EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN.

(1)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU

DARI PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh: Riska Dwitasari

11301241037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini.

Nama : Riska Dwitasari

NIM : 11301241037

Program Studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Judul Skripsi : Efektivitas Pendekatan Saintifik dengan Metode Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Matematika ditinjau dari Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas X di SMA Negeri 2 Banguntapan

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 3 Januari 2017 Yang menyatakan,

Riska Dwitasari NIM 11301241037


(5)

v MOTTO

Carpediem

The beginning is always the hardest Always keep the faith, hope to the end

Being different is needed, because you will look unique Janganlah mudah menyerah, jika menyerah habislah sudah ˈWaktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)ˉ

(H.R. Muslim)

"Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH SWT atas limpahan karunia-Nya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada,

Kedua orang tuaku dan kakakku yang senantiasa memberikan dorongan, inspirasi, semangat, nasihat, perhatian, dan cinta kasih sayang di setiap untaian doanya.

Seluruh keluarga besarku, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Sahabat-sahabatku dan teman seperjuangan kelas PMS 38+1 (Est, Mbak Im, Mbak Fey, Tante Intan, Put, Teh Rima, Ana, Om Dim, Zhi, Mbak Eep, Ani, Ika, Fahuzan, Yen, Nav, Deph, Kuh, Bul, Uzen, Ndut, Opik, El, Jen, Han, Del, Nay, Ai, Sen, Ida, Sya, Sis, Hyung, Aji, Mel, Lind, Myo, dan Peh). Terimakasih telah memberi semangat dan doa.

Keluarga besar SMA Negeri 2 Banguntapan yang telah memberi ku kenangan, pengalaman yang berharga dan kesempatan untuk terus belajar.

Semua pihak yang tak dapat kusebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

vii

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU

DARI PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN

Oleh: Riska Dwitasari NIM 11301241037

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran ekspositori serta mengetahui pembelajaran mana yang lebih efektif antara pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA.

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain pretest-posttest control group. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Banguntapan, 30 siswa dalam kelas eksperimen dan 34 siswa dalam kelas kontrol. Instrumen dalam penelitian ini yaitu tes prestasi belajar. Hasil dari validasi dalam penelitian ini berupa instrumen dengan ketentuan layak digunakan dengan revisi. Hasil reliabilitas pretest dan posttest adalah 0,64 dan 0,61 dengan kategori tinggi. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan uji-t dengan menggunakan � = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen sebesar 41,50 dan 77,67 serta rata-rata pretest dan posttest kelas kontrol sebesar 41,62 dan 77,79. Selain itu, diperoleh variansi pretest dan posttest kelas eksperimen sebesar 62,33 dan 70,23 serta variansi pretest dan posttest kelas kontrol sebesar 122,30 dan 86,65. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa: (1) pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika, (2) pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika, dan (3) pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) tidak lebih efektif daripada pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik kelas X di SMA Negeri 2 Banguntapan.

Kata Kunci: Pendekatan Saintifik, Metode Problem Based Learning (PBL), pembelajaran ekspositori, Prestasi belajar.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir Skripsi yang berjudul "Efektivitas Pendekatan Saintifik dengan Metode Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Matematika ditinjau dari Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas X di SMA Negeri 2 Banguntapan" dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Hartono, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

3. Bapak Dr. Slamet Suyanto, Wakil Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

4. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan izin untuk menyusun skripsi ini.

5. Ibu Dr. R. Rosnawati, selaku dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas membimbing, membantu, memberikan arahan, motivasi, serta


(9)

masukan-ix

masukan yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Endang Listyani, MS. dan Ibu Nila Mareta Murdiyani, S.Pd, M.Sc yang telah bersedia memvalidasi instrumen dalam penelitian ini.

7. Ibu Dr. Djamilah Bondan W., M.Sc selaku penasehat akademik yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang ikhlas membagi dan memberikan ilmunya.

9. Bapak Ngadiya, S.Pd., selaku kepala SMA Negeri 2 Banguntapan yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian. 10. Ibu Rumi Hatsari, S.Pd., selaku guru pembimbing di SMA Negeri 2

Banguntapan yang telah banyak membantu saat dilaksanakannya penelitian ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaskanaan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk karya tulis penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 5 Januari 2017 Penulis

Riska Dwitasari NIM.11301241037


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 13

1. Belajar ... 13

2. Pembelajaran Matematika ... 15

3. Keefektifan Pembelajaran ... 18

4. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran ... 20

5. Metode Problem Based Learning (PBL) ... 23

6. Pendekatan Saintifik dengan Metode Problem Based Learning (PBL) ... 29

7. Metode Ekspositori ... 33

8. Prestasi Belajar... 37


(11)

xi

B. Penelitian yang Relevan ... 50

C. Kerangka Berpikir ... 52

D. Hipotesis Penelitian... 54

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Desain Penelitian ... 56

C. Subjek Penelitian ... 57

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

E. Definisi Operasional Variabel ... 58

F. Variabel Penelitian ... 60

G. Penulisan Perangkat Pembelajaran ... 61

H. Teknik Pengumpulan Data... 62

I. Instrumen Penelitian ... 63

J. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 64

K. Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 76

B. Pembahasan ... 91

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Keterbatasan Penelitian ... 101

C. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Laporan Hasil Ujian Nasional Matematika SMA/MA IPA ... 5

Tabel 2 Daya Serap Ujian Nasional Matematika SMA/MA ... 6

Tabel 3 Sintaks PBL dan Perilaku Guru yang Relevan ... 27

Tabel 4 Kombinasi Pendekatan Saintifik dengan Metode PBL ... 30

Tabel 5 Sintaks Pendekatan Saintifik dengan Metode PBL ... 31

Tabel 6 Desain Penelitian Pretest Posttest Control Group Design ... 56

Tabel 7 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 58

Tabel 8 Kategori Reliabilitas Instrumen ... 66

Tabel 9 Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 67

Tabel 10 Deskripsi Data Hasil Pretest dan Posttest ... 76

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest ... 87

Tabel 12 Hasil Uji Normalitas Nilai Posttest ... 88

Tabel 13 Hasil Uji Homogenitas ... 89


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Titik A dan Titik B ... 38

Gambar 2 Garis g, Garis h, dan Garis AB ... 39

Gambar 3 Bidang α ... 39

Gambar 4 Titik A Terletak di Luar Garis l... 40

Gambar 5 Titik A Terletak pada Garis l ... 40

Gambar 6 Titik A Terletak pada Bidang α ... 40

Gambar 7 Titik A Terletak di Luar Bidang α ... 41

Gambar 8 Garis k dan Garisl Berimpit ... 41

Gambar 9 Garis k dan Garis l Berpotongan ... 41

Gambar 10 Garis k dan Garis l Sejajar ... 42

Gambar 11 Garis k dan Garis l Bersilangan ... 42

Gambar 12 Garis k Terletak pada Bidang α ... 42

Gambar 13 Garis k Sejajar Bidang α ... 43

Gambar 14 Garid k Menembus Bidang α ... 43

Gambar 15 Bidang α dan β Berimpit ... 44

Gambar 16 Bidang α dan β Sejajar ... 44

Gambar 17 Bidang α dan β Berpotongan ... 44

Gambar 18 Jarak Titik A dan Titik B ... 45

Gambar 19 Jarak Titik A ke Garis l ... 45

Gambar 20 Jarak Titik A ke Bidang α ... 46

Gambar 21 Jarak Garis k dan Garis l ... 46

Gambar 22 Jarak Garis k dan Bidang α ... 47

Gambar 23 Jarak Bidang α dan Bidang β ... 47

Gambar 24 Sudut α antara Dua Garis yang Berpotongan ... 48

Gambar 25 Dua Garis yang Sejajar ... 48

Gambar 26 Sudut α antara Dua Garis yang Bersilangan ... 49

Gambar 27 Bidang α dan Garis g ... 49

Gambar 28 Sudut β antara Garis g dan Bidang α ... 49

Gambar 29 Sudut antara Bidang α dan Bidang β ... 50


(14)

xiv

Gambar 31 Grafik Hasil Prestasi Belajar Peserta Didik ... 77

Gambar 32 Hasil Pekerjaan Peserta Didik pada Fase Ketiga ... 80

Gambar 33 Hasil Pekerjaan Peserta Didik pada Fase Keempat ... 81

Gambar 34 Contoh Masalah yang Sulit bagi Peserta Didik... 81

Gambar 35 Hasil Pekerjaan Peserta Didik pada Latihan Soal Materi Kedudukan Garis dan Bidang ... 85

Gambar 36 Hasil Pekerjaan Peserta Didik pada Latihan Soal Materi Jarak ... 85

Gambar 37 Hasil Pekerjaan Peserta Didik pada Latihan Soal Materi Sudut antara Dua Garis ... 86


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP)

Lampiran 1.1 RPP Kelas Eksperimen (Pendekatan Saintifik dengan

Metode Problem Based Learning) ... 107

Lampiran 1.2 RPP Kelas Kontrol (Metode Ekspositori) ... 156

Lampiran 2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Lampiran 2.1 LKS Kelas Eksperimen (Pegangan Guru) ... 188

Lampiran 3 Instrumen Penelitian Lampiran 3.1 Kisi-Kisi Pretest dan Posttest ... 217

Lampiran 3.2 Soal Pretest ... 243

Lampiran 3.3 Soal Posttest... 248

Lampiran 3.4 Kunci Jawaban dan Pedoman Penilaian Soal Pretest dan Soal Pretest... 253

Lampiran 3.5 Reliabilitas Instrumen ... 273

Lampiran 3.6 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 277

Lampiran 3.7 Rekapitulasi Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran... 307

Lampiran 3.8 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa ... 312

Lampiran 3.9 Dokumentasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 314

Lampiran 4 Analisis Data Lampiran 4.1 Data Hasil Penilaian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 316

Lampiran 4.2 Uji Normalitas ... 317

Lampiran 4.3 Uji Homogenitas ... 319

Lampiran 4.4 Uji Beda Rata-Rata Nilai Pretest ... 323

Lampiran 4.5 Uji Hipotesis ... 326

Lampiran 4.6 Tabel t ... 333

Lampiran 5 Surat-Surat Lampiran 5.1 Surat Keterangan Validasi Instrumen ... 335

Lampiran 5.2 Lembar Validasi Instrumen... 337

Lampiran 5.3 Surat Keterangan Penunjukkan Dosen Pembimbing ... 367

Lampiran 5.4 Surat Ijin Penelitian... 368


(16)

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU

DARI PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS X DI SMA NEGERI 2 BANGUNTAPAN

Oleh: Riska Dwitasari NIM 11301241037

11301241037@student.uny.ac.id Pendidikan Matematika

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran ekspositori serta mengetahui pembelajaran mana yang lebih efektif antara pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA.

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan desain pretest-posttest control group. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Banguntapan, 30 siswa dalam kelas eksperimen dan 34 siswa dalam kelas kontrol. Instrumen dalam penelitian ini yaitu tes prestasi belajar. Hasil dari validasi dalam penelitian ini berupa instrumen dengan ketentuan layak digunakan dengan revisi. Hasil reliabilitas pretest dan posttest adalah 0,64 dan 0,61 dengan kategori tinggi. Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan uji-t dengan menggunakan � =

5%.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen sebesar 41,50 dan 77,67 serta rata-rata pretest dan posttest kelas kontrol sebesar 41,62 dan 77,79. Selain itu, diperoleh variansi pretest dan posttest kelas eksperimen sebesar 62,33 dan 70,23 serta variansi pretest dan posttest kelas kontrol sebesar 122,30 dan 86,65. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa: (1) pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika, (2) pembelajaran ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika, dan (3) pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) tidak lebih efektif daripada pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik kelas X di SMA Negeri 2 Banguntapan.

Kata Kunci: pendekatan saintifik, metode Problem Based Learning (PBL), pembelajaran ekspositori, prestasi belajar.


(17)

THE EFFECTIVENESS OF SCIENTIFIC APPROACH WITH PROBLEM BASED LEARNING METHOD IN MATHEMATICAL LEARNING IN TERMS OF ACHIEVEMENT FOR TENTH GRADE STUDENT OF STATE SENIOR HIGH

SCHOOL 2 OF BANGUNTAPAN By:

Riska Dwitasari NIM 11301241037

11301241037@student.uny.ac.id Pendidikan Matematika

ABSTRACT

This research aimed to know the effectiveness of scientific approach with Problem Based Learning (PBL) method and expository learning, and to know the better effective learning between scientific approach with Problem Based Learning (PBL) method and expository learning on mathematics learning in terms of

student’s learning achievement mathematic in senior high school.

This research was a quasi experiment using pretest-posttest control group design. The research subject was the tenth grade students of State Senior High School 2 of Banguntapan, 30 students in the experiment class and 34 students in the control class. The instrument of this research was achievement test. The result of the validity of this research was the instrument with the provisions of decent used with revisions. The results of the reliability of pre-test and post-test were 0,64 and 0,61 with high category. The data were analysed using descriptive analysis and t-test using α = 5%.

The results of the research shown that the average pre-test and post-test of experiment class were 41,50 and 77,67, and the average pre-test and post-test control class were 41,62 and 77,79. Furthermore the variance of pre-test and test experiment class were 62,33 and 70,23 then the variance of pre-test and post-test control class were 122,30 and 86,65. The results of post-testing a hypothesis shown that: (1) the scientific approach with Problem Based Learning (PBL) method was effective in term of learning achievement, (2) the expository learning was effective in term of learning achievement, and (3) the scientific approach with Problem Based Learning (PBL) method was no more effective than expository learning in mathematics learning in term of learning achievement tenth grade student of State Senior High School 2 of Banguntapan.

Keywords: scientific approach, Problem Based Learning (PBL) method, expository learning, achievement.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undang-undang dasar yang berlaku. Begitu pula Bangsa Indonesia memiliki tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4. Tujuan nasional yang dimaksud yaitu membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas dibidang pendidikan. Dengan demikian, pendidikan dipandang penting dan perlu dalam membangun suatu bangsa. Pendidikan juga dijadikan sebagai tolok ukur kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan-perbaikan demi meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Peningkatkan kualitas dan mutu pendidikan salah satunya terkait dengan kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan


(19)

2

pendidikan di Indonesia. Kurikulum dapat berperan dalam memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurikulum sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Kurikulum yang berlaku di Indonesia harus sesuai dengan falsafah dan dasar negara, yaitu pancasila dan UUD 1945. Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 disebutkan pengertian kurikulum. “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Kurikulum bersifat dinamis dan akan terus mengalami perubahan dan pengembangan. Pada tahun ajaran 2013/2014 terdapat kurikulum baru yang diterapkan di beberapa sekolah secara terbatas dan bertahap. Kurikulum ini menjadi pengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP 2006 yang dikenal dengan Kurikulum 2013.

Pada tahun ajaran 2014/2015, Pemerintah mewajibkan seluruh sekolah menerapkan Kurikulum 2013. Namun, banyak terjadi kontra saat kurikulum 2013 diterapkan sehingga diputuskan untuk ditunda pelaksanaannya. Penundaan kurikulum itu diterapkan bagi sekolah-sekolah yang baru melaksanakan Kurikulum 2013 selama satu semester sehingga sekolah tersebut kembali menggunakan kurikulum lama KTSP 2006. Sedangkan untuk sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 selama tiga semester tidak terjadi perubahan apapun. Pernyataan tersebut sesuai dengan Permendikbud No. 160 tahun 2014 mengenai penghentian implementasi Kurikulum 2013 dan pengembalian penerapan Kurikulum 2006.


(20)

3

Menurut Trianto (2013: 10), penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sudah terdapat perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). Perubahan paradigma pembelajaran tersebut pada orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher-centered) beralih berpusat kepada peserta didik (student-centered) (Trianto, 2013: 10). Perubahan tersebut diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah karena guru yang baik adalah guru yang bersedia menerima perubahan dan melakukan inovasi pembelajaran demi memajukan kualitas dan mutu pendidikan di Indonesia.

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi terdapat muatan yang harus dipelajari peserta didik di setiap jenjang pendidikan. Salah satu muatan tersebut yaitu matematika. Matematika dapat digunakan dalam ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu sosial, kedokteran, dan perdagangan (NCTM, 2000: 66). Sehingga matematika memiliki peran penting karena aplikasi matematika banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat peran penting matematika, sangat disayangkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah masih menemui tantangan yang tidak mudah. Salah satu tantangan yang dihadapi yaitu prestasi belajar peserta didik yang masih rendah.

Prestasi belajar merupakan kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah dilakukan proses pembelajaran. Prestasi belajar dijadikan salah satu tolok ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran matematika di sekolah. Prestasi belajar peserta Indonesia pada survei Trends in International Math and Science Study (TIMSS) tahun 2007 yang dilakukan Global Institute, menunjukkan bahwa Indonesia berada diperingkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor


(21)

4

rata-rata 397, sedangkan skor rata-rata internasional sebesar 500 (IEA, 2008: 38). Peserta Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi hanya lima persen, sedangkan peserta Korea dapat mencapai 71 persen. Sebaliknya 78 persen peserta Indonesia dapat mengerjakan soal hafalan berkategori rendah, sementara peserta Korea hanya 10 persen (Enco Mulyasa, 2013: 60). Sedangkan hasil survei Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011, Indonesia berada di urutan ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional sebesar 500 (IEA: 2012: 42). Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007.

Data lain dari Programme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 2009 menempatkan Indonesia pada peringkat bawah 10 besar, dari 65 negara (Enco Mulyasa, 2013: 60). Sedangkan Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 menempatkan Indonesia di urutan ke-64 dari 65 negara (OECD, 2014: 5). Hasil survei TIMSS dan PISA di atas, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta Indonesia masih tergolong rendah. Peserta Indonesia belum mampu menyelesaikan masalah non rutin atau soal-soal yang dituntut untuk berpikir lebih tinggi. Prestasi belajar matematika peserta didik yang masih rendah juga dapat dilihat melalui rata-rata nilai Ujian Nasional yang disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.


(22)

5

Tabel 1. Laporan Hasil Ujian Nasional Matematika SMA/MA IPA Tahun Pelajaran

2012/2013

Tahun Pelajaran 2013/2014 Sekolah Nasional Sekolah Nasional

Klasifikasi C C C C

Rata-rata 5,94 6,07 5,73 6,04

Terendah 3,50 0,75 2,75 0,50

Tertinggi 9,25 10,00 8,75 10,00

Sumber: BNSP (2013, 2014)

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai matematika yang diperoleh peserta didik berdasarkan hasil UN tahun ajaran 2013/2014 mengalami penurunan dari hasil UN tahun ajaran 2012/2013 jika dilihat dari nilai rata-ratanya yaitu dari 6,07 turun menjadi 6,04. Penurunan hasil UN matematika juga dialami oleh SMA Negeri 2 Banguntapan. Jika dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh sekolah yaitu dari 5,94 pada tahun pelajaran 2012/2013 turun menjadi 5,73 pada tahun pelajaran 2013/2014. Nilai rata-rata sekolah juga lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai rata-rata nasional. Hal tersebut menjadi dasar dipilihnya SMA Negeri 2 Banguntapan menjadi tempat penelitian.

Berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti ketika melakukan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 2 Banguntapan di kelas X tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh hasil bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas menggunakan metode ekspositori dan masih menggunakan kurikulum lama KTSP 2006. Dalam pembelajaran ekspositori, guru dapat menyampaikan konsep secara tepat waktu. Hasil pengamatan langsung yang lain yang diperoleh peneliti yaitu ketika proses pembelajaran berlangsung sebagian besar peserta didik bekerja berdasarkan apa yang guru sampaikan dan masih ada peserta didik yang belum terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian masalah. Selain itu, dalam proses pembelajaran guru sering memberikan soal rutin serta memberikan contoh


(23)

6

penyelesaian beserta langkah-langkahnya terlebih dahulu sebelum memberikan soal latihan kepada peserta didik. Hal tersebut tidak menjadi kendala bagi peserta didik karena berdasarkan hasil rata-rata nilai rapor, sebagian besar peserta didik sudah mencapai nilai KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75.

Pada mata pelajaran matematika kelas X, salah satu materi yang termuat dalam Kompetensi Dasar (KD) semester dua adalah ruang dimensi tiga. Ruang dimensi tiga mempunyai karakteristik yaitu menggunakan visualisasi, penalaran, dan pemodelan geometri untuk memecahkan masalah (NCTM, 2000: 315). Berdasarkan hasil daya serap tahun pelajaran 2013/2014, materi ruang dimensi tiga merupakan salah satu materi yang sulit bagi peserta didik karena hanya 46,88% peserta didik yang mampu menguasai materi. Penguasaan materi ruang dimensi tiga lebih rendah jika dibandingkan dengan 2 materi lain pada semester dua yaitu logika dan trigonometri. Penguasaan materi logika dan trigonometri berturut-turut adalah 73,44% dan 56,95% (BNSP, 2014). Berikut hasil daya serap ruang dimensi tiga peserta didik pada ujian nasional matematika tingkat SMA/MA IPA pada tahun pelajaran 2012/2013 dan tahun pelajaran 2013/2014.

Tabel 2. Daya Serap Ujian Nasional Matematika SMA/MA Tahun

Pelajaran

Kemampuan yang

Diuji Sekolah Kota/Kab Provinsi 2012/2013

Menghitung jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) di ruang dimensi tiga.

50,63% 46,96% 51,61%

2013/2014

Menghitung jarak dan sudut antara dua objek (titik, garis, dan bidang) di ruang dimensi tiga.

46,88% 42,25% 45,80%

Sumber: BNSP (2013, 2014)

Berdasarkan data hasil daya serap peserta didik dalam menguasai suatu materi pada ujian nasional matematika tingkat SMA/MA tahun pelajaran


(24)

7

2012/2013 dan tahun pelajaran 2013/2014 di SMA Negeri 2 Banguntapan terlihat bahwa pada penguasaan materi ruang dimensi tiga mengalami penurunan yaitu 50,63% turun menjadi 46,88%. Penurunan ini juga terjadi pada tingkat kabupaten Bantul dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut mengidikasikan bahwa peserta didik masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ruang dimensi tiga.

Menanggapi kesulitan yang dialami peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang nantinya akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar serta dari hasil survei TIMSS dan PISA di atas, maka diperlukan sebuah pendekatan dan metode dalam pembelajaran. Salah satu pendekatan yang diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut yaitu pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang direkomendasikan dan sesuai dengan kurikulum 2013 yang akan diterapkan secara menyeluruh di setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Dalam pendekatan saintifik, peserta didik menerapkan serangkaian kerja ilmiah sehingga melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Selain pendekatan pembelajaran, seorang guru harus pandai dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dan mendukung terjadinya proses pembelajaran saintifik yaitu Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, karena peserta didik secara aktif terlibat dalam kegiatan penyelesaian masalah. Pembelajaran berbasis masalah akan memungkinkan peserta didik untuk menemukan pembelajaran yang bermakna, peserta didik akan terlatih untuk memecahkan masalah-masalah riil yang sering muncul (Muhamad Farhan, 2014: 230). Sehingga pembelajaran


(25)

8

dengan metode Problem Based Learning (PBL) diharapkan lebih efektif jika dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh R.D.Padmavathy (2013), Ni Kadek Dianita (2013), dan Muhamad Farhan (2014) yang menyatakan bahwa metode Problem Based Learning lebih efektif daripada pembelajaran konvensional.

Menurut Kelly dan Finlayson Problem Based Learning (PBL) semula diperkenalkan pada tahun 1969 di fakultas kedokteran McMaster University di Kanada, kemudian tiga fakultas kedokteran lain, yaitu University of Limburg di Nederland, University of Newcastle di Australia, dan University of New Mexico di Amerika Serikat (Warsono dan Hariyanto, 2012: 145). Pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) dimulai dengan pemberian masalah terlebih dahulu sebelum peserta didik menemukan suatu konsep. Pemahaman konsep dapat dikembangkan melalui penyelesaian masalah, penalaran, dan argumentasi (NCTM, 2000: 21).

Problem Based Learning (PBL) dapat juga diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2014: 214). Menurut Wina Sanjaya (2014: 214), terdapat 3 ciri utama dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu: 1) Problem Based Learning (PBL) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan, 2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, dan 3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir ilmiah. Melihat ciri utama tersebut, metode Problem Based Learning (PBL) sejalan dengan pendekatan saintifik.


(26)

9

Berdasarkan latar belakang di atas, menimbulkan ketertarikan peneliti dalam melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik kelas X di SMA Negeri 2 Banguntapan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

1. Masih ada peserta didik yang belum terlibat secara aktif dan menyeluruh terhadap proses pembelajaran matematika dalam pembelajaran ekspositori. 2. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang

direkomendasikan pada kurikulum mendatang sehingga belum pernah diujicobakan dalam proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Banguntapan. 3. Perlu diketahui metode pembelajaran yang tepat dan variatif seperti metode

Problem Based Learning (PBL) apakah dapat meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini fokus dalam mendeskripsikan efektivitas pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran ekspositori serta membandingkan hasilnya untuk mengetahui apakah pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) lebih efektif daripada pembelajaran ekspositori ditinjau dari prestasi belajar peserta didik kelas X di SMA Negeri 2 Banguntapan. Sedangkan prestasi belajar matematika dilihat dari hasil tes prestasi belajar khususnya pada materi ruang dimensi tiga. Pemilihan


(27)

10

materi ruang dimensi tiga pada penelitian ini dikarenakan materi ruang dimensi tiga merupakan salah satu materi yang dirasa sulit bagi peserta didik di SMA Negeri 2 Banguntapan. Pemilihan materi ruang dimensi tiga juga disesuaikan dengan waktu penelitian.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Apakah pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran matematika efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA?

2. Apakah pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA?

3. Apakah pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) lebih efektif daripada pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Mengetahui efektivitas pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA.

2. Mengetahui efektivitas pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA.


(28)

11

3. Mengetahui pembelajaran mana yang lebih efektif antara pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dan pembelajaran ekspositori pada pembelajaran matematika ditinjau dari prestasi belajar matematika peserta didik di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi peserta didik, guru, sekolah, dan peneliti sendiri. Untuk lebih jelasnya, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi peserta didik

Manfaat penelitian bagi peserta didik yaitu menambah pengalaman belajar sehingga lebih bervariasi dengan adanya penerapan metode Problem Based Learning (PBL). Peserta didik dapat meningkatkan keaktifannya dalam proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik dapat belajar untuk lebih berani dan percaya diri dalam mengeluarkan pendapatnya.

2. Bagi guru

Manfaat penelitian bagi guru yaitu memberikan pengalaman dalam implementasi metode pembelajaran agar lebih bervariasi, yaitu menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Dengan metode pembelajaran ini akan menambah kesiapan guru dalam mengajar.

3. Bagi sekolah

Manfaat penelitian bagi sekolah yaitu dengan pendekatan saintifik yang dikolaborasikan dengan metode Problem Based Learning (PBL) diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah demi perbaikan pembelajaran selanjutnya. Kualitas dan mutu sekolah salah satunya dapat dilihat dari prestasi belajar peserta didik.


(29)

12 4. Bagi peneliti

Manfaat penelitian bagi peneliti yaitu memberikan tambahan wawasan dan pengalaman tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yang dikolaborasikan dengan metode Problem Based Learning (PBL).


(30)

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Belajar

Pengertian belajar menurut Sardiman A.M. (2011: 20) merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Sardiman A.M. (2011: 20) berpendapat bahwa belajar akan lebih baik, jika subjek belajar itu mengalami atau melakukannya. Menurut Benny A. Pribadi (2009: 6), belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2005: 27), belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Ada juga yang menafsirkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 2005: 28).

Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Sugihartono, dkk., 2007: 74). Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Schunk (2008: 2) mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan yang bermakna dari perilaku atau kemampuan untuk berperilaku dengan cara tertentu yang dihasilkan dari praktik atau dari beberapa pengalaman. Hal tersebut berarti bahwa seseorang belajar ketika mereka


(31)

14

mampu untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Perubahan perilaku seseorang dalam belajar mengidentifikasikan bahwa belajar membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Trianto (2013: 17) menambahkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku tetap individu. Perubahan tersebut yaitu dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun bagi individu itu sendiri.

Menurut Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), belajar dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah sendiri meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. Sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi tiga faktor penting antara lain:

1) Faktor keluarga yang meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi antar peserta didik, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.


(32)

15

3) Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan peserta didik dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.

Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yang dialami seseorang dengan memperoleh pengetahuan dan pengalaman.

2. Pembelajaran Matematika

Menurut Miftahul Huda (2013: 6), pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pembelajaran merupakan rekontruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok. Menurut Trianto (2013: 17), pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa (2013: 21), pembelajaran adalah proses belajar yang terjadi secara berulang sehingga menyebabkan adanya perubahan perilaku yang disadari dan cenderung bersifat tetap.

Sugihartono, dkk. (2007: 81) menambahkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta hasil optimal. Menurut Benny A. Pribadi (2009: 10), pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Oemar Hamalik (2005: 57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun


(33)

16

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas dan upaya yang dilakukan oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Sementara itu, Matematika yang digunakan dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang dipelajari di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) (Erman Suherman, dkk., 2003: 55). Ebbut dan Straker (Marsigit, 2009: 8-9) menguraikan hakikat matematika sekolah yaitu sebagai berikut.

a. Matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

Kegiatan ini membantu peserta didik belajar matematika dengan memberi kesempatan untuk menemukan dan menyelidiki pola, mendeskripsikan hubungan yang ditemukan, dan melakukan percobaaan dengan berbagai cara yang mungkin. Selain itu, matematika dapat mendorong peserta didik dalam menarik kesimpulan umum dan membantu peserta didik menemukan hubungan antara gagasan matematika satu dengan yang lainnya.

b. Matematika merupakan kegiatan kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan.

Kegiatan ini membantu peserta didik agar lebih meningkatkan inisiatif, berpikir divergen, merangsang rasa ingin tahu, semangat bertanya,


(34)

17

memprediksi, berlatih, dan melihat hasil yang tidak diharapkan bukan sebagai kesalahan tetapi sebagai sumber untuk penyelidikan lebih lanjut.

c. Matematika merupakan cara untuk memecahkan masalah.

Kegiatan ini membantu peserta didik menemukan caranya sendiri dalam memecahkan masalah, membantu peserta didik untuk mengidentifikasi informasi apa yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah, mendorong peserta didik untuk berfikir logis, konsisten, sistematis.

d. Matematika merupakan sarana mengomunikasikan informasi atau gagasan. Kegiatan ini membantu peserta didik menciptakan kesempatan untuk menggambarkan sifat, mendorong peserta didik untuk membaca dan menulis mengenai matematika, serta menilai dan mendukung latar belakang budaya dan bahasa yang beragam dari peserta didik.

Sehingga dalam pembelajaran matematika peserta didik tidak hanya diajarkan konsep atau pemberian materi saja, peserta didik juga diajarkan bagaimana membangun karakter dalam dirinya seperti menumbuhkan rasa ingin tahu dan tidak mudah putus asa. Selain itu, dalam pembelajaran matematika peserta didik juga diajarkan untuk aktif dalam melakukan berbagai macam kegiatan dalam memecahkan masalah seperti menemukan dan menyelidiki pola, mendeskripsikan hubungan yang ditemukan, melakukan percobaaan, dan menarik kesimpulan yang mungkin.

Sedangkan menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) dalam pembelajaran matematika peserta didik belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning and proof), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections),


(35)

18

belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), dan belajar untuk mempresentasikan (mathematical representation).

Dari definisi pembelajaran dan hakikat matematika sekolah maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas dan upaya yang dilakukan oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar matematika dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. 3. KeefektifanPembelajaran

Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Isjoni (2010: 14) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Pada pembelajaran matematika yang efektif, guru perlu memahami apa yang peserta didik tahu dan apa yang peserta didik perlukan dalam belajar, dan kemudian menantang dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan baik (NCTM, 2000: 16). Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, guru juga harus mengetahui dan memahami secara mendalam materi yang akan diajarkan (NCTM, 2000: 17).

Nightingale dan O’Neil (Killen, 2006: 3-4) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang efektif memiliki beberapa karakteristik yaitu antara lain: a) peserta didik mampu menerapkan pengetahuannya untuk menyelesaikan suatu masalah, b) peserta didik mampu mengkomunikasikan pengetahuannya kepada orang lain, c) peserta didik mampu menghubungkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari, d) peserta didik mampu mempertahankan pengetahuan yang baru diperoleh dalam waktu yang


(36)

19

lama, e) peserta didik mampu menemukan atau menciptakan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri, dan f) peserta didik memiliki keinginan untuk terus belajar.

Menurut Nana Sudjana (2010: 35), suatu pembelajaran yang efektif dapat ditinjau dari segi hasilnya. Segi hasilnya yang dimaksud dalam penelitian ini dapat dilihat melalui tes prestasi belajar matematika. Hal tersebut didukung oleh Trianto (2013:22) bahwa efektivitas pembelajaran dapat diketahui dengan menggunakan tes, karena hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran merupakan pembelajaran yang dapat mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan merupakan ukuran keberhasilan yang dicapai setelah proses pembelajaran. Kriteria keefektifan pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Apabila tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dikatakan efektif jika rata-rata prestasi belajar peserta didik pada kelas yang mendapatkan perlakuan pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) lebih dari 74,99.

b. Apabila tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka pembelajaran ekspositori dikatakan efektif jika rata-rata prestasi belajar matematika peserta didik pada kelas yang mendapatkan perlakuan pembelajaran ekspositori lebih dari 74,99.


(37)

20

c. Apabila tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dikatakan lebih efektif dibanding pembelajaran ekspositori jika rata-rata nilai prestasi belajar matematika peserta didik pada kelas yang mendapatkan perlakuan pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi secara signifikan bila dibandingkan dengan rata-rata nilai kelas yang mendapatkan perlakuan pembelajaran ekspositori.

4. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Menurut M. Hosnan (2014: 32), pendekatan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai berikut.

a. Pendekatan pembelajaran adalah sebuah perspektif (sudut pandang, pandangan) teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam memilih model, metode, dan teknik pembelajaran.

b. Pendekatan pembelajaran dipandang sebagai suatu proses atau perbuatan yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran.

c. Pendekatan pembelajaran sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.

Menurut Wina Sanjaya (2014: 127), pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merupakan pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Strategi dan metode pembelajaran yang


(38)

21

digunakan bergantung dari pendekatan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan sudut pandang dalam proses pembelajaran yang akan mempengaruhi strategi dan metode pembelajaran yang akan guru gunakan.

Trianto (2013: 8) menyatakan bahwa dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP 2006 menghendaki bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari konsep, teori dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, materi pembelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis. Oleh karena itu, diharapkan dengan diterapkannya pendekatan saintifik dapat membantu peserta didik dalam menganalisis dan melakukan sintesis terhadap masalah yang diberikan.

Pendekatan saintifik sering disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Menurut Kurnik (2008: 420), pembelajaran matematika modern menawarkan beberapa kemungkinan dalam memecahkan sebuah masalah. Kurnik (2008: 420) juga berpendapat bahwa seorang guru dapat menemukan beberapa kemungkinan dalam kerangka ilmiah dengan berlandaskan prinsip ilmiah dan metode ilmiah. Seorang guru tidak harus menjadi seorang ilmuwan agar dapat menerapkan prinsip ilmiah dan metode ilmiah dalam pembelajaran matematika.

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan suatu pengetahuan yang ilmiah. Metode ilmiah pertama kali diperkenalkan dalam ilmu pendidikan di Amerika pada akhir abad ke-19 (Rudolph, 2005). Dalam metode ilmiah diperlukan adanya penalaran dalam rangka penemuan. Suatu proses dianggap


(39)

22

ilmiah jika menggunakan konsep ilmu yang tepat dalam mengejar tujuan ilmiah (Hodson, 1996: 123).

Lima langkah metode ilmiah menurut Dewey (Bybee, 2010: 69) yang mempengaruhi konsepsi dalam penemuan ilmiah antara lain sebagai berikut.

a. Merasakan adanya kesulitan.

Kesulitan ini dialami ketika menemui suatu masalah. Dalam hal ini, peserta didik terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dengan pengalamannya sehingga menimbulkan adanya pemecahan masalah. b. Menentukan letak dan ketentuan kesulitan.

Peserta didik mencermati permasalahan yang timbul dan menentukan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab masalah tersebut.

c. Saran cara pemecahan yang mungkin.

Peserta didik mengumpulkan data-data yang terkait dalam pemecahan masalah dan mengajukan beberapa kemungkinan alternatif pemecahan yang mungkin.

d. Mengembangkan alasan yang memuat saran.

Peserta didik menyusun hipotesis sehingga dapat mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi tentatif dalam suatu pemecahan masalah.

e. Melakukan pengamatan dan percobaan lebih lanjut.

Dalam hal ini, peserta didik menguji hipotesis kemudian menarik kesimpulan dengan menerima ataukah menolak hipotesis yang telah disusun.

Gagne (Hodson, 1996: 122) mengidentifikasi beberapa keterampilan yang harus dimiliki sebelum seseorang dapat mengerti sebuah ilmu. Keterampilan


(40)

23

yang dimaksud yaitu mengamati (observasi), mengukur, menyimpulkan, meramalkan, mengelompokkan, mengumpulkan data dan merekam data yang dianggap sebagai keterampilan dasar. Sedangkan menafsirkan data, mengendalikan variabel, mendefinisikan secara operasional, dan merumuskan hipotesis dianggap sebagai keterampilan yang lebih tinggi tingkatannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik dalam pembelajaran merupakan pandangan secara ilmiah terhadap proses pembelajaran dalam memperoleh pengetahuan. Pandangan ilmiah tersebut berdasarkan sebuah metode ilmiah yang terdiri dari merasakan adanya kesulitan, menentukan letak dan ketentuan kesulitan, saran cara pemecahan yang mungkin, mengembangkan alasan yang memuat saran, dan melakukan pengamatan dan percobaan lebih lanjut.

5. Metode Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) merupakan metode pembelajaran yang dianggap memiliki karakteristik yang sesuai dengan pendekatan saintifik. Menurut Barrow (Miftahul Huda, 2013: 271), Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Dimana dalam proses pembelajaran, disajikan sebuah masalah terlebih dahulu.

Menurut Bell (1981: 310), “a situation is a problem for a person if he or she is aware of its existence, recognizes that it requires action, wants or needs to act and does so, and is not immediately able to resolve the situation.” Ini berarti bahwa situasi disebut masalah bagi seseorang jika ia menyadari akan keberadaannya, menyadari bahwa masalah tersebut memerlukan tindakan, ingin atau perlu bertindak dan melakukannya, dan tidak mampu menyelesaikan


(41)

24

atau memecahkan situasi tersebut secara langsung. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Erman Suherman, dkk. (2003: 86) mengungkapkan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Sedangkan menurut Herman Hudojo (2005: 123), suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/ hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut.

Syarat suatu pertanyaan agar dapat dikatakan sebagai suatu masalah bagi seorang peserta didik menurut Herman Hudojo (2005, 124) adalah sebagai berikut.

1) Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang peserta didik haruslah dapat dimengerti oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.

2) Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui peserta didik.

Problem Based Learning merupakan salah satu metode belajar yang berlandasakan pada teori konstruktivisme. Dalam konstruktivisme, permasalahan yang muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh peserta didik. Peserta didik diyakini mampu menyusun sendiri pengetahuannya malalui kemapuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya (Sugihartono, dkk., 2007: 107). Schunk (2008: 274) menyatakan bahwa ketika peserta didik membangun pemahaman mereka, pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak diperoleh secara otomatis. Pemberian pengalaman belajar untuk menantang pemikiran peserta didik diperlukan sehingga mereka akan


(42)

25

mampu membangun pengetahuan baru. Westwood (2008: 4) menambahkan bahwa peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri melalui usaha mereka sendiri, karena sebagian besar apa yang individu pelajari dalam kehidupan sehari-hari berasal dari penemuan dan pengalamannya. Pandangan konstruktivisme mendukung metode pengajaran yang berfokus pada peserta didik yang berperan aktif dalam memperoleh informasi, membangun konsep, serta kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik mereka.

Menurut Arends (2012: 396), esensi dari Problem Based Learning (PBL) berupa masalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Peran seorang guru dalam PBL yaitu menyajikan masalah yang autentik, memfasilitasi peserta didik dalam melakukan investigasi, dan mendukung proses pembelajaran peserta didik. Arends (2012: 398) juga berpendapat bahwa PBL membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan berpikir mereka dan keterampilan menyelesaikan masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa yang autentik dan menjadi pelajar yang mandiri.

Ciri-ciri khusus yang menjadi identifikasi Problem Based Learning (PBL) seperti yang diungkapkan Arends (2012: 397) yaitu sebagai berikut.

1) PBL dikembangkan dari pertanyaan atau masalah. Pembelajaran PBL diorganisir mengenai situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana.

2) PBL fokus antardisiplin. Meskipun pembelajaran PBL dapat diterapkan memusat untuk membahas subjek tertentu (sains, matematika, sejarah atau lainnya), tetapi lebih dipilih pembahasan masalah aktual yang dapat diinvestigasi dari berbagai sudut disiplin ilmu.


(43)

26

3) Penyelidikan otentik. Penyelidikan otentik dalam PBL yang mencari solusi nyata untuk masalah yang sebenarnya. Penyelidikan ini terdiri dari kegiatan menganalisis dan mengidentifikasi masalah, membuat prediksi (hipotesis), mengumpulkan data, melakukan uji coba, membuat interpretasi dan kesimpulan.

4) Menghasilan artefak dan memamerkannya. Artefak tersebut berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu program komputer, atau membuat situs peserta didik.

5) Kolaborasi. Seperti dalam pembelajaran kooperatif, PBL juga ditandai oleh adanya kerja sama antar peserta didik, biasanya berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama akan memberikan motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas-tugas yang kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk saling bertukar pikiran serta dapat mengembangkan kecakapan sosial.

Savoine dan Hughes (Warsono dan Hariyanto, 2013: 149) mengungkapkan perlunya suatu proses yang dapat digunakan untuk mendesain pengalaman Problem Based Learning (PBL) bagi peserta didik. Kegiatan yang diperlukan untuk menunjang proses tersebut yaitu sebagai berikut.

1) Identifikasi suatu masalah yang cocok bagi para peserta didik.

2) Mengaitkan masalah dengan konteks dunia peserta didik sehingga mereka dapat menghadirkan suatu kesempatan otentik.

3) Mengorganisasikan pokok bahasan di sekitar masalah.

4) Memberikan peserta didik tanggung jawab untuk dapat mendefinisikan sendiri pengalaman belajar mereka serta membuat perencanaan dalam menyelesaikan masalah.


(44)

27

Arends (2012: 411) telah mengemukakan sintaks Problem Based Learning (PBL) serta perilaku guru yang relevan seperti di bawah ini.

Tabel 3. Sintaks PBL dan Perilaku Guru yang Relevan

No Fase Perilaku Guru

1. Fase 1: Melakukan orientasi masalah kepada peserta didik

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalah serta memberikan motivasi kepada peserta didik agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah.

2. Fase 2:

Mengorganisasik an peserta didik untuk belajar.

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah.

3. Fase 3: Mendukung kelompok investigasi.

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melakukan eksperimen, dan mencari penjelasan dan penyelesaian masalah.

4. Fase 4:

Mengembangkan dan menyajikan artefak dan memamerkannya .

Guru membantu peserta didik dalam perencanaan dan perwujudan artefak yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti laporan, video, dan model-model, serta membantu mereka untuk saling berbagi terkait dengan hasil karyanya.

5. Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah mereka gunakan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) meliputi 3 fase kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Guru menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis. b) Guru memberikan apersepsi.


(45)

28

c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. d) Guru memberikan motivasi.

2) Kegiatan Inti

a) Fase 1: Melakukan orientasi masalah kepada peserta didik. b) Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. c) Fase 3: Mendukung kelompok investigasi

d) Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artefak/ hasil karya dan memamerkannya.

3) Kegiatan Penutup

a) Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. b) Guru menutup pembelajaran dengan berdoa dan mengucapkan salam.

Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut Warsono dan Hariyanto (2013: 152) kelebihan penerapan metode Problem Based Learning (PBL) antara lain sebagai berikut.

1) Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world).

2) Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman-teman-teman sekelasnya. 3) Makin mengakrabkan guru dengan peserta didik.

4) Ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan peserta didik melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan peserta didik dalam menerapkan metode eksperimen.


(46)

29

Sementara kekurangan dari penerapan metode Problem Based Learning (PBL) menurut Warsono dan Hariyanto (2013: 152) antara lain sebagai berikut. 1) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan peserta didik kepada

pemecahan masalah.

2) Seringkali memerlukan waktu yang panjang.

3) Aktivitas peserta didik yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau. Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan metode pembelajaran yang menyajikan sebuah masalah terlebih dahulu, kemudian peserta didik mengkontruksnya kedalam suatu konsep. Metode PBL dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar.

6. PendekatanSaintifik dengan Metode Problem Based Learning (PBL) Pada proses pembelajaran dalam penelitian ini, peneliti akan menggabungkan antara pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya baik pendekatan saintifik maupun metode Problem Based Learning (PBL), keduanya mempunyai langkah yang hampir sama. Sehingga metode Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik. Dalam pendekatan saintifik, peserta didik diajarkan untuk mengikuti langkah-langkah pada metode ilmiah dalam memperoleh pengetahuannya. Sedangkan dalam pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) terdapat lima fase penting yang diawali dengan pemberian masalah kepada peserta didik untuk menanamkan konsep kepada benak peserta didik. Kombinasi


(47)

30

pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dapat disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4. Kombinasi Pendekatan Saintifik dengan MetodePBL

Pendekatan Saintifik Metode Problem Based

Learning (PBL)

Pendekatan Saintifik dengan MetodePBL

Merasakan adanya kesulitan.

Fase 1: Melakukan orientasi masalah kepada peserta didik.

Fase 1: Melakukan orientasi masalah kepada peserta didik. Menentukan letak dan

ketentuan kesulitan.

Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar.

Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Saran cara pemecahan

yang mungkin.

Fase 3: Mendukung kelompok investigasi.

Fase 3: Mendukung kelompok investigasi.

Mengembangkan alasan yang memuat saran.

Melakukan pengamatan dan percobaan lebih lanjut.

Fase 4: Melakukan

pengamatan dan percobaan (investigasi) lebih lanjut. Fase 4: Mengembangkan

dan menyajikan artefak dan memamerkannya.

Fase 5: Mengembangkan dan menyajikan artefak/ hasil karya dan memamerkannya Fase 5: Menganalisis dan

mengevaluasi proses penyelesaian masalah.

Fase 6: Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.

Dalam penelitian ini, pelaksanaan pembelajaran pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada kelas eksperimen meliputi 3 fase kegiatan, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Guru menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis. b) Guru memberikan apersepsi.

c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. d) Guru memberikan motivasi.

2) Kegiatan Inti


(48)

31

b) Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. c) Fase 3: Mendukung kelompok investigasi.

d) Fase 4: Melakukan pengamatan dan percobaan (investigasi) lebih lanjut. e) Fase 5: Mengembangkan dan menyajikan artefak/ hasil karya dan

memamerkannya. 3) Kegiatan Penutup

a) Fase 6: Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. b) Pemberian tugas kepada peserta didik berupa latihan soal atau

mempelajari materi pembelajaran berikutnya.

c) Guru menutup pembelajaran dengan berdoa dan mengucapkan salam.

Sintaks pendekatan saintifik dengan metode Problem Based Learning (PBL) dilengkapi dengan deskripsi kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik yang akan diterapkan pada kelas eksperimen yaitu sebagai berikut.

Tabel 5. Sintaks Pendekatan Saintifik dengan MetodePBL

Kegiatan Fase

Deskripsi Kegiatan

Guru Peserta Didik

Pendahulu an Menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis. Apersepsi Tujuan Pembelaja ran

- Guru memberi salam,

kemudian berdoa

sebelum memulai

kegiatan pembelajaran. - Guru menanyakan kabar

dan mengecek kehadiran peserta didik.

Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

- Peserta didik menjawab salam kemudian berdoa sebelum memulai kegiatan pembelajaran.

- Peserta didik menjawab ketika guru menanyakan kabar dan mengecek kehadiran peserta didik. Peserta didik mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Peserta didik mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.


(49)

32

Kegiatan Fase

Deskripsi Kegiatan

Guru Peserta Didik

Motivasi Guru memberikan motivasi. Peserta didik termotivasi untuk mempelajari materi yang akan diajarkan.

Kegiatan Inti Fase 1: Melakukan Orientasi masalah kepada peserta didik

1. Guru meminta peserta

didik membentuk

kelompok diskusi.

2. Guru membagikan

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan mengajukan beberapa masalah.

1. Peserta didik berkelompok sesuai kesepakatan yang ditentukan.

2. Peserta didik menerima Lembar Kegiatan Siswa

(LKS) yang telah

dibagikan dan

menemukan adanya

kesulitan. Fase 2: Mengorgani sasikan peserta didik untuk belajar.

3. Guru meminta peserta

didik mengamati,

membaca, dan

memahami masalah yang telah diberikan secara individu.

3. Peserta didik mengamati, membaca, dan memahami masalah yang telah diberikan secara individu.

Fase 3: Mendukung kelompok investigasi.

4. Guru meminta peserta didik untuk menuliskan informasi yang terdapat dalam masalah tersebut secara teliti.

5. Guru memberikan

kesempatan bertanya kepada peserta didik tentang hal-hal yang belum dipahami.

6. Guru mendorong peserta didik untuk mencari informasi yang sesuai.

4. Peserta didik menentukan letak dan ketentuan

kesulitan dengan

menuliskan informasi yang terdapat dalam masalah tersebut secara teliti. 5. Peserta didik bertanya

kepada guru atau teman.

6. Peserta didik memberikan saran cara pemecahan

yang mungkin dan

mengembangkan alasan yang memuat saran. Peserta didik berusaha mencari informasi yang

diperlukan dengan

mengumpulkan data-data yang terkait dalam pemecahan masalah.


(50)

33

Kegiatan Fase

Deskripsi Kegiatan

Guru Peserta Didik

Fase 4: Melakukan pengamatan dan percobaan (investigasi) lebih lanjut.

7. Guru meminta peserta didik mendiskusikan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

7. Peserta didik

mendiskusikan cara yang

digunakan untuk

menyelesaikan masalah. Fase 5: Mengem bangkan dan menyajikan artefak/ hasil karya dan memamer kannya.

8. Guru meminta peserta didik menyiapkan laporan hasil diskusi kelompok. 9. Perwakilan kelompok

diminta untuk

mempresentasikan hasil diskusinya.

8. Peserta didik menyiapkan laporan hasil diskusi dalam kelompoknya. 9. Perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Penutup Fase 6: Menganalisis dan mengevalua si proses penyele saian masalah

10. Guru melibatkan

peserta didik

mengevaluasi jawaban kelompok penyaji serta masukan dari peserta didik yang lain dan membuat kesepakatan. Kesepakatan tersebut nantinya dijadikan sebagai kesimpulan. 11. Guru bersama peserta

didik melakukan refleksi pembelajaran.

Pemberian tugas kepada peserta didik berupa latihan soal atau mempelajari materi pembelajaran berikutnya. Guru menutup pembelajaran

dengan berdoa dan

mengucapkan salam.

10. Peserta didik

mengevaluasi jawaban kelompok penyaji serta masukan dari teman yang

lain dan membuat

kesepakatan.

11. Peserta didik melakukan refleksi pembelajaran dengan bimbingan dari guru.

Peserta didik mendapat tugas berupa latihan soal atau mempelajari materi pembelajaran berikutnya. Peserta didik berdoa sebelum pembelajaran berakhir dan menjawab salam.

7. Metode Ekspositori

Dalam pembelajaran matematika, seorang guru diminta untuk tidak mendominasi kelas agar peserta didik lebih aktif. Namun di lain pihak, guru harus memperhatikan apakah metode yang digunakan sesuai dengan tuntutan, apakah


(51)

34

penerapannya sudah efektif atau belum. Dalam pembelajaran matematika, seorang guru lebih sering menggunakan metode ekpositori dalam proses pembelajarannya (Erman Suherman, dkk., 2001: 169). Pada metode ekspositori terlibat metode pembelajaran yang lain seperti metode ceramah dan metode tanya jawab.

Pembelajaran ekspositori menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal (Abdul Majid, 2013: 216). Menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 171), metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Akan tetapi, pada metode ekspositori dominasi guru sudah banyak berkurang. Dalam metode ekspositori seorang guru tidak hanya menjelaskan materi sedangkan peserta didik tidak hanya mendengarkan dan membuat catatan.

Kegiatan yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran matematika dengan metode ekspositori yaitu peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan, peserta didik bertanya kepada teman atau guru jika ada yang belum dimengerti, peserta didik mengerjakan soal di papan tulis, dll. Dengan metode ekspositori peran peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan metode ceramah (Erman Suherman, dkk., 2001: 171).

Sedangkan pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini meliputi 3 fase kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan metode ekspositori adalah sebagai berikut.


(52)

35 1) Kegiatan Pendahuluan

a) Guru menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis. b) Guru memberikan apersepsi.

c) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. d) Guru memberikan motivasi.

2) Kegiatan Inti

a) Guru menyampaikan konsep kepada peserta didik.

b) Guru memberikan contoh kepada peserta didik bagaimana menyelesaikan masalah/soal.

c) Guru meminta peserta didik untuk mengerjakan latihan soal.

d) Guru berkeliling untuk mengamati dan memberi bimbingan seperlunya. e) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya jika

ada yang belum dipahami.

f) Guru dan peserta didik bersama-sama membahas latihan soal dengan meminta perwakilan peserta didik untuk mengerjakan soal di papan tulis. 3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama peserta didik melakukan refleksi pembelajaran.

b) Pemberian tugas kepada peserta didik berupa latihan soal atau mempelajari materi pembelajaran berikutnya.

c) Guru menutup pembelajaran dengan berdoa dan mengucapkan salam.

Menurut Abdul Majid (2013: 220-221), pembelajaran ekspositori masih banyak dan sering digunakan oleh guru. Hal ini disebabkan karena pembelajaran ekspositori memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan metode ekspositori adalah sebagai berikut.


(53)

36

1) Guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran. Sehingga guru dapat mengetahui sejauh mana peserta didik dapat menguasai bahan atau materi pelajaran yang disampaikan.

2) Dianggap efektif jika materi pelajaran harus dikuasai peserta didik cukup luas sedangkan waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.

3) Peserta didik dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran sekaligus peserta didik dapat melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).

4) Dapat digunakan untuk jumlah peserta didik dan ukuran kelas yang besar.

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran dengan metode ekspositori juga memiliki kelemahan (Abdul Majid, 2013: 221), di antaranya sebagai berikut. 1) Pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap peserta didik

yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

2) Tidak bisa melayani perbedaan setiap individu, baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, maupun perbedaan gaya belajar. 3) Keberhasilan pembelajaran tergantung dengan apa yang dimiliki oleh guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi) serta kemampuan mengelola kelas.

4) Pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, sehingga kesempatan untuk mengontrol pemahaman peserta didik akan materi pembelajaran akan terbatas, serta pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan terbatas dengan apa yang diberikan oleh guru.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode ekspositori merupakan salah satu metode pembelajaran yang biasa digunakan


(54)

37

oleh seorang guru dalam proses pembelajaran matematika. Peran peserta didik dalam metode ekspositori lebih dominan dibandingkan dengan peran guru. 8. Prestasi Belajar

Menurut Zainal Arifin (2013: 12), istilah "prestasi belajar" (achievement) berbeda dengan "hasil belajar" (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

Fungsi utama prestasi belajar (Zainal Arifin, 2013: 12) antara lain sebagai berikut.

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pegetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.

c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan. d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi

pendidikan. Indikator intern berarti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Indikator ekstern berarti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik di masyarakat.

e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik. Dalam proses pembelajaran, peserta didik menjadi fokus utama yang harus diperhatikan, karena peserta didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran.


(55)

38

Prestasi belajar peserta didik di sekolah dalam bidang kognitif, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dapat diukur menggunakan tes prestasi belajar (Zainal Arifin, 2013: 117). Menurut Zainal Arifin (2013: 118), tes prestasi belajar merupakan tes untuk mengukur kemampuan aktual sebagai hasil belajar.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan aspek pengetahuan yang dikuasai peserta didik setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi belajar peserta didik dapat diukur dengan tes prestasi belajar yang dibuat oleh guru mata pelajaran.

9. Tinjauan Materi Ruang Dimensi Tiga

Bangun ruang merupakan bangun dimensi tiga. Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai benda-benda dimensi tiga seperti kubus, balok, prisma, limas, bola, kerucut, dan tabung. Unsur-unsur yang membentuk bangun ruang adalah tiitik, garis, dan bidang.

a. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang

Menurut M. Karso. dkk. (2010: 71), sebuah titik dipikirkan sebagai suatu tempat/posisi dalam ruang sehingga titik tidak memiliki panjang maupun ketebalan. Menurut Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani (2006: 196), titik yaitu suatu noktah yang hanya ditentukan letaknya dan tidak mempunyai ukuran. Titik biasanya diberi nama dengan huruf kapital, misalnya titik A dan titik B.

Gambar 1. Titik A dan Titik B


(56)

39

Menurut M. Karso. dkk. (2010: 71), sebuah garis dipikirkan sebagai suatu himpunan titik berderet yang panjang tak terbatas, tetapi tidak memiliki lebar. Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani (2006: 196) berpendapat bahwa garis adalah himpunan titik-titik. Garis tidak memiliki batas ke kiri atau ke kanan. Oleh karena itu, garis cukup digambar wakilnya saja. Sebuah garis dinamai dengan huruf kecil, misalnya garis g, garis h, dan seterusnya. Sebuah garis juga dinamai dengan nama titik yang dihubungkan, misalnya ruas garis AB.

Gambar 2. Garis g, Garis h, dan Garis AB

Menurut M. Karso. dkk. (2010: 71), sebuah bidang dipikirkan sebagai suatu himpunan titik berderet dan berjajar secara rapat dan tak terbatas, tetapi tidak memiliki ketebalan. Sedangkan menurut Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani (2006: 197), pengertian bidang adalah perluasan dari beberapa titik atau garis yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sebuah bidang cukup digambar wakilnya saja, yaitu suatu daerah terbatas yang terletak pada bidang.

Gambar 3. Bidang α

Bidang pada gambar di atas disebut bidang PQRS. Bidang di atas dapat pula disebut bidang α.

B

P Q

R S

α

A h


(57)

40 1) Kedudukan Titik terhadap Garis

Kedudukan titik terhadap garis ada dua macam yaitu kedudukan titik di luar garis dan kedudukan titik terletak atau berimpit pada garis (Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani, 2006: 197).

a) Titik A terletak di luar garis

Gambar 4. Titik A terletak di luar garis ℓ

Sebuah titik A dikatakan terletak di luar garis

ℓ,

jika garis

tidak melalui titik A.

b) Titik A terletak pada garis ℓ

Gambar 5. Titik A terletak pada garis ℓ

Sebuah titik A dikatakan terletak pada garis

ℓ,

jika garis

melalui titik A. 2) Kedudukan Titik terhadap Bidang

Kedudukan titik terhadap bidang ada dua macam yaitu kedudukan titik dapat terletak pada bidang dan kedudukan titik terletak di luar bidang (Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani, 2006: 197).

a) Titik A pada bidang

Gambar 6. Titik A terletak pada bidang

Sebuah titik A dikatakan terletak pada bidang , jika bidang melalui titik A.

A

A


(58)

41 b) Titik A di luar bidang

Gambar 7. Titik A terletak di luar bidang

Sebuah titik A dikatakan terletak di luar bidang , jika bidang tidak melalui titik A.

3) Kedudukan Garis terhadap Garis

Kedudukan garis terhadap garis terdapat empat macam yaitu berimpit, berpotongan, sejajar, dan bersilangan bidang (Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani, 2006: 197).

a) Berimpit

Gambar 8. Garis

k

dan Garis Berimpit

Garis

k

dan garis ℓ dikatan berimpit jika setiap titik pada garis

k

juga terletak pada garis ℓ, dan sebaliknya.

b) Berpotongan

Gambar 9. Garis

k

dan Garis ℓ Berpotongan

Garis

k

dan garis ℓ dikatan saling berpotongan, jika kedua garis tersebut memiliki satu titik persekutuan yang disebut titik potong. Dua garis hanya dapat berpotongan jika terletak pada suatu bidang yang sama.

A

k = l

l

k


(59)

42 c) Sejajar

Gambar 10. Garis

k

dan Garis ℓ Sejajar

Garis

k

dan garis ℓ dikatan sejajar, kedua garis tidak memiliki titik persekutuan.

d) Bersilangan

Gambar 11. Garis

k

dan Garis ℓ Bersilangan

Garis

k

dan garis ℓ dikatan bersilangan, jika kedua garis tidak memiliki titik persekutuan, tidak sejajar, dan tidak terletak pada satu bidang yang sama. 4) Kedudukan Garis terhadap Bidang

Kedudukan garis terhadap bidang terdapat tiga macam yaitu garis terletak pada bidang, garis sejajar dengan bidang, dan garis menembus bidang bidang (Cucun Cunayah, Etsa Indra Irawan, dan Ahmad Zaelani, 2006: 198).

a) Garis

k

terletak pada bidang (berimpit)

Gambar 12. Garis

k

terletak pada Bidang α

k

l

l

k


(1)

(2)

367 Lampiran 5.3


(3)

368 Lampiran 5.4


(4)

(5)

(6)

371 Lampiran 5.5


Dokumen yang terkait

Pengaruh penggunaan model pbl (problem based learning) terhadap pengetahuan metakognitif biologi siswa Kelas X pada konsep virus

2 18 226

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS DISCOVERY LEARNING (DL) DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Saintifik Berbasis Discovery Learning (Dl) Dan Problem Based Learning (Pbl) Ditinjau Dari Ko

0 6 19

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN PROJECT BASED Pengaruh Pembelajaran Matematika Dengan Model Problem Based Learning (PBL) Dan Project Based Learning (PjBL) Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari Komunikasi

0 2 14

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muh

0 2 15

PENDAHULUAN Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo Tahun 2013/ 2014.

0 1 5

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muh

0 1 12

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (DL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SEJARAH DITINJAU DARI MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI BOYOLALI.

0 10 144

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KLATEN.

1 12 176

EFEKTIVITAS PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 BLORA PADA MATERI OPERASI BENTUK ALJABAR.

0 2 265

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING(PBL) DAN LEARNING CYCLE 5E DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI DIMENSI TIGA DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI DI-KABUPATEN SUKOHARJO | Paryatun | 8581

0 0 11