PENINGKATAN BUDAYA MUTU UNTUK PENCAPAIAN AKREDITASI DI SEKOLAH DASAR WIDORO YOGYAKARTA.

(1)

PENINGKATAN BUDAYA MUTU UNTUK PENCAPAIAN AKREDITASI DI SEKOLAH DASAR WIDORO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Gita Adriani NIM 10110241003

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Setiap hari adalah sekolah. Kita yang memilih pelajaran apa yang akan kita ambil

Nasib baik membuka diri pada yang mau menjemputnya Tanpa pengorbanan, takkan ada kemenangan

Keajaiban itu berpihak pada yang berani (Penulis)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kepada Allah SWT, atas karunia dan nikmat yang tak terhingga

Sebuah karya ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua Orangtuaku tercinta, Bapak Herman Sofyan dan Ibu Srikandi Utaryanti yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan dukungan yang tak pernah terputus untuk keberhasilan anakmu ini. 2. Almameter Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

PENINGKATAN BUDAYA MUTU UNTUK PENCAPAIAN AKREDITASI DI SEKOLAH DASAR WIDORO YOGYAKARTA

Oleh Gita Adriani NIM 10110241003

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan SD Negeri Widoro dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi serta faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi di SD Negeri Widoro.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan kajian dokumen. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru, komite, dan beberapa peserta didik di SD Negeri Widoro. Analisis data dalam penelitian ini melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi dengan teknik yaitu hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara lalu dicek dengan observasi dan kajian dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan budaya mutu di SD Negeri Widoro telah mampu dilaksanakan dengan baik dilihat dari terpenuhinya 4 elemen yaitu usaha perbaikan, kewenangan, penguatan kinerja, dan rasa memiliki. (2) Faktor pendukung dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi di SD Negeri Widoro adalah semangat dari kepala sekolah dan guru, kedisiplinan, kelengkapan sarana dan prasarana, serta ketegasan guru terhadap peserta didik. Faktor yang menjadi penghambat adalah sikap orang tua yang tidak peduli pada pendidikan anak, minimnya biaya pendidikan, peserta didik pasif dalam proses pembelajaran, serta suasana pembelajaran tidak kondusif.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, petunjuk, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Peningkatan Budaya Mutu Untuk Pencapaian Akreditasi Di Sekolah Dasar Widoro Yogyakarta” ini disusun dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S1 Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk menimba ilmu selama masa studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk keperluan Tugas Akhir Skripsi.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan pengesahan hasil Tugas Akhir Skripsi.

4. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah memberikan pengarahan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi. 5. Bapak Dr. Arif Rohman, M. Si dan Bapak Drs. Petrus

Priyoyuwono, M. Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.


(9)

ix

6. Bapak Joko Sri Sukardi, M. Si selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah membimbing dan memberi pengarahan dalam menyelesaikan studi.

7. Bapak dan Ibu dosen dan pengajar di Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, yang telah memberikan banyak ilmu dan bekal pengalaman.

8. Bapak Herman Sofyan dan Ibu Srikandi Utaryanti, kedua kakakku dan segenap keluarga besar yang telah mendukung dan mendoakan sampai selesai studi.

9. Teman-teman saya di Prodi Kebijakan Pendidikan, khususnya angkatan 2010.

10.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan kemudahan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.

Yogyakarta, Mei 2014


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ……….

HALAMAN PERSETUJUAN ……….……….………

HALAMAN PERNYATAAN ………..…….………

HALAMAN PENGESAHAN ……….….……….……

HALAMAN MOTTO ……….…….……..……

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….…….…….…….

ABSTRAK……….…………..

KATA PENGANTAR………...………….

DAFTAR ISI……….………...……..

DAFTAR TABEL ………..……….…..

DAFTAR GAMBAR ………..…..…….…

DAFTAR LAMPIRAN ………..…..….

i ii iii iv v vi vii viii x xiii xiv xv

BAB. I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………..………... B. Identifikasi Masalah ……….………. C. Pembatasan Masalah ……….…. D. Perumusan Masalah ……….……….. E. Tujuan Penelitian ……….…….. F. Manfaat Penelitian ………..……...

1 7 7 8 8 8 BAB. II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan teori………. 10 1. Budaya Sekolah ……….……

a. Pengertian Budaya ……….…. b. Karakteristik Budaya ……….…. c. Budaya Sekolah ……….……….

10 10 12 13


(11)

xi

2. Mutu Pendidikan ……….….. a. Pengertian Mutu ……….……… b. Peningkatan Mutu Pendidikan ……….……. c. Karakteristik Sekolah Bermutu Terpadu ………….…. 3. Pengembangan Budaya Mutu di Sekolah Dasar……….….. 4. Sekolah Dasar Bermutu ……….……

a. Pengertian Sekolah Dasar ……….…. b. Landasan Yurisis Sekolah Dasar ……….….. c. Tujuan Institusional Sekolah Dasar ………..… d. Kriteria Sekolah Dasar Baik ……….…. 5. Akreditasi Sekolah ……….……... a. Pengertian Akreditasi ……….…… b. Tujuan Akreditasi Sekolah ……….…… c. Manfaat akreditasi Sekolah ……….….. d. Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah ……….…… B. Penelitian Relevan ……….…… C. Kerangka Berpikir ………. D. Pertanyaan Penelitian ……….…... BAB III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ……….... B. Subjek Penelitian ……… C. Tempat dan Waktu Penelitian ……….... D. Teknik Pengumpulan Data ………. E. Instrumen Pengumpulan Data ……… F. Teknik Analisis Data………... G. Keabsahan Data ……….….. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ……… 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ………. 2. Visi dan Misi SD Negeri Widoro Yogyakarta …………....

14 14 16 19 21 24 24 24 25 27 36 36 38 38 39 40 43 47 48 448 49 50 56 56 58 60 60 61


(12)

xii

3. Tujuan Sekolah ……….…….. 4. Potensi Fisik SD Negeri Widoro Yogyakarta ……… 5. Potensi Guru dan Karyawan ……….………….. B. Hasil Penelitian ……….……..

1. Peningkatan Budaya Mutu untuk Pencapaian Akreditasi di SD Negeri Widoro Yogyakarta………..… 2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Peningkatan

Budaya Mutu untuk Pencapaian Akreditasi di SD Negeri Widoro Yogyakarta……….…… C. Pembahasan ………..……..

1. Peningkatan Budaya Mutu untuk Pencapaian Akreditasi di SD Negeri Widoro Yogyakarta ………. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Peningkatan

Budaya Mutu untuk Pencapaian Akreditasi di SD Negeri Widoro Yogyakarta ……… BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….

B. Saran ………

C. Keterbatasan Penelitian ……….

DAFTAR PUSTAKA………...………

LAMPIRAN ………...…….

62 62 63 65 65 93 107 107 121 130 132 133 135 137


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal 1. Kisi-kisi dalam Melakukan Observasi ……….. 2. Kisi-kisi dalam Melakukan Wawancara……… 3. Kisi-kisi Pedoman Kajian Dokumen ……….……… 4. Daftar Guru ……….……… 5. Nilai Ujian Nasional 3 Tahun Terakhir ……….……

52 55 56 63 69


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal 1. Alur Kerangka Berpikir ……….……… 2. Struktur Organisasi Komite ……….………. 3. Grafik Nilai Ujian Nasional ……….……….

46 64 69


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal 1. Pedoman Observasi, Dokumentasi dan Wawancara ……….… 2. Catatan Lapangan……….……... 3. Transkrip Hasil Wawancara ……….……. 4. Dokumentasi Foto ……….……. 5. Visi Misi Sekolah dan Surat Keputusan Akreditasi………..… 6. Surat Ijin Penelitian………..

137 146 157 206 216 217


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dunia pendidikan senantiasa mengalami berbagai perubahan. Perubahan tersebut tentunya bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan kini sebenarnya telah, sedang dan akan terus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Mulai dari peningkatan mutu pendidikan pra sekolah, dasar, menengah sampai dengan perguruan tinggi. Salah satu upaya yang dewasa ini sedang disosialisasikan dan dianggap tepat adalah melalui akreditasi yang berfungsi untuk mengukur keberhasilan pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akreditasi merupakan salah satu upaya untuk mengukur ketercapaian mutu pendidikan yang dilakukan secara berkala.

Mengingat betapa pentingnya mutu pendidikan bagi eksistensi bangsa dan negara di masa depan maka pada saat ini mulai diterapkan strategi memperbaiki mutu pendidikan melalui dimensi kultural/budaya. Strategi dengan dimensi budaya ini menitikberatkan pada proses penyelenggaraan pendidikan yang melibatkan seluruh warga dan stakeholders sekolah mulai membangun nilai-nilai dan mengimplementasikan dalam pengelolaan sekolah. Pendekatan strategi perbaikan mutu pendidikan melalui dimensi kultural disebut sebagai manajemen budaya mutu (Sri Widaryatiningsih, 2007: 5).


(17)

2

Sebagai institusi pendidikan, maka Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu satuan pendidikan yang penting keberadaannya. SD merupakan satuan pendidikan formal yang paling dasar dalam struktur penjenjangan pendidikan di Indonesia. Begitu besar peranan pendidikan sekolah dasar sangat disadari oleh semua negara di dunia dengan semakin meningkatnya investasi pemerintah pada sektor tersebut dari tahun ke tahun. Memperhatikan penting dan peranannya yang demikian besar itu, sekolah dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, baik secara sosial-intitusional maupun fungsional-akademik. Dengan demikian sekolah dasar harus dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga menjadi sekolah dasar yang bermutu.

Akreditasi merupakan suatu kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk menentukan mutu dan kinerja suatu program pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, serta mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Adapun pengertian Akreditasi dalam Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 60 ayat (1) dan (2) yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Dalam hal tingkat sekolah, terdapat delapan standar yang harus dipenuhi, yakni, standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar sarana-prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.


(18)

3

Dalam proses akreditasi terdapat delapan standar pendidikan yang harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pencapaian delapan standar pendidikan inilah yang dimaksudkan sebagai tercapainya mutu pendidikan. Dalam mencapai mutu pendidikan satuan pendidikan tidak

bisa serta merta mencapainya seperti „sulap‟ tetapi memerlukan proses yang

panjang dan sistematis. Proses tersebut perlu diwujudkan dengan meningkatkan usaha merubah mindset, merubah kebiasaan untuk selalu berorientasi pada mutu. Usaha secara sistematis yang dimaksud dengan

melakukan perubahan budaya dari budaya „asal jadi‟ menjadi budaya yang

selalu mengedepankan mutu. Permasalahan mutu pendidikan pada satuan pendidikan tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dalam satu sistem yang saling mempengaruhi. Hasil keluaran pendidikan dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses belajar mengajar. Dalam proses pendidikan masing masing sub unsur saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan mutu dan yang harus dievaluasi adalah masukan (input) , proses, hasil belajar, dan manfaat hasilnya nanti. Input dalam hal ini para peserta didik dipengaruhi oleh latar belakang kognitif peserta didik, keadaan sosial ekonomi, keadaan lingkungan tempat tinggal peserta didik itu sendiri. Kemudian masuk di lembaga pendidikan (sekolah), maka peserta didik akan menerima pembelajaran dari seorang guru. Proses pembelajaran ini sangat dominan dilaksanakan oleh seorang guru yang memiliki latar belakang pendidikan,


(19)

4

memiliki kelayakan untuk bertugas sebagai guru. Proses belajar mengajar disamping guru yang memegang peranan, juga dipengaruhi faktor biaya penyelenggaraan sekolah, kelengkapan sarana dan prasarana belajar. Dalam proses belajar mengajar pun dipengaruhi oleh sistem kurikulum, sistem pelayanan dan administrasi, sitem penyajian atau metode pembelajaran, dan sistem evaluasi. Proses pembelajaran akan menghasilkan peserta didik yang memiliki ilmu pengetahuan, sikap kepribadian yang bermoral Pancasila, dan keterampilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan nantinya. Keluaran SD mempunyai bekal/kesiapan untuk melanjutkan di SMP hal ini menunjukkan betapa pentingnya proses pembelajaran dengan semua aspek lainnya agar tercapai hasil pembelajaran yang baik, dan tercapai standar yang telah ditetapkan. Jika hasil pendidikan ini bermanfaat dan dapat diterima oleh semua pihak atau pelanggan akan merasa puas, maka akan dikatakan sekolah itu bermutu.

Sekolah yang berakreditasi A tentunya telah memenuhi standar mutu yang dapat diukur dengan pendidik yang berkompeten di bidangnya, hubungan antar warga sekolah yang terjalin harmonis, kelengkapan sarana dan prasarana, sistem administrasi yang baik, kegiatan pembelajaran yang kondusif. Kegiatan pembelajaran tersebut tidak hanya memperhatikan aspek kognitif saja melainkan juga memperhatikan aspek kepribadian yang bermoral sehingga nantinya peserta didik tidak hanya memiliki kecerdasan dalam berpikir namun juga memiliki moral dan akhlak yang terpuji.


(20)

5

Namun dalam kenyataannya kelemahan yang sangat mendasar dewasa ini adalah sekolah yang berakreditasi A belum tentu memiliki budaya mutu yang baik seperti halnya di SD Negeri Widoro yang termasuk dalam UPT wilayah utara Yogyakarta. Belum bermutu tersebut disebabkan oleh kompetensi dari tenaga pendidik yang rendah yaitu dari 12 guru terdapat 4 orang guru belum menempuh jenjang pendidikan S1 dan diiringi dengan minimnya sarana prasana belajar yang baik sehingga pengelolaan sekolah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hasil observasi awal diperoleh bahwa terlihat warga sekolah belum memahami tentang pengembangan budaya mutu. Selain itu lahan yang tersedia di SD Negeri Widoro ini terbatas sehingga ruangan kelas yang tersedia sempit dan terbatas juga. SD Negeri Widoro berada di tengah kota dan dekat dengan perlintasan kereta api sehingga suasana pembelajaran kurang tenang dan terasa bising. SD Negeri Widoro merupakan sekolah yang mendapat predikat “Sekolah

Miskin” atau sekolah tertinggal namun dalam akreditasi memperoleh

peringkat A. Tentu saja dalam memperoleh hasil akreditasi tersebut membutuhkan usaha yang cukup keras mengingat predikat yang melekat di sekolah tersebut. Predikat “Sekolah Miskin” diberikan bukan tanpa alasan karena sekolah tersebut memiliki kendala dalam segi biaya yang berpengaruh terhadap minimnya sarana prasarana pembelajaran serta minimnya daya dukung tenaga pendidik terhadap upaya peningkatan akreditasi sekolah.

Selain itu motivasi dari tenaga pendidik atau guru dapat dikatakan rendah dalam mendidik peserta didik untuk berprestasi yang berpengaruh


(21)

6

terhadap prestasi sekolah yang rendah. Sekolah memiliki kendala dari segi biaya sehingga tidak mampu untuk mendaftarkan peserta didiknya mengikuti berbagai perlombaan sehingga sekolah tersebut minim prestasi. Dalam pengambilan berbagai kebijakan pendidikan pihak sekolah juga kurang mendapat dukungan atau partisipasi aktif dari orang tua siswa maupun masyarakat sekitar bahkan mereka cenderung acuh tak acuh. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengembangan budaya mutu di SD Negeri Widoro belum optimal. Sekolah yang memiliki akreditasi A tapi belum tentu memiliki budaya mutu sekolah yang baik sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui karakteristik budaya mutu yang terjadi sebelum dan sesudah mendapat akreditasi A serta upaya mempertahankannya.

Berbagai permasalahan dalam penerapan budaya mutu menunjukkan bahwa nilai akreditasi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Lokasi sekolah yang ada di pusat kota dengan kondisi yang bising dan lahan yang terbatas namun memperoleh nilai akreditasi yang tinggi. Untuk itu perlu mengetahui peningkatan budaya mutu yang ada di SD Negeri Widoro Yogyakarta dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan budaya mutu untuk mencapai akreditasi. Maka menjadi relevan

untuk dilakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Budaya Mutu Untuk

Pencapaian Akreditasi di SD Negeri Widoro Yogyakarta” sebagai kajian untuk meningkatkan mutu atau kualitas penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh.


(22)

7

B. Identifikasi Masalah

1. Kompetensi tenaga pendidik yang rendah 2. Minimnya sarana prasarana pembelajaran

3. Warga sekolah belum memahami tentang pengembangan budaya mutu. 4. Suasana pembelajaran kurang tenang dan bising karena sekolah berada di

tengah kota dan dekat dengan perlintasan kereta api

5. Minimnya daya dukung tenaga pendidik terhadap upaya peningkatan akreditasi sekolah

6. Motivasi tenaga pendidik rendah dalam mendidik peserta didiknya untuk berprestasi

7. Prestasi sekolah rendah

8. Dalam pengambilan berbagai kebijakan pendidikan pihak sekolah kurang mendapat dukungan atau partisipasi aktif dari wali murid maupun masyarakat sekitar

9. Pengembangan budaya mutu di SD Negeri Widoro belum optimal C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas pada dasarnya perlu diungkap secara menyeluruh, tetapi semua masalah tidak dapat dimasukkan dalam masalah penelitian karena keterbatasan tenaga dan kemampuan yang ada pada peneliti. Peneliti memberikan batasan masalah

yang dikaji dalam penelitian ini yaitu pada “Peningkatan Budaya Mutu Untuk


(23)

8

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana upaya yang dilakukan SD Negeri Widoro dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi SD Negeri Widoro Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:

1. Upaya yang dilakukan SD Negeri dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi SD Widoro Yogyakarta

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat, yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala UPT dan Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk membangun dan mengembangkan budaya mutu sekolah

b. Bagi Kepala Sekolah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun rencana strategi pengembangan sekolah (renstra) dalam rangka meningkatkan budaya mutu sekolah


(24)

9

c. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam memberi masukan kepada kepala sekolah sebagai bentuk kontribusi dalam meningkatkan budaya mutu sekolah

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam kajian kebijakan pendidikan terutama yang berkaitan dengan peningkatan budaya mutu di sekolah dasar. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi usaha penelitian-penelitian lanjutan, karena penelitian tentang budaya mutu sekolah masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat juga dijadikan sebagai bahan pembanding dengan penelitian-penelitian lain yang relevan.


(25)

10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Budaya Sekolah

a. Pengertian Budaya

Konsep kebudayaan dapat dipakai untuk mengkaji pendidikan karena dalam arti luas pendidikan adalah proses pembudayaan melalui masing-masing anak, yang dilahirkan dengan potensi belajar. Dalam arti praktis pendidikan dapat diartikan sebagai proses penyampaian kebudayaan, didalamnya termasuk ketrampilan, pengetahuan, sikap-sikap, dan nilai-nilai, serta pola-pola perilaku tertentu. Berdasarkan asal-usul katanya (etimologis), bentuk jamak dari budaya adalah kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta budhayah yang merupakan bentuk jamak dari budi, yang artinya akal atau segala sesuatu yang berhubungan dengan akal pikiran manusia (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 96). Menurut Tylor (Imran Manan, 1989: 8) kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, senin, hukum, moral, adat, dan apa saja kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto (Nur Zazin, 2011:150)


(26)

11

seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. Secara institusi nilai yang dianut oleh suau organisasi diadopsi dari organisasi lain, baik melalui re-inventing

maupun re-organizing.” Budaya juga tercipta karena adanya adopsi

dari organisasi lainnya, baik nilai, jargon, visi-misi, maupun pola hidup dan citra organisasi yang dimanifestasikan oleh anggotanya. Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa menjadi asumsi dasar organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Salah satunya adalah terbentuknya budaya kuat yang bisa mempengaruhi. McKennna dan Beech (Nur Zazin, 2011:151), “Budaya yang kuat mendasari aspek kunci pelaksanaan fungsi organisasi dalam hal efisiensi, inovasi, kualitas, serta mendukung reaksi yang tepat untuk membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian karena etos yang

berlaku mengakomodasikan ketahanan”.

Menurut Danim (Nur Zazin, 2011:148) budaya juga dapat diartikan sebagai seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyakarat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar sesuai dengan kekhasan etnik, profesi, dan kedaerahan.

Secara lengkap, budaya bisa merupakan nilai, konsep, kebiasaan, dan perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organisasi yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Budaya bisa berupa perilaku langsung apabila menghadapi permasalahan


(27)

12

maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi dirinya sebagai pendidik. Dengan demikian, perasaan memiliki dan ikut menerapkan seluruh kebijakan pimpinan dalam pola komunikasi dengan lingkungannya, baik secara internal maupun eksternal, mendukung pencitraan di luar organisasi sehingga dapat terlihat jika sebuah budaya akan mempengaruhi maju mundurnya sebuah organisasi. Seorang profesional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan sekaligus meningkatkan citra dirinya (Nur Zazin, 2011:152).

b. Karakteristik Budaya

Berdasarkan beberapa kajian tentang budaya dan kebudayaan, Murdock (Imran Manan, 1989: 14-15) mengidentifikasikan beberapa karakteristik kebudayaan yang bersifat universal, antara lain sebagai berikut:

1) Kebudayaan dipelajari dan bukan bersifat instingtif, karena itu kebudayaan tak dapat dicari asal usulnya

2) Kebudayaan ditanamkan, generasi baru tak punya pilihan tentang kurikulum kebudayaan. Hanya manusia yang bisa menyampaikan warisan sosialnya dan anak cucunya hanya dapat menyerapnya bukan merubahnya

3) Kebudayaan bersifat sosial dan dimiliki bersama oleh manusia dalam berbagai masyarakat yang terorganisir


(28)

13

4) Kebudayaan bersifat gagasan; kebiasaan-kebiasaan kelompok dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola-pola perilaku

5) Kebudayaan sampai pada satu tingkat memuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologi dan kebutuhan lainnya

6) Kebudayaan bersifat integratif. Selalu ada “tekanan kearah

konsistensi” dalam setiap kebudayaan, kalau tidak maka konflik

akan dengan cepat menghancurkannya. Kebudayaan yang terintegrasi dengan baik mempunyai kepaduan sosial diantara institusi-institusi dan kelompok sosial yang mendukung kebudayaan tersebut

c. Budaya Sekolah

Sekolah sebagai suatu organisasi memiliki budaya tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan, dan perilaku orang di dalamnya (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 101). Budaya

sekolah antar sekolah menampakkan sifat “unik”, yang ditunjukkan

dengan adanya perbedaan aturan, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, dan lambang-lambang yang memberikan corak yang khas kepada sekolah bersangkutan. Apa yang ditampilkan oleh setiap sekolah sesungguhnya menggambarkan budaya sekolah yang mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar (Siti Irene, 2011:148).


(29)

14

Peran budaya sekolah strategis bagi pengembangan mutu sekolah. Membangun budaya sekolah tidak mudah. Setiap sekolah punya pengalaman yang berbeda dalam menciptakan budaya sekolah. Untuk meningkatkan prestasi akademik sekolah berupaya membangun budaya sekolah yang secara positif memberikan pengaruh bagi peningkatan prestasi siswa (Siti Irene, 2011:189). Budaya sekolah harus disadari oleh seluruh konstituen sebagai asumsi dasar dan kepercayaan yang dapat membuat sekolah tersebut memiliki citra yang membanggakan stakeholders. Oleh karena itu, semua individu memiliki posisi yang sama untuk mengangkat citra melalui

performance yang merujuk pada budaya sekolah efektif (Aan

Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 102). 2. Mutu Pendidikan

a. Pengertian Mutu

Definisi mutu menurut Arcaro (Nur Zazin, 2011:54) adalah sebuah derajat variasi yang terduga standar yang digunakan dan memiliki ketergantungan pada biaya yang rendah. Menurut Daming dalam Nur Zazin, mutu berarti pemecahan untuk mencapai penyempurnaan terus menerus. Dalam dunia pendidikan, menurut Daming, yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan adalah (1) anggota dewan sekolah dan administrator harus menetapkan tujuan pendidikan; (2) menekankan pada upaya kegagalan pada siswa; (3)


(30)

15

menggunakan metode kontrol statistik untuk membantu memperbaiki

outcome siswa dan administratif.

Sedangkan menurut Juran (Arcaro, 2005:8), mutu diartikan sebagai kesesuaian penggunaan atau tepat untuk pakai. Pendekatannya adalah orientasi pada pemenuhan kebutuhan pelanggan, dengan beberapa pandangannya: (1) meraih mutu merupakan proses yang tidak kenal akhir; (2) perbaikan mutu merupakan proses yang berkesinambungan, bukan program sekali jalan; (3) mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administrator; (4) pelatihan massal merupakan prasyarat mutu; (5) setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan.

Dalam konteks mutu pendidikan, konsep mutu adalah elite karena hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman dengan mutu tinggi kepada peserta didik. Menurut Sopiatin (Nur Zazin, 2011: 66) mutu pendidikan secara multidimensi meliputi aspek mutu input, proses, dan output. Oleh karenanya, pengembangan pencapaian mutu harus secara holistik dimulai dari input, proses, dan

output. Dengan demikian, mutu pendidikan adalah kebermutuan dari

berbagai layanan institusi pendidikan kepada siswa maupun staf pengajar untuk terjadinya proses pendidikan yang bermutu sehingga akan menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan untuk terjun ke lingkungan masyarakat.


(31)

16

Mutu pendidikan dapat dilihat dari lima macam penilaian sebagai berikut:

1) Prestasi siswa yang dihubungkan dengan norma nasional dan agama dengan menggunakan skala nilai

2) Prestasi siswa yang berhubungan dengan kemampuan 3) Kualitas belajar mengajar

4) Kualitas mengajar 5) Kinerja sekolah

b. Peningkatan Mutu Pendidikan

Sehubungan dengan peningkatan mutu pendidikan, untuk memberikan gambaran tentang sekolah yang efektif atau sekolah unggul, perlu disajikan beberapa kajian atau hasil penelitian dari pakar manajemen pendidikan tentang sekolah efektif atau sekolah unggul. Sekolah unggul merupakan alternatif baru dalam pendidikan yang menekankan pada kemandirian dan kreativitas sekolah yang menfokuskan pada perbaikan proses pendidikan. konsep ini dikemukakan oleh Edward (Nanang Fattah, 2012: 113) yang diperkenalkan oleh teori effective school. Konsep sekolah efektif menekankan pentingnya pemimpin yang tangguh dalam mengelola sekolah. Sekolah unggulan adalah sekolah yang efektif menggunakan beberapa strategi seperti berikut:

1) Strategi peningkatan budaya mutu


(32)

17

3) Strategi memelihara kendali mutu (quality control)

4) Strategi penggunaan kekuasaan, pengetahuan, dan informasi secara efisien

Sekolah unggul memerlukan upaya pemberdayaan sekolah untuk meningkatkan kegiatannya dalam menyampaikan pelayanan yang bermutu kepada murid. Untuk itu sekolah yang unggulan atau kinerja unggul menempatkan sumber-sumber informasi, pengetahuan dan keterampilan dalam upaya perbaikan sekolah. Kualitas yang dicapai tidak dapat ditentukan oleh lembaga secara sepihak, melainkan ada konfirmasi atau pengakuan bahwa hasil kerja lembaga cocok dengan kebutuhan dan keinginan pemakai (Nanang Fattah, 2012: 122). Penggunaaan sumber-sumber informasi, metode belajar mengajar pada pengambilan keputusan dalam struktur pemerintahan atau birokratik sangat menentukan sekolah unggulan. Dalam rangka mewujudkan sekolah yang bermutu maka dibutuhkan seorang pemimpin yang profesional. Kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh, bahkan sangat menentukan terhadap mutu pendidikan di sekolah. Menurut Nur Zazin (2011: 220) terdapat kriteria kepala sekolah yang efektif sebagai berikut :

1. Mampu memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik, lancar, dan produktif.


(33)

18

2. Dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan secara tepat waktu dan tepat sasaran.

3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah/madrasah.

4. Mampu menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan pendidik dan tenaga kependidikan lain di sekolah/madrasah.

5. Bekerja secara kolaboratif dengan tim manajemen.

6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah/madrasah secara produkutif sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

Untuk itu dalam mengembangkan dan melaksanakan model kepemimpinan yang efektif diperlukan strategi dan cara sebagaimana yang diungkapkan oleh Nur Zazin (2011: 227) sebagai berikut : 1. Mengembangkan visi dan misi yang jelas, terarah dan menarik. 2. Mengembangkan strategi untuk mencapai visi tersebut.

3. Mengaktualisasikan visi tersebut. 4. Bertindak percaya diri dan optimis.

5. Mengekspresikan rasa percaya diri pada guru, karyawan dan siswa.

6. Menggunakan keberhasilan sebelumnya untuk membangun rasa percaya diri dan perbaikan selanjutnya.


(34)

19

8. Menggunakan tindakan yang terencana dan terarah untuk menekan dan mencapai nilai utama dan tujuan pendidikan di sekolah

9. Memimpin melalui contoh/teladan.

Menurut Nanang Fattah (2012) terdapat beberapa indikator yang menunjukkan sekolah unggul yaitu sebagai berikut:

1. Sekolah memiliki visi dan misi untuk meraih prestasi/mutu yang tinggi

2. Semua personel sekolah memiliki komitmen yang tinggi untuk berprestasi

3. Adanya program pengadaan staf sesuai dengan perkembangan iptek

4. Adanya kendali mutu yang terus menerus 5. Adanya perbaikan mutu yang berkelanjutan

6. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua dan masyarakat

c. Karakteristik Sekolah Bermutu Terpadu

Karakteristik sekolah bermutu terpadu menurut Arcaro (Nur Zazin, 2011: 180) antara lain fokus pada customer, keterlibatan total, pengukuran, komitmen, dan perbaikan berkelanjutan. Sekolah memiliki customer internal dan eksternal. Customer internal adalah orangtua, siswa, guru, administrator, staf, dan dewan sekolah yang berada di dalam sistem pendidikan. Sedangkan, customer eksternal


(35)

20

adalah masyarakat, perusahaan, keluarga, militer, dan perguruan tinggi yang berada di luar organisasi, namun memanfaatkan output proses pendidikan. Setiap orang harus berpartisipasi dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya tanggung jawab dewan sekolah atau pengawas. Mutu menuntut setiap orang memberi kontribusi bagi upaya mutu. Pengawas sekolah dan dewan sekolah harus memiliki komitmen pada mutu. Bila mereka tidak memiliki komitmen, proses transformasi mutu tidak akan dapat dimulai. Setiap orang perlu mendukung upaya mutu. Namun seringkali sekolah kesulitan untuk memgadakan kerjasama dengan orang tua dalam mengawasi anak untuk belajar. Tidak sedikit orangtua yang kurang memberikan dorongan atau perhatian terhadap prestasi belajar anaknya. Mungkin hal ini terjadi karena orangtua terlalu sibuk dengan segala urusan pekerjaan di kantor ataupun bisnisnya.

Mutu merupakan perubahan budaya yang menyebabkan organisasi mengubah cara kerjanya. Orang biasanya tidak mau berubah, tapi manajemen harus mendukung proses perubahan dengan memberi pendidikan, perangkat, sistem, dan proses untuk meningkatkan mutu. Dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan maka diperlukan prosedur kerja/mekanisme yang jelas, bahwa setiap jenis pekerjaan memiliki prosedur dan mekanisme yang sudah ditentukan, sehingga menumbuhkan sikap tanggung jawab dan jadwal waktu penyelesaian secara tepat. Selain itu tersedianya perangkkat


(36)

21

kerja berupa sarana dan fasilitas yang memadai, baik peralatan vital harus ada maupun peralatan penunjang yang dapat memudahkan penyelesaian pekerjaan. Tersedianya sarana dan fasilitas, dapat mendorong semangat staf untuk menampilkan hasil kerja yang optimal (Nanang Fattah, 2012: 121).

3. Pengembangan Budaya Mutu di Sekolah Dasar

Budaya tercipta karena adanya adopsi dari organisasi lainnya, baik nilai, jargon, visi-misi, maupun pola hidup dan citra organisasi yang dimanifestasikan oleh anggotanya. Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa menjadi asumsi dasar organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Salah satunya adalah terbentuknya budaya kuat yang bisa mempengaruhi. McKennna dan Beech (Nur Zazin, 2011:151). Secara lengkap, budaya bisa merupakan nilai, konsep, kebiasaan, dan perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organisasi yang kemudian diiternalisasikan oleh anggotanya. Budaya bisa berupa perilaku langsung apabila menghadapi permasalahan maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi dirinya sebagai dosen, guru, dan sebagainya.

Menurut Sopiatin (Nur Zazin, 2011: 66) mutu pendidikan secara multidimensi meliputi aspek mutu input, proses, dan output. Oleh karenanya, pengembangan pencapaian mutu harus secara holistik dimulai dari input, proses, dan output. Mutu juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan


(37)

22

pelanggan (Edward Sallis, 2006: 56). Dengan demikian, mutu pendidikan adalah kebermutuan dari berbagai layanan institusi pendidikan kepada siswa maupun staf pengajar untuk terjadinya proses pendidikan yang bermutu sehingga akan menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan untuk terjun ke lingkungan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, budaya mutu di sekolah dapat diartikan sebagai nilai-nilai, jargon, visi-misi, maupun pola hidup bersama yang disepakati, diimplementasikan dalam pengelolaan pendidikan di sekolah yang diadopsi dari organisasi lainnya, untuk menghasilkan layanan pendidikan yang bermutu dan target hasil yang ingin dicapai yaitu dalam rangka peningkatan mutu pendidikan difokuskan pada kepuasan pelanggan sekolah. Dengan demikian sekolah yang memiliki budaya mutu yang baik akan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam implementasi budaya mutu sekolah tentu saja membutuhkan kerjasama yang baik antara warga sekolah dan berbagai komponen yang ada di sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Dalam membentuk budaya mutu sekolah, lembaga pendidikan merupakan sebuah organisasi. Kultur lembaga pendidikan merupakan kultur organisasi dalam konteks satuan pendidikan. Dengan demikian kultur lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai kualitas kehidupan


(38)

23

sebuah lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai tertentu yang dianutnya. Kultur lembaga pendidikan tersebut akan dapat dikembangkan dengan melalui tenaga kependidikan yang unggul sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Pengembangan budaya mutu sekolah merupakan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, selaku pemimpin pendidikan. Namun demikian, pengembangan budaya mutu sekolah mempersyaratkan adanya partisipasi seluruh personil sekolah dan stakeholder, termasuk orang tua peserta didik, dan oleh karena itu, secara manajerial pengembangan budaya mutu sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah, sedangkan secara operasional sehari-hari menjadi tugas seluruh personil sekolah dan

stakeholder terkait. Proses pengembangan budaya mutu sekolah dapat

dilakukan melalui tiga tataran, yaitu (1) pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai; (2) pengembangan pada tataran teknis; dan (3) pengembangan pada tataran sosial.

Dalam hal ini, Depdiknas (Nur Zazin, 2011: 159) telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu sekolah sebagai berikut:

1. informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk mengontrol, 2. kewenangan harus sebatas tanggungjawab,

3. hasil diikuti rewards atau punishment,

4. kolaborasi, sinergi, bukan persaingan sebagai dasar kerjasama, 5. warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya,


(39)

24

7. imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan 8. warga sekolah merasa memiliki sekolah. 4. Sekolah Dasar Bermutu

a. Pengertian Sekolah Dasar

Sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Sekolah dasar merupakan bagian dari pendidikan dasar. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan bahwa pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.

b. Landasan Yuridis Sekolah Dasar

Penyelenggaraan sekolah dasar di Indonesia berpijak pada beberapa peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis. Ada tiga peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan yuridis penyelenggaraan sekolah dasar, baik sebagai satuan pendidikan maupun dalam kerangka sistem pendidikan nasional, taitu sebagai berikut:


(40)

25

1) Pembukaan UUD 1945 mensyaratkan bahwa upaya mencerdaskan bangsa (tentu melalui pendidikan) merupakan amanat bangsa. Sedangkan pada Bab XII Pasal 31 ayat (2) ditegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang diatur dengan undang-undang.

2) Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar (Bab III Pasal 6). Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk kehidupan dalam masyarakat serta menyiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah (Bab II Pasal 13).

3) PP Nomor 17 Tahun 2010 Bab I Pasal 1 ditegaskan bahwa sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.

c. Tujuan Institusional Sekolah Dasar

Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan


(41)

26

Pasal 67 dijelaskan bahwa pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:

a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;

b. Berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. Sehat, mandiri, dan percaya diri; dan

d. Toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

Oleh karena sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar, tujuan institusional adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Dalam rangka mencapai tujuan institusional tersebut maka guru memegang peranan penting untuk memberikan bekal pengetahuan dan nilai kepada peserta didik. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik peserta didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma agama ( Syaiful dan Aswan, 2010: 59).

Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik. Guru yang jarang


(42)

27

bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan dalam pendidikan karena menyebabkan anak didik menjadi orang yang tertutup ( Syaiful dan Aswan, 2010: 60). Keterbatasan-keterbatasan tersebut dapat mempunyai dampak langsung terhadap interaksi pendidikan antara pendidik dan peserta didik, yaitu kekuranggairahan dalam proses pendidikan yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan (Dwi Siswoyo, 2008: 23). d. Kriteria Sekolah Dasar Baik

Menurut Postman dan Weingartner (Ibrahim Bafadal, 2009: 18) terdapat beberapa ciri sekolah yang baik sebagai berikut:

1) Ditinjau dari penstrukturan waktunya sekolah dapat dikatakan baik apabila:

a) Sekuensi waktu dalam sehari di sekolah itu tidak sewenang-wenang (45 menit untuk ini, 45 menit untuk itu, dan seterusnya), melainkan didasarkan pada apa yang perlu dilakukan siswa

b) Antara satu siswa dan siswa lainnya tidak diharuskan mengerjakan hal yang sama dalam jangka waktu yang sama c) Siswa tidak dituntut semata-mata untuk mematuhi waktu

dalam pelajaran, melainkan menguasai keterampilan d) Siswa diarahkan untuk mengorganisasi waktunya sendiri


(43)

28

2) Ditinjau dari penstrukturan aktivitasnya, sekolah dapat dikatakan baik apabila:

a) Aktivitas-aktivitasnya disesuaikan dengan kebutuhan siswa secara perseorangan

b) Antara satu siswa dan siswa lainnya tidak dituntut untuk mengikuti aktivitas yang sama

c) Sekolah mengakui bahwa proses belajar mengajar hampir tidak bernilai bagi siswa apabila dirinya kurang dilibatkan di dalamnya

d) Aktivitasnya merupakan aktivitas siswa

e) Aktivitasnya tidak terbatas pada sebuah gedung, melainkan juga mencakup semua sumber pada masyarakat

f) Aktivitas-aktivitasnya memenuhi semua perbedaan latar belakang dan kemampuan siswa

3) Ditinjau dari pendefinisian kecerdasan, pengetahuan, atau perilaku, sekolah dapat dikatakan baik apabila:

a) Proses belajar mengajar yang dikelolanya lebih menekankan pada proses inkuiri, pemecahan masalah, dan penelitian daripada memorisasi

b) Siswanya dijauhkan dari kebiasaan menerima pelajaran secara pasif


(44)

29

d) Kepada siswa selalu ditekankan untuk menggunakan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar memperoleh ilmu demi ilmu

e) Personelnya mengakui adanya perkembangan pengetahuan di berbagai bidang dan mencoba mempertimbangkannya dalam mendefinisikan pengetahuan

f) Pengetahuan diri sendiri merupakan bagian dari definisi pengetahuannya

4) Ditinjau dari evaluasi, sekolah dapat dikatakan baik apabila dalam proses evaluasinya:

a) Lebih menekankan pada upaya memberikan balikan yang mendorong

b) Digunakan pendekatan yang humanistik dan perseorangan c) Mencakup aspek yang komprehensif

d) Terlebih dahulu dibuatkan seeksplisit mungkin jenis perilaku yang diinginkan sekolah

e) Kurang digunakan tes terstandar

f) Khusus dalam mengevaluasi guru dan administrator digunakan prosedur-prosedur yang konstruktif

5) Ditinjau dari supervisi dan pengawasan siswa, sekolah dapat dikatakan baik apabila:


(45)

30

b) Siswanya diberi kesempatan untuk mensupervisi dirinya sendiri

c) Jumlah siswa yang ditangani seorang supervisor tidak banyak, sehingga masalah personalnya bisa ditangani

6) Ditinjau dari perbedaan peran, sekolah dapat dikatakan baik apabila:

a) Semua gurunya selalu mengembangkan ide mengenai masyarakat belajar dimana fungsi guru lebih sebagai seorang koordinator dan fasilitator

b) Berbagai peran dalam mengajar tidak hanya dimainkan oleh guru

c) Berbagai peran dalam mengajar diorganisasikan dan kemudian ditugaskan sesuai dengan kemampuan guru

d) Siswa dianggap bukan sebagai objek pada setiap aktivitas, melainkan didorong untuk aktif membentuk pengalamannya sendiri

e) Siswa tidak secara konstan ditempatkan dalam peran-peran kompetitif, melainkan juga kolaboratif

7) Ditinjau dari pertanggungjawaban terhadap masyarakat, sekolah dapat dikatakan baik apabila personelnya:

a) Lebih menekankan pada partisipasi masyarakat daripada paternalistik birokratik


(46)

31

8) Ditinjau dari pertanggungjawaban terhadap masa depan , sekoah dapat dikatakan baik apabila personelnya:

a) Memiliki konsep tentang pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diorientasikan pada masa depan

b) Menginterpretasikan tanggung jawabnya pada masa depan sebagai tanggung jawab kepada siswa, baru kemudian kepada institusi sosial

Sedangkan menurut Direktorat Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar (1997), ada tiga misi yang diemban oleh setiap sekolah dasar, yaitu melakukan proses edukasi, proses sosialisasi, dan proses transformasi. Dengan proses edukasi anak didik diharapkan menjadi orang terdidik (educated person). Dengan proses sosialisasi, anak didik diharapkan mencapai kedewasaannya secara mental maupun sosial. Sedangkan dengan proses transformasi, anak didik diharapkan memiliki berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk juga kebudayaan bangsa. Semua hal tersebut dalam rangka mengantarkan anak didik siap memasuki sekolah lanjutan tingkat pertama.

Atas dasar kerangka berpikir di atas, sekolah dasar yang bermutu baik adalah sekolah dasar yang mampu berfungsi sebagai wadah proses edukasi, wadah proses sosialisasi, dan wadah proses transformasi, sehingga mampu mengantarkan anak didik menjadi seorang terdidik, memiliki kedewasaan mental dan sosial, serta memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk juga kebudayaan


(47)

32

bangsa (Ibrahim Bafadal, 2009: 20). Beberapa kajian gerakan yang mengantarkan sekolah/madrasah menjadi efektif adalah sebagai berikut:

a. Amerika Serikat: Coleman (Nur Zazin, 2011: 184), ciri-cirinya antara lain, yaitu sebagai berikut:

1) Siswa yang berprestasi tinggi di sekolah melanjtkan ke jenjang yang lebih tinggi dan hidupnya berhasil adalah siswa yang berasal dari keluarga yang sosial ekonominya tinggi

2) Siswa yang prestasinya rendah, tidak mampu belajar di sekolah, drop out, tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan tidak mempunyai motivasi belajar adalah siswa yang berasal dari keluarga yang sosial ekonominya rendah b. Inggris: Robbins (Nur Zazin, 2011: 184)

1) Hampir semua siswa yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi berasal dari keluarga yang ayahnya mempunyai profesi yang tinggi

2) Hanya 2% siswa yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi berasal dari keluarga yang ayahnya tidak mempunyai kecakapan/pendidikan yang memadai

c. Australia: Pusat Penelitian Pengukuran dan Evaluasi NSW (Nur Zazin, 2011: 184)


(48)

33

1) Pendapat/pandangan orangtua tentang nilai-nilai pendidikan sangat berpengaruh terhadap prestasi pembelajaran anak di sekolah

2) Berdasarkan pendapat/pandangan orangtua tersebut, dapat diprediksi prestasi siswa di sekolah, kapan siswa drop out, dan jenis pekerjaan apa yang akan ditekuninya.

Adapun beberapa riset awal sekolah, tentang sekolah yang efektif, antara lain di Inggris oleh Rutter (Nur Zazin, 2011: 185), sekolah tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menekankan pada pembelajaran

2. Guru merencanakan bersama dan bekerja sama dalam pelaksanaan pembelajaran

3. Ada supervisi yang terarah dari guru senior dan kepala sekolah Adapun ciri atau pilar-pilar sekolah efektif berdasarkan meta-analisis, Macbeath dan Mortimer (Nur Zazin, 2011: 185) adalah sebagai berikut:

1. Visi dan misi yang jelas

a. Memuat harapan yang tinggi kepada siswa untuk belajar dan berbuat dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya

b. Mengarahkan perkembangan siswa secara menyeluruh : intelektual, sosial, religi, emosi, dan fisik secara maksimal 2. Kepala sekolah yang profesional


(49)

34

b. Mampu bekerja sama dengan guru, komite, masyarakat, dan badan organisasi lainnya

3. Guru yang profesional

a. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan kreativitas siswa

b. Mempunyai sikap yang positif dan moral yang tinggi

c. Melakukan belajar berkesinambungan dan melakukan pengembangan diri

4. Lingkungan belajar yang kondusif a. Bersih, aman, nyaman, dan hangat

b. Dapat menstimulasi anak untuk betah belajar dan beraktivitas c. Tempat bagi semua orang untuk untuk saling mendukung

melalui hubungan yang positif

d. Mempunyai aturan yang jelas dan sensibel

e. Mempromosikan rasa saling memiliki dan kebanggaan terhadap sekolah

5. Ramah siswa

a. Mengembangkan potensi siswa dengan maksimal b. Menangani kesulitan siswa secara efektif dan efisien c. Peka terhadap kebutuhan dan latar belakang siswa

d. Berhubungan dengan layanan dan sumber yang ada di luar sekolah, misalnya pusat kesehatan, pusat kebudayaan, pusat olahraga, dan rekreasi


(50)

35

6. Manajemen yang kuat

a. Memberdayakan potensi dan sumber sekolah secara efektif b. Mengembangkan program dengan warga dan stakeholders c. Mengambil keputusan secara kolaboratif

7. Kurikulum luas dan berimbang

a. Memberikan pembelajaran aktif dan efektif

b. Program pembelajaran mencakup akademik, sosial, religi, kepribadian, dan fisik siswa

c. Membantu siswa mengembangkan kecakapan hidup dan: memotivasi diri dan disiplin diri

8. Penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna

a. Memberi informasi akurat tentang prestasi belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran dan perkembangan kemampuan sosial siswa

b. Mengarahkan guru untuk menggunakan berbagai pendekatan mengajar yang paling sesuai

c. Mengidentifikasi masalah belajar siswa dan cara menyelesaikannya bersama dengan orangtua

d. Mengizinkan orangtua untuk mengobservasi dan memahami kemajuan belajar siswa

e. Melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran efektif dan upaya meningkatkan rasa percaya diri siswa


(51)

36

9. Pelibatan masyarakat yang tinggi

a. Mendorong orangtua aktif dalam kegiatan sekolah

b. Menekankan pentingnya kemitraan antara sekolah, orangtua, dan masyarakat agar hasil belajar maksimal

c. Tanggap terhadap sudut pandang dan kekhawatiran orangtua d. Membentuk jaringan luas: sekolah lain, orangtua,LSM,

pemerintah, dan lainnya. 5. Akreditasi Sekolah

a. Pengertian Akreditasi

Akreditasi sekolah merupakan salah satu pengukuran ketercapaian standar acuan mutu pendidikan yang dilakukan secara eksternal oleh Badan Akreditasi Nasional Satuan/program pendidikan/madrasah (BAN S/M) dan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Pengukuran dilakukan secara berkala untuk mengetahui pencapaian standar acuan mutu satuan/program pendidikan (Nanang Fattah, 2012: 30). Pemeringkatan akreditasi dilakukan jika hasil akreditasi memenuhi kriteria status sebagai berikut.

1) Peringkat akreditasi A, satuan/program pendidikan termasuk kategori Sangat Baik

2) Peringkat akreditasi B, satuan/program pendidikan termasuk kategori Baik


(52)

37

3) Peringkat akreditasi C, satuan/program pendidikan termasuk kategori Cukup Baik

Yang menjadi rasional atau alasan kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan.

Untuk melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M). Adapun Lingkup Akreditasi sekolah mencakup:

1) Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA). 2) Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI).

3) Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). 4) Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).

5) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

6) Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB).


(53)

38

b. Tujuan Akreditasi Sekolah

1) Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah/Madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan

2) Memberikan pengakuan peringkat kelayakan

3) Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait

c. Manfaat Akreditasi Sekolah

1) Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah

2) Dapat dijadikan sebagai motivator agar sekolah/Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional

3) Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah

4) Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya


(54)

39

5) Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana

6) Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan

d. Komponen Penilaian Akreditasi Sekolah

Nur Zazin (2011) dalam bukunya mengungkapkan bahwa komponen penilaian akreditasi sekolah mengacu pada standar secara nasional mutu pendidikan dan lulusan sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naisonal pasal 35 dalam ayat 1 adalah sebagai berikut:

1) Standar Isi, [Permendiknas No. 22/2006] 2) Standar Proses, [Permendiknas No. 41/2007]

3) Standar Kompetensi Lulusan, [Permendiknas No. 23/2006]

4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, [Permendiknas No. 13/2007 tentang Kepala Sekolah, Permendiknas No. 16/2007 tentang Guru, Permendiknas No. 24/2008 tentang Tenaga Administrasi]

5) Standar Sarana dan Prasarana [Permendiknas 24/2007] 6) Standar Pengelolaan, [Permendiknas 19/2007]


(55)

40

7) Standar Pembiayaan, [Peraturan Pemerintah. 48/2008] 8) Standar Penilaian Pendidikan. [Permendiknas 20/2007] B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan tentang peran akreditasi terhadap budaya mutu sekolah yaitu:

1) Penelitian yang pernah dilakukan oleh Suriono (2012) dengan judul

“Akreditasi Dalam Peningkatan Mutu Sekolah (Studi Analisis Deskriptif

Pada SMP Harapan Mandiri Medan)”. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Harapan Mandiri Medan, Jalan Brig. Jend. Zein Hamid Nornor 40 Medan, Kecarnatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara. Masalah yang dijumpai dalam penelitian adalah tentang pola pelaksanaan akreditasi, hal-hal yang mendukung pelaksanaan akreditasi dan manfaat akreditasi bagi sekolah tersebut, dengan tujuan 1) mendeskripsi pelaksanaan akreditasi di SMP Harapan Mandiri Medan, 2) menguraikan faktor yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan akreditasi sekolah di SMP Harapan Mandiri Medan, dan 3) menjelaskan manfaat yang akan diperoleh sekolah jika sudah diakreditasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan rnenipergunakan observasi, wawancara dan kajian dokumen. Objek penelitian adalah Kepala Sekolah, beberapa guru dan siswa.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa: Pertama, pelaksanaan akreditasi sekolah berjalan lancar sesuai dengan rencana. Kedua, sikap assesor yang selama ini dianggap kurang bersahabat, sangat bersahabat


(56)

41

dan memberikan kontribusi besar bagi peningkatan kualitas tamatan. Ketiga, karena pelaksanaan akreditasi telah dipersiapkan dengan baik, diperoleh kualifikasi "A" atau Amat Baik , Keempat, manfaat peringkat yang diperoleh adalah peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Faktor yang mendukung pelaksanaan akreditasi adalah perhatian yang cukup dari pengurus yayasan yang dibuktikan dengan ditengkapinya seluruh tuntutan instrumen yang ada dalam evaluasi diri. Setelah diadakan penelitian ternyata Akreditasi sekolah dengan klasifikasi "A" dapat meningkatkan mutu sekolah.

2) Penelitian yang pernah dilakukan oleh Hestika Aprilia Permatasari

(2012) dengan judul “Implementasi Kebijakan Manajemen Peningkatan

Mutu Berbasis Sekolah di SMA Negeri 1 Banguntapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Upaya yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan Manajemen Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), (2) Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam mengimplementasikan kebijakan Manajemen Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), (3) Solusi dalam mengatasi hambatan implementasi kebijakan Manajemen Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) di SMA Negeri 1 Banguntapan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Setting penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Banguntapan. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, karyawan, komite sekolah dan siswa. Teknik pengumpulan data


(57)

42

menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Sedangkan instrumen penelitian dengan menggunakan lembar observasi dan pedoman wawancara. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Upaya yang dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan MPMBS adalah: meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, serta meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah (2) Faktor pendukung meliputi: kepala sekolah, guru, karyawan, serta komite sekolah mempunyai keprofesionalan dalam bekerja, selain itu mempunyai komitmen bersama untuk menjadikan pendidikan SMA Negeri 1 Banguntapan lebih baik, dan sarana prasarana yang mencukupi. Sedangkan faktor penghambat meliputi: kurangnya pemahaman warga sekolah tentang kebijakan MPMBS, guru belum mampu menerapkan metode pembelajaran yang sesuai, dan kurang meratanya sarana dan prasarana di dalam kelas khususnya pemasangan LCD yang baru mencakup 10 kelas. (3) Solusinya adalah kepala sekolah lebih meningkatkan lagi dalam mensosialisasikan kebijakan MPMBS, guru lebih memperhatikan karakteristik siswa dan mata pelajaran yang diampunya, serta pengoptimalan sarana dan prasarana sebagai media penunjang proses pembelajaran.


(58)

43

Mencermati beberapa hasil penelitian tersebut, terdapat persamaan antara penelitian relevan tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengkaji mengenai mutu pendidikan. Namun belum ada yang mendeskripsikan atau mengungkapkan lebih jauh tentang budaya mutu. Melalui penelitian inilah akan diungkap dan dideskripsikan mengenai berbagai upaya sekolah untuk mengimplementasikan budaya mutu, faktor yang menjadi pendukung dan penghambat serta solusi dalam implementasinya di lapangan secara lebih komprehensif.

C. Kerangka Berpikir

Permasalahan mutu pendidikan masih menjadi suatu hal yang harus dihadapi hingga saat ini, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru, serta mutu profesionalisme dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan Mutu-mutu manajerial para pimpinan pendidikan, keterbatasan dana, sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah, lingkungan pendidikan, serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Semua kelemahan mutu dari komponen-komponen pendidikan tersebut berujung pada rendahnya mutu lulusan.

Mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai permasalahan, seperti lulusan tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada jenjang yang lebih tinggi, tidak dapat bekerja/tidak diterima di


(59)

44

dunia kerja, diterima bekerja tetapi tidak berprestasi, tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat, dan tidak produktif.

Mengingat betapa pentingnya mutu pendidikan bagi eksistensi bangsa dan negara di masa depan maka pada saat ini mulai diterapkan strategi memperbaiki mutu pendidikan melalui dimensi kultural/budaya. Strategi dengan dimensi budaya ini menitikberatkan pada proses penyelenggaraan pendidikan yang melibatkan seluruh warga dan stakeholders sekolah mulai membangun nilai-nilai dan mengimplementasikan dalam pengelolaan sekolah. Pendekatan strategi perbaikan mutu pendidikan melalui dimensi kultural disebut sebagai budaya mutu.

Suatu sekolah yang memiliki budaya mutu yang baik akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif. Elemen budaya mutu sekolah terdiri dari usaha perbaikan, kewenangan, penguatan kinerja, kerjasama, rasa aman, iklim interaksi, dan rasa memiliki. Budaya mutu tersebut dapat terlihat dari kondisi fisik sekolah, ketercapaian program kerja, hubungan/interaksi yang harmonis antar warga sekolah, pengambilan keputusan yang demokratis, serta nilai-nilai yang diterapkan di sekolah. Dengan adanya budaya mutu maka sekolah akan selalu berkomitmen untuk meningkatkan prestasinya yang akan berpengaruh pada hasil akreditasi yang baik.

Akreditasi sekolah merupakan suatu langkah pengendalian mutu yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga terkait dalam mengukur kelayakan dari sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Dengan adanya


(60)

45

kegiatan akreditasi tersebut diharapakan dapat memperbaiki keadaan pendidikan di Indonesia secara menyeluruh. Karena pemerintah atau lembaga penjaminan mutu dapat memantau kondisi sekolah sehingga apabila ada sekolah yang belum memenuhi kriteria atau standar akreditasi dapat segera diatasi. Kegiatan akreditasi tersebut tidak lain bertujuan untuk meningkatkan dan menjamin mutu pendidikan karena setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.


(61)

46

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir

Peningkatan Budaya Mutu Untuk Pencapaian Akreditasi

Akreditasi Sekolah Budaya Mutu

Elemen Budaya Mutu - Usaha

perbaikan - Kewenangan - Penguatan

kinerja - Kerjasama - Rasa aman - Iklim

interaksi - Rasa memiliki

Aktor

- Komite

sekolah

- Kepala

sekolah

- Guru

- Peserta didik


(62)

47

Dari alur kerangka pikir tersebut dapat diuraikan bahwa budaya mutu memiliki elemen yang terdiri dari usaha perbaikan, kewenangan, penguatan kinerja, kerjasama, rasa aman, iklim interaksi, dan rasa memiliki. Implementasi budaya mutu tentunya membutuhkan kerjasama dari aktor/warga sekolah yang terdiri dari komite sekolah, kepala sekolah, guru, dan peserta didik. Sekolah yang telah mengimplementasikan budaya mutu dengan baik maka akan berpengaruh pada pencapaian hasil akreditasi yang baik pula.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana peningkatan budaya mutu di SD Negeri Widoro? 2. Bagaimana wujud peningkatan budaya mutu di SD Negeri Widoro? 3. Apa saja faktor pendukung dalam peningkatan budaya mutu? 4. Apa saja faktor penghambat dalam peningkatan budaya mutu?


(63)

48

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. (Sugiyono, 2011:15).

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil sendiri oleh peneliti, berupa hasil wawancara yang dilakukan kepada subjek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat dari sumber lain, yaitu beberapa dokumen-dokumen yang berkaitan.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sumber dimana data diperoleh. Sehubungan dengan hal ini Suharsimi Arikunto (1998: 114) mengemukakan apabila peneliti menggunakan kuesioner dan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis


(64)

49

maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen dan catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan adalah subjek penelitian atau variabel penelitian.

Adapun subjek penelitian dalam penelitian ini adalah informan yang akan memberikan data tentang variabel yang akan diteliti dan diamati oleh peneliti yang terdiri komite, kepala sekolah, guru, dan beberapa peserta didik di SD Negeri Widoro Yogyakarta. Objek penelitian ini adalah peningkatan budaya mutu untuk pencapaian akreditasi sekolah.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di SD Negeri Widoro yang beralamat di Jalan Perumka Lempuyangan, Tegalpanggung, Danurejan, Yogyakarta 55212.

2. Waktu Penelitian

Persiapan penelitian ini telah dilakukan sejak bulan Oktober 2013. Sedangkan untuk penelitian dan pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara dan teknik dokumentasi direncanakan pada pertengahan Januari sampai dengan Februari 2014, setelah peneliti memperoleh izin.


(65)

50

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2011:203-204) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Selanjutnya Sanafiah Faisal (Sugiyono, 2011 : 310) mengklasifikasikan observasi menjadi tiga yaitu :

a. Observasi Partisipatif

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

b. Observasi Terus Terang atau Tersamar

Peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian.


(66)

51

Tetapi suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.

c. Observasi Tak Berstruktur

Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.

Dalam penelitian ini menggunakan observasi terus terang dan tersamar serta tak berstruktur. Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang keadaan dan situasi sekolah. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant

observation (observasi berperan serta) dan non participant observation,

selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur (Sugiyono, 2011:204). Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai non participant observation karena peneliti hanya bertindak sebagai pengamat dan tidak terlibat langsung dalam suatu kegiatan. Berikut adalah Tabel 1 yang memuat kisi-kisi yang digunakan dalam melakukan observasi.


(67)

52

Tabel 1. Kisi-kisi Dalam Melakukan Observasi

Sumber data Data yang Ingin Diperoleh

Keadaan Sekolah 1. Keadaan umum sekolah secara fisik a. Halaman depan sekolah b. Lingkungan sekolah c. Gedung sekolah d. Ruang kelas e. Ruang perpustakaan f. Ruang ekstrakurikuler

g. Media pembelajaran (buku, koran, tabloid, film, CD pendukung pembelajaran) 2. Keadaan umum sekolah secara non fisik (penerapan nilai-nilai positif di sekolah) Perilaku Peserta Didik 1. Perilaku peserta didik dalam kegiatan belajar

2. Perilaku peserta didik dalam interaksi dengan siswa lain, terhadap guru, dan kepala sekolah

3. Perilaku peserta didik terhadap iklim sekolah 4. Kedisiplinan peserta didik

Perilaku Kepala Sekolah

1. Perilaku kepala sekolah dalam interaksi dengan guru, siswa dan pihak luar 2. Perilaku kepala sekolah terhadap iklim sekolah

3. Kedisiplinan kepala sekolah

Perilaku Guru 1. Perilaku guru dalam kegiatan pengajaran

2. Perilaku guru dalam interaksi dengan guru lain, terhadap siswa dan kepla sekolah 3. Perilaku guru terhadap iklim sekolah

4. Kedisiplinan guru Kegiatan

ekstrakurikuler

1. Proses kegiatan 2. Proses kompetisi

2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2011:194). Selanjutnya menurut Easterberg (Sugiyono, 2011 : 317-320) mengemukakan bahwa wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu. Easterberg juga mengklasifikasikan beberapa wawancara yaitu :


(68)

53

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya telah dipersiapkan.

b. Wawancara Semitersruktur

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth

interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan masalah secara lebih terbuka, dimana pihak yang diwawancarai diminta pendapat dan ide-idenya. c. Wawancara Tak Berstruktur

Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Dalam penelitian ini yang akan diwawancarai adalah komite, kepala sekolah, guru, dan siswa.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semitersruktur, dimana pihak yang diwawancarai diminta pendapatnya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh di SD Negeri Widoro Yogyakarta. Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah untuk


(69)

54

mengetahui berbagai cara kepemimpinan dan kebijakan pendidikan untuk meningkatkan budaya mutu. Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan variatif, maka wawancara juga dilakukan kepada guru yang menyangkut keadaan sekolah, termasuk di dalamnya adalah metode pembelajaran yang digunakan, suasana sekolah serta kesan guru terhadap kepala sekolah. Wawancara juga dilakukan terhadap peserta didik yang dipilih secara acak. Peserta didik sebagai pengguna yang langsung merasakan layanan yang diberikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah suasana sekolah, metode pembelajaran yang digunakan guru, dan tanggapan siswa terhadap kepala sekolah, guru, dan karyawan. Selanjutnya wawancara dilakukan terhadap komite sekolah untuk mengetahui gambaran umum yang terjadi di lapangan. Berikut adalah Tabel 2 yang memuat kisi-kisi yang digunakan dalam melakukan wawancara.


(70)

55

Tabel 2. Kisi-kisi Dalam Melakukan Wawancara

No Aspek yang dikaji Indikator yang dicari Sumber data

1. Budaya Mutu a. Upaya dalam mewujudkan

budaya mutu

b. Faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan budaya mutu

c. Nilai-nilai yang diterapkan di sekolah

d. Tanggapan terhadap suasana sekolah

e. Penetapan standar budaya mutu f. Program untuk peningkatan

budaya mutu

g. Landasan dalam membuat program kerja

h. Upaya dalam menjaga mutu sekolah

i. Usaha sekolah dalam mencapai standar budaya mutu

j. Proses pengambilan keputusan k. Penguatan terhadap kinerja

anggota

l. Animo masyarakat terhadap sekolah

m. Bentuk kerjasama sekolah n. Bentuk dukungan komite

terhadap pengembangan mutu sekolah

a. Kepala sekolah b. Wakil kepala

sekolah c. Guru d. Siswa e. Komite sekolah

2. Akreditasi a. Faktor pendukung dan

penghambat dalam peningkatan akreditasi

b. Upaya dalam mencapai 8 standar akreditasi

c. Upaya dalam peningkatan prestasi sekolah

d. Manfaat setelah akreditasi

a. Kepala sekolah b. Wakil kepala

sekolah c. Guru

3. Kajian Dokumen

Menurut Sugiyono (2011: 329) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Pengambilan dokumen dalam penelitian ini berupa catatan peristiwa yang bersangkutan. Berikut adalah Tabel 3 yang memuat kisi-kisi pedoman kajian dokumen.


(71)

56

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Kajian Dokumen

No Aspek yang dikaji Indikator yang dicari Sumber data 1. Profil Sekolah a. Sejarah sekolah

b. Visi dan misi sekolah c. Tujuan sekolah

d. Struktur organisasi sekolah e. Kondisi siswa

f. Sarana dan prasarana sekolah

a. Dokumen/ arsip b. Foto-foto

2. Prestasi sekolah a. Data prestasi (akademik maupun non akademik) b. Kelulusan siswa dalam ujian

nasional

a. Dokumen/ arsip b. Foto-foto

3. Akreditasi sekolah Surat keputusan a. Dokumen/ arsip

Adapun teknik dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan dokumen-dokumen/data yang berkaitan dengan budaya mutu dan menggunakan bantuan perekam suara pada saat melakukan wawancara.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitin ini yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri (human isntrument) yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2011 : 306). Peneliti terjun ke lapangan sendiri karena peneliti merupakan instrumen kunci. Dalam melakukan penelitian, peneliti juga menggunakan instrumen yang berbentuk pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:338-345, yaitu:


(72)

57

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. (Sugiyono, 2011 : 338). Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan dengan cara melakukan analisis pada hasil catatan lapangan dan wawancara dari beberapa informan untuk dirangkum dan dikategorisasikan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi , merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. (Sugiyono, 2011: 341). Setelah direduksi data kemudian disajikan dengan uraian singkat, tabel, dan bagan sesuai dengan fokus penelitian agar mudah dipahami dan memudahkan dalam pengambilan kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah. Yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks atau uraian singkat yang bersifat naratif.


(73)

58

Kegiatan analisis data yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. (Sugiyono, 2011: 345). Penarikan kesimpulan diperoleh dari reduksi data dan display data. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

G. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility

(validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability

(reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas). Dalam penelitian ini digunakan uji kredibilitas data dengan melakukan triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2011: 372). Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, teknik, dan waktu.


(1)

(2)

217

LAMPIRAN 6 Surat Ijin Penelitian


(3)

(4)

(5)

(6)