULIANI S.Pd

BENDAHARA WIWIT ISNAENY A.Md


(73)

b. Uraian Tugas dan Fungsi Pengurus PKBM Wiratama 1) Ketua mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a) Bertanggung jawab secara teknis dan administratif

b) Mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait tentang rencana kegiatan

c) Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja d) Melaporkan pemanfaatan dana

e) Memonitor dan mengevaluasi pengelolaan dana 2) Bendahara mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

a) Bertanggungjawab atas terselenggaranya pengelolaan administrasi keuangan berdasarkan pedoman petunjuk operasional

b) Menerima dan mengeluarkan dana sesuai dengan pedoman petunjuk operasional

3) Sekretaris mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: a) Mengadministrasikan semua kegiatan yang ada b) Membantu tugas ketua dalam pelaksanaan kegiatan c) Menjalankan tugas yang diberikan oleh ketua d) Membantu administrasi tugas bendahara dan ketua 7. Fasilitas Penunjang

a. Luas Tanah dan Status

Luas bangunan gedung PKBM Wiratama yaitu 4X3 meter dan berlantai dua, gedung PKBM berada di jalan tompeyan TR III/162 RT03


(74)

RW01 Kecamatan Tegal Rejo Kota Yogyakarta, dengan status milik sendiri. Untuk pembelajaran kesetaraan paket B dan C terkadang menggunakan gedung sekolah SD Pingit yang berada dekat dengan gedung PKBM yang dipinjami kepala sekolah SD Pingit apabila warga belajar yang hadir sangat banyak atau sedang melaksanakan ujian.

b. Kondisi Bangunan

Kondisi bangunan secara umum sudah layak tetapi tidak terlalu luas apabila digunakan ujian atau kegiatan yang melibatkan banyak orang, sehingga masih perlu menggunakan ruang kelas SD Pingit.

c. Kondisi Fasilitas

Fasilitas yang dimiliki oleh PKBM Wiatama adalah sebagai berikut: Tabel 2. Fasilitas PKBM Wiratama

NO NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN KONDISI

1. Meja Belajar 40 Milik SD Baik

2. Kursi Belajar 80 Milik SD Baik

3. Meja Sekretariat 2 Milik SD Baik

4. Kursi Sekretariat 6 Milik SD Baik

5. Papan Tulis 1 Milik SD Baik

6. Buku Pelajaran 12 Milik SD dan Milik PKBM

Baik

7. Computer dan Printer 1 Milik PKBM Baik

8. Rak Buku 2 Milik SD dan

Milik PKBM


(75)

9. Buku Induk 4 Milik PKBM Baik 10. Buku Inventaris 2 Milik PKBM Baik 11. Buku Daftar Hadir 4 Milik PKBM Baik

12. Buku Tamu 1 Milik PKBM Baik

13. Buku Pengambilan Ijazah

3 Milik PKBM Baik

14. Buku Kas Pembantu 2 Milik PKBM Baik

15. Buku Alumni 1 Milik PKBM Baik

16. Abensi Tutor dan Pengelola

2 Milik PKBM Baik

Sumber : Arsip Dokumen PKBM Wiratama

8. Hasil yang telah dicapai melalui Program Pendampingan PKBM

a. Terciptanya peningkatan baik kuantitas maupun kualitas layanan pendidikan dan pemberdayaan di lingkungan lembaga PKBM Wiratama. Jalan Tompeyan TR III/162 RT03 RW01 Kecamatan Tegal Rejo Kota Yogyakarta.

b. Meningkatkan kompetisi, tenaga pendidik atau tutor dan kependidikan melalui diskusi, seminar, lokakarya maupun diklat (pendidikan dan pelatihan)

c. Penataan administrasi lembaga guna mempersiapkan akreditasi program bekerjasama dengan mahasiswa reguler Universitas Negeri Yogyakarta


(1)

Lampiran 7. Daftar Nama Informan

DAFTAR NAMA INFORMAN

No Nama KETERANGAN

1 Ibu B CW1/KETUA PKBM

2 Ibu W CW2/PENGELOLA PKBM

3 Bapak N CW3/PENGELOLA PKBM

4 Ibu S CW4/TUTOR MEMBATIK

5 Ibu W CW5/TUTOR MEMBATIK

6 Mbak L CW6/WARGA BELAJAR


(2)

Lampiran 8. Dokumentasi Foto Kegiatan Pembelajaran Membatik

FOTO FOTO KEGIATAN PEMBELAJARAN MEMBATIK

Gb.1 Alat dan Bahan Membatik


(3)

Gb.3 Wawancara Pengelola


(4)

Gb 5 Wawancara Warga belajar dan Melihat Waga belajar pratik membatik


(5)

(6)