PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN AREA DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS PESERTA DIDIK DI TK NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

(1)

i

PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN AREA DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS PESERTA

DIDIK DI TK NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidian Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Afif Nurhuda NIM 11105244003

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Perubahan adalah hasil akhir dari sebuah pembelajaran yang sebenar-benarnya.” (Leo Buscaglia)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Sebuah karya dengan ijin Allah SWT dapat kuselesaikan dan sebagai ucapan rasa syukur serta terimakasih karya ini dengan sepenuh hati dan keikhlasan kupersembahkan kepada:

1. Orang tua tercinta (Suratman dan Puryanti), yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, nasehat, bimbingan, serta semangat.

2. Almamater Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.


(7)

vii

PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN AREA DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS PESERTA

DIDIK DI TK NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA Oleh

Afif Nurhuda NIM 11105244003

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta beserta kendala pengembangan motorik halus yang terjadi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas B5 yang berjumlah 15 anak. Objek penelitian ini adalah model pembelajaran area yang meliputi pelaksanaan pembelajaran, pengembangan motorik halus serta bentuk motorik halus peserta didik. Metode pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif Miles & Huberman yaitu data reduction, data display, data verification.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus peserta didik di TK Negeri Pembina Yogyakarta meliputi kegiatan awal, kegiatan inti yang mencakup kesiapan belajar, kesempatan belajar, kesempatan praktek, bimbingan, motivasi, dan model yang baik, serta istirahat dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal, pendidik berusaha terlebih dahulu untuk mendapatkan fokus dari peserta didik dengan cara mengajak peserta didik untuk bernyayi. Setelah peserta didik fokus, pendidik akan menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu. Pada kegiatan inti, peserta didik diberikan kebebasan oleh pendidik untuk melakukan pembelajaran secara individu. Aktivitas belajar pada kegiatan inti meliputi kesiapan belajar, kesempatan belajar, kesempatan praktek, bimbingan, motivasi, model yang baik. Istirahat dilakukan peserta didik untuk makan dan bermain. Kegiatan akhir dilakukan dengan menyimpulkan hasil belajar yang telah dijalankan. Terdapat kendala pengembangan motorik halus selama pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus peserta didik di TK Negeri Pembina Yogyakarta. Kendala pengembangan motorik halus terjadi pada proses pembelajaran, peran peserta didik, peran pendidik, dan penilaian.

Kata kunci: Model Pembelajaran Area, Keterampilan Motorik Halus, Kendala Pengembangan Motorik Halus


(8)

(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Area ... 9

1. Konsep Model Pembelajaran Area... 9

2. Pengelolaan Kelas Pada Model Pembelajaran Area ... 15

3. Langkah-Langkah Kegiatan dalam Model Pembelajaran Area ... 15


(11)

xi

5. Model Pembelajaran Area Sebagai Pengembang

Motorik Halus Peserta Didik Di TK Negeri Pembina ... 19

B. Perkembangan Motorik Anak Usia Dini ... 21

1. Pengertian Perkembangan Motorik ... 21

2. Motorik Halus ... 22

a. Pengertian Perkembangan Keterampilan Motorik Halus ... 22

b. Karakteristik Perkembangan Keterampilan Motorik Halus ... 23

c. Prinsip-Prinsip Perkembangan Keterampilan Motorik Halus ... 24

d. Tujuan dan Fungsi Perkembangan Keterampilan Motorik Halus ... 29

e. Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus Anak Usia Dini ... 31

C. Tahap Belajar Gerak Anak Usia Dini ... 34

D. Karakteristik Anak Usia Dini ... 36

E. Penelitian yang Relevan ... 39

F. Kerangka Pikir... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 42

B. Setting Penelitian ... 43

C. SumberData ... 43

D. Subjek Penelitian ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 47

G. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 49

H. Instrumen Penelitian ... 51

I. Tahap Penelitian ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55


(12)

xii

1. Deskripsi Setting dan Subjek Penelitian ... 55

2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Area dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus Peserta didik di Kelas B5 ... 56

a. Kegiatan Awal... 58

b. Kegiatan Inti ... 59

c. Istirahat ... 75

d. Kegiatan Akhir ... 75

3. Kendala Pelaksanaan Model Pembelajaran Area dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus Peserta Didik di Kelas B5 ... 76

B. Pembahasan ... 81

1. Pelaksanaan Model Pembelajaran Area dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus Peserta Didik di Kelas B5 ... 81

a. Kegiatan Awal... 83

b. Kegiatan Inti ... 85

c. Istirahat ... 90

d. Kegiatan Akhir ... 91

2. Kendala Pelaksanaan Model Pembelajaran Area dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus Peserta Didik di Kelas B5 ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Instrumen Pedoman Wawancara Pendidik ... 51 Tabel 2. Instrumen Pedoman Observasi ... 52 Tabel 3. Identitas Peserta Didik Kelas B5 TK Negeri Pembina


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Alur Analisis Data Kualitatif Model Interaktif ... 49


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 103

Lampiran 2. Lembar Observasi ... 105

Lampiran 3. Hasil Catatan Lapangan ... 107

Lampiran 4. Reduksi Hasil Wawancara ... 123

Lampiran 5. Reduksi Hasil Observasi ... 136

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian ... 159

Lampiran 7. Rencana Kegiatan Mingguan ... 162

Lampiran 8. Rencana Kegiatan Harian ... 168

Lampiran 9. Format Penilaian ... 179


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Usia dini merupakan masa yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Usia 4-6 tahun merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga menurut para ahli disebut usia emas (golden age). Pada usia ini anak memiliki kemampuan belajar yang luar biasa. Menurut Sofia Hartati (2005: 8) pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada fisik/motorik, kognitif, sosio-emosional, kreativitas, dan bahasa yang seimbang sebagai peletak dasar yang tepat guna pembentukan pribadi yang utuh. Dalam aspek perkembangan, Catron dan Allen dalam (Sujiono Yuliani Nurani, 2011: 62) menyebutkan bahwa terdapat 6 aspek perkembangan anak usia dini, yaitu kesadaran personal, kesehatan emosional, sosialisasi, komunikasi, kognisi dan motorik. Semua aspek perkembangan anak sangat penting untuk dikembangkan secara seimbang antara aspek satu dengan yang lainnya, khususnya perkembangan motorik.

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan individu anak secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap konsistensi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1978: 163) sebagai berikut:

Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur diri dan memperoleh perasaan senang. Anak akan merasa senang dengan melakukan keterampilan bermain bola, menggambar, melukis, memanipulasi alat bermain.

Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada awal masa sekolah, sebagian kegiatan melibatkan


(17)

2

keterampilan motorik seperti: menulis, menggambar, melukis, menari. Semakin banyak dan semakin baik keterampilan yang dimiliki, maka semakin baik pula penyesuaian sosial yang dilakukan dan prestasi sekolahnya.

Melalui keterampilan motorik, anak dapat memperoleh kemandiriannya. Anak harus mempelajari keterampilan motorik agar mereka mampu melakukan segala sesuatu bagi diri mereka sendiri. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri anak.

Melalui keterampilan motorik, anak dapat memperoleh penerimaan dari lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, tetangga. Untuk memperoleh penerimaan tersebut, diperlukan keterampilan tertentu seperti dapat membantu pekerjaan rumah dan sekolah.

Perkembangan motorik anak dibagi menjadi menjadi dua, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar merupakan kemampuan dasar dari anak yaitu seperti berjalan, berlari, melompat, menendang dan menangkap bola. Sedangkan motorik halus menurut Sujiono (2008: 1.14) adalah gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan dengan tepat.Keterampilan motorik halus sangat diperlukan dalam proses perkembangan aspek-aspek lain yang dimiliki oleh anak, seperti kognitif, bahasa dan sosial. Fungsi dari keterampilan motorik halus adalah dapat melatih otot-otot jari jemari dan koordinasi antara tangan dan mata, melatih anak dalam penguasaan emosi, membantu anak memperoleh kemandirian, serta membantu anak dalam mendapatkan penerimaan dari lengkungan sosial. Sehingga motorik halus anak sangat penting untuk dikembangkan sejak usia dini.

Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan tempat pendidikan yang penting sebagai wadah untuk mengembangkan aspek perkembangan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan sebuah program yang melayani anak


(18)

3

dari lahir sampai dengan usia delapan tahun yang dirancanag untuk meningkatkan perkembangan intelektual, sosial, emosi, bahasa, dan motorik.Pendidikan di Taman Kanak-kanak pada dasarnya adalah pembelajaran yang sederhana dan konkret sesuai dengan dunia kehidupan anak, yaitu terkait dengan situasi pengalaman langsung, kreatif dan menyenangkan, mengundang rasa ingin tahu, serta alamiah sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Menurut Richard Decaprio (2013: 21) pembelajaran keterampilan motorik halus di sekolah merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil serta koordinasi antara mata dengan tangan. Menurutnya setiap peserta didik di sekolah dapat mencapai tahap perkembangan keterampilan motorik halus secara optimal asalkan mendapatkan stimulus yang tepat dari pendidik serta lingkunagn sekolah.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas B5 TK Negeri Pembina Yogyakarta ditemukan beberapa permasalahan dalam mengembangkan keterampilan motorik halus peserta didik, diantaranya dari orang tua peserta didik yang mengalami kesalahan persepsi tentang pendidikan anak usia dini yang mewajibkan anak sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung. Sehingga mengesampingkan aspek perkembangan lain yang dimilki oleh anak yang tidak kalah pentingnya yaitu keterampilan motorik halus. Permasalahan yang ditemukan peneliti selanjutnya adalah karakteristik peserta didik yang tidak semuanya aktif sehingga membuat guru harus memberikan motivasi dan bimbingan setiap saat.


(19)

4

Pendidikan di Taman Kanak-kanak adalah pendidikan yang terstruktur sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak usia dini yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan, untuk membantu pertunbuhan dan perkembangan jasmani dan rokhani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak diawali dengan prinsip belajar melalui bermain secara bertahap diarahkan pada awal belajar disiplin, mengenal jadwal, menghargai kepentingan orang lain, serta memahami dan belajar memenuhi kebutuhan lingkungannya (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010a: 3). Dengan demikian, kurang tepat apabila anak pada usia Taman Kanak-kanak sudah diwajibkan untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung karena anak usia dini dalam belajar masih didominasi dengan belajar sambil bermain karena pada usia ini bermain merupakan hak dasar dari anak. Dengan demikian seharusnya pendidik dan orang tua harus dapat lebih mengerti terhadap setiap aspek perkembangan anak serta harus dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan anak agar aspek perkembangan dari anak dapat berkembang sacara optimal.

Berdasarkan permasalahan tentang pengembangan motorik halus, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus. Model pembelajaran area merupakan model pembelajaran yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak. Model pembelajaran area sangat efektif dalam memfasilitasi perkembangan individu peserta didik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 38). Model pembelajaran area memberikan kesempatan dan kebebasan terhadap anak untuk


(20)

5

belajar dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak, salah satunya kemampuan motorik. Dalam model pembelajaran area, pembelajarannya dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 38). Pembelajaran dengan menggunakan model area mampu memberikan pengalaman belajar langsung bagi setiap anak serta pilihan-pilihan kegiatan yang bervareasi disetiap pusat-pusat kegiatan. Ada banyak potensi anak yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran area, seperti keterampilan motorik halus, kognitif, kemandirian, dan tanggung jawab peserta didik.

Salah satu aspek perkembangan yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran area berdasarkan uraian diatas adalah keterampilan motorik halus peserta didik. Model pembelajaran area mengembangan keterampilan motorik halus peserta didik dengan cara memberikan kesempatan praktek langsung di area pembelajaran yang menjadi pusat kegiatan. Peserta didik akan melakukan berbagai kegiatan secara individu. Dalam memfasilitasi perkembangan keterampilan motorik halus pembelajaran area memiliki 10 area yang dapat dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak guna mengoptimalkan perkembangan motorik halus anak, yaitu: area agama, balok, bahasa, drama, matematika, IPA, musik, seni, pasir dan air, membaca dan menulis. Selain itu, untuk mengembangkan keterampilan motorik halus melalui model pembelajaran area juga memerlukan peran dari guru. Peran guru dalam model pembelajaran area adalah sebagai fasilitator, motivator, serta sebagai pembimbing (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 39). Guru berperan memfasilitasi peserta didik agar


(21)

6

mampu menyesuaikan diri dengan proses kegiatan dalam model pembelajaran area yang dimana kegiatan tersebut berlangsung secara individu.

TK Negeri Pembina Yogyakarta merupakan salah satu TK yang telah melaksanakan model pembelajaran area dalam proses pembelajaran. TK Negeri Pembina Yogyakarta memiliki total 10 kelas dimana 3 kelas menggunakan model pembelajaran kelompok dan 7 kelas menggunakan model pembelajaran area. Terdapat dua bidang pengembangan yang dapat dikembangkan melalui pelaksanaan model pembelajaran area di TK Negeri Pembina Yogyakarta, yaitu: bidang pengembangan diri dan bidang pengembangan kemampuan dasar. Bidang pengembangan diri meliputi kesadaran personal, kesehatan emosi, dan sosialisasi. Sedangkan bidang pengembangan kemampuan dasar meliputi komunikasi, kognisi, dan motorik halus. Berpijak pada konsep model pembelajaran area dan kondisi nyata di TK Negeri Pembina Yogyakarta, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pelaksanaan model pemelajaran area yang dilaksanakan di TK Negeri Pembina Yogyakarta dalam mengembangkan keterampilan motorik halus peserta didik.

B.Identifikasi Masalah

Atas dasar pemikiran yang sudah dituliskan diatas, maka dapat diindentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Orang tua peserta didik mengalami kesalahan persepsi tentang pendidikan anak usia dini yang mewajibkan anak sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung.


(22)

7

2. Perkembangan motorik anak kurang mendapatkan perhatian khususnya motorik halus. Padahal perkembangan motorik merupakan aspek yang sangat penting karena dapat mempengaruhi perkembangan aspek yang lain.

3. Karakteristik peserta didik yang tidak semuanya aktif sehingga membuat guru harus memberikan motivasi dan bimbingan setiap saat.

C.Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan. Peneliti memberikan batasan masalah pada pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta serta kendala pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta?

2. Apa saja kendala yang dialami dalam pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta?


(23)

8 E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskrepsikan pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta.

2. Mengetahui kendala yang dialami dalam pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi TK Negeri Pembina

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya terhadap pelaksanaan Model Pembelajaran Area yang dilaksanakan di TK Negeri Pembina Yogyakarta.

2. Bagi Peneliti

Untuk mengembangkan wawasan serta dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh oleh peneliti.


(24)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A.Model Pembelajaran Area

1. Konsep Model Pembelajaran Area

Model pembelajaran adalah suatu desain atau rancangan yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan anak berinteraksi dalam pembelajaran, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri anak. Adapun komponen model pembelajaran meliputi konsep, tujuan pembelajaran, materi/tema, langkah-langkah/prosedur, metode, sumber belajar, dan teknik evaluasi (Depdiknas, 2008: 19).

Model pembelajaran area merupakan salah satu model pembelajaran yang di terapkan di Taman Kanak-kanak. Model pembelajaran area bertujuan untuk menciptakan suasana belajara yang membangun suatu landasan dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang penting untuk menghadapi tantangan baik di masa kini maupun di masa yang akan datang serta didasari pada keyakinan bahwa anak-anak tumbuh dengan baik apabila mereka dilibatkan secara alamiah pada proses belajar dan mendorong anak untuk bereksplorasi, bereksperimen, mempelopori, dan menciptakan (Depdiknas, 2008: 38). Dalam menciptakan lingkungan dan bahan ajar yang mendukung pembelajaran, guru mendasarkan diri pada pengetahuan yang dimilikinya tentang perkembangan anak. Selain itu, dalam penyusunan tujuan pembelajaran guru juga harus memperhatikan keunikan dari masing-masing anak, menghargai kelebihan dan kekurangan anak, dan selalu


(25)

10

menjaga keingintahuan alami yang dimiliki anak dan mendukung pembelajaran bersama.

Pembelajaran berdasarkan minat menggunakan 10 area, yaitu: area agama, balok, bahasa, drama, matematika, IPA, musik, seni, pasir dan air, membaca dan menulis. Dalam satu hari dapat dibuka minimal 4 area untuk disiapkan alat bermain/alat peraga dan sarana pembelajaran yang sesuai dengan indikator yang ingin dicapai (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010c: 29). Menurut Depdiknas (2008: 39) alat bermain untuk area-area pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut:

a. Area Agama

Maket tempat ibadah (masjid, gereja, pura, vihara), gambar tata cara shalat, gambar tata cara berwudlu, sajadah, mukena, peci, sarung, kerudung, buku iqro‟, kartu huruh hijaiyah, tasbih, juz „ama, alqur‟an, kitab injil, dan sebagainya.

b. Area Balok

Balok-balok berbagai ukuran dan warna, loggo, lotto sejenis, lotto berpasangan, kepingan geometri dari triplek berbagai ukuran dan warna, kotak geometri, kendaraan tiruan (laut, udara dan darat), rambu-rambu lalu lintas, kubus berpola, kubus berbagai ukuran dan warna, bola berbagai ukuran dan warna, dus-dus bekas.

c. Area Berhitung/Matematika

Lambang bilangan, kepingan geometri, kartu angka, kulit kerang, puzzel, konsep bilangan, kubus permainan, pohon hitung, papan jamur,


(26)

11

ukuran panjang pendek, ukuran tebal tpis, tutup botol, pensil, manik-manik, gambar buah-buahan, penggaris, meteran, buku tulis, puzzle busa (angka), kalender, gambar bilangan, papan pasak, jam, kartu gambar, kartu berpasangan, lembar kerja, dan sebagainya.

d. Area IPA

Macam-macam tiruan binatang, gambar-gambar perkembangbiakan binatang, gambar-gambar proses pertumbuhan tanaman, biji-bijian (jagung, kacang tanah, kacang hijau, beras), kerang, batu/kerikil, pasir, bunga karang, magnit, mikroskop, kaca pembesar, pipet, tabung ukur, timbangan kue, timbangan sebenarnya, gelas ukuran, gelas pencampur warna, nuansa warna, meteran, penggaris, benda-benda kasar-halus (batu, batu bata, amplas, besi, kayu, kapas, dll), benda-benda pengenalan berbagai macam rasa (gula, kopi, asam, cuka, garam, sirup, cabe, dll), berbagai macam bumbu (bawang merah, bawang putih, lada, ketumbar, kemiri, lengkuas, daun salam, jahe, kunyit, jinten dll).

e. Area Musik

Seruling, kastanyet, marakas, organ kecil, tamburin, kerincingan, tri anggle, gitar kecil, wood block, kulintang, angklung, biola, piano, harmonika, gendang, rebana, dan sebagainya.

f. Area Bahasa

Buku-buku cerita, gambar seri, kartu kategori kata, nama-nama hari, boneka tangan, panggung boneka, papan planel, kartu nama-nama hari,


(27)

12

kartu nama-nama bulan, majalah anak, koran, macam-macam gambar sesuai tema, dan sebagainya.

g. Area Membaca dan Menulis

Buku tulis, pensil warna, pensil 2B, kartu huruf, kartu kata, kartu gambar, dan sebagainya.

h. Area Drama

Tempat tidur anak dan boneka, lemari kecil, meja-kursi kecil (meja tamu, boneka-boneka, tempat jemuran, tempat gosokan dan setrikaan, baju-baju besar, handuk, kompor-komporan, telepon-teleponan, baju tentara dan polisi, baju dokter-dokteran, dan sebagainya.

i. Area Pasir/Air

Bak pasir/bak air, aquarium kecil, ember kecil, gayung, garpu garuk, botol-botol plastik, tabung air, cangkir plastik, literan air, corong, sekop kecil, saringan pasir, serokan, cetakan-cetakan pasir/cetakan agar cerbagai bentuk, penyiram tanaman, dan sebagainya.

j. Area Seni

Meja gambar, meja-kursi anak, krayon, pensil berwarna, pensil 2B, kapur tulis, arang, buku gambar, kertas lipat, kertas Koran, lem, gunting, kertas warna, kertas kado, kotak bekas, bahan sisa, dan sebagainya.

Kegiatan yang dilakukan di masing-masing area diarahkan pada pemanfaatan fasilitas yang ada berdasarkan pada indikator yang hendak dicapai.


(28)

13

Jenis kegiatan area tersebut antara lain (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010b: 26):

a. Area Agama: merupakan tempat yang kegiatannya berupa penanaman nilai-nilai keagamaan seperti hafalan doa-doa pendek serta kalimat-kalimat pujian untuk Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama yang dianut. b. Area Balok: merupakan tempat dengan kegiatan yang dapat

mengembangkan kemampuan logika matematika dan kemampuan motorik anak melalui konstruksi dengan menggunkan balok sebagai media.

c. Area Berhitung/Matematika: merupakan tempat dimana anak diarahkan untuk dapat mengenal bernagai macam konsep bilangan, seperti mengenal angka, mengukur, menimbang, membagi, dan membandingkan.

d. Area IPA: merupakan tempat yang kegiatannya diarahkan agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen di alam sekitar. Seperti mengenal nama-nama tumbuhan dan hewan. e. Area Musik: merupakan tempat dimana peserta didik diarahkan untuk

dapat mengenal berbagai alat musik dan dapat menggunakanya dengan tepat, melalui area ini peserta didik juga dapat mengembangkan kemampuan motoriknya.

f. Area Bahasa: merupakan tempat yang mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan imajinasinya melalui cerita, gambar berseri, kartu nama-nam hari dan bulan, dll.


(29)

14

g. Area Membaca dan Menulis: merupakan tempat yang mengarahkan peserta didik untuk mengenal bentuk gambar dan tulisan melalui buku. Selain itu, pada tempat ini juga anak dapat dilatih keterampilan motoriknya dalam rangka mengembangkan kemampuan membaca dan menulis permulaan.

h. Area Drama: merupakan tempat untuk mengarahkan anak untuk memerankan berbagai tokoh yang disukainya (polisi, dokter, guru, tentara, dll). Area ini dapat membantu anak dalam mengembangkan imajinasinya dalam rangka membangun pengetahuan sosial dan memerankan berbagai peran dalam kehidupan nyata.

i. Area Pasir dan Air: merupakan tempat anak melakukan berbagai kegiatan dan berbagai percobaan, mengembangkan imajinasi anak, alat bermain yang sangat cocok bagi kebutuhan perkembangan anak.

j. Area Seni: merupakan area yang dalam kegiatannya mengembangkan motorik berupa keterampilan tangan, melipat, menggunting, merekat, melukis, merobek, dan sebagainya.

Semua area pembelajaran tidak mungkin dimasukan dalam proses pembelajaran. Hanya ada minimal 4 area pembelajaran dan maksimal disesuaikan dengan kondisi Taman Kanak-kanak yang bersangkutan. Didalam area-area tersebut kegiatan peserta didik akan berlangsung dan juga aspek-aspek perkembangan dari peserta didik akan dapat berkembang dengan optimal.


(30)

15

2. Pengelolaan Kelas pada Model Pembelajaran Area

Pengelolaan kelas Model Pembelajaran Area meliputi pengorganisasian peserta didik, pengaturan area yang akan diprogramkan, dan peran guru. Dikarenakan banyaknya pengelolaan yang harus dilakukan maka diperlukan beberapa hal yang dapat menunjang pengelolaan kelas, diantaranya adalah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 40):

a. Alat bermain, sarana prasarana diatur sesuai dengan area yang diprogramkan pada hari itu.

b. Kegiatan dapat dilakukan dengan menggunakan meja maupun kursi, karpet, atau tikar sesuai dengan alat yang digunkan.

c. Pengaturan area memungkinkan guru dapat melakukan pengamatan sehingga dapat memberikan motivasi, pembinaan, dan penilaian.

d. Guru memperhatikan perbedaan individu setiap peserta didik pada saat mereka melakukan kegiatan di area.

Dari keseluruhan kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan kelancaran dalam proses pembelajaran. Masing-masing sarana prasarana, alat-alat, fasilitas, kualifikasi, dan tata cara pengajaran telah diatur secara jelas didalam kurikulum. Apabila proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan menyenangkan bagi diri anak maka kebutuhan spesifik anak akan dapat terpenuhi secara optimal.

3. Langkah-Langkah Kegiatan dalam Model Pembelajaran Area

Seperti pelaksanaan model pembelajaran pada umumnya, langkah-langkah proses pembelajara pada model pembelajaran area terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat, dan kegiatan akhir.


(31)

16

Penjelasan kegiatan pembelajaran pada model pembelajaran area menurut Depdiknas (2008: 41) sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal (± 30 Menit Klasikal)

Kegiatan awal yang dilaksanakan adalah melatih pembiasaan anak sebelum memulai suatu kegiatan harus diawali dengan berdoa terlebih dahulu, memberi salam, dan bernyanyi. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan bercerita tentang pengalaman sehari-hari dari masing-masing anak serta 3 atau 4 anak bertanya tentang cerita yang telah disampaikan oleh teman-temannya, membicarakan tema/sub tema, melakuan kegitan fisik/motorik yang dapat dilakukan di dalam atau luar kelas.

b. Kegiatan Inti (± 60 Menit Individu di Area)

Sebelum melaksanakan kegiatan inti, guru bersama peserta didik membicarakan tugas-tugas di area yang akan diprogramkan. Guru menjelaskan kegiatan-kegiatan di dalam area yang diprogramkan. Setelah itu peserta didik dibebaskan memilih area yang disukainya. Area yang dibuka setiap hari disesuaikan dengan apa yang akan dikembangkan dari diri anak. Anak bebas berpindah area sesuai dengan minat dan keinginannya.

Guru dapat memberikan penilaian dengan memakai alat penilaian yang telah ditentukan. Di samping itu guru juga dapat menilai ke mana saja minat anak pada hari itu dengan mengadakan ceklist (v) di setiap area. Untuk kegiatan yang memerlukan pemahaman atau yang agak membahayakan jumlah anak dibatasi agar guru dapat memperhatikan lebih


(32)

17

mendalam proses dan hasil yang dicapai dapat lebih maksimal, tanpa mengabaikan anak-anak yang berada di area yang lain orangtua/keluarga dapat dilibatkan untuk berpartisipasi membantu guru pada waktu kegiatan pembelajaran berlangsung.

c. Istirahat/Makan (± 30 Menit)

Istirahat makan bersama melatih anak untuk menanamkan pembiasaan yang baik, yaitu: cuci tangan sebelum makan, berdoa sebelum dan sesudah makan, tata tertib makan yang baik, serta menumbuhkan rasa sosial antar anak (berbagi makanan dengan teman sebaya). Setelah kegiatan makan anak selesai, waktu yang tersisa dapat digunakan anak untuk bermain.

d. Kegiatan Akhir (± 30 Menit)

Kegiatan akhir dilaksanakan secara klasikal misalnya dengan bernyanyi, bertepuk tangan, bercerita, dan dilanjutkan dengan diskusi membahas kegiatan satu hari yang telah dilakukan serta menginformasikan kegiatan esok hari. Setelah itu berdoa, salam, dan pulang.

4. Penilaian dalam Model Pembelajaran Area

Penilaian pada Model Pembelajaran Area pada hakikatnya tidak berbeda dengan cara penilaian model-model pembelajaran pada umumnya, karena pada setiap kegiatan pembelajaran guru mencatat segala sesuatu yang terjadi baik terhadap perkembangan peserta didik maupun program kegiatan sebagai dasar bagi keperluan penilaian. Beberapa teknik penilaian yang dapat dilakukan menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2010d: 8) adalah sebagai berikut:


(33)

18

a. Observasi: berupa pengamatan secara langsung untuk mendapatkan atau mengumpulkan data dan informasi tentang perkembangan pesserta didik.

b. Catatan anekdot: merupakan bagian dari teknik observasi yang lebih memfokuskan pada catatan sikap dan perilaku peserta didik yang terjadi secara khusus atau peristiwa yang terjadi secara insidental.

c. Percakapan: hal ini dilakukan karena untuk mengetahui atau mendapatkan informasi tentang pengetahuan dan penalaran peserta didik mengenai suatu hal.

d. Penugasan: berupa pemberian tugas kepada peserta didik yang harus dikerjakan baik itu secara mandiri ataupun berkelompok.

e. Unjuk kerja (Performance): merupkan penilaian yang menuntut peserta didik untuk melakuakan tugas yang diamati, misal: bernyanyi, menari, berolah raga.

f. Hasil karya: merupakan hasil karya dari peserta didik setelah melakukan sebuah kegiatan. Hal tersebut dapat berupa gambar atau pekerjaan tangan.

g. Pengembangan perangkat penilaian sendiri: guru dimungkinkan untuk mengembangkan perangkat evaluasinya sendiri sesuai dengan kebutuhan.

h. Penggunaan instrumen standar: beberapa instrumen untuk mendeteksi tingkat kecerdasan, tumbuh kembang anak, dan kematangan anak.


(34)

19

i. Portofolio: merupakan kumpulan dari berbagai catatan guru tentang beberapa aspek perkembangan peserta didik dalam kurun waktu tertentu.

Penilaian ini ditujukan untuk menilai berbagai aspek perkembangan yang ada pada peserta didik. Aspek-aspek yang dinilai meliputi nilai-nilai agama dan moral, perkembangan motorik, kognitif, bahasa serta sosial emosional.

5. Model Pembelajaran Area Sebagai Pengembangan Motorik Halus Peserta Didik di TK Negeri Pembina

Model pembelajaran area merupakan suatu model pembelajaran yang dilaksankan di Taman Kanak-kanak. Model pembelajaran ini sangat efektif dalam memfasilitasi perkembangan individu peserta didik. Model pembelajaran area memberikan kesempatan dan kebebasan terhadap anak untuk belajar dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Pembelajaran dengan model pembelajaran area dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik peserta didik, menghormati keberagaman budaya, dan menekankan pada pengalaman belajar anak (Depdiknas, 2008: 38).

Model pembelajaran area bertujuan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang membangun suatu landasan bagi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Model pembelajaran area memiliki keyakinan bahwa anak-anak dapat tumbuh dengan baik apabila mereka dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran dan mendorong anak untuk bereksplorasi, bereksperimen, mempelopori, dan menciptakan (Children Resources International, 2000: 6). Konsep tersebut tentunya sejalan dengan konsep pengembangan keterampilan


(35)

20

motorik halus peserta didik, dimana dalam mengembangkan keterampilan motorik halus pengalaman atau kesempatan praktek sangat diperlukan dalam rangka optimalisasi proses perkembangan. Menurut Schmidt (Richard Decaprio, 2013: 17) pembelajaran motorik adalah serangkaian proses pembelajaran yang berhubungan dengan praktik atau pengalaman yang mengarah pada perubahan relatif permanen dalam menggapai sesuatu.

Yudha dan Rudyanto (2005: 118) mengungkapkan bahwa motorik halus adalah kemampuan anak dalam beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas, mengenggem, menggambar, menyusun balok, dan memasukkan kelereng. Sumantri (2005: 145) mengemukakan bahwa kordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan melalui kegiatan permainan membentuk/memanipulasi tanah liat, memalu, menggambar, mewarnai, menempel, dan menggunting atau memotong, serta meronce. Slamet Suyanto (2005: 50) mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran seperti melipat, mengelem, dan menggunting kertas dapat melatih motorik halus anak. Kegiatan-kegiatan yang disebutkan oleh para ahli tersebut terdapat pada area-area yang ada didalam model pembelajaran area. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran area dapat digunakan untuk memfasilitasi perkembangan keterampilan motorik halus pada diri peserta didik.Dalam memfasilitasi perkembangan keterampilan motorik halus anak pembelajaran area memiliki 10 area yang dapat dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak guna mengoptimalkan perkembangan motorik halus anak, yaitu: area agama, balok, bahasa, drama, matematika, IPA, musik, seni, pasir dan air, membaca dan


(36)

21

menulis. Peserta didik dibebaskan untuk memilih area mana yang akan dimasuki sesuai dengan minatnya. Kebebasan memilih sesuai dengan minat akan menimbulkan rasa nyaman dan senang untuk peserta didik sehingga mendorong peserta didik untuk aktif melakukan kegiatannya sendiri tanpa perlu perintah dari pendidik.

B.Perkembangan Motorik Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik merupakan kegiatan yang berhubungan dengan otot, otak, dan syaraf. Ketiga hal tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap konsitensi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1978: 163) sebagai berikut:

Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur diri dan memperoleh perasaan senang. Anak akan merasa senang dengan melakukan keterampilan bermain bola, menggambar, melukis, memanipulasi alat bermain.

Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada awal permulaan sekolah, sebagian kegiatan melibatkan keterampilan motorik seperti: menulis, menggambar, melukis, menari. Semakin banyak dan semakin baik keterampilan yang dimiliki, maka semakin baik pula penyesuaian sosial yang dilakukan dan semakin baik prestasi sekolahnya.

Melalui keterampilan motorik, anak dapat memperoleh kemandiriannya. Anak harus mempelajari keterampilan motorik agar mereka mampu melakukan segala sesuatu bagi diri mereka sendiri. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri anak.

Melalui keterampilan motorik, anak dapat memperoleh penerimaan dari lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, tetangga. Untuk memperoleh penerimaan tersebut, diperlukan keterampilan tertentu seperti dapat membantu pekerjaan rumah dan sekolah.


(37)

22

Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua, yaitu: motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya menendang, melempar, dan berlari. Sedangkan menurut Suyanto (2005: 50) motorik halus merupakan perkembangan otot halus dan fungsinya, otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian tubuh yang lebih spesifik. Motorik halus anak akan berkembang secara optimal apabila anak diberikan kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencorat-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.

2. Motorik Halus

a. Pengertian Perkembangan Keterampilan Motorik Halus

Sukadiyanto (1997: 70) menyatakan bahwa keterampilan motorik adalah keterampilan seseorang dalam menampilkan gerak sampai lebih kompleks. Keterampilan tersebut merupakan suatu keterampilan umum seseorang yang berkaitan dengan berbagai keterampilan atau tugas gerak. Dengan demikian keterampilan motorik merupakan keterampilan gerak seseorang dalam melakukan segala kegiatan.

Sumantri (2005: 143) berpendapat bahwa motorik halus merupakan pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan kordinasi mata dengan tangan. Sujiono (2008: 1.14) motorik halus adalah gerakan yang melibatkan


(38)

bagian-23

bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa motorik halus merupakan kemampuan anak dalam mengkoordinasikan otot-otot kecil dalam melakukan aktivitas tertentu. Kemampuan motorik halus anak dapat berkembang dengan baik jika diberikan stimulasi yang tepat dan dilatih dengan konsisten. Menstimulasi yang dimaksudkan adalah dengan cara mendorong anak untuk melakukan latihan secara berulang sehingga nantinya anak akan terbiasa. b. Karakteristik Perkembangan Keterampilan Motorik Halus

Depdiknas (2007: 10) menjelaskan karakteristik perkembangan motorik halus anak adalah sebagai berikut:

a) Pada saat anak berusia tiga tahun, anak sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jari jempol dan jari telunjuk tetapi gerakan tersebut masih kikuk/belum sempurna.

b) Pada saat usia empat tahun, koordinasi matorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat bahkan cenderung sempurna.

c) Pada saat usia lima tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna. Gerakan tangan, lengan, dan tubuh bergerak dibawah koordinasi mata. Pada usia ini anak juga telah mampu melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk seperti kegiatan proyek.


(39)

24

d) Pada usia enam tahun atau masa akhir kanak-kanak, anak telah belajar bagaimana menggunakan jari-jemari dan pergelangan tangannya untuk menggerakkan ujung pensil.

Dari pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik anak usia 5-6 tahun koordinasi motorik halusnya sudah lebih sempurna, yaitu anak sudah dapat mengendalikan jari-jemari dan pergelangan tangan.

c. Prinsip-Prinsip Pengembangan Keterampilan Motorik Halus

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru agar perkembangan motorik halus anak usia 4-6 tahun dapat berkembang secara optimal menurut Depdiknas (2007: 13) sebagai berikut:

a) Memberikan kebebasan untuk anak berekspresi pada anak.

b) Melakukan pengaturan waktu, tempat, media (alat dan bahan) agar dapat merangsang keaktifan dan kreatifitas anak.

c) Memberikan bimbingan kepada anak untuk menentukan cara yang baik dalam melakukan kegiatan dengan berbagai media.

d) Menumbuhkan/memotivasi keberanian anak dan menghindari petunjuk yang dapat merusak keberanian dan perkembangan anak.

e) Membimbing anak sesuai dengan kemampuan dan taraf perkembangannya.

f) Memberikan rasa gembira dan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak.


(40)

25

Sumantri (2005: 148) mengemukakan bahwa pendekatan pengembangan motorik halus anak Taman Kanak-kanak hendaknya memperhatikan beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Berorientasi Kepada Kebutuhan Anak

Ragam jenis pembelajaran motorik halus hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.

b) Belajar Sambil Bermain

Upaya stimulasi yang diberikan pendidik dilakukan dengan situasi yang menyenangkan. Melalui kegiatan bermain anak dapat diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya sehingga diharapkan kegiatan akan lebih bermakna.

c) Kreatif dan Inovatif

Aktifitas kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir kritis dan menemukan hal-hal baru. d) Lingkungan Kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik sehingga anak akan betah. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan kenyamanan anak dalam bermain.


(41)

26 e) Tema

Jika kegiatn yang dilakuan memanfaatkan tema, maka pemilihan tema hendaknya disesuaikan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, dan menarik minat anak.

f) Mengembangkan Keterampilan Hidup

Proses pembelajaran perlu diarahkan untuk mengembangkan keterampilan hidup. Pengembangan keterampilan hidup didasarkan pada dua tujuan yaitu: (1) memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri (self help), disiplin, dan sosialisasi, (2) memiliki bekal keterampilan dasar untuk melanjutkan pada jenjang selanjutnya.

g) Menggunakan Kegiatan Terpadu

Kegiatan pengembangan hendaknya dirancang dengan menggunaan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari tema yang menarik minat anak (center of interest)

Sedangkan Hurlock (1978: 157) mengatakan ada 8 hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik, yaitu:

a) Kesiapan belajar

Keterampilan motorik akan cepat dicapai oleh anak jika anak dalam keadaan siap untuk belajar.

b) Kesempatan belajar

Anak yang diberikan banyak kesempatan untuk belajar memungkinkan anak untuk berhasil dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan kesempatan. Khususnya bagi orang tua yang takut apabila anaknya


(42)

27

mengalami sesuatu biasanya membatasi kesempatan anak dalam melakukan suatu kegiatan.

c) Kesempatan praktek

Anak harus diberikan kesempatan untuk mempraktekan apa yang sudah dipelajarinya untuk dapat menguasai suatu keterampilan.

d) Model yang baik

Untuk mempelajari suatu keterampilan dengan baik maka perlu diterapkan model yang baik juga untuk anak melakukan kegiatan tersebut.

e) Bimbingan

Untuk mendapatkan model yang benar anak perlu mendapatkan bimbingan sehingga apabila anak melakukan suatu kesalahan dapat diperbaiki.

f) Motivasi

Motivasi belajar penting untuk mempertahankan minat belajar anak. Motivasi meruapakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

g) Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu

Anak dalam mempelajari keterampilan motorik harus dilakukan secara individu (setiap anak melakukan/mempraktekan). Misalnya memegang gunting untuk menggunting berbeda dengan memegang crayon untuk mewarnai. Keterampilan motorik untuk setiap jenis kegiatan tidak sama.


(43)

28

h) Keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu

Sebaiknya dalam mempelajari suatu keterampilan dipelajari satu demi satu supaya anak dapat menguasai apa yang sudah dipelajarinya.

Secara garis besar, menurut Richard Decaprio (2013: 22-23) pembelajaran motorik mengacu pada empat konsep utama, yaitu:

a) Pelajaran motorik di sekolah adalah suatu proses dalam berbagai tindakan. Gerakan yang diperoleh berupa gerakan yang bersifat keterampilan. Gerakan tersebut bisa sempurna apabila dilakukan dengan latihan dan pembelajaran.

b) Pelajaran motorik disekolah dilakukan dengan pengalaman ataupun praktik langsung oleh para siswa dengan bimbingan dan pengawasan guru. Pasalnya pembelajaran motorik adalah pembelajaran keahlian dalam hal terapan (keterampilan) yang hanya diperoleh dengan cara melakukan praktik.

c) Untuk mengukur hasil pembelajaran motorik terhadap para siswa di sekolah, guru tidak bisa mengukur secara langsung dalam waktu singkat. Oleh karena itu, sebagai gantinya adalah inferred dari perilaku para siswa yang dilihat secara kasat mata. Disanalah guru bisa melihat dan mengukur terjadi atau tidaknya perkembangan yang signifikan dalam hal pembelajaran motorik.

d) Hasil pembelajaran motorik di sekolah yang bersifat dapat dilihat dari munculnya perubahan yang permanen dalam perilaku para siswa, baik yang ditujukan dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah.


(44)

29

Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam mengembangkan keterampilan motorik halus anak pendidik perlu memperhatikan beberapa prinsip utama dalam pengembangannya, yaitu: kesiapan belajar peserta didik, kesempatan belajar dan praktek, pemberian model yang baik, serta adanya bimbingan dan motivasi dari pendidik. Dengan penerapan prinsip tersebut, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan keterampilan motorik halus yang dimiliki secara optimal.

d. Tujuan dan Fungsi Pengembangan Keterampilan Motorik Halus

Yudha M. Saputra & Rudyanto (2005: 9) menjelaskan tujuan dari keterampilan motorik halus adalah:

a) Mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan jari tangan. b) Mampu mengkoordinasikan kecepatan tangan dan mata.

c) Mampu mengendalikan emosi.

Hal yang sama dikemukakan oleh Sumantri (2005: 9) yang menyebutkan bahwa tujuan motorik halus untuk anak usia 4-6 tahun adalah:

a) Mampu mengembangkan kemampuan motorik halus yang berhubungan dengan keterampilan gerak kedua tangan.

b) Mampu menggerakan anggota tubuh yang berhubungan dengan gerak jari jemari: seperti kesiapan menulis, menggambar, dan memanipulasi benda-benda.

c) Mampu mengkoordinasikan indera mata dan aktivitas tangan. d) Mampu mengendalikan emosi dalam beraktivitas motorik halus.


(45)

30

Dari pernyataan para ahli diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari pengembangan motorik halus adalah anak dapat memfungsikan otot-otot kecil pada jari dan tangan, anak dapat mengkoordinasikan tangan dan mata, serta anak dapat mengendalikan emosinya.

Fungsi utama motorik ialah untuk mengembangkan keterampilan dari setiap individu yang berguna untuk mempertinggi daya kerja. Keterampilan membantu anak memperoleh kemandirian dan membantu anak mendapatkan penerimaan sosial. Fungsi pengembangan motorik halus menurut Sumantri (2005: 146) adalah untuk mendukung pengembangan aspek lainnya yang dimiliki oleh anak seperti kognitif dan bahasa serta sosial. Yudha M. Saputro (2005: 116) mengungkapakan fungsi pengembangan motorik halus adalah:

a) Sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan gerak kedua tangan. b) Sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan tangan

dengan mata.

c) Sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keterampialan motorik halus anak sangat penting untuk dikembangkan, karena melihat beberapa fungsi di atas keterampilan motorik halus dapat melatih kemampuan kemandirian anak, mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial, melatih otot-otot jari jemari, dipakai untuk koordinasi tangan dan mata, serta dapat melatih penguasaan emosi anak.


(46)

31

e. MengembangkanKeterampian Motorik Halus Anak Usia Dini

Mengembangkan motorik halus anak usia dini harus dimulai sejak masa prasekolah. Hal ini dikarenakan anak usia dini merupakan usia emas (golden age) yang sangat potensial untuk melatih dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh anak. Pendidik dan orang tua harus dapat mengerti dan peka terhadap setiap tahap perkembangan anak serta harus dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan anak. Oleh sebab itu pendidik perlu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat merangsang anak untuk aktif mengetahui materi yang diajarkan, aktif bertanya, dan berani untuk berpendapat serta melakukan percobaan sesuai dengan keinginan anak.

Membentuk keterampilan motorik halus anak tentunya membutuhkan proses yang panjang dan bertahap. Peran pendidik dan orang tua sangatlah penting dalam proses pengembangan keterampilan motorik halus anak. Pemberian dorongan dan pembiasaan secara berulang-ulang dari pendidik dan orang tua merupakan cara yang paling baik dalam mengembangkan keterampilan motorik halus anak. Teori belajar behavioristik menyebutkan bahwa dalam pembelajaran diperlukan adanya stimulus, respon, dan penguatan (C.Asri Budiningsih, 2005: 20). Dorongan dan bimbingan yang diberikan kepada anak untuk mengerjakan kegiatannya secara individu merupakan sebuah stimulus. Pemberian stimulus tersebut nantinya akan diterima oleh anak sehingga anak memberikan respon dengan cara mau mengerjakan kegiatan yang ada secara individu. Ketika anak sudah mau mengerjakan kegiatan secara individu maka pendidik perlu memberikan penguatan seperti memberikan pujian atau penghargaan sehingga


(47)

32

anak akan merasa lebih termotivasi dalam belajar dan keterampilan motorik halus anak akan berkembang secara optimal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan keterampilan motorik halus anak (Hurlock, 1987: 157) :

a) Kesiapan belajar

Keterampilan motorik akan cepat dicapai oleh anak jika anak dalam keadaan siap untuk belajar.

b) Kesempatan belajar

Anak yang diberikan banyak kesempatan untuk belajar memungkinkan anak untuk berhasil dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan kesempatan. Khususnya bagi orang tua yang takut apabila anaknya mengalami sesuatu biasanya membatasi kesempatan anak dalam melakukan suatu kegiatan.

c) Kesempatan praktek

Anak harus diberikan kesempatan untuk mempraktekan apa yang sudah dipelajarinya untuk dapat menguasai suatu keterampilan. d) Model yang baik

Untuk mempelajari suatu keterampilan dengan baik maka perlu diterapkan model yang baik juga untuk anak melakukan kegiatan tersebut.

e) Bimbingan

Untuk mendapatkan model yang benar anak perlu mendapatkan bimbingan sehingga apabila anak melakukan suatu kesalahan dapat diperbaiki.


(48)

33 f) Motivasi

Motivasi belajar penting untuk mempertahankan minat belajar anak. Motivasi meruapakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

g) Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu

Anak dalam mempelajari keterampilan motorik harus dilakukan secara individu (setiap anak melakukan/mempraktekan). Misalnya memegang gunting untuk menggunting berbeda dengan memegang crayon untuk mewarnai. Keterampilan motorik untuk setiap jenis kegiatan tidak sama.

h) Keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu

Sebaiknya dalam mempelajari suatu keterampilan dipelajari satu demi satu supaya anak dapat menguasai apa yang sudah dipelajarinya.

Mengembangkan keterampilan motorik halus anak erat kaitannya dengan pemberian kesempatan belajar dan praktek secara bertahap dan berulang-ulang kepada anak. Dalam membentuk keterampilan motorik halus yang optimal anak memerlukan praktek secara langsung sebagai sarana untuk melatih pergerakannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan seperti menggambar, mewarnai, menulis, menggunting, meronce, dan menyusun balok.

Berpijak pada pengertian keterampilan motorik halus yang meliputi unsur-unsur kemampuan seperti menulis, meremas, menggenggam, menggambar, serta menyusun balok maka hal itu menjadi dasar dalam penentuan indikator


(49)

34

keterampilan motorik halus anak. Indikator tersebut akan digunakan untuk melihat perkembangan keterampilan motorik halus anak. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 58 Tahun 2009 menyebutkan bahwa indikator perkembangan motorik halus anak usia 5-6 tahun adalah a) menggambar sesuai gagasan, b) meniru bentuk, c) melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan, d) menggunakan alat tulis dengan benar, e) menggunting sesuai dengan pola, f) menempel gambar dengan tepat, dan g) mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail.

C.Tahap Belajar Gerak Anak Usia Dini

Menurut John N. Drowatsky dalam (Sugiyanto,1998: 269) belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui respon-respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh atau bagian tubuh.

Belajar kognitif adalah belajar yang menekankan pada aktivitas berfikir. Belajar afektif adalah belajar yang menekankan pada aktivitas emosi dan perasaan.

Belajar gerak adalah belajar yang menekankan pada aktivitas gerak tubuh. Sedangkan belajar gerak menurut Nasution dalam (Sugiyanto, 1998: 267) adalah perubahan urat-urat, perubahan pengetahuan, dan perubahan perilaku yang dihasilkan dari pengalaman dan latihan.

Setiap macam belajar gerak memiliki keunikan masing-masing. Keunikan tersebut dapat dilihat dalam hal materi yang dipelajari, proses belajarnya, kondisi belajarnya, intensitas keterlibatan, serta hasil belajarnya.

Dalam belajar gerak, materi yang dipelajari adalah pola-pola gerak keterampilan tubuh. Proses belajarnya meliputi pengamatan gerakan untuk bisa mengerti prinsip bentuk gerakannya, kemudian menirukan dan mencoba


(50)

35

melakukannya berulang kali, untuk kemudian menerapkan pola-pola gerak yang dikuasai di dalam kondisi-kondisi tertentu yang dihadapi, dan pada akhirnya dapat menyelesaikan tugas-tugas gerak tertentu.

Fitts dan Posner dalam (Sugiyanto, 1998: 315)mengemukakan bahwa dalam proses belajar gerak meliputi tiga tahap, yaitu: tahap kognitif, tahap asosiatif, dan tahap otonom.Penjelasan dari masing-masing tahap belajar gerak adalah sebagai berikut:

a) Tahap Kognitif

Merupakan tahap awal dalam belajar gerak. Pada tahap ini peserta didik baru dalam tahap pemahaman tentang konsep-konsep gerakan yang dipelajari, sedangkan penguasaan geraknya masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba-coba. Peserta didik berusaha memahami gerakan dari informasi yang mereka peroleh. Dengan informasi tersebut, peserta didik dapat memperoleh gambaran tentang gerakan yang dipelajari. b) Tahap Asosiatif

Tahap ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana peserta didik sudah mampu melakukan gerakan-gerakan tertentu sesuai dengan kemampuannya dan masih mengalami kesalahan. Dengan tetap mempraktekkan secara berulang-ulang maka gerakan yang dipelajari akansemakin lancar serta kesalahan gerakan yang dilakukan akan semakin berkurang. Pada tahap asosiatif ini merangkai bagian-bagian gerakan menjadi rangkaian gerakan terpadu yang merupakan unsur penting untuk menguasai gerakan keterampilan. Setelah rangkaian-rangkaian gerakan


(51)

36

bisa dilakukan dengan baik, maka peserta didik segera bisa memasuki tahap belajar yang disebut tahap otonom.

c) Tahap Otonom

Tahap ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan dimana peserta didik mampu melakukan gerakan keterampilan secara otomatis tanpa terpengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan tersebut peserta didik harus memperhatikan hal-hal selain gerakan yang dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena gerakannya sendiri sudah bisa dilakukan secara otomatis. Untuk mencapai tahap otonom memerlukan praktek yang berulang-ulang secara taratur.

D.Karakteristik Anak Usia Dini

Usia dini merupakan masa yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Masa usia dini sering disebut dengan istilah golden age atau masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara pesat. Berdasarkan hasil penelitian, 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika anak berumur 8 tahun (Slamet Suyanto, 2005: 6). Hal tersebut membuktikan bahwa usia dini merupakan periode yang sangat kritis dan berpengaruh bagi perkembangan anak sejak dini sampai menuju dewasa.

Anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa. Menurut Sofia Hartati (2005: 8-9) anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) merupakan pribadi yang unik, 3) suka berfantasi dan berimajinasi, 4) masa potensial untuk belajar, 5) memiliki


(52)

37

sikap egosentris, 6) memiliki rentan daya konsentrasi yang pendek, dan 7) merupakan bagian dari makhluk sosial.

Rusdinal (2005: 16) juga memiliki pendapat tentang karakteristik anak usia dini yaitu ebagai berikut: 1) anak pada masa pra operasional belajar melalui pengalaman yang konkret, 2) anak suka menyebutkan nama-nama benda yang ada disekitarnya dan mendefinisikan kata, 3) anak belajar melalui bahasa lisan dan masa ini berkembang pesat dan 4) anak memerlukan struktur kegiatan yang jelas dan spesifik.

Senada dengan pendapat ahli diatas, Syamsuar Mochthar (1987: 230) mengungkapkan tentang karakteristik anak usia dini adalah sebagai berikut:

1) Anak usia 4-5 tahun

a. Gerakan lebih terkoordinasi b. Senang bermain dengan kata

c. Dapat duduk diam dan menyelesaikan tugas dengan hati-hati d. Dapat mengurus diri sendiri

e. Sudah dapat membedakan satu dengan banyak 2) Anak usia 5-6 tahun

a. Gerakan lebih terkontrol

b. Perkembangan bahasa sudah cukup baik c. Dapat bermain dan berkawan

d. Peka terhadap situasi sosial

e. Mengetahui perbedaan kelamin dan status f. Dapat berhitung dari 1-10


(53)

38

Pada usia 4-6 tahun ini, anak memerlukan wadah untuk belajar mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya agar dapat berkembang secara optimal. Wadah tersebut adalah Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak merupakan bentuk pendidikan jalur formal yang menyediakan program pendidikan untuk anak usia 4-6 tahun. Tujuan dari Taman Kanak-kanak sendiri adalah pemberian rangsangan pendidikan yang diarahkan untuk mengoptimalkan perkembangan anak (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 12). Pembelajaran yang bagus diterapkan di Taman Kanak-kanak adalah pembelajaran yang memberikan kebebasan dan menempatkan anak sebagai pelaku utamanya. Program pembelajaranpun juga harus disesuaikan menjadi program kelas yang berpusat kepada anak didik. Program kelas ini didasari pada keyakinan bahwa anak dapat berkembang dengan baik apabila mereka dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar (Children Resources International, 2000: 6). Dalam proses pembelajaran, anak didik sebaiknya diberikan kebebasan untuk bereksplorasi dan menciptakan proses pembelajarannya sendiri, yaitu dengan cara memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat secara langsung, menciptakan pembelajaran yang melibatkan seluruh indera anak, membangun kegiatan dari minat anak, membantu anak untuk menciptakan pengetahuan baru, menghargai setiap perbedaan individu. Hal ini dikarenakan pada masa usia dini anak tidak boleh mengalami tekanan dan stres yang nantinya akan berdampak buruk bagi perkembangan motorik (fisik) dan psikologis anak.


(54)

39 E.Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Dian Adiprana Tyagita yang berjudul “Pelaksanaan Model Pembelajaran Area Dalam Mengembangkan Kemandirian Peserta Didik Di TK Negeri Pembina Yogyakarta pada tahun 2013”. Dalam penelitian ini membahas bahwa model pembelajaran area dapat digunakan untuk mengembangkan kemandirian peserta didik karena peseta didik diberikan keleluasaan untuk memilih pembelajarannya sendiri berdasarkan oleh minat.

Penelitian yang dianggap relevan selanjutnya adalah penelitian dari Oktavia Nuraeni yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Motorik Halus Melalui Kegiatan Menganyam Dengan Kertas Pada Anak Kelompok B TK KKLKMD Sedyo Rukun Bambanglipuro Bantul pada tahun 2014”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan motorik halus peserta didik di TK KKLKMD Sedyo Rukun Bambanglipuro dengan kegiatan menganyam dengan kertas. Kegiatan menganyam dapat melatih keterampilan anak dalam mengkoordinasikan mata dan tangan khususnya gerakan yang melibatkan otot-otot kecil/halus anak. Selain itu anak dapat belajar mengingat pola yang harus diikuti dengan penuh kesabaran sehingga kegiatan ini juga dapat melatih sikap emosi anak dengan baik.

F. Kerangka Pikir

Model pembelajaran area bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang membangun suatu landasan dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang penting untuk menghadapi tantangan baik di masa kini maupun di masa yang akan


(55)

40

dating serta didasari pada keyakinan bahwa anak akan tumbuh dengan baik apabila mereka dilibatkan secara langsung pada proses belajar dan mendorong anak untuk bereksplorasi, bereksperimen, mempelopori, dan menciptakan pembelajarannya sendiri (Depdiknas, 2008: 38). Model pembelajaran area dapat diterapkan guna memfasilitasi perkembangan individu peserta didik. Model pembelajaran area memberikan kesempatan dan kebebasan praktek terhadap anak untuk belajar dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

Yudha dan Rudyanto (2005: 118) mengungkapkan bahwa motorik halus adalah kemampuan anak dalam beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis, meremas, menggenggam, menggambar, menyusun balok, dan memasukkan kelereng. Sedangkan Sumantri (2005: 145) mengungkapkan bahwa koordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan melalui kegiatan permainan membentuk/memanipulasi tanah liat, memalu, menggambar, mewarnai, menempel, menggunting dan menempel, seta meronce. Kegiatan yang disebutkan oleh para ahli tersebut terdapat dalam area-area pembelajaran pada model pembelajaran area. Sehingga model pembelajaran area dapat digunakan dalam memfasilitasi perkembangan keterampilan motorik halus anak. Dalam memfasilitasi perkembangan keterampilan motorik halus anak pembelajaran area memiliki 10 area yang dapat dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak guna mengoptimalkan perkembangan motorik halus anak, yaitu: area agama, balok, bahasa, drama, matematika, IPA, musik, seni, pasir dan air, membaca dan menulis.


(56)

41

Dalam pelaksanaannya model pembelajaran area dibagi menjadi empat tahap pembelajaran, yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat, kegiatan akhir. (1) Kegiatan awal yang dilaksanakan untuk melatih pembiasaan anak sebelum memulai suatu kegiatan harus diawali dengan berdoa terlebih dahulu, memberi salam, dan bernyanyi. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan bercerita tentang pengalaman sehari-hari dari masing-masing anak serta 3/4 anak bertanya tentang cerita yang telah disampaikan oleh teman-temannya, membicarakan tema/sub tema, melakuan kegitan fisik/motorik yang dapat dilakukan di dalam atau luar kelas. (2) Kegiatan Inti, guru bersama peserta didik membicarakan tugas-tugas di area yang akan diprogramkan. Guru menjelaskan kegiatan-kegiatan di dalam area yang diprogramkan. Setelah itu peserta didik dibebaskan memilih area yang disukainya. Area yang dibuka setiap hari disesuaikan dengan apa yang akan dikembangkan dari diri anak. Anak bebas berpindah area sesuai dengan minat dan keinginannya.(3) Istirahat bertujuan untuk menanamkan pembiasaan yang baik, yaitu: cuci tangan sebelum makan, berdoa sebelum dan sesudah makan, tata tertib makan yang baik, serta menumbuhkan rasa sosial antar anak (berbagi makanan dengan teman sebaya). Setelah kegiatan makan anak selesai, waktu yang tersisa dapat digunakan anak untuk bermain. (4) Kegiatan Akhir dilaksanakan secara klasikal misalnya dengan bernyanyi, bertepuk tangan, bercerita, dan dilanjutkan dengan diskusi membahas kegiatan satu hari yang telah dilakukan serta menginformasikan kegiatan esok hari. Setelah itu berdoa, salam, dan pulang.


(57)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran area di TK Negeri Pembina Yogyakarta dalam mengembangkan keterampilan motorik halus beserta kendala yang dialami. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang sedang terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang (Sumanto, 1990: 47). Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal tersebut karena permasalahan yang dibahas seputar mendeskripsikan, menguraikan, dan menggambarkan pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus di TK Negeri Pembina Yogyakarta.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sekunder. Data primer meliputi hasil observasi dan wawancara dengan pendidik, dan peserta didik di TK Negeri Pembina Yogyakarta. Sedangkan data sekunder meliputi hasil catatan lapangan dan dokumentasi yang didapatkan peneliti selama observasi.


(58)

43 B. Setting Penelitian

Penelitian dilakukan di TK Negeri Pembina Yogyakarta yang beralamat di Jl. Glagahsari, Umbulharjo 3/639. Celeban, Tahunan, Yogyakarta. Penelitian ini memiliki setting kelas B5 yang melaksanakan model pembelajaran area.

C. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang yang diwawancarai maupun diamati merupakan sumber data utama yang dapat dicatat melalui catatan tertulis maupun melalui perekaman video, tape, pengambilan foto, ataupun film (Moleong, 2009: 112). Sumber data yang utama dalam pelaksanaan penelitian ini adalah kata-kata atau informasi dari key informan dan tindakan dari peserta didik. Key informan merupakan orang yang tidak hanya memberikan informasi tentang sesuatu kepada peneliti, tetapi juga memberikan tentang sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu terhadap sumber yang bersangkutan (Moleong, 2009: 9). Key Informan dalam penelitian ini nantinya adalah guru yang mengampu kelas yang akan diteliti oleh peneliti. Sehingga diharaapkan peneliti dapat memperoleh data-data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sumber data lain yang akan didapatkan oleh peneliti nantinya juga berasal dari hasil observasi yaitu dari peserta didik yang berada didalam kelas. Pencatatan sumber data melalui observasi merupakan gabungan dari tiga kegiatan yaitu kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya. Sumber data yang lain sebagai tambahan terdiri dari sumber tertulis dari guru kelas yang berupa dokumen


(59)

44

tentang pelaksanaan proses pembelajaran secara keseluruhan, foto, dan rekaman suara dari narasumber. Dokumen yang didapatkan dari guru kelas sangatlah penting karena melalui dokumen ini akan diketahui tentang perkembangan peserta didik selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran area. Foto dan rekaman digunakan karena melalui foto dan rekaman peneliti dapat menghasilakn data deskriptif. Menurut Moleong terdapat dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan oleh orang lain dan foto yang dihasilakn oleh peneliti sendiri (Moleong, 2009: 115). Kategori foto yang digunakan oleh peneliti adalah kategori foto yang dihasilakan sendiri karena lebih fleksibel dengan kebutuhan penelitian dan sesuai dengan kondisi-kondisi dilapangan yang terkini.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas B5 TK Negeri Pembina Yogyakarta. Pemilihan peserta didik kelas B5 ini menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sampling). Purposive sampling dalam penelitian kualitatif digunakan untuk memilih subjek yang sekiranya representative dengan program yang akan diteliti. Alasan pemilihan peserta didik kelas B5 untuk dijadikan subjek penelitian ini adalah rentan usia peserta didik 5 tahun sampai dengan 6 tahun dengan alasan pada usia ini peserta didik sudah dapat menyesuiakan diri dengan pembelajaran model area, merupakan kelas yang memiliki fasilitas baik dibandingkan kelas-kelas lain.


(60)

45 E. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti memiliki peranan yang sangat vital dari sebuah penelitian. Seorang peneliti harus cermat dan teliti dalam menentukan arah dari suatu peneyelidikan sehingga nantinya dapat memperoleh data yang akurat dalam proses pengumpulan data. Peneliti menggunakan tiga metode dalam teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi.

a. Metode Observasi

Metode observasi merupakan kegiatan mengumpulkan data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis dalam suatu penelitian. Menurut Cartwright dalam Haris Herdiansyah (2010: 131) metode observasi merupakan suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta merekam secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini nantinya adalah observasi non-partisipan dengan deskripsi umum. Peneliti menjadi pemeranserta tetapi tidak secara penuh, hanya ikut membaur dan fungsi utamanya adalah mengamati kondisi yang terjadi pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung.

b. Metode Wawancara

Metode wawancara digunakan untuk menggali data-data yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran area dari sudut pandang guru pengampu. Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara


(61)

46

semi-terstruktur. Dalam wawancara semi-terstruktur ini peneliti akan menggunaan pertanyaan terbuka namun sudah dibatasi pada tema yang telah difokuskan sebelumnya.

Metode wawancara ini dipergunakan untuk mengetahui secara detail dalam upaya menemukan pengalaman informan dari suatu situasi spesifik yang sedang dikaji. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara dibutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban dari informan. Sebelum melakukan wawancara, peneliti harus mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu yang sesuai dengan data yang ingin diperoleh dari wawancara tersebut. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh informasi dan kesimpulan dari penelitian yang akan dilakukan.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi dipergunakan untuk melengkapi data yang sudah didapat dari kegiatan observasi dan wawancara. Melalui dokumentasi peneliti dapat memperoleh informasi tentang profil TK, catatan-catatan guru pengajar, dokumen-dokumen kelas untuk dianalisis yang kemudian dikonfirmasikan kepada informan kunci.

Catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Bogdan dan Biklen (1982) dalam Maleong (2009: 153) mengemukakan bahwa catatan lapangan adalah suatu catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan


(62)

47

dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.

Catatan lapangan diperoleh peneliti setelah melakukan observasi dan wawancara. Selama melakukan observasi dan wawancara peneliti akan membuat catatan-catatan tentang inti dari observasi dan wawancara yang sudah dilakukan. Catatan tersebut berisikan tentang kata kunci, pokok-pokok isi pengamatan dan pembicaraan, frasa, gambar, sketsa, diagram, dll. Catatan tersebut berguna hanya sebagai alat perantara yaitu antara apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium, dan diraba dengan catatan sebenarnyadalam catatan lapangan (Moleong, 2009: 153). Catatan yang sudah didapatkan tersebut lalu diubah kedalam catatan yang lengkap dan dinamakan catatan lapangan setelah peneliti selesai melakukan observasi dan wawancara.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengukur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengunakan teknik analisis data model interktif menurut Miles & Huberman. Teknik analisis data ini terdiri dari data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification (Miles & Huberman, 2009: 16).

Tahap pengumpulan data merupakan tahap yang dilakukan sebelum penelitian di lapangan, pada saat penelitian di lapangan, dan mungkin juga di akhir penelitian. Pada tahap ini proses pengumpulan data sudah dilakukan namun


(63)

48

masih dalam bentuk konsep. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi nantinya ditulis dalam catatan lapangan dalam bentuk deskripsi tentang apa saja yang dilihat, didengar, dan dialami peneliti di lapangan.

Tahap kedua merupakan tahapan tahap reduksi data. Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles & Huberman, 2009: 16). Reduksi data merupakan proses penggabungan data dan penyeragaman segala bentuk data yang telah diperoleh menjadi satu bentuk tulisan yang dapat dianalisis.

Tahap ketiga adalah penyajian data. Hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dibuat menjadi bentuk tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing yang memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan. Penyajian data merupakan suatu penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles & Huberman, 2009: 17).

Tahap yang terakhir adalah penemuan hasil. Hasil penelitian di cek ulang dalam rangka untuk mendapatkan keabsahan dan kredibilitas data yang diperoleh peneliti.


(64)

49

Gambar 1. Alur analisis data kualitatif model interaktif Sumber: Miles, M.B & Huberman, A.M (2009: 20) G. Pemeriksaan Keabsahan Data

Kredibilitas data merupakan upaya peneliti untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan peneliti adalah benar, baik bagi pembaca pada umumnya maupun subjek penelitian. Dalam menjamin kesahihan data ini, terdapat tujuh teknik pencapaian kredibilitas data yaitu perpanjangan pengamanatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, member check, analisis kasus negatif, dan menggunakan bahan referensi (Andi Prastowo, 2012: 266). Dari ketujuh teknik pencapaian kredibilitas data tersebut, peneliti hanya menerapkan dua teknik, yaitu:

a. Triangulasi

Triangulasi yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber mengecek keabsahan data dengan cara membandingkan data yang sudah

Pengumulan Data

Reduksi Data

Kesimpulan Penyajian Data


(65)

50

diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah dilakukan di TK Negeri Pembina Yogyakarta.

b. Member Check

Cara peneliti melibatkan informan untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasikan antara interpretasi peneliti dengan subjek yang diteliti. Pengecekan ini tidak dilakukan terhadap semua informan, tetapi hanya kepada mereka yang dianggap mewakili informan saja seperti guru kelas.

Selain uji kredibilitas, diperlukan juga pengujian dependabilitas hasil dari penelitian. Uji dependibilitas dilakukan dengan pelaksanaan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Data yang sudah terkumpul lalu dikonsultasikan dengan berbagai pihak untuk ikut serta memeriksa proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti agar temuan yang sudah diperoleh dalam penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dosen pembimbing adalah salah satu pemeriksanya.

Sedangkan konfirmabilitas dilakukan bersamaan dengan uji dependabilitas. Perbedaannya adalah terletak pada orientasi penilaiannya. Konfirmabilitas digunakan untuk menilai hasil penelitian, terutama yang berkaitan dengan diskripsi dan diskusi temuan dari hasil penelitian. Sedangkan dependabilitas digunakan untuk menilai proses penelitiannya mulai dari pengumpulan data sampai dengan bentuk laporan yang dibuat.


(66)

51 H. Instrumen Penelitian

Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif tidak hanya sebatas melakukan penelitian saja, tetapi sekaligus sebagai instrumen dalam penelitian. Peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya akan menjadi pelapor hasil penelitian (Moleong, 2009: 121). Merujuk dari penyatan pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa peneliti mempunyai kedudukan yang penting dalam penelitian kualitatif, maka kehadiran peneliti di lokasi penelitian merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan. Untuk mendapatkan data yang lengkap diperlukan intrumen pengumpul data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam melakukan wawancara dan observasi, peneliti memerlukan pedoman wawancara dan observasi guna membantu peneliti untuk mengumpulkan data. Tabel 1 adalah instrumen yang digunakan untuk wawancara dikembangkan dengan landasan teori prinsip desain pesan pembelajaran C. Asri Budiningsih (2003: 119).

Tabel 1. Instrumen Pedoman Wawancara Pendidik

No Variabel Kriteria

1 Pelaksanaan Model Pembelajaran Area Dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus

a. Pemahaman tentang model pembelajaran area.

b. Kesesuaian kurikulum 2013 dengan model pembelajaran area.

c. Persiapan yang dilakukan pendidik sebelum proses pembelajaran berlangsung. d. Peran pendidik dalam model

pembelajaran area.

e. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran area. f. Pendidik melakukan perulangan

dan umpan balik kepada peserta didik


(67)

52 2 Kendala Pelaksanaan Model

Pembelajaran Area Dalam Mengembangkan Keterampilan Motorik Halus

a. Kendala yang dialami dalam kegiatan belajar mengajar.

Tabel 2 adalah instrumen yang digunakan untuk observasi dikembangkan dengan landasan teori prinsip pengembangan keterampilan motorik halus menurut Hurlock (1978: 157).

Tabel 2. Instrumen Pedoman Observasi

No Variabel Kriteria

1 Kegiatan Awal a. Pendidik melakukan kegiatan

pengantar untuk mendapat fokus dan perhatian dari peserta didik.

b. Pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran.

c. Pendidik menyampaikan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.

2 Kegiatan Inti a. Pendidik memberikan contoh

kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik.

b. Pendidik memberikan kesempatan belajar dan praktek kepada peserta didik.

c. Pendidik memberikan bimbingan dan motivasi kepada peserta didik 3 Kegiatan Istirahat a. Pendidik memberikan kesempatan

istirahat kepada peserta didik untuk bermain dan makan.

4 Kegiatan Akhir a. Pendidik dan peserta didik

menyimpulkan kegiatan yang sudah dilakukan.

b. Pendidik memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

c. Pendidik menyampaikan rencana pembelajaran hari selanjutnya.


(68)

53 I. Tahap Penelitian

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini ada 3 tahapan, yaitu meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelaporan. Berikut penjelasannya:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan sebuah langkah awal dalam suatu pelaksanaan penelitian. Kegiatan peneliti dalam tahap persiapan ini diawali dengan mengusulkan judul, usulan penelitian, mencari referensi, konsultasi dengn dosen pembimbing, pembuatan proposal penelitian, dan membuat izin untuk melakukan penelitian serta mempersiapkan rencana dan pedoman penelitian seperti membuat lembar wawancara, observasi, dan dokuntasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap yang akan dijalankan peneliti setelah menyelesaikan persyaratan yang ada di tahap persiapan. Pada tahap pelaksanaan ini peneliti telah memfokuskan penelitian terhadap pelaksanaan model pembelajaran area dalam mengembangkan keterampilan motorik halus peserta didik di TK Negeri Pembina Yogyakarta. Tahap ini diawali dengan menyerahkan surat izin penelitian, dilanjutkan dengan melakukan observasi, wawancara, serta dokumentasi dilakukan untuk memperkuat data yang telah didapat.


(69)

54 3. Tahap Pelaporan

Tahap pelaporan merupan tahap penyusunan hasil laporan penelitian yang didalamnya tertulis apa yang telah diteliti oleh peneliti. Hal-hal tersebut berupa hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah disusun berdasarkan format dan sistematika yang telah ditentukan.


(70)

55 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Seting dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Yogyakarta. TK Negeri Pembina Yogyakarta beralamat di Jl. Glagahsari, Umbulharjo 3/639, Celeban, Tahunan, Yogyakarta. TK Negeri Pembina memiliki total 11 kelas, yang terdiri dari 3 kelas kelompok A, 7 kelas kelompok B, dan 1 kelas untuk kelompok bermain. Jumlah murid di TK Negeri Pembina yaitu 147 anak.

Penelitian dilakukan oleh peneliti di kelas B5 yang merupakan kelas dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas B5. Kelas B5 total terdiri dari 15 peserta didik dan 1 guru pengampu. Luas ruangan kelas B5 yaitu 8x8 m dengan kondisi ruang kelas yang cukup lengkap. Ruang kelas tertata dengan rapi disertai dengan plakat penunjuk area-area pembelajaran. Penempatan area-area pembelajaran di kelas B5 disusun secara melingkar ditepi ruang kelas serta ditengah ruangan terdapat karpet untuk berkumpul peserta didik dan guru.


(1)

(2)

(3)

(4)

189 Lampiran 10. Surat Izin Penelitian


(5)

(6)