PENGARUH EFIKASI DIRI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 KALASAN.

(1)

PENGARUH EFIKASI DIRI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 KALASAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Jodi Setiobudi NIM 12104244010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PENGARUH EFIKASI DIRI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 KALASAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Jodi Setiobudi NIM 12104244010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli, jika tidak asli saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 21 Oktober 2016 Yang menyatakan,

Jodi Setiobudi NIM 12104244010


(5)

(6)

MOTTO

Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah SAW bersabda dalam doa:

“Ya Allah, kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku kembali, karena-Mu aku melawan (musuh-musuh). Ya Allah dengan kekuatan-Mu yang tiada Tuhan selain Engkau, aku berlindung, jangan Kau sesatkan aku. Engkaulah Tuhan yang tidak mati, sedang

jin dan manusia akan mati.”

(HR. Muttafaq’alaih)

Man Jadda Wa Jadda

“Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil” (Al-hadits)

“Sesunguhnya Allah tidak akan mengubah satu kaum sebelum mereka mengubah

keadaan mereka sendiri”

(Terjemahan Qur’an, QS. Ar-Ra’d: 11)

You’ll Never Walk Alone


(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Bapak Guntur Setiobudi dan Ibu Lusida, kedua orang tuaku tercinta, yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan yang tiada henti.

2. Almamater Prodi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.


(8)

PENGARUH EFIKASI DIRI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI 1 KALASAN

Oleh Jodi Setiobudi NIM 12104244010

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui tingkat efikasi diri pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan, 2) untuk mengetahui tingkat pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan, 3) untuk mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dengan jenis korelasi sebab-akibat. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan yang berjumlah 222 siswa. Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah 139 siswa. Alat pengumpul data berupa skala efikasi diri dan skala pengambilan keputusan karir. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi dengan uji expert judgment. Uji realibilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Hasil uji coba reliabilitas instrumen mendapatkan nilai 0,837 untuk skala efikasi diri dan 0,877 untuk skala pengambilan keputusan karir. Analisis data dan uji hipotesis menggunakan teknik regresi sederhana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) efikasi diri siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan berada pada kategori tinggi, 2) pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan berada pada kategori tinggi, 3) efikasi diri mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan. Hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikasi 0,000 (p <0,05) dan persamaan garis regresinya Y : 60,047 + 0,578 X. Nilai determinasi (R2) sebesar 0,351 dapat diartikan bahwa efikasi diri memberikan sumbangan efektif sebesar 35,1% terhadap pengambilan keputusan karir dan 64,1% dipengaruhi faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Pengambilan Keputusan

Karir Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dari penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi. 3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak Drs. A. Ariyadi Warsito M.Si., dosen pembimbing saya yang telah dengan sabar meluangkan waktu, perhatian, tenaga serta pikirannya untuk membimbing penyusunan skripsi.

5. Bapak Drs. H. Tri Sugiharto, kepala SMA Negeri 1 Kalasan yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kalasan.

6. Ibu Dra. Suryati, Ibu Nanik Supriyati, S.Pd dan Ibu Teti Nur’aeti, S.Pd selaku guru BK di SMA Negeri 1 Kalasan yang telah bersedia untuk membantu pelaksanaan penelitian.

7. Siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan atas kerjasama dan partisipasi dalam pengumpulan data dalam penelitian ini.

8. Kedua orang tuaku Bapak Guntur Setiobudi dan Ibu Lusida yang telah memberikan doa, perhatian, kasih sayang, dan selalu berusaha membantu baik secara moril maupun materi. Semoga Allah SWT senantiasa memberi


(10)

kesehatan, memberi perlindungan, dan memberi kebahagiaan dunia akhirat. Aamiin.

9. Seluruh teman-teman khususnya keluarga BEKACE 2012 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kesediaannya membagi semangat, keceriaan, juga segala hal yang membelajarkan.

10.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalan penulisan tugas akhir skripi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran, komentar ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Yogyakarta, 21 Oktober 2016 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK .... ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Efikasi Diri ... 12

1. Definisi Efikasi Diri ... 12

2. Sumber-Sumber Efikasi Diri ... 13

3. Dimensi Efikasi Diri... 16

4. Aspek-Aspek Efikasi Diri ... 18

5. Pengaruh Efikasi Diri pada Tingkah Laku ... 23

B. Kajian Tentang Pengambilan Keputusan Karir ... 27

1. Definisi Karir ... 27

2. Perkembangan Karir ... 27

3. Definisi Pengambilan Keputusan Karir ... 30

4. Aspek-Aspek Pengambilan Keputusan Karir ... 32

5. Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan Karir ... 35

6. Periode Pengambilan Keputusan Karir ... 38

7. Langkah-Langkah Pengambilan Keptusan Karir ... 40


(12)

C. Kajian Tentang Remaja ... 45

1. Definisi Remaja ... 45

2. Ciri-Ciri Masa Remaja ... 46

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 49

4. Permasalahan pada Remaja ... 51

D. Penelitian Terdahulu ... 53

E. Kerangka Berpikir ... 55

F. Paradigma Penelitian ... 58

G. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 60

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 60

C. Subyek Penelitian ... 61

D. Variabel Penelitian ... 63

E. Metode Pengumpulan Data ... 63

F. Definisi Operasional ... 65

G. Instrumen Penelitian ... 65

1. Kisi-Kisi Efikasi Diri ... 66

2. Kisi-Kisi Pengambilan Keputusan Karir ... 67

H. Uji Coba Instrumen ... 68

1. Uji Validitas ... 68

2. Uji Reliabilitas... 70

3. Hasil Uji Coba Instrumen ... 71

I. Teknik Analisis Data ... 74

1. Uji Prasyarat Analisis ... 75

a. Uji Normalitas ... 75

b. Uji Linearitas ... 76

2. Uji Hipotesis ... 76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 78

1. Deskripsi Data Efikasi Diri ... 79

2. Deskripsi Data Pengambilan Keputusan Karir... 80

B. Pengujian Hipotesis ... 81

1. Uji Prasyarat Analisis ... 81

a. Uji Normalitas ... 81

b. Uji Linearitas ... 84

2. Uji Hipotesis ... 85


(13)

C. Pembahasan ... 88

D. Keterbatasan Penelitian ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Populasi Penelitian ... 61

Tabel 2. Penentuan Jumlah Sampel ... 62

Tabel 3. Skor Alternatif Jawaban Skala ... 64

Tabel 4. Kisi-Kisi Skala Efikasi Diri ... 66

Tabel 5. Kisi-Kisi Skala Pengambilan Keputusan Karir ... 67

Tabel 6. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 70

Tabel 7. Kisi-Kisi Skala Efikasi Diri Setelah Uji Coba ... 72

Tabel 8. Kisi-Kisi Skala Pengambilan Keputusan Setelah Uji Coba ... 73

Tabel 9. Kategori Batas ... 74

Tabel 10. Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ... 78

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri ... 79

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Pengambilan Keputusan Karir ... 80

Tabel 13. Hasil Uji Normalitas ... 82

Tabel 14. Hasil Uji Linieritas ... 84

Tabel 15. Analisis Regresi ... 86


(15)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Paradigma Penelitian ... 59

Gambar 2. Sebaran Data Efikasi Diri ... 80

Gambar 3. Sebaran Data Pengambilan Keputusan Karir ... 81

Gambar 4. Normal Probability Plot ... 83


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Keterangan Uji Coba Instrumen ... 103

Lampiran 2. Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba ... 105

Lampiran 3. Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ... 116

Lampiran 4. Tabulasi Data Uji Coba Efikasi Diri... 125

Lampiran 5. Tabulasi Data Uji Coba Pengambilan Keputusan Karir ... 127

Lampiran 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Efikasi Diri ... 129

Lampiran 7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengambilan Keputusan Karir ... 132

Lampiran 8. Tabulasi Data Penelitian Skala Efikasi Diri ... 135

Lampiran 9. Tabulasi Data Penelitian Skala Pengambilan Keputusan Karir.. 140

Lampiran 10. Deskriptif Statistik ... 145

Lampiran 11. Kategorisasi Data Penelitian ... 148

Lampiran 12. Uji Normalitas ... 153

Lampiran 13. Uji Linieritas ... 155

Lampiran 14. Uji Regresi ... 157


(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan salah satu tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia. Santrock (2007: 20) mendefinisikan masa remaja (adolescence) sebagai masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dimana periode tersebut melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Banyaknya perubahan yang terjadi pada masa remaja menunjukan bahwa masa remaja merupakan periode penting dalam kehidupan manusia karena sikap dan perilaku yang dimiliki pada masa ini akan memiliki dampak terhadap perkembangan di masa selanjutnya.

Menurut Hurlock (dalam Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 124) menyatakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 16 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Ditinjau dari tingkat pendidikan, remaja yang berusia antara 15 hingga 18 tahun umumnya telah berada pada jenjang sekolah menengah atas (SMA/SMK). Sebagai individu yang telah memasuki masa remaja, siswa SMA memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai dalam rentang kehidpuan manusia.

Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja menurut Havighurst (dalam Syamsu Yusuf, 2006: 83) yaitu memilih dan mempersiapkan karir atau pekerjaan. Merencanakan karir bagi siswa SMA


(18)

merupakan salah satu langkah awal dalam mempersiapkan karir di masa depan. Rencana karir yang dibuat tersebut nantinya dapat digunakan atau dijadikan sebagai dasar dalam menentukan pilihan dan memilih karir yang diwujudkan melalui pengambilan keputusan karir.

Pengambilan keputusan karir siswa SMA setelah lulus dari sekolah idealnya yaitu melanjutkan studi ke pendidikan tinggi sesuai dengan tujuan dan fungsi SMA yang tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2010 pasal 76 ayat 1. Pada PP tersebut dijelaskan bahwa fungsi dan tujuan SMA adalah meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan atau untuk hidup mandiri di masyarakat. Jika dilihat dari fungsi dan tujuan SMA tersebut, pengambilan keputusan karir siswa SMA lebih mengarah untuk melanjutkan studi ke pendidikan tinggi daripada bekerja. hal tersebut di karenakan siswa SMA tidak dipersiapkan atau dibekali keterampilan khusus untuk bekerja seperti siswa SMK yang dipersiapkan dan dibekal keahlian atau ketrampilan khusus untuk bekerja setalah lulus dari sekolah.

Menurut teori perkembangan karir yang dikemukakan oleh Super (dalam Winkel dan Hastuti, 2004: 632) kemampuan memilih dan mempersiapkan karir siswa SMA berada pada tahap eksplorasi. Pada tahap ini siswa sudah mulai mencari dan mengumpulkan berbagai informasi karir sesuai dengan bakat, minat potensi atau kemampuan yang dimiliki. Pada tahap ini, siswa mulai belajar untuk membuat rencana karir dan membuat keputusan karir dari informasi yang telah dimiliki. Ketika akan menentukan kelanjutan studi siswa dihadapkan pada berbagai macam pilihan satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi dan


(19)

pilihan program studi. Banyaknya pilihan tentang kelanjutan studi tersebut membuat siswa memiliki banyak pilihan kelanjutan studi dan yang secara tidak langsung dapat membuat bingung dalam menentukan pilihan kelanjutan studi, sehingga pilihan kelanjutan studi yang akan dipilih masih bersifat sementara. Selanjutnya pilihan kelanjutan studi yang masih bersifat sementara tersebut mulai dipersempit sesuai dengan tujuan karir yang ingin dicapai di masa depan. Pilihan kelanjutan studi tersebut yang nantinya akan dipilih oleh siswa dalam pengambilan keputusan karir.

Pengambilan keputusan merupakan salah satu proses dari penentuan pilihan (Sharf, 1992: 303). Pengambilan keputusan dalam konteks penelitian ini adalah pengambilan keputusan karir yang dilakukan oleh siswa kelas XII SMA. Ketika akan melakukan pengambilan keputusan karir, siswa mulai belajar merencanakan karir dan menentukan pilihan kelanjutan studi sesuai dengan tujuan karir yang ingin dicapai dan selanjutnya direalisasikan melalui pengambilan keputusan karir. Keberhasilan karir dimasa depan salah satunya dapat ditandai dari keputusan karir yang diambil. Kesesuaian keputusan karir yang dibuat berdasarkan kemampuan yang dimiliki akan mempermudah siswa dalam meraih kesuksesan di masa depan, sedangkan ketidaksesuaian pengambilan keputusan karir dapat menghambat siswa dalam meraih keberhasilan di masa depan karena dengan kemampuan yang dimiliki siswa dapat mengukur sejauh mana keyakinan dalam mengambil keputusan.

Pengambilan keputusan karir bukanlah perkara yang mudah bagi siswa, karena pada kenyataanya para siswa menemui berbagai permasalahan karir yang


(20)

dapat mempengaruhi siswa dalam pengambilan keputusan karir. Peneliti menemukan permasalahan pengambilan keputusan karir ketika melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Kalasan pada bulan Agustus tahun 2015 melalui angket permasalahan dan Daftar Cek Masalah (DCM). Berdasarkan angket permasalahan yang dikumpulkan oleh peneliti, diketahui bahwa permasalahan tentang karir paling banyak dialami oleh siswa kelas XII, sedangkan permasalahan yang paling banyak dialami siswa kelas X adalah masalah penyesuaian diri dengan lingkungan baru khususnya banyaknya tugas yang diberikan oleh guru dan padatnya kegiatan disekolah. Pada kelas XI yaitu masalah belajar dan kesulitan memanajemen waktu. Permasalahan tentang karir tersebut juga didukung oleh hasil analisis DCM yang disebar peneliti, berdasarkan hasil analisis DCM diketahui bahwa masalah tentang karir dalam bidang masa depan dan cita-cita mayoritas banyak dialami oleh siswa XII, seperti siswa bingung menentukan pilihan kelanjutan studi setelah lulus dari sekolah sehingga membuat siswa belum mampu menentukan pilihan kelanjutan studinya.

Lebih lanjut peneliti melakukan wawancara kepada 10 siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan tentang pengambilan keputusan karir, 3 siswa diantaranya merasa belum mempunyai gambaran dan masih bingung dalam menentukan kelanjutan studi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga membuat siswa belum dapat memutuskan kelanjutan studi yang akan dipilih. Sementara 7 siswa yang lain masih bingung dalam menentukan pilihan program studi yang akan dipilih karena memiliki lebih dari dua pilihan yang diminati. Beberapa siswa tersebut juga mengungkapkan sudah menetapkan pilihan program studi sesuai


(21)

dengan keinginan dan mengikuti kegiatan diluar jam sekolah seperti kursus yang dapat menunjang pilihan kelanjutan studi, tetapi pilihan tersebut tidak sesuai atau berbeda dengan pilihan program studi yang diinginkan orang tuanya. Perbedaan pilihan kelanjutan studi membuat siswa bingung antara memilih pilihan yang diminati atau mengikuti pilihan dari orang tuanya. Kebingungan yang dialami siswa dalam menentukan kelanjutan studi ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesiapan siswa dalam pengambilan keputusan karir.

Dari hasil hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK), diperoleh informasi bahwa siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan memiliki antusiasme yang tinggi ketika guru BK memberikan layanan bimbingan klasikal bidang karir. Antusiasme tersebut dapat dilihat dari keaktifan siswa, misalnya ketika guru BK memberikan materi dalam bidang karir khususnya tentang kelanjutan studi siswa banyak yang bertanya atau berdiskusi mengenai materi yang diberikan. selain itu ada beberapa siswa yang melakukan konsultasi lebih lanjut untuk memantapkan pilihan kelanjutan studinya. Beberapa upaya telah dilakukan oleh guru BK untuk membantu siswa mempersipakan karirnya, seperti pemberian layanan bidang karir baik secara klasikal, bimbingan kelompok dan konseling individual bagi siswa yang membutuhkan, bekerjasama dengan beberapa pihak luar seperti satuan lembaga pendidikan tinggi dan alumni dalam pemberian layanan informasi karir, menempelkan poster di papan bimbingan yang berisi informasi dari berbagai pendidikan tinggi dan membagikan leaflet tentang pendidikan tinggi kepada siswa. Namun, dari beberapa upaya tersebut peneliti


(22)

masih menemukan beberapa siswa kelas XII yang mengaku bingung dalam menentukan pilihan kelanjutan studi.

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Difa Ardiyanti dan Asmadi Alsa pada tahun 2014 terhadap 157 siswa kelas XI dari tiga SMA wilayah Yogyakarta, terdapat 43% siswa yang belum yakin dan masih bingung dengan pilihan program studi yang ada di perguruan tinggi. Sementara dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui wawancara kepada beberapa siswa kelas XII SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 1 Prambanan pada 22-23 Februari 2016, diketahui bahwa beberapa siswa di sekolah tersebut mengalami kebimbangan dan kesulitan dalam menentukan kelanjutan studi, selain itu ada beberapa siswa merasa informasi yang dimiliki tentang kelanjutan studi masih terbatas. Dari studi pendahulaun tersebut menunjukkan bahwa permasalahan karir khusunya dalam menentukan pilihan kelanjutan studi juga dialami oleh siswa SMA kelas XII di sekolah lain.

Berdasarkan fenomena tersebut dapat dilihat siswa mengalami kebingungan dan tidak mampu mengambil keputusan kelanjutan studi yang didahului dengan adanya rasa tidak yakin atau keraguan dalam menetapkan pilihan kelanjutan studi. Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan siswa dalam menetapkan pilihan berperan penting dalam pengambilan keputusan karir. Keyakinan diri individu terhadap kemampuan yang dimiliki ini sering disebut sebagai efikasi diri. Menurut Alwisol (2011: 287) efikasi diri mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan serta kesanggupan individu untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas dengan target hasil atau target waktu


(23)

yang telah ditentukan. Efikasi diri merupakan salah satu hal penting yang dapat menentukan keberhasilan suatu tindakan yang akan dilakukan, tindakan dalam konteks penelitian ini adalah pengambilan keputusan karir. Pada penelitian ini peneliti memandang efikasi diri memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan karir. Efikasi diri yang dimiliki siswa dalam pengambilan keputusan karir akan mendorong siswa menentukan pilihan kelanjutan studinya berdasarkan keyakinan atas kemampuan yang dimiliki. Pengambilan keputusan karir menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004: 645-655) didasari oleh faktor internal yang meliputi nilai-nilai kehidupan, taraf intelegensi, bakat khusus, minat, sifat-sifat yang dimiliki, pengetahuan, keadaaan jasmanai dan faktor eksternal yang meliputi masyarakat, keadaan sosial ekonomi keluarga, status sosial keluarga, pengaruh dari anggota keluarga, pengaruh dari sekolah dukungan sosial keluarga dan pergaulan teman sebaya. Pada penelitian ini peneliti ingin mencari apakah terdapat pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir dan jika ada seberapa besar pengaruhnya karena karena berdasarkan fenomena yang terjadi terdapat siswa yang mengalami keraguan dalam pengambilan keputusan karir. peneliti mencoba mengaitkan keraguan yang dialami oleh siswa dengan efikasi diri.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur Hidayati (2015: 66)

dengan judul “Hubungan Antara Efikasi Akademik dengan Minat Melanjutkan

Studi di Perguruan Tinggi Pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Kretek Bantul”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif antara efikasi diri akademik dengan minat melanjutkan studi pada siswa kelas XI di SMA Negeri 1


(24)

Kretek. Hal ini berarti semakin tinggi efikasi diri maka akan diikuti dengan tingginya minat melanjutkan studi di perguruan tinggi. Sebaliknya, semakin rendah efikasi diri maka akan semakin rendah minat melanjutkan studi di perguruan tinggi.

Sementara itu berdasarkan data sebaran alumni yang diperoleh dari guru BK, menunjukkan bahwa pada tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 174 siswa SMA Negeri 1 Kalasan melanjutkan ke pendidikan tinggi dan 2 siswa bekerja. Pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 209 siswa melanjutkan ke pendidikan tinggi dan 7 siswa bekerja. Pada tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 191 siswa melanjutkan ke pendidikan tinggi dan 5 siswa bekerja. Berdasarkan data sebaran alumni tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas alumni SMA Negeri 1 Kalasan melanjutkan studi ke pendidikan tinggi. Mengacu pada data sebaran alumni tersebut peneliti ingin mengetahui tingkat keyakinan yang dimiliki siswa dalam menentukan pilihan kelanjutan studi, karena berdasarkan fenomena yang ditemukan peneliti masih ada beberapa siswa yang bingung dan ragu dalam menentukan kelanjutan studi.

Berdasarkan permasalahan karir siswa yang telah diuraikan diatas, hasil wawancara, studi pendahuluan, penelitian terdahulu yang relevan dan data sebaran alumni, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Pengambilan Keputusan Karir Pada Siswa Kelas XII SMA

Negeri 1 Kalasan”. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tingkat efikasi diri siswa karena fenomena yang terjadi di SMA Negeri 1 Kalasan ada beberapa siswa yang mengalami keraguan dan ketidakyakinan dalam pengambilan


(25)

keputusan karir, tingkat kemampuan siswa dalam pengambilan keputusan karir , dan pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir pada siswa kelas XII.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Ada beberapa siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan yang mengalami kebingungan menentukan pilihan kelanjutan studi sehingga membuat siswa belum mampu menentukan pilihan kelanjutan studinya.

2. Ada beberapa siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan yang merasa belum mempunyai gambaran dan masih bingung dalam menentukan kelanjutan studi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga membuat siswa belum dapat memutuskan kelanjutan studi yang akan dipiih.

3. Kebingungan yang dialami siswa dalam menentukan kelanjutan studi mempengaruhi kesiapan siswa dalam pengambilan keputusan karir

4. Kebingungan yang dialami siswa dalam menentukan kelanjutan studi membuat siswa tidak yakin atas kemampuan yang dimiliki dalam pengambilan keputusan karir

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, peneliti membatasi masalah agar masalah yang dikaji lebih fokus pada pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan.


(26)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat efikasi diri siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan? 2. Bagaimana tingkat pengambilan keputusan karir siswa SMA Negeri 1

Kalasan?

3. Apakah terdapat pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat efikasi diri siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan. 2. Mengetahui tingkat pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA

Negeri 1 Kalasan.

3. Mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian mengenai pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kalasan, diharapakan bermanfaat secara teoritis dan praktis.

1. Secara Teoritis

Ditinjau dari sisi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan sebagai ilmu pengetahuan khususnya


(27)

dalam bidang ilmu Bimbingan dan Konseling yang mengkaji tentang pengaruh efikasi diri terhadap pengambilan keputusan karir pada siswa 2. Secara Praktis

a. Bagi siswa

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi siswa tentang efikasi diri dan pengambilan keputusan karir yang dimiliki untuk dikembangkan secara optimal sehingga tidak mengalami permasalahan berkaitan dengan efikasi diri dan pengambilan keputusan karir serta memiliki keyakinan dalam pengambilan keputusan karirnya.

b. Bagi guru BK

Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi permasalahan karir yang dialami oleh siswa dalam hal efikasi diri dan pengambilan keputusan karir. Selain itu dengan adanya penelitian ini dapat membantu guru BK dalam upaya peningkatan pelayanan Bimbingan dan Konseling terutama di bidang karir.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan efikasi diri.


(28)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Efikasi Diri

1. Definisi Efikasi Diri

Efikasi diri diperkenalkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura dalam bukunya yang bejudul Self Efficacy The Exercise of Control (1997:3) mengatakan :

“Efficacy is a major basis of action. People guide their lives by their beliefs of personal efficacy. Self-efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and execute the course of action required to product given attainments”

Efikasi diri adalah dasar utama dari suatu tindakan. Keyakinan yang dimiliki oleh individu akan membimbing dan mendorong kearah keberhasilan dalam melakukan suatu tindakan. Efikasi diri ini mengacu pada keyakinan atas kemampuan individu untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Lebih lanjut Bandura (dalam Feist & Feist, 2011: 211) mengemukakan efikasi diri merupakan bagaimana manusia bertindak dari suatu situasi bergantung pada hubungan timbal balik dari perilaku, lingkungan dan kondisi kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa mereka mampu atau tidak mampu melakukan suatu perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang di inginkan dalam suatu situasi.

Menurut Alwisol (2011: 287) efikasi diri mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan individu untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas dengan target hasil dan waktu yang ditentukan.


(29)

Lebih lanjut Alwisol (2011: 288) menjelaskan efikasi diri adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Sementara Baron dan Byrne (dalam Alwisol, 2011: 287) menjelaskan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan dan kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Efikasi diri ini berkaitan dengan keyakinan pada diri individu terhadap kemampuannya dalam melakukan suatu tindakan, jika individu memiliki efikasi diri tinggi maka akan dapat menentukan dan melaksanakan tindakan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi serta akan berusaha menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahannya.

2. Sumber-Sumber Efikasi Diri

Menurut Feist & Feist (2011: 213) efikasi diri yang dimiliki oleh individu dapat diperoleh, ditingkatkan, atau dikembangkan melalui salah satu kombinasi dari dari empat sumber, antara lain sebagai berikut:

a. Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experience)

Menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2011: 214) sumber yang paling berpengaruh dari efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu, yaitu performa yang dimiliki oleh individu di masa lalu. Secara umum, performa yang berhasil akan meningkatkan ekspetasi mengenai


(30)

kemampuan yang dimiliki, sedangkan kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut. Pernyataan tersebut memberikan enam dampak, yaitu:

1) Keberhasilan akan mampu meningkatkan efikasi diri secara proposional dengan kesulitan dari tugas yang di hadapi.

2) Tugas yang mampu diselesaikan oleh diri sendiri akan lebih efektif diselesaikan daripada dengan bantuan orang lain.

3) Kegagalan dapat menurunkan efikasi diri ketika seseorang merasa sudah memberikan usaha yang terbaik tetapi belum mendapatkan hasil yang di inginkan.

4) Kegagalan yang terjadi ketika berada dalam tekanan emosi tinggi tidak terlalu merugikan diri dibandingkan kegagalan dalam kondisi emosi dan usaha yang maksimal.

5) Kegagalan sebelum memperoleh pengalaman lebih berdampak pada efikasi diri daripada kegagalan setelah memperoleh pengalaman. 6) Kegagalan akan berdampak sedikit pada efikasi diri individu

terutama pada mereka yang memiliki ekspetasi kesuksesan yang tinggi.

b. Modeling Sosial.

Sumber kedua dari efikasi diri adalah modeling sosial (vicarious experience). Kesuksesan atau kegagalan dari orang lain sering digunakan sebagai alat pengukur kemampuan diri seseorang. Efikasi diri dapat meningkat ketika melihat keberhasilan seseorang yang mempunyai


(31)

kompetensi setara, namun efikasi diri dapat berkurang ketika melihat teman atau rekan sebaya yang setara gagal. Secara umum, permodelan sosial tidak memberikan dampak yang besar dalam peningkatan efikasi diri seseorang, tetapi permodelan sosial dapat memberikan dampak yang besar dalam penurunan efikasi diri.

c. Pesuasi Sosial.

Efikasi diri juga dapat diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari persuasi sosial terhadap meningkatnya atau menurunya efikasi diri cukup terbatas dan harus pada kondisi yang tepat. Kondisi tersebut adalah bahwa seseorang haruslah mempercayai pihak yang melakukan persuasi karena kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya lebih efektif daripada kata-kata dari sumber yang tidak terpercaya, sumber terpercaya dalam konteks ini adalah seseorang yang memiliki pengalaman atau pernah melakukan tindakan yang akan dilakukan oleh seorang individu. Meningkatkan efikasi diri melalui persuasi sosial paling efektif ketika dikombinasikan dengan performa yang sukses. Persuasi dapat meyakinkan seseorang untuk berusaha dalam suatu kegiatan jika performa yang dilakukan tersebut suskes.

d. Kondisi Fisik dan Emosional.

Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa diri, ketika seseorang mengalami katakutan yang kuat, kecemasan atau tingkat stress yang tinggi, kemungkinkan seseorang tersebut akan memiliki efikasi diri


(32)

yang rendah sehingga emosi yang kuat cenderung akan mengurangi performa yang dimiliki.

3. Dimensi Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997: 42-43) perbedaan efikasi diri yang dimiliki setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu:

a. Dimensi tingkat kesulitan (Level)

Dimensi tingkat kesulitan tugas ini adalah dimensi yang berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu. Apabila individu menghadapai tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu akan cenderung memilih pada kesulitan tugas yang mudah, sedang, bahkan tugas-tugas yang sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut. Semakin tinggi tingkat kesulitan tugas yang dihadapi maka akan semakin tinggi pula efikasi diri yang harus dimiliki. Artinya, individu yang memiliki efikasi diri rendah akan cenderung menghindari tugas-tugas yang memiliki tingkat kesulitan diluar batas kemampuannya.

Sebagai contoh, seorang siswa memiliki kemampuan yang cukup tinggi dalam bahasa inggris dan memiliki kemampuan yang rendah dalam bahasa daerah, ketika ada tugas dua mata pelajaran yang harus dikumpulkan secara bersamaan maka siswa tersebut akan mengerjakan tugas bahasa inggris terlebih dahulu karena siswa tersebut memilih untuk mengerjakan tugas sesuai dengan tingkat kesulitan yang dihadapi dan siswa tersebut yakin akan kemampuan dapat menyelesaikan tugas bahasa


(33)

inggris lebih cepat daripada tugas bahasa daerah yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikannya.

b. Dimensi Generalisasi (Generality).

Dimensi generalisasi berkaitan dengan luas cakupan bidang kemampuan yang dimiliki individu. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mengerjakan tugas. Apakah kemampuan individu hanya terbatas pada suatu tugas tertentu atau pada tugas dan situasi yang bervariasi tergantung pada pemahaman individu terhadap kemampuan yang dikuasai.

Sebagai contoh, seorang siswa meyakini kemampuannya cukup baik dalam bidang seni terutama seni rupa. Siswa tersebut tidak mau mencoba untuk memperluas kemampuan seninya di bidang seni yang lain seperti seni musik atau seni tari. Siswa tersebut meyakini batas kemampuannya terbatas hanya dalam bidang seni rupa dan kurang yakin dengan kemampuannya di bidang seni yang lain selain seni rupa, sehingga ketika ada tugas bidang seni tetapi di luar bidang seni rupa maka siswa tersebut akan kesulitan menyelesaikan tugas tersebut karena kemampuan pengusaan di bidang seni hanya terbatas di bidang seni rupa. c. Dimensi tingkat kekuatan (Strength)

Dimensi tingkat kekuatan berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu terhadap kemampuannya. Individu yang memiliki keyakinan kuat akan mendorong dan terus berusaha mencapai tujuan yang diharapkan meskipun mendapatkan pengalaman


(34)

yang tidak menyenangkan. Sebaliknya jika individu tersebut memiliki keyakinan yang lemah akan membuat individu tersebut mudah goyah oleh pengalaman-pengalaman yang tidak sesuai dengan harapan.

Sebagai contoh, seorang siswa mempunyai cita-cita ingin menjadi musisi yang hebat, siswa tersebut lalu membeli beberapa peralatan musik dan berlatih rutin secara mandiri. Siswa tersebut memiliki harapan dan keyakinan bahwa suatu saat akan menjadi musisi yang hebat dengan rajin berlatih dan belajar setiap hari. Melalui usaha yang dilakukannya, akhirnya siswa tersebut merasakan hasil dari usahanya yaitu menjadi musisi hebat dan dikenal banyak orang. Sebaliknya jika siswa tersbut tidak memiliki kekuatan dari kemampuan atau pengarapannya maka akan mudah goyah atau putus asa ketika mendapat pengalaman kurang mengenakan dalam mencapai tujuan menjadi musisi.

4. Aspek-Aspek Efikasi Diri

Aspek-aspek efikasi diri merupakan hal yang penting dalam melihat efikasi diri yang dimiliki oleh individu. Corsini (dalam Hartono, 2005: 20-21) membagi aspek-aspek efikasi diri menjadi empat, yaitu sebagi berikut:

a. Aspek Kognitif

Kemampuan sesorang untuk memikirkan cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan setiap individu mempersiapkan diri melalui pemikiran-pemikiran yang akan


(35)

dilakukan sehingga dapat melakukan tindakan sesuai dengan yang diharapkan. Fungsi utama berpikir adalah memungkinkan seseorang untuk memprediksi peristiwa atau kejadian sehari-hari yang akan berdampak pada masa depannya. Asumsi timbul pada aspek kognitif yaitu ketika semakin efektif kemampuan seseorang dalam melakukan analisis berpikir dan kemampuan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan pribadi maka akan mendukung seseorang bertindak dengan cepat dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Sebagai contoh, apabila seseorang dihadapkan pada suatu permasalahan, orang tersebut akan menggunakan kemampuan kognitifnya dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan memikirkan dan merancang tindakan yang akan dilakukan untuk menghadapi permsalahan tersebut. Seseorang tersebut juga akan memprediksi dampak dari tindakan yang akan dilakukannya sehingga ketika sudah memiliki solusi dari permasalahan yang dihadapi seseorang tersebut siap menerima dan menjalani tindakan yang akan dilakukan, sebaliknya apabila seseorang tersebut tidak mampu memikirkan atau merancang tindakan yang akan dilakukan maka permasalahan yang dialami tidak akan terselesaikan bahkan akan muncul permasalahan-permasalahan baru.

b. Aspek Motivasi

Kemampuan seseorang memotivasi diri melalui pemikirannya untuk melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap orang berusaha memotivasi diri dengan


(36)

menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan seseorang. Apabila sesorang memiliki motivasi maka akan berusaha dalam mencapai setiap tujuan yang ingin dicapai, sebaliknya seseorang tidak memiliki motivasi maka akan cenderung mudah menyerah ketika mengalami kegagalan dan tidak mencoba untuk bangkit atau berusaha usaha dalam mencapai tujuan tersebut.

Sebagai contoh, ada siswa SMA yang mempunyai keinginan melanjutkan studi ke akademi militer. Siswa tersebut memotivasi diri agar dapat diterima di akademi militer. Motivasi yang dimiliki lalu mendorong untuk mempersiapkan diri, siswa tersebut lalu mencari informasi yang berkaitan dengan akademi militer seperti persyaratan agar bisa diterima di akademi militer. Setelah itu siswa tersebut membuat tulisan atau cara lain yang dapat memotivasi dirinya untuk rajin belajar dan mempersiapkan diri semaksimal mungkin agar bisa lolos seleksi masuk akademi militer. Dengan tekad yang kuat siswa tersebut memiliki keyakinan pada kemampuan yang dimilki dapat diterima di akademi militer melalui motivasi yang dimiliki dan dengan usaha yang dilakukannya. Pada seleksi pertama siswa tersebut gagal di tahap fisik, melalui pengalaman yang diperolehnya siswa tersebut lalu memperbaiki diri dan mempersiapkan diri agar bisa lolos seleksi pada tahun berikutnya. Akhirnya pada seleksi di tahun kedua siswa tersbut lolos dan diterima di akademi militer seperti yang di cita-citakannya. Jika tidak memliki motivasi siswa tersebut akan


(37)

putus asa atau mudah menyerah dan tidak memiliki usaha untuk mencapai keinginnya.

c. Aspek Afeksi

Kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi terjadi secara alami dalam diri seseorang dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditunjukan dengan kemampuan untuk menempatkan diri ketika sedang merasakan emosi positif menjadi energi yang positif bagi diri sendiri dan kemampuan untuk mengontrol emosi negatif yang dapat menghalangi atau menghambat pola pikir dalam mencapai tujuan seperti marah, kesal, dan cemas atau emosi negatif yang memiliki kurang baik bagi diri sendiri.

Sebagai contoh, ada siswa yang cemas ketika menunggu pengumuman hasil seleksi masuk ke perguruan tinggi, siswa tersebut cemas karena teman yang lebih pintar dan memilih program studi sama dengan pilihannya tidak lolos seleksi. Siswa tersebut lalu berdoa dan melakukan kegiatan untuk dapat mengalihkan kecemasan yang sedang di rasakanya. Kecemasan pada diri siswa tersebut berangsur-angsur mulai berkurang dan menjadi lebih tenang menunggu pengumuman seleksi masuk ke perguruan tinggi. Siswa tersebut mampu mengatasi kecemasan yang dirasakan dan menyadari bahwa cemas yang berlebihan hanya akan membuatnya semakin takut untuk menunggu pengumuman hasil seleksi masuk perguruan tinggi.


(38)

d. Aspek Seleksi

Kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku sesuai dengan situasi yang terjadi. Seseorang yang mampu menyeleksi tingkah lakunya akan terhindar dari hal-hal negatif dari tingkah laku yang dilakukannya. Seleksi tingkah laku dapat mempengaruhi perkembangan pribadi individu karena ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku, ketidakmampuan dalam menyeleksi tingkah laku akan berdampak pada munculnya perasaan tidak percaya diri, panik, bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan dan mudah menyerah ketika menghadapi situasi yang sulit.

Sebagai contoh, ketika guru memberikan tugas, ada beberapa siswa yang mencontek pekerjaan temannya, melihat temannya yang mencontek lalu siswa lain ikut-ikutan mencotek karena siswa tersebut merasa tidak mampu dan tidak yakin dapat mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Dari gambaran tersebut dapat dilihat bahwa siswa terpengaruh teman yang mencotek dan tidak berusaha untuk memilih tindakan lain selain mencontek walaupun masih ada cara lain dalam menyelesaikan tugas tersebut seperti bertanya kepada teman yang lebih menguasai atau mencari jawaban dari sumber lain, sehingga tingkah laku yang terlihat adalah siswa ikut-ikutan mencontek. Siswa tersebut merasa tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan tugas dan tidak menyadari dan memahami bahwa mencontek merupakan tindakan yang kurang baik bagi seorang siswa.


(39)

5. Pengaruh Efikasi Diri pada Tingkah Laku

Secara tidak langsung efikasi diri akan mempengaruhi perilaku individu dalam di kehidupan sehari-hari, seperti pendapat yang dikemukakan oleh Luthans (2006: 340) mengenai pengaruh efikasi diri pada tingkah laku adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan perilaku

Salah satu pengaruh efikasi diri adalah ketika membuat keputusan. Keputusan yang dibuat berdasarkan bagaimana efikasi diri dirasakan seseorang terhadap pilihan. Pemilihan keputusan ini di dasarkan pada keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi.

b. Usaha motivasi

Individu akan berusaha lebih keras dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini efikasi diri yang dimiliki lebih tinggi daripada mereka yang kurang memiliki usaha dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Efikasi diri akan mempengaruhi sajauh mana individu dapat bertahan dalam menghadapi hambatan-hambatan yang kurang menyenangkan melalui usaha-usaha yang dilakukannya.

c. Daya tahan

Efikasi diri akan mempengaruhi daya tahan ketika indivdu mengahadapi masalah. Individu dengan efikasi diri tinggi akan bangkit dan bertahan saat menghadapi masalah atau kegagalan, sebaliknya


(40)

individu yang memiliki efikasi diri rendah akan merasa putus asa dengan kegagalan yang dialaminya.

d. Pola pemikiran fasilitatif

Penilaian efikasi diri akan mempengaruhi perkataan pada diri

sendiri seperti orang dengan efikasi diri tinggi akan mengatakan “saya tahu saya akan dapat menemukan cara untuk menyelesaikan masalah ini”.

dan bagi yang memiliki efikasi diri rendah akan berkata sebaliknya. e. Daya tahan terhadap stress

Individu dengan efikasi diri rendah cenderung akan mudah mengalami stress atau mengalah pada permasalahan yang dihadapi. Hal ini karena individu merasa gagal menyelesaikan permasalahan yang dialami dan merasa terbebani sehingga akan mudah mengalami stress, sementara individu dengan efikasi diri tinggi akan menghadapi masalah dengan percaya diri sehingga dapat terhindar dari stress.

Dari penjelasan tentang efikasi diri yang telah diuraikan peneliti dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Efikasi diri ini berkaitan dengan keyakinan pada diri individu terhadap kemampuannya dalam melakukan suatu tindakan, jika individu memiliki efikasi diri tinggi maka akan dapat menentukan memilih tindakan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi. Keberhasilan suatu tindakan yang akan dilakukan dipengaruhi oleh efikasi diri yang dimiliki oleh individu. Efkasi diri yang dimiliki dapat


(41)

membantu individu dalam memahami kemampuan yang dimiliki, kemampuan tersebut akan berpengaruh pada keyakinan dalam melakukan suatu tindakan, seperti menyelesaikan tugas, mencapai tujuan dan mengatasi hambatan.

Efikasi diri dapat diperoleh, ditingkatkan atau dikembangkan melalui empat sumber yaitu yang pertama adalah pengalaman menguasai sesuatu (mastery experience) yang dapat diperoleh dari pengalaman individu secara langsung, kedua modeling sosial, yang dapat diperoleh ketika melihat teman sebaya dengan karakter yang hampir sama mencapai keberhasilan atau kegagalan menyelesaikan tugas, ketiga persuasi sosial, yang merupakan dukungan dari seseorang kepada individu dalam menyelesaikan tugas yang dihadapai dan yang kempat kondisi fisik dan emosiaonal ketika individu berada dalam keadaan tertekan. Dari keempat sumber tersebut pengalaman menguasi sesuatu (mastery experience) merupakan sumber yang paling berpengaruh dalam peningkatan dan penurunan efikasi dibandingkan sumber yang lain. Keberhasilan dimasa lalu akan meningkatkan efikasi diri sedangkan kegagalan yang dialami akan menurunkan efikasi diri. Peningkatan dan penurunan efikasi diri ini tergantung sejauh mana individu dapat menguasai pengalaman dimasa lalunya.

Efikasi diri terdiri dari beberapa dimensi yang meliputi dimensi tingkat kesulitan tugas berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi, dimensi generalisasi berkaitan dengan luas cakupan bidang kemampuan yang dimiliki individu, dimensi tingkat kekuatan berkaitan


(42)

dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan terhadap kemampuannya. Aspek-aspek efikasi diri antara lain, aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan memikirkan dan merancang tindakan, aspek motivasi berkaitan dengan kemampuan seseorang memotivasi diri melalui pemikirannya dalam melakukan suatu tindakan, aspek afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi perasaan emosi yang timbul pada diri sendiri dan aspek seleksi yang berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.

Efikasi diri yang dimiliki oleh individu secara tidak langsung akan mempengaruhi indvidu dalam pemilihan perilaku yang didasarkan pada efikasi yang dimiliki, usaha memotivasi diri dalam bertahan dalam menghadapi permasalahanya, daya tahan yang dimiliki dalam menghadapi masalah, pola pemikiran fasilitatif yang akan mempengaruhi perkataan pada diri sendiri dan yang terakhir adalah daya tahan terhadap stress dimana individu dengan efikasi diri rendah cenderung akanmudah mengalami stress sedangkan individu dengan efikasi diri tinggi ketika menghadapi masalah memiliki rasa percaya diri atas kemampuannya dalam menghadapi masalah sehingga dapat terhindar dari stress


(43)

B. Kajian Pengambilan Keputusan Karir 1. Definisi Karir

Karir menurut Bruce Shertzer (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987: 17) mengungkapkan “Carrer is a sequence of occupations, jobs and positions held during the course of a person’s life time”. Karir diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, jabatan, dan kedudukan yang dipegang oleh seseorang seumur hidupnya. Menurut Donald Super (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1987:17) mengatakan karir sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, jabatan-jabatan, dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja. Pendapat lain dikemukakan oleh Gibson (2011) dkk yang mengatakan karir adalah suatu rangkaian sikap dan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman dan aktivitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dan rangkaian aktivitas kerja yang terus berkelanjutan.

Berdasarkan penjelasan karir di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karir adalah suatu sikap atau rangkaian yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti jabatan, kedudukan, pengalaman dan aktivitas kerja yang merupakan perjalanan seseorang yang berlangsung seumur hidup.

2. Perkembangan Karir

Menurut Donald Super (dalam Winkel dan Hastuti 2004: 632) proses perkembangan karir dibagi atas 5 tahap, yaitu:

a. Tahap Pengembangan (Growth).

Tahap ini diawali dari saat lahir sampai umur lebih kurang 15 tahun, dimana individu mulai mengembangkan berbagai potensi, pandangan


(44)

tentang dunia kerja, sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan dimasa depan.

b. Tahap Eksplorasi (Eksploration)

Tahap ini dimulai ketika inidividu mulai memasuki usia 15 sampai 24 tahun, dimana individu sudah mulai mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum sampai tahap mengambil keputusan yang mengikat. Pada tahap ini individu menggunakan informasi yang dimiliki untuk menentukan pilihan karirnya melalui rencana karir dan direalisasikan ketika akan melakukan pengambilan keputusan karir.

c. Tahap Pemantapan (Establishment)

Ketika memasuki usia 25 sampai 44 tahun, melalui pengalaman karir yang pernah dijalani individu mulai memantapkan diri dengan mengikuti pelatihan atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan keterampilan untuk mencapai tujuan karir melalui peningkatan posisi atau jabatan dalam suatu pekerjaan. Pada tahap ini individu mengikuti berbagai kursus atau kegiatan yang dapat menunjang dan memantapkan pilihan karirnya. d. Tahap Pembinaan (Maintenance)

Ketika berada pada usia 45 tahun sampai 64 tahun, individu mulai melakukan proses penyesuaian diri untuk meningkatkan posisi dalam suatu pekerjaan. Inidvidu pada tahap ini mulai beradaptasi dengan melihat hal-hal apa saja yang dapat meningkatkan posisi atau jabatannya.


(45)

e. Tahap Kemunduran (Decline)

Individu yang sudah memasuki fase ini mulai mempertimbangkan masa pensiun dan mulai memikirkan pola hidup baru yang akan dilakukan setelah melepaskan jabatannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengurangi aktivitas beban kerjanya. Pada tahap ini kemampuan individu dalam bekerja sudah mengalami penurunan dan mulai memasuki masa pensiun dari pekerjaannya.

Berdasarkan perkembangan karir yang dikemukakan oleh Donald Super, usia remaja dalam konteks ini adalah siswa SMA berada pada tahap eksplorasi dimana individu sudah mulai mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan masa depan baik kelanjutan studi atau pekerjaan, selain itu siswa SMA mulai menentukan pilihan karirnya berdasarkan pandangan tentang dunia kerja, sikap, minat yang diperoleh pada tahap pengembangan dan mulai mempertimbangkan pilihan karir dengan mempersempit pilihan karirnya.

Lebih lanjut Donald Super (dalam Santrock 2003: 484) mengungkapkan bahwa perkembangan karir terdiri dari lima fase yang berbeda sebagai berikut.

a. Fase kristalisasi berkembang sekitar usia 14-18 tahun, individu mulai menggali, membangun dan merumuskan ide-ide tentang pekerjaan yang sesuai dengan dirinya sendiri.


(46)

b. Fase spesifikasi berkembang sekitar usia 18-22 tahun, individu mulai mempersempit pilihan karir dan mulai mengarahkan sikap dan perilaku sesuai dengan pilihan karir yang di inginkan.

c. Fase implementasi berkembang sekitar usia 21-24 tahun, pada fase ini individu menyelesaikan sekolah atau pelatihannya dan mulai memasuki dunia kerja..

d. Fase stabilisasi berkembang sekitar usia 25-35 tahun, pada tahap ini individu bertahan untuk menyesuaikan keputusan karir yang telah dipilih dengan menjalani dan menerima konsekuensi dari keputusan karirnya. e. Fase konsolidasi berkembang setelah usia 35 tahun, individu akan

memajukan karirnya agar dapat mencapai posisi atau jabatan lebih tinggi dari yang sebelumnya.

Berdasarkan fase perkembangan karir yang dikemukakan Super, usia remaja dalam konteks ini adalah siswa SMA berada pada fase kristalisasi, yaitu mulai menggali, membangun dan merumuskan karir yang ditandai dengan penggalian kemampuan atau penggalian bakat dan minat yang dimiliki kemudian dipadukan dengan pilihan karir yang kemudian akan dipersempit pada fase spesifikasi.

3. Definisi Pengambilan Keputusan Karir

Proses pengambilan keputusan karir adalah ketika individu dihadapkan pada berbagai macam pilihan program studi dan pendidikan tinggi setelah lulus dari sekolah. Pada proses ini individu mulai memilih beberapa plihan kelanjutan studi ketika membuat perencanaan karir dan mulai


(47)

berlatih untuk membuat serta mengambil keputusan dari pilihan yang telah ditentukan (Sharf, 1992: 303). Pengambilan keputusan karir merupakan inti dari perencanan karir, karena melalui pengambilan keputsan karir ini akan menentukan seberapa efektif perencanaan karir yang telah dibuat untuk meraih tujuan karir di masa depan, proses dapat disebut sebagai pengambilan keputusan karir

Menurur Super (dalam Tuti, Tjahjono dan Kartika, 2006) pengambilan keputusan karir adalah kemampuan dalam menggunakan pengetahuan dan pikirannya untuk membuat perencanaan karir. Pendapat lain dikemukakan oleh Gati dan Asher (2001: 31) yang mengatakan pengambilan keputusan karir merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk mencari alternatif-alternatif dari berbagai pilihan karir yang dibandingkan lalu ditetapkan menjadi suatu pilihan yang akan diambil.

Sementara itu menurut teori pengambilan keputusan karir behaviorial dari Krumboltz yang diadaptasi dari toeri behaviorisme Albert Bandura (dalam Munandir,1996: 101) mengungkapan bahwa dalam pengambilan keputusan karir, individu berada dalam lingkungan tertentu, dengan membawa ciri-ciri bawaan dari keturunannya dalam menghadapi berbagai situasi yang dijadikan sebagai pengalaman belajar. Teori Krumboltz menjelaskan selain pengalaman belajar ada beberapa hal yang mendasari individu dalam pengambilan keputusan karir seperti, keadaan sosial, peristiwa yang terjadi, jenis kelamin dan keadaan jasmaniah yang dapat menentukan tingkah laku ketika menentukan pilihan karir dalam pengambilan keputusan


(48)

karir. Lebih lanjut Munandir (1996: 101) mengatakan teori dari Krumboltz tentang keputusan karir berguna untuk mengenali kondisi-kondisi lingkungan dan peristiwa yang memberikan pengalamanan belajar kepada seseorang untuk menyusun rencana karir.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan keputusan karir adalah suatu proses penentuan karir dimana individu menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam menentukan pilihan karir yang akan dipilih dari beberapa alternatif pilihan-pilihan karir yang telah direncanakan.

4. Aspek-Aspek Pengambilan Keputusan Karir

Aspek-aspek pengambilan keputusan karir menjadi hal yang penting untuk dikuasai dalam pengambilan keputusan karir. Sharf (1992: 157-158) mengemukakan tentang aspek-aspek pengambilan keputusan karir yang terdiri dari tiga hal, yaitu :

a. Pengetahuan

Pengetahuan yang mendasari kemampuan dalam pembuatan keputusan karir adalah pengetahuan tentang pemahaman diri sendiri, kesesuaian suatu karir dengan kemampuan bakat, minat dan potensi yang dimiliki. Pengetahuan yang dimiliki ini akan membantu mengarahkan individu dalam membuat keputusan karir, baik berdasarkan bakat, minat dan potensi yang dimiliki. Sehingga keputusan karir yang dibuat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.


(49)

Sebagai contoh, siswa SMA memilih kelanjutan studi hanya karena gengsi ingin dipuji oleh teman-temannya tanpa memperhatikan bakat, minat, potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Seiring berjalannya waktu, ketika memasuki semester ketiga siswa yang sudah menjadi mahasiswa tadi kesulitan mengikuti dan memahami materi kuliah yang diberikan oleh dosen. Siswa tersebut tidak dapat mengalami stress dan tidak mampu bertahan sehingga sering absen kuliah karena merasa tidak mampu mengikuti dan memahami materi kuliah yang tidak sesuai dengan bakat, minat atau potensi yang dimilikinya. Dari contoh tersebut dapat dilihat dalam memilih kelanjutan studi ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan agar kelanjutan studi yang dipilih sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat mencapai tujuan karir yang diharapkan.

b. Sikap terhadap karir

Sikap individu terhadap karir adalah bagaimana individu menyikapi karirnya dimasa depan. Sikap ini dapat dianalisis berdasarkan perencanaan karir dan eksplorasi karir. Indikator sikap tersebut meliputi kemampuan individu dalam mempelajari informasi karir, membicarakan perencanaan karir dengan orang dewasa dan mengikuti pendidikan atau pelatihan yang mengarah kepada karir masa depan.

Sebagai contoh, seorang siswa akan mempersiapkan karir di masa depannya dengan berbagai cara misalanya berusaha mencari inforamasi karir yang di cita-citakannya dari berbagai sumber, lalu mengeksplorasi


(50)

karir informasi karir yang dimiliki agar dapat mempersiapkan diri untuk mencapai karir yang dicita-citakan. Setelah itu mempelajari informasi karir yang diperoleh untuk membuat rencana karir dan dilanjutkan dengan menentukan pilihan karir serta mendiskusikan pilihan karir tersebut dengan orang dewasa seperti orang tua, guru atau orang-orang yang dipandang mengetahui pilihan karirnya. Setelah memiliki pilihan karir siswa tersebut dapat mempersiapkan karirnya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang pilihan karirnya.

c. Keterampilan pengambilan keputusan karir

Keterampilan individu dalam pengambilan keputusan karir ini mengacu pada penggunaan pengetahuan dalam membuat keputusan karir yang direalisasikan melalui pengambilan keputusan karir. Dalam pembuatan keputusan karir indivdu akan menggunkan pengetahuan yang dimilikinya agar keputusan karirnya sesuai dengan tujuan karir yang diharapkan. individu harus mengetahui bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan keputusan karir, apa saja yang harus dipersiapkan dalam pengambilan keputusan karir lalu kemudian dianalisis dengan pemikiran yang dimiliki.

Sebagai contoh, siswa akan mempersiapkan diri ketika pengambilan keputusan karir seperti memahami kemampuan pada diri sendiri kemudian dikombinasikan dengan informasi yang dimiliki sebelum membuat keputusan karir sehingga siap menerima konsekuensi dari keputusan karirnya.


(51)

5. Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan Karir

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004: 645-655) membagi faktor-faktor pengambilan keputusan karir menjadi dua yaitu daktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri individu (eksternal).

a. Faktor-Faktor Internal

1) Nilai-nilai kehidupan yang dimiliki oleh seorang individu seperti nilai kejujuran, nilai kedisiplinan dan nilai tanggung jawab.

2) Taraf intelegensi yaitu taraf kemampuan berpikir atau pencapaian prestasi-prestasi yang dimiliki oleh individu.

3) Bakat khusus yaitu kemampuan yang menonjol di suatu bidang seperti kognitif, bidang keterampilan, atau bidang kesenian yang dimiliki individu.

4) Minat yaitu kecenderungan yang menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang menekuni berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bidang tersebut.

5) Sifat-sifat yaitu ciri-ciri kepribadian yang bersama-sama memberikan ciri khas pada seseorang, seperti ramah, halus, teliti, terbuka, fleksibel, ceroboh.

6) Pengetahuan yaitu pemahaman yang dimiliki tentang diri sendiri yang berkaitan dengan bidang-bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri.


(52)

7) Keadaan jasmani yaitu ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang seperti tinggi badan, penampilan wajah, ketajaman penglihatan dan jenis kelamin.

b. Faktor-Faktor Eksternal

1) Masyarakat yaitu lingkungan sosial-budaya dimana individu dibesarkan.

2) Keadaan sosial-ekonomi negara atau daerah yaitu cepat lambat laju pertumbuhan ekonomi.

3) Status sosial-ekonomi keluarga yaitu tingkat pendidikan orang tua, tinggi rendahnya pendapatan orang tua, latar belakang pekerjaan ayah atau ibu, dan daerah tempat tinggal.

4) Pengaruh dari seluruh anggota keluarga baik dari orang tua, kakak dan saudara kandung dari orang tua menyatakan segala harapan dengan mengkomunikasikan pandangan dan sikap tentang kelanjutan studi atau pekerjaan. Dari pengaruh yang diberikan oleh seluruh anggota keluarga ini, individu dapat mempertimbangkan semua pengharapan, pendapat, dan pandangan keluarga pada suatu karir tertentu.

5) Pengaruh dari sekolah yaitu pandangan dan sikap yang dikomunikasikan kepada perserta didik oleh staf atau guru mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam bekerja, tinggi rendahnya status sosial, jabatan, dan kecocokan jabatan tertentu untuk anak laki-laki atau perempuan.


(53)

6) Pergaulan dengan teman sebaya yaitu harapan tentang masa depan yang terungkap dalam pergaulan sehari-hari. Dari pergaulan inilah, individu mendapatkan gambaran mengenai profesi–profesi yang akan dijalani teman sebayanya.

Pendapat lain mengenai faktor-faktor pengambilan keputusan karir dikemukakan oleh Krumboltz (dalam Munandir, 1996: 97) yang menyatakan bahwa keputusan karir didasari oleh empat faktor yang, yaitu :

a. Faktor genetik

Faktor ini dibawa dari lahir berupa wujud, keadaan fisik dan kemampuan yang diturunkan dari orang tua. Teori ini mengatakan bahwa individu terlahir memiliki kemampuan khusus, misalnya kecerdasan, bakat, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan kemampuan menentukan pilihan dalam pengambilan keputusan juga dapat berasal dari genetik yang diturunkan.

b. Kondisi lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh pada pengambilan keputusan kerja ini, berupa kesempatan kerja, kesempatan pendidikan dan pelatihan, kebijakan dan prosedur seleksi, imbalan, undang-undang dan peraturan yang berlaku, peristiwa alam, sumber daya alam, kemajuan teknologi, perubahan dalam organisasi sosial, lingkungan keluarga, sistem pendidikan, lingkungan tetangga dan masyarakat sekitar dan pengalaman belajar.


(54)

c. Faktor belajar

Kegiatan yang paling banyak dilakukan manusia adalah belajar. Ini dilakukan hampir setiap waktu sejak masa bayi, bahkan ada ahli yang mengatakan sejak di dalam kandungan. Ada dua jenis belajar, yaitu belajar instrumental dan asosiatif. Belajar instrumental adalah belajar yang terjadi melalui pengalaman orang ketika berada di suatu lingkungan. Belajar asosiatif adalah pengalaman dimana orang mengamati hubungan antara kejadian-kejadian dan mampu memprediksi konsekuensi yang akan didapatkan.

d. Keterampilan menghadapi tugas atau masalah

Keterampilan ini dicapai sebagai buah interaksi antara pengalaman belajar, ciri genetik, kemampuan khusus, dan lingkungan. Keterampilan ini diterapkan untuk menghadapi dan menyelesaikan tugas-tugas baru. Keterampilan menghadapi tugas ini merupakan hasil belajar dan keterampilan yang diperoleh sebelumnya. Salah satu contohnya adalah keterampilan pengambilan keputusan.

6. Periode Pengambilan Keputusan Karir

Menurut Ruslan A. Gani (1996: 62) pengambilan keputusan karir dibagi menjadi dua periode, yaitu:

a. Periode antisipasi, pada periode ini dibagi manjadi empat tahap, antara lain sebagai beikut :

1) Tahap eksplotasi, pada tahap ini inidvidu baru dalam bentuk pencarian dan pengumpulan keterangan informasi karir yang akan dipilih namun


(55)

masih dilakukan secara asal. Sejumlah kemungkinan yang akan dicapai, digabungkan lalu dipertimbangkan untuk dipilih. Apabila pada tahap ini individu masih merasa ragu terhadap kesempatan yang ada sekarang maupun yang akan datang terhadap kemampuan dan minatnya merupakan suatu hal yang wajar. Pada tahap ini individu mencoba mengukur kemampuan yang dimiliki dengan alternatif pilihan yang telah dicari dan dikumpulkan.

2) Tahap kristalisasi, setelah terjadi pengukuran diri dengan memperhatikan kemungkinan yang ada, maka terjadi pola dalam pilihan alternatif yang telah di kristalisasikan. Jadi pada tahap ini segala alternatif kemungkinan pilihan karir yang akan dicapai sudah jelas, walaupun dalam tahap kristalisasi ini masih dapat berubah akibat adanya eksplotasi yang baru.

3) Tahap pemilihan, dengan stabilnya kristalisasi maka pada tahap ini pemilihan yang dilakukan akan tepat dan sesuai dengan yang diharapkan. Pemilihan ini adalah suatu bentuk tujuan tertentu diantara beberapa alternatif yang ada. Pada tahap ini, individu mulai mengorganisasi dan menyesuaikan pilihannya dengan masa depan yang diharapkannya.

4) Tahap spesifikasi, setelah tahap pemilihan pada tahap ini tindakan yang akan dilakukan didasarkan atau diorientasikan pada suatu keputusan yang akan diambil. Jadi semua tindakan yang akan diambil telah dispesifikasikan dari beberapa tahap diatas dan pengambilan


(56)

keputusan menjadi dasar untuk melakukan sesuatu tindakan yang akan dipilih.

b. Periode implementasi dan penyesuaian, pada periode ini dibagi kedalam tiga tahap, yaitu :

1) Tahap induksi, pada tahap ini segala fantasi dan angan-angan yang ada sudah dihadapkan pada kenyataan. Pilihan alternatif kemungkinan yang ada di organisasi menjadi suatu piilhan yang akan diambil sesuai dengan tujuan karir yang akan dicapai.

2) Tahap transisi, pada tahap ini meskipun diperoleh kepercayaan bahwa seseorang akan sukses dalam pengambilan keputusan yang telah dilakukan, namun masih mengalami masa transisi terhadap keputusan yang telah diambilnya. Masih ada kemungkinan untuk bertahan dengan keputusan yang telah dipilih dan ada kemungkingan beralih ke alternatif yang lain.

3) Tahap mempertahankan, inti dari tahap ini adalah memepertahankan keputusan yang telah berhasil diambil. Pada tahap ini segala usaha dan kegiatan sudah menuju kepada status yang akan dicapai di masa depan.

7. Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan Karir

Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan karir salah satunya menurut William (dalam Tenti Setiawati, 2012: 16) mengemukakan lima langkah pengambilan keputusan karir, antara lain :

a. Create a vision adalah membuat sebuah visi, untuk mencapai tujuan hidup yang berhubungan dengan karir dengan pemahaman diri yang


(57)

memahami bajat, minat dan potensi yang dimiliki, cita-cita, pemahaman gaya hidup, dan kesesuaian antara keinginan dan kebutuhan diri untuk masa depan. Malalui visi yang dibuat individu mempunyai gambaran tentang apa yang akan dilakukan dimasa depan dan berupaya mempersiapkan diri untuk mencapai tujuan di masa depannya.

b. Make an intial decision adalah membuat keputusan tentatif. Individu dalam membuat keputusan ini memperhatikan bakat, minat, potensi kekurangan dan kelebihan pada diri kemudian dikombinasikan dengan informasi karir yang dimiliki untuk menentukan pilihan-pilihan karir dalam keputuan karir yang masih bersidat sementara.

c. Set a goal adalah menetapkan tujuan dari pilihan karir sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, membuta tujuan sesuai kemampuan yang dimiliki, realsitis dengan tujuan yang ingin dicapai dan kemudian ditetapkan waktu pencapaian tujuan tersebut.

d. Develop an action adalah mengembangkan rencana karir, didahului dengan memahami kelanjutan studi, memahami kompetensi yang menjadi persyaratan untuk memasuki dunia karir yang dipilih, memahami prospek karir dimasa depan dan membuat perencanaan karir jangka panjang.

e. Take an action adalah mengambil tindakan yang berhubungan dengan karir, dalam hal ini individu harus bertanggung jawab dengan segala konsekuensi yang akan diterima dari keputusan karir.


(58)

8. Strategi Pengambilan Keputusan Karir

Sementara itu strategi dalam pengambilan keputusan karir yang diungkapkan oleh Dinklage (dalam Sharf, 1992: 305) terdiri dari delapan tipe strategi. Empat strategi diantaranya merupakan strategi yang tidak menghasilkan suatu keputusan, yaitu tipe delaying, fatalistic, compliant, dan paralytic, sedangkan empat tipe lainnya dipandang sebagai strategi yang efektif dalam mengambil keputusan, yaitu tipe intuitive, impulsive, agonizing, dan planful. Berikut penjelasan dari strategi pengambilan keputusan karir diatas.

a. Delaying, strategi dimana dalam pengambilan keputusan dilakukan pada waktu yang lama dan sama sekali tidak menghasilkan keputusan. individu cenderung menunda pengambilan keputusan karir karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam pengambilan keputusan karir. b. Fatalistic, merupakan salah satu tipe yang tidak menentukan pilihan

karena individu dengan tipe ini tidak melakukan aksi apapun terhadap pilihan-pilihan yang ada. Pada strategi ini individu hanya membuat pilihan tetapi tidak ada tindak lanjut dari pilihan yang dibuat.

c. Compliant, tipe strategi ini terjadi jika individu mengalah pada rencana pihak lain yang telah membuat keputusan untuknya, pada tipe ini individu sangat pasif atau terbebani oleh keputusan pihak lain biasanya seseorang yang memiliki otoritas.

d. Paralytic, strategi ini terjadi jika individu sangat takut atau sangat cemas ketika melakukan pengambilan keputusan, hal ini mungkin dikarenakan


(59)

individu merasa tertekan atau didesak oleh dirinya sendiri atau orang lain dalam membuat keputusan, tetapi takut oleh konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.

e. Intuitive, merupakan strategi dalam membuat keputusan yang didasarkan dari perasaan dari pada pemikiran. Keputusan yang diambil mungkin tepat, tetapi keputusan tersbut tidak berdasarkan dari hasil analisis kelebihan diri yang seperti bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki. f. Impulsive, pada strategi ini proses pengambilan keputusan yang diambil

tidak mempertimbangkan alternatif lain yang artinya individu dalam pengambilan keputusan ini tidak memiliki banyak pilihan tetapi yakin dengan pilihan yang diambilnya.

g. Agonizing, pada strategi ini pengambilan keputusan yang diambil mungkin akan membuat merasa menderita cukup lama dengan keputusanya dikarenakan kurang memiliki informasi yang lengkap tentang keputusan yang diambilnya.

h. Planful. pada strategi ini, individu dapat membuat perencanaan karena ketika pengambilan keputusan indvidu memperhatikan perasaaan dan pengetahuan, minat dan nilai-nilai.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa karir adalah suatu sikap atau rangkaian yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti jabatan, kedudukan, pengalaman dan aktivitas kerja yang merupakan perjalanan seseorang dalam mencapai tujuan dan berlangsung seumur hidup. Sikap ini ditunjukan dari pengetahuan yang dimiliki individu dalam memandang karir sebagai suatu tujuan


(60)

yang harus dicapai dalam kehidupan. Individu dikatakan berhasil dalam karirnya jika mampu mencapai tujuan karir sesuai dengan yang diharapkan.

Proses perkembangan karir menurut Donald Super dibagi menjadi lima yaitu tahap pengembangan (growth), tahap eksplorasi (eksploration), tahap pemantapan (establishment), tahap pembinaan (maintenance) dan tahap kemunduran (decline). Lebih lanjut Super juga mengungkapkan fase perembangan karir yang dialami oleh individu antara lain fase kristalisasi, fase spesifikasi, fase implementasi dan fase stabilisasi.

Pengambilan keputusan karir adalah suatu proses penentuan karir dimana individu menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam menentukan pilihan karir dari beberapa alternatif pilihan-pilihan karir. Pengambilan keputusan karir merupakan tindak lanjut dari penentuan pilihan karir yang mendukung atau relevan dengan karir masa depan siswa. Pengambilan keputusan karir berbeda dengan pemilihan karir karena pengambilan keputusan karir merupakan tindak lanjut pemilihan karir dari pilihan-pilihan karir yang ditunjukan dengan tindakan nyata, sedangkan pemilihan karir hanya sekedar memilih pilihan karir yang ada dan belum direalisasikan melalui pengambilan keputusan karir.

Kemampuan individu dalam pengambilan keputusan karir didasari oleh beberapa aspek antara lain adalah pengetahuan, sikap terhadap karir dan keterampilan pembuatan keputusan karir. Faktor pengambilan keputusan karir terdiri dari, nilai-nilai kehidupan, taraf intelegensi, bakat khusus, minat, sifat-sifat yang dimiliki, pengetahuan tentang bidang pekerjaan, keadaan jasmani, sedangkan faktor eksetrnal meliputi masyarakat, keadaan sosial ekonomi negara


(61)

atau daerah, status ekonomi keluarga, pengaruh dari anggota keluarga, pendidikan, pergaulan teman sebaya serta faktor-faktor lain seperti faktor genetik, faktor lingkungan, faktor belajar dan keterampilan menghadapi tugas atau masalah.

Periode dalam pengambilan keptusan terdiri dari dua periode yaitu periode antisipasi yang terdiri dari tahap eksplotasi, tahap kristalisasi, tahap pemilihan, tahap spesifikasi sedangkan periode implementasi dan penyesuaian terdiri dari tahap induksi, tahap transisi dan tahap mempertahankan. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan diawali dengan create a vision, make an intial decision, set a goal, develop an action dan diakhiri dengan take an action. dan terdapat delapan stategi dalam pengambilan keputusan antara lain yaitu delaying, fatalistic, compliant, paralytic, intuitive, impulsive, agonizingdan plainful.

C. Kajian Remaja 1. Definisi Remaja

Istilah remaja berasal dari kata adolescene yang berarti remaja dalam bahasa Indonesia Zakiah Daradjat (1982: 28) menyebut remaja sebagai tingkatan umur dimana individu tidak lagi anak-anak, tetapi belum dapat dipandang sebagai orang dewasa. Pembagian masa remaja yang disampaikan oleh Monks, dkk (2002: 262) yang secara global berlangsung antara usia 12 hingga 21 tahun. Rentang usia remaja tersebut kemudian digunakan untuk membagi masa remaja ke dalam tiga fase yaitu usia 12 hingga 15 tahun merupakan masa remaja awal, usia 15 hingga 18 tahun sebagai fase remaja


(62)

pertengahan, dan usia 18 hingga 21 tahun diklasifikasikan sebagai masa remaja akhir.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berada pada rentang usia 13 sampai 18 tahun dimana pada usia ini individu mengalami perkembangan dan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan remaja jika ditinjau dari tingkat pendidikan adalah siswa sekolah menengah atas (SMA) berada pada usia 15 hingga 18 tahun.

2. Ciri- Ciri Remaja

Masa remaja, seperti masa-masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (dalam Rita Eka Izaty dkk, 2008: 124) menjelaskan ciri-ciri tersebut, sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode penting, karena berdampak langsung terhadap sikap dan perilaku, akibat jangka panjang, akibat fisik serta akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan serta mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan


(63)

perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, selama masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat pesat, juga perubahan sikap dan perilaku yang berlangsung pesat. Sebaliknya, jika perubahan fisik menurun maka diikuti perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock, ada 4 macam perubahan yaitu, meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan, berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti pada masa sebelumnya. Dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilemma yang menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk menunjukan siapa diri dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.

e. Usia bermasalah, karena pada masa remaja pemecahan masalah sudah tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orangtua dan gurunya. Setelah remaja masalah yang dihadapi akan diselesaikan secara mandiri, mereka menolak bantuan dari orang tua dan guru lagi. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/ kesulitan.


(64)

atau bersifat negatif. Stereotype demikian mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya, dengan demikian menjadikan remaja sulit melakukan peralihan menuju dewasa. Pandangan ini juga sering menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang dewasa.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang di inginkan bukan sebagaimana adanya, lebih-lebih cita-citanya. Hal ini menyebabkan emosi meninggi dan apabila di inginkan tidak tercapai akan mudah marah. Semakin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya serta kemampuan berpikir rasional remaja memandang diri dan orang lain semakin realistik.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, oleh karena itu mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat-obatan dll, yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang di inginkan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan terdapat delapan ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock, salah satu ciri-ciri

masa remaja adalah “usia bermasalah”. Artinya, bahwa masa remaja


(65)

masalah di periode perkembangan sebelumnya. Pada periode perkembangan sebelumnya siswa dalam menyelesaikan masalahnya dibantu oleh orang tua, guru atau orang yang dianggap lebih dewasa. Namun dalam masa remaja, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi siswa membutuhkan keyakinan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Setiap tahap perkembangan manusia terdapat tugas-tugas yang harus dicapai dan dipenuhi, Tugas-tugas tersebut adalah tugas perkembangan, dimana keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai tugas perkembangan ini berkaitan dengan tugas perkembangan pada tahap selanjutnya. Havinghurst (dalam Syamsu Yusuf, 2006: 65) mengartikan tugas perkembangan sebagai berikut:

A developmental task is a task which arisesnat or abaout a certain period in the life of yhe individual, success achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by society, and difficulty with later task”.

Pendapat dari Havinghurst tersebut menyatakan bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, apabila tugas tersebut dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam mencapai tugas perkembangan berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan


(1)

Lampiran 14.

Uji Regresi


(2)

Variables Entered/Removeda

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Efikasi_Dirib . Enter

a. Dependent Variable: Pengambilan_Keputusan_Karir b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .592a .351 .346 9.648

a. Predictors: (Constant), Efikasi_Diri

b. Dependent Variable: Pengambilan_Keputusan_Karir

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 6898.075 1 6898.075 74.105 .000b

Residual 12752.702 137 93.085

Total 19650.777 138

a. Dependent Variable: Pengambilan_Keputusan_Karir b. Predictors: (Constant), Efikasi_Diri

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 60.047 8.013 7.493 .000

Efikasi_Diri .578 .067 .592 8.608 .000

a. Dependent Variable: Pengambilan_Keputusan_Karir

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 110.93 145.04 128.67 7.070 139

Residual -24.587 30.243 .000 9.613 139

Std. Predicted Value -2.509 2.316 .000 1.000 139

Std. Residual -2.548 3.135 .000 .996 139


(3)

Lampiran 15.

Surat Ijin Penelitian


(4)

(5)

(6)