UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI MALANGAN.

(1)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

QUANTUM TEACHING PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI MALANGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Wahyu Hendrawan NIM 12108244031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Tak satupun perbuatan baik (sekecil apapun perbuatan itu) yang sia-sia”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Kedua orangtua tercinta beserta keluarga, terimakasih atas doa, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.


(7)

vii

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

QUANTUM TEACHING PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI MALANGAN

Oleh

Wahyu Hendrawan NIM 12108244031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran Quantum Teaching di kelas IV SD Negeri Malangan, Sumberagung, Moyudan, Sleman.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif dengan desain penelitian menggunakan model Kemmis & Mc. Taggart yang meliputi langkah perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Malangan tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa sebanyak 24 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi dan soal tes hasil belajar. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I, capaian aktivitas belajar siswa pada kategori sangat tinggi mencapai 58,34%. Setelah dilakukan perbaikan tindakan di siklus II berupa penambahan lirik lagu, penggunaan pemutar musik dan pengeras suara, serta pemberian reward dan punishment dapat meningkatkan capaian aktivitas belajar siswa pada kategori sangat tinggi menjadi 79,16%. Tindakan siklus I juga meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa, dari nilai rata-rata hasil belajar siswa pra tindakan sebesar 69,54 meningkat menjadi 71,58. Peningkatan tersebut disertai dengan meningkatnya capaian siswa yang tuntas dari 37,5% menjadi 58,33%. Dari perbaikan tindakan di siklus II berupa pengulangan materi dalam bentuk tanya jawab secara lebih merata serta diberikannya lebih banyak kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang belum paham, menjadikan rata-rata hasil belajar siswa kembali meningkat menjadi 75,92. Peningkatan tersebut disertai dengan meningkatnya capaian siswa yang tuntas menjadi 75%.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini ditulis sebagai realisasi untuk memenuhi tugas mata kuliah Tugas Akhir Skripsi. Selain itu penelitian ini diajukan kepada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran sejak awal hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri

Yogyakarta yang telah memberikan jalan kepada penulis guna memperoleh ilmu dan pengalaman selama duduk di bangku perkuliahan.


(9)

ix

6. Bapak Ismana, S. Pd. I. selaku Kepala Sekolah SD Negeri Malangan yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. 7. Ibu Caecilia Sartiyem, S. Pd. selaku guru kelas IV SD Negeri Malangan yang

telah bersedia untuk berkolaborasi dalam penelitian ini.

8. Semua siswa kelas IV SD Negeri Malangan yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini.

9. Teman-teman yang senantiasa memberikan motivasi dan saran.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 15 November 2016 Penulis


(10)

x

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6


(11)

xi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang IPA ... 8

1. Hakikat IPA ... 8

2. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 11

B.Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 16

C.Tinjauan tentang Model Pembelajaran Quantum Teaching ... 19

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 19

2. Pengertian Quantum Teaching ... 20

3. Asas Utama Quantum Teaching ... 21

4. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching ... 22

5. Kerangka Rancangan “TANDUR” sebagai ... Strategi Quantum Teaching ... 25

6. Keunggulan Quantum Teaching ... 28

D.Tinjauan tentang Aktivitas Belajar ... 30

E. Tinjauan tentang Hasil Belajar ... 34

F. Kerangka Berpikir ... 37

G.Hipotesis Tindakan ... 40

H.Definisi Operasional Variabel ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 42

B.Subjek dan Objek Penelitian ... 42

C.Setting Penelitian ... 43


(12)

xii

E. Metode Pengumpulan Data ... 47

F. Instrumen Penelitian ... 49

G.Teknik Analisis Data ... 52

H.Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 56

1. Deskripsi Pra Tindakan ... 56

2. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 57

3. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 78

B.Pembahasan ... 101

C.Keterbatasan Penelitian ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 109

B.Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Aktivitas Guru dalam Quantum Teaching ... 28

Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 50

Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 50

Tabel 4. Kisi-Kisi Soal Tes ... 51

Tabel 5. Kriteria Persentase Aktivitas Belajar ... 54

Tabel 6. Kriteria Persentase Hasil Belajar ... 55

Tabel 7. Hasil Belajar Siswa Pra Tindakan ... 56

Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... 72

Tabel 9. Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 74

Tabel 10. Perbandingan Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Pra Tindakan ... dan Siklus I ... 75

Tabel 11. Refleksi Tindakan Siklus I ... 77

Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II... 94

Tabel 13. Perbandingan Jumlah Capaian Aktivitas Belajar Siswa ... Siklus I dan Siklus II ... 95

Tabel 14. Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 97

Tabel 15. Perbandingan Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Pra Tindakan, ... Siklus I, dan Siklus II ... 98


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Model Kemmis dan Mc. Taggart ... 44 Gambar 2. Diagram Batang Ketercapaian Langkah-Langkah ...

Quantum Teaching Siklus I ... 69 Gambar 3. Diagram Lingkaran Persentase Aktivitas Belajar Siswa ...

Siklus I ... 73 Gambar 4. Diagram Lingkaran Persentase Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 75 Gambar 5. Diagram Batang Rata-Rata Hasil Belajar Siswa ...

Pra Tindakan dan Siklus I ... 76 Gambar 6. Diagram Batang Ketercapaian Langkah-Langkah ...

Quantum Teaching Siklus II ... 91 Gambar 7. Diagram Lingkaran Persentase Aktivitas Belajar Siswa ...

Siklus II ... 95

Gambar 8. Diagram Batang Perbandingan Capaian Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ... 96

Gambar 9. Diagram Lingkaran Persentase Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 98 Gambar 10. Diagram Batang Rata-Rata Hasil Belajar Siswa ...


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 115

Lampiran 2. Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 129

Lampiran 3. Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan ... Siklus II ... 131

Lampiran 4. Lembar Soal Tes Siklus I ... 132

Lampiran 5. Rubrik Penilaian Soal Tes Siklus I ... 133

Lampiran 6. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 134

Lampiran 7. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... 140

Lampiran 8. Data Hasil Belajar Pra Tindakan dan Hasil Tes Siklus I ... 143

Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 145

Lampiran 10. Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 160

Lampiran 11. Lembar Soal Tes Siklus II ... 162

Lampiran 12. Rubrik Penilaian Soal Tes Siklus II ... 163

Lampiran 13. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 164

Lampiran 14. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ... 170

Lampiran 15. Data Capaian Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... dan Siklus II ... 173

Lampiran 16. Data Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II ... 174

Lampiran 17. Dokumentasi Pelaksanaan Tindakan ... 176


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari jalannya proses pembelajaran. Proses yang dimaksud adalah keterkaitan semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pembelajaran (Moh. Uzer Usman, 2006: 5). Syarat utama berlangsungnya proses pembelajaran yaitu adanya interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa, sehingga siswa juga memiliki peranan penting dalam terjadinya proses pembelajaran. Demi ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, perlu adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran agar tujuan tersebut dapat tercapai secara optimal.

Pada pembelajaran IPA, suatu proses ilmiah tentu tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan siswa, karena pada dasarnya pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang menekankan pada adanya pengalaman langsung atau setidaknya pembelajaran dapat menyentuh aspek-aspek kehidupan siswa. Menurut Usman Samatowa (2006: 4) pembelajaran IPA dipandang sebagai suatu proses aktif dan sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang ingin dipelajari anak. Hal ini memperlihatkan bahwa pembelajaran IPA tidak boleh terlepas dari kebutuhan siswa itu sendiri.

De Vito, et al. (Usman Samatowa, 2006: 146) juga mengemukakan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Melalui pembelajaran seperti itu, maka pembelajaran IPA


(17)

2

tidak terlihat sebagai mata pelajaran yang asing, tidak terkesan sebagai mata pelajaran yang sulit dan bersifat hafalan. Dengan memberikan kesempatan siswa untuk terlibat dalam proses ilmiah maka secara tidak langsung juga memberikan ruang kepada siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir dan mengembangkan sikap ilmiah mereka. Selain itu pembelajaran IPA juga akan menjadi lebih bermakna dan berguna bagi kehidupan siswa untuk mengatasi suatu permasalahan yang ditemukan di kemudian hari.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di kelas IV SD Negeri Malangan, Sumberagung, Moyudan, Sleman, proses pembelajaran IPA berlangsung secara klasikal. Guru menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas dan beberapa siswa mendengarkan sambil menyimak buku pelajaran. Namun selama guru menjelaskan materi pembelajaran, adapula siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar. Terlihat ketika guru masih menjelaskan materi ada beberapa siswa yang asyik berbicara dengan teman satu meja, ada yang sibuk memainkan alat tulisnya, dan ada pula siswa yang memukul-mukul meja maupun melempar buku.

Dari hasil observasi juga diketahui bahwa siswa cenderung pasif. Beberapa siswa sulit untuk diajak berdiskusi dengan teman satu kelompok. Siswa hanya menyerahkan tugas diskusi kelompok kepada salah satu temannya. Selain itu hanya beberapa siswa juga yang mau menjawab pertanyaan dari guru dan sedikit siswa yang mampu menjawab pertanyaan guru dengan benar. Meskipun guru telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, tetapi siswa jarang mengajukan pertanyaan apabila


(18)

3

menemukan kesulitan. Akibatnya ada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tes, sehingga siswa mendapatkan nilai yang kurang bagus. Ini ditunjukkan dari perolehan nilai rata-rata ujian siswa pada mata pelajaran IPA yaitu 68,7. Rata-rata nilai tersebut masih di bawah KKM yang telah ditetapkan yaitu 72 dan nilai sebagian besar siswa masih di bawah KKM tersebut. Ini terkesan bahwa kurangnya aktivitas belajar siswa dimungkinkan menjadi salah satu penyebab dari rendahnya hasil belajar siswa.

Dalam suatu proses pembelajaran tentu ada harapan untuk terjadinya suatu perubahan khususnya pada diri siswa. Perubahan yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses belajar ini meliputi perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya (Sugihartono, dkk., 2012: 76). Untuk mencapai sebuah hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang menyeluruh maka perlu adanya proses pembelajaran yang aktif. Guru perlu mengembangkan strategi dan model pembelajaran yang digunakan agar dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar, sehingga nantinya hasil belajar siswa juga ikut meningkat.

Pendidikan yang semakin berkembang memunculkan banyak inovasi dalam pembelajaran, terutama pada model pembelajaran. Guru yang kreatif dan profesional tentu dapat menentukan model pembelajaran yang paling sesuai dengan pokok bahasan, karakteristik siswa, dan kondisi lingkungan di sekolah, sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih aktif, efektif, menyenangkan, dan yang lebih penting yaitu siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Maka dari beberapa alternatif model pembelajaran


(19)

4

yang ada, peneliti memilih model pembelajaran Quantum Teaching sebagai jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya.

Menurut Miftahul A’la (2011: 60) melalui model Quantum Teaching ini

lingkungan belajar menjadi lebih efektif dan proses belajar menjadi lebih mudah, sehingga partisipasi, motivasi dan minat, rasa kebersamaan, daya ingat, serta kehalusan transisi dapat meningkat. Selain itu, menurut Miftahul A’la (2011: 41) terdapat empat ciri yang menonjol pada model Quantum Teaching yaitu adanya unsur demokrasi, adanya kepuasan pada diri siswa, adanya unsur pemantapan dalam penguasaan materi, serta adanya unsur kemampuan pada guru untuk merumuskan temuan. Quantum Teaching memberikan kesempatan yang luas bagi seluruh siswa untuk terlibat aktif dan terhindar dari unsur paksaan, sehingga dengan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan ini dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih bermutu.

Dengan menggunakan model Quantum Teaching ini, diharapkan pembelajaran IPA tidak lagi terkesan sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan, namun dapat menjadi mata pelajaran yang menyenangkan, berkesan, dan selalu ditunggu-tunggu para siswa. Maka dari beberapa alasan yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti mengambil judul penelitian “Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan”.


(20)

5 B.Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Rendahnya konsentrasi siswa saat guru menjelaskan materi pembelajaran. 2. Kurangnya aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA.

3. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

C.Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya masalah yang diketemukan dalam identifikasi masalah, maka penelitian ini penulis batasi pada upaya meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan?

2. Bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan?


(21)

6 E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dalam dunia pendidikan mengenai upaya meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching pada mata pelajaran IPA.

2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi sekolah mengenai alternatif model pembelajaran, yaitu model


(22)

7

pembelajaran Quantum Teaching yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sekolah.

b. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui model pembelajaran Quantum Teaching.

c. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran Quantum Teaching.


(23)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang IPA 1. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam atau sering disebut sebagai sains diambil dari kata Bahasa Inggris “Science”. Science atau sains secara umum dapat diartikan sebagai Ilmu Pengetahuan, karena menurut Maslichah Asy’ari (2006: 7) sains merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Oleh sebab itu, secara umum sains mencakup Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Akan tetapi, dalam penelitian ini sains secara khusus akan dimaknai sebagai Ilmu Pengetahuan Alam.

Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 3) juga menjelaskan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Untuk memperoleh pengetahuan yang rasional dan objektif tentu diperlukan sikap yang rasional dan objektif pula, sehingga selain untuk memperoleh pengetahuan baru, proses yang dilakukan juga dapat mengembangkan sikap.

Secara garis besar menurut Patta Bundu (2006: 11-13), sains memiliki tiga komponen yaitu sains sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah.

a. Sains sebagai Produk

Disebut sebagai produk karena sains berisi kumpulan hasil dari kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk


(24)

9

fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori sains yang dapat dikembangkan sebagai pemenuhan rasa ingin tahu manusia serta untuk keperluan praktis manusia.

1) Fakta Sains

Fakta merupakan produk sains yang paling dasar yaitu mengenai pertanyaan maupun pernyataan tentang benda yang benar-benar ada atau peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi dan telah dibuktikan secara objektif. Fakta ini diperoleh melalui pengamatan yang intensif dan dilakukan secara kontinu.

2) Konsep Sains

Konsep adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta sains yang saling berhubungan. Konsep dapat pula diartikan sebagai suatu definisi atau penjelasan tentang benda atau peristiwa alam.

3) Prinsip Sains

Prinsip sains menjelaskan atau menggeneralisasikan hubungan di antara konsep-konsep sains yang berkaitan.

4) Hukum Sains

Hukum sains adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima kebenarannya dan dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama karena telah berkali-kali mengalami pengujian.

5) Teori Sains

Teori sains atau sering disebut sebagai teori ilmiah merupakan kerangka hubungan yang lebih luas antara fakta, konsep, prinsip, dan


(25)

10

hukum yang dijadikan sebagai model atau gambaran para ilmuwan untuk menjelaskan gejala alam.

Untuk mendapatkan produk sains seperti yang disebutkan di atas tentu para ilmuwan harus melalui suatu proses sains. Maka dari itu, sains sebagai suatu produk tidak dapat dipisahkan dari sains sebagai suatu proses.

b. Sains sebagai Proses

Sebagai suatu proses, sains merupakan cara kerja, cara berpikir, dan cara untuk memecahkan suatu masalah. Cara dalam sains dikenal dengan istilah metode ilmiah. Metode tersebut juga digunakan dalam mengaji fenomena alam untuk memperoleh ilmu dan pengembangannya.

Dalam proses sains, guru tidak lagi berpikir bahwa sains merupakan pengetahuan atau fakta yang harus dihafal, melainkan suatu bentuk pengetahuan yang diperoleh dengan cara aktif, berbuat, dan menyelidiki. Pada tingkatan ini, cara siswa mendapatkan informasi sains jauh lebih baik daripada berapa banyak materi sains yang diketahui.

Melalui proses sains, hasil belajar yang dihasilkan juga akan berkesan, tidak mudah dilupakan, dan akan dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Sains sebagai Sikap Ilmiah

Sikap sains atau sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki oleh ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru,


(26)

11

misalnya objektif terhadap fakta, hati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka, selalu ingin meneliti, dan sebagainya.

Dengan demikian hakikat Ilmu Pengetahuan Alam adalah suatu pengetahuan mengenai alam semesta beserta isinya yang tersusun secara sistematis dan bersifat rasional, meliputi tiga komponen sains yang saling berhubungan yaitu sains sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Hakikat IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, karena untuk memperoleh pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori ilmiah diperlukan suatu proses ilmiah yang dilakukan berdasarkan sikap ilmiah.

2. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kolaborasi dua aspek secara terpadu, yaitu belajar dan mengajar. Belajar tertuju pada kegiatan siswa dan mengajar berorientasi pada kegiatan guru sebagai pemberi pelajaran (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2008: 11). Nasution (Sugihartono, dkk, 2012: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang melibatkan siswa serta guru atau dapat pula terjadi antar siswa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu adanya kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala


(27)

12

potensi dan sumber yang ada baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun potensi yang ada di luar diri siswa (Wina Sanjaya, 2010: 26).

Menurut Marjono (Ahmad Susanto, 2013:167), yang diutamakan dalam pembelajaran untuk anak jenjang sekolah dasar adalah pembelajaran yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap suatu masalah. Tentu saja setiap pembelajaran yang ada di sekolah dasar diharapkan dapat mencapai hal tersebut, tak terkecuali pada pembelajaran IPA. Dengan memupuk rasa ingin tahu siswa secara ilmiah, maka kemampuan berpikir dan kemampuan bertanya siswa dapat berkembang, selain itu siswa juga mampu untuk mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti(Usman Samatowa, 2006: 1).

Menurut Srini M. Iskandar (1997: 14) Ilmu Pengetahuan Alam pada anak SD berisi tentang kejadian-kejadian bersifat kebendaan dan pada umumnya didasarkan atas hasil observasi, eksperimen, dan induksi. De Vito, et al. (Usman Samatowa, 2006: 146) juga menyatakan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Maka pokok bahasan pembelajaran IPA di SD akan erat kaitannya dengan kehidupan siswa dan sekitarnya.

Suatu pengetahuan akan dapat diterima oleh siswa apabila guru sebagai fasilitator dapat menentukan cara untuk menyampaikannya. Guru yang berkompeten tentu dapat menentukan cara yang tepat untuk menyampaikan suatu pengetahuan. Usman Samatowa (2006: 3) menyatakan apabila pembelajaran IPA diajarkan menggunakan cara yang tepat, maka


(28)

13

IPA merupakan suatu mata pelajaran yang dapat memberikan kesempatan berpikir kritis. Untuk mampu berpikir kritis tentu di dalam suatu pembelajaran terdapat proses ilmiah yang menyertainya. Proses tersebut yang dapat pula menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Sikap ilmiah tersebut menurut Ahmad Susanto (2013: 171) dapat diindikasikan dengan merumuskan masalah hingga menarik kesimpulan, sehingga melalui pembelajaran IPA siswa mampu berpikir kritis.

Proses ilmiah yang dibangun dalam pembelajaran IPA menunjukkan bahwa pembelajaran IPA tidak hanya menekankan pada penguasaan pengetahuan, melainkan lebih pada suatu proses penemuan teori dan konsep. Maslichah Asy’ari (2006: 22) juga menjelaskan bahwa pembelajaran IPA tidak hanya mementingkan produk atau hasilnya saja, melainkan dari proses untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Melalui proses ilmiah, Prihantro Laksmi (Trianto, 2010: 141-142) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran IPA terdapat nilai-nilai antara lain sebagai berikut:

a. Mampu berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah, serta cakap dalam bekerja.

b. Terampil serta cakap dalam mengadakan pengamatan dan penggunaan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.

c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah terkait pembelajaran IPA maupun dalam kehidupan.


(29)

14

Nilai-nilai tersebut dapat tertanam pada diri siswa melalui pembelajaran IPA di sekolah dasar, sehingga dapat dijadikan sebagai bekal untuk menjawab suatu permasalahan yang ada di kehidupannya. Dalam konteks pandangan hidup, Trianto (2010: 142) menyatakan bahwa pembelajaran IPA merupakan suatu instrumen untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan sosial manusia.

Adapun tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (Ahmad Susanto, 2013: 171) adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran unuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP.

Hendro Darmodjo dan Jenny R.E.Kaligis (1992: 6) juga mengemukakan bahwa dengan pembelajaran IPA diharapkan siswa dapat: a. Memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan

manusia serta konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya. Sebagai makhluk hidup tentu manusia perlu untuk memahami alam beserta


(30)

15

kehidupannya. Dengan memahami alam sekitar melalui pembelajaran IPA tersebut, maka siswa juga diharapkan dapat menghargai semua yang telah Tuhan ciptakan.

b. Memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, berupa keterampilan proses atau metode ilmiah yang sederhana. Dengan keterampilan tersebut maka siswa akan terlatih untuk berpikir secara terstruktur atau sistematis apabila dihadapkan oleh suatu permasalahan ataupun pengetahuan baru. c. Memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan

memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran pencipta-Nya.

d. Memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan melalui pendidikan dasar di SD maka diharapkan siswa telah memahami pengetahuan dasar terkait IPA yang nantinya akan memudahkan siswa untuk memperoleh pengetahuan lanjutan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Ruang lingkup materi atau bahan kajian IPA di SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat

dan gas.

c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. (Sri Sulistyorini, 2007: 40).


(31)

16

Materi IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber daya alam. Pemilihan materi disesuaikan dengan silabus yang digunakan oleh guru Kelas IV SD Negeri Malangan. Standar kompetensi materi tersebut adalah memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Kompetensi dasar materinya yaitu menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan dan menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan.

B.Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Ngalim Purwanto (1996: 107) menyebutkan bahwa siswa memiliki karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Maka penting bagi seorang guru untuk memahami karakteristik setiap siswa agar proses pembelajaran yang dirancang guru dapat diterima siswa dengan baik.

Menurut Usman Samatowa (2006: 7), masa keserasian bersekolah dibagi ke dalam dua fase yaitu:

1. Masa kelas rendah sekolah dasar, dengan umur sekitar 6 tahun sampai sekitar 8 tahun. Jadi yang termasuk ke dalam kategori kelas rendah yaitu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.

2. Masa kelas tinggi sekolah dasar, dengan umur sekitar 9 tahun sampai sekitar 12 tahun. Jadi yang termasuk ke dalam kategori kelas tinggi yaitu kelas 4, kelas 5, dan kelas 6.


(32)

17

Usman Samatowa (2006: 7-8) juga menjelaskan bahwa pada masing-masing fase memiliki karakteristiknya masing-masing-masing-masing. Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa Kelas IV SD. Maka perlu untuk mengetahui sifat-sifat khas yang dimiliki siswa pada masa kelas tinggi, yaitu sebagai berikut:

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang bersifat konkret. 2. Realistik, ingin tahu dan ingin belajar.

3. Menjelang akhir masa ini muncul minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus.

4. Sampai sekitar umur 11 tahun, siswa membutuhkan guru atau orang yang lebih dewasa untuk menyelesaikan tugasnya dan untuk memenuhi keinginannya.

5. Memandang nilai sebagai ukuran dalam berprestasi.

6. Gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama.

7. Peran idola bagi siswa sangat penting. Pada umumnya, siswa akan mengidolakan orangtua atau kakaknya karena dianggap sebagai manusia yang sempurna. Guru juga sering dianggap sebagai idola karena dipandang sebagai manusia yang serba tahu.

Karakteristik perkembangan pada siswa sekolah dasar juga dapat dilihat dari tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Teori Piaget. Tahapan-tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget (Dale H. Schunk, 2012: 332) yaitu terdiri dari tahap sensorikmotor (lahir sampai 2 tahun), tahap


(33)

pra-18

operasional (2 sampai 7 tahun), tahap operasional konkret (7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal (11 sampai dewasa). Siswa Kelas IV pada umumnya berumur antara 9-11 tahun, sehingga berdasarkan klasifikasi Piaget siswa Kelas IV berada pada tahapan operasional konkret. Menurut Maslichah

Asy’ari (2006: 38) pada tahap operasional konkret pada umumnya siswa

memiliki sifat:

1. Memiliki rasa ingin tahu yang kuat sehingga siswa suka untuk mencoba-coba mengeksplorasi hal baru.

2. Masih senang untuk bermain serta menyukai suasana yang menggembirakan. Jika siswa suka dengan situasi yang ada, siswa akan dapat belajar dengan efektif.

3. Suka mengatur dirinya sendiri.

4. Memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi, sehingga siswa tidak suka mengalami kegagalan.

5. Siswa belajar dengan cara bekerja dan suka mengajarkan suatu hal yang ia bisa kepada temannya.

Menurut Dale H. Schunk (2012: 333) cara berpikir siswa pada tahapan operasional konkret tidak lagi didominasi oleh persepsi, melainkan siswa telah mampu untuk menggunakan pengalaman-pengalamannya sebagai acuan dan siswa tidak lagi bingung dengan pemahamannya. Maka dari itu, pembelajaran perlu didesain sedemikian rupa agar siswa memperoleh pengalaman, sehingga siswa mampu untuk membangun pengetahuannya.


(34)

19

Berdasarkan pemahaman mengenai karakteristik siswa sekolah dasar yang telah dijelaskan di atas, guru yang kompeten akan mampu merancang pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan siswa. Guru dapat menentukan pendekatan, metode, bahan ajar, media, maupun model pembelajaran yang tepat, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

C.Tinjauan tentang Model Pembelajaran Quantum Teaching 1. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Sa’dun Akbar (2013: 49-50), model pembelajaran

merupakan pola dalam merancang suatu pembelajaran. Pola tersebut dapat didefinisikan sebagai langkah pembelajaran beserta perangkatnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Trianto (2010: 53) juga berpendapat bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan suatu prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu model pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka kunci untuk dapat disebut sebagai model pembelajaran adalah adanya langkah-langkah atau kerangka konseptual yang sengaja disusun dalam suatu rancangan pembelajaran yang bertujuan agar pembelajaran dapat berjalan secara sistematis sehingga mampu untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.

Saur Tampubolon (2014: 88) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu


(35)

20

pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik. Maka penting untuk menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakteristik siswa agar penerapan pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik dapat efektif. Selain dapat menentukan model yang tepat, guru juga perlu menguasai model tersebut karena penguasaan atas model pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pembelajaran (Saur Tampubolon, 2014: 87).

Dalam menentukan model pembelajaran juga perlu memperhatikan keberhasilan dan ketercapaian terhadap tujuan belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat memenuhi hal tersebut adalah Quantum Teaching. Menurut Sugiyanto (2010: 75-76), Quantum Teaching sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi dan juga sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. 2. Pengertian Quantum Teaching

Quantum Teaching diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelligences (Gardner),

Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential

Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Elements of Effective Instuction (Hunter), sehingga Quantum

Teaching menjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan, dan

kompatibel dengan otak yang mampu melejitkan kemampuan siswa untuk berprestasi. Hal tersebut dibuktikan dari hasil Quantum Teaching di


(36)

21

SuperCamp yaitu mampu meningkatkan motivasi, nilai, rasa percaya diri, harga diri, dan dapat melanjutkan keterampilan (Bobbi DePorter, 2005: 4).

Istilah “Quantum” dipinjam dari ilmu fisika yang berarti interaksi

yang mengubah energi menjadi cahaya. Maka Quantum Teaching bermaksud untuk mengubah bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar. Interaksi tersebut mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif dengan menyingkirkan hambatan dalam proses pembelajaran menggunakan cara seperti memanfaatkan musik, membuat lingkungan sekeliling lebih berwarna, menyusun bahan ajar yang sesuai, menyajikan dengan cara yang efektif, maupun dengan melibatkan siswa aktif. Quantum

Teaching dapat menjadi model pembelajaran yang efektif, karena

menekankan pada keterlibatan siswa untuk aktif dalam pembelajaran serta membutuhkan kemampuan guru dalam memaksimalkan momen belajar dengan cara menggunakan unsur pada siswa dan lingkungan belajar (Bobbi DePorter, 2005: 5).

3. Asas Utama Quantum Teaching

Menurut Bobbi DePorter (2005: 6) asas dari Quantum Teaching

adalah “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke

Dunia Mereka.” Maka segala hal dalam kerangka Quantum Teaching

dibangun berdasarkan asas tersebut. Dari asas tersebut sangat jelas bahwa fokus utama dalam Quantum Teaching yaitu siswa. Sebagai langkah awal, penting bagi guru untuk memasuki dunia siswa yaitu dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan


(37)

22

yang dimiliki siswa. Dengan menggunakan asas tersebut, maka Quantum

Teaching dapat mendorong keberhasilan pembelajaran IPA, karena

pembelajaran IPA yang baik adalah pembelajaran yang dapat mengaitkan IPA dengan kehidupan atau lingkungan siswa.

Masuknya guru ke dalam dunia siswa akan membentuk keterkaitan antara guru dan siswa. Selanjutnya guru dapat membawa siswa untuk masuk ke dunia kita. Maksud dari “dunia kita” adalah dunia guru dan siswa. Dengan kata lain siswa tetap akan memperoleh pengetahuan dari guru tanpa meninggalkan dunianya. Maka dari itu, dengan Quantum Teaching ini siswa dapat merasa senang dan mudah memahami pembelajaran karena semua yang ada dalam proses pembelajaran berkaitan dengan kehidupannya. 4. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching

Adapun prinsip-prinsip Quantum Teaching menurut Bobbi DePorter (2005: 7) adalah sebagai berikut:

a. Segalanya Berbicara

Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. Quantum Teaching memandang bahwa seluruh komponen yang berpengaruh dalam pembelajaran seperti lingkungan kelas, perangkat pembelajaran, maupun pribadi guru itu sendiri haruslah berhubungan dengan belajar, baik sebagai faktor pendorong proses pembelajaran maupun sebagai bahan untuk belajar siswa.


(38)

23

Siswa pada tahap operasional konkret dengan salah satu karakternya yaitu suka meniru atau menjadikan guru sebagai model panutan, maka cara berpakaian guru atau sikap yang dilakukan oleh guru juga menjadi sorotan bagi siswa. Maka dari itu penting bagi guru untuk memperhatikan prinsip ini, karena segalanya yang berkaitan dengan pembelajaran dapat berbicara.

b. Segalanya Bertujuan

Segala rancangan yang digubah oleh guru harus mempunyai tujuan. Pembelajaran harus mempunyai arah yang benar. Melalui tahapan-tahapan model pembelajaran yang ditentukan guru, maka guru dapat mengantarkan siswa sampai ke tujuan yang benar. Tujuan itu sendiri haruslah jelas. Tujuan harus sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.

c. Pengalaman sebelum Pemberian Nama

Proses pembelajaran yang paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk materi yang mereka pelajari. Dengan kata lain siswa telah mengetahui informasinya terlebih dahulu sebelum guru menjelaskan tentang konsep yang tepat. Informasi tersebut dapat diperoleh baik secara eksperimen ataupun melalui diskusi dengan teman sebaya. Informasi yang diperoleh oleh siswa pada awalnya dapat terjadi kekeliruan, namun guru dapat memberikan informasi yang tepat melalui pemberian nama tersebut. Poin


(39)

24

dari prinsip ini adalah siswa harus melewati proses agar mampu memperoleh pengalaman tentang pengetahuan yang didapatnya.

d. Akui setiap Usaha

Siswa berhak atas pengakuan untuk kecakapan dan rasa percaya diri mereka saat pembelajaran. Tidak hanya untuk siswa berprestasi saja yang mendapat pengakuan dari guru maupun siswa lainnya. Siswa berprestasi atau siswa yang dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dapat menerima pengakuan berupa pujian maupun reward, sedangkan siswa yang belum berprestasi atau siswa yang masih memiliki hambatan dalam belajar juga berhak menerima pengakuan berupa motivasi maupun diberikan program perbaikan agar selanjutnya mampu untuk berprestasi.

Quantum Teaching memandang bahwa tidak ada yang berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Semua siswa sama-sama sedang berproses, sehingga guru perlu untuk mengakui semua siswa. Dengan mengakui setiap usaha yang telah dilakukan siswa, maka siswa akan mempunyai minat atau ketertarikan terhadap pembelajaran dan juga akan mempererat hubungan antara guru dan siswa.

e. Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan

Maksud dari prinsip ini adalah jika siswa beserta guru telah selesai menyelesaikan suatu proses pembelajaran, siswa beserta guru perlu untuk merayakannya. Perayaan yang dimaksud adalah perayaan yang mampu meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Siswa beserta guru dapat melakukan perayaan berupa melakukan suatu


(40)

25

permainan maupun menyanyi secara bersama-sama. Dengan perayaan ini siswa akan belajar untuk menyukai suatu proses pembelajaran dan mampu untuk meningkatkan semangat untuk mengikuti pembelajaran di pertemuan selanjutnya.

5. Kerangka Rancangan “TANDUR” sebagai Strategi Quantum Teaching Miftahul A’la (2011: 24) berpendapat bahwa dalam pembelajaran model Quantum Teaching yang terpenting adalah menciptakan kondisi tertentu agar siswa selalu butuh dan ingin terus belajar. Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam model Quantum Teaching yang dapat menciptakan kondisi tersebut. Menurut Bobbi DePorter (2005: 10), langkah-langkah tersebut tercermin dalam istilah “TANDUR”, yaitu:

a. Tumbuhkan

Langkah pertama dalam pembelajaran yaitu tumbuhkan minat siswa untuk belajar. Tumbuhkan dengan suasana yang menyenangkan, rileks, serta tumbuhkan interaksi dengan siswa. Yakinkan siswa untuk harus mempelajari materi yang akan diberikan guru, “Apakah

Manfaatnya Bagiku” (AMBAK), sehingga siswa merasa bahwa materi

tersebut sangat dibutuhkannya.

Pada penelitian ini, langkah “Tumbuhkan” diterapkan guru dengan membuat suasana kelas menjadi menyenangkan. Guru dapat mengawali pembelajaran dengan mengajak siswa bernyanyi atau bertepuk bersama-sama. Dari situlah suasana pembelajaran menjadi cair dan dapat menumbuhkan minat dan semangat siswa untuk belajar. Selain


(41)

26

itu, guru juga mendahului pembelajaran dengan memberikan apersepsi sesuai dengan kehidupan di lingkungan sekitar siswa, seperti asas utama dari Quantum Teaching yaitu “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”, maka dengan cara inilah dapat memenuhi asas tersebut. Dalam langkah ini guru juga perlu untuk menjelaskan manfaat dan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari siswa agar siswa mempunyai gambaran tentang materi yang akan dipelajari dan semakin tertarik untuk mempelajarinya.

b. Alami

Langkah “Alami” berarti siswa dapat mengalami materi yang dipelajarinya. Ciptakan dan datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua siswa. Pada langkah ini, siswa dapat melakukan pengamatan maupun percobaan berdasarkan petunjuk yang diberikan guru. Siswa juga dapat dilibatkan untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

c. Namai

Setelah siswa melalui pengalaman belajar dengan melakukan pengamatan maupun percobaan, siswa dibimbing untuk menuliskan pengetahuan yang diperolehnya dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan telah dimilikinya kertas, memberikan nama untuk yang telah mereka ketahui. Pada langkah ini guru dapat membimbing siswa untuk mengisi LKS terkait pengamatan atau percobaan yang telah dilakukannya.


(42)

27 d. Demonstrasikan

Berikan kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya. Siswa menunjukkan bahwa dirinya mengetahui hal yang telah dialaminya. Pada langkah ini, guru dapat mewujudkannya dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil dari pekerjaannya yang ditulis pada lembar LKS.

e. Ulangi

Tunjukkan kepada siswa cara-cara mengulang materi dan menegaskan rasa “Aku tahu bahwa aku tahu ini”. Pada langkah ini guru dapat memberikan penguatan kepada siswa dengan melakukan tanya-jawab terkait pembelajaran yang telah dilakukan. Melalui cara tersebut guru dapat menguatkan konsep yang benar kepada siswa. Guru juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan pembelajaran yang telah diperolehnya.

f. Rayakan

Rayakan adalah pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Suatu proses pembelajaran layak untuk dirayakan. Siswa bersama guru dapat mengekspresikannya lewat bertepuk tangan atau bernyanyi secara bersama-sama. Diawali dengan sesuatu yang menyenangkan maka juga harus ditutup dengan menyenangkan pula. Pembelajaran akan terkesan tak memberatkan dan siswa akan merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran berikutnya.


(43)

28

Dari uraian di atas dapat dianalisis aktivitas yang dilakukan oleh guru pada setiap tahapan dalam pembelajaran Quantum Teaching adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Aktivitas Guru dalam Quantum Teaching No. Langkah-langkah

Quantum Teaching Aktivitas Guru

1. Tumbuhkan - Menumbuhkan minat dan semangat siswa dengan bernyanyi sambil bertepuk tangan bersama-sama.

- Memberikan apersepsi yang berhubungan dengan kehidupan di lingkungan sekitar siswa.

- Menjelaskan manfaat atau tujuan pembelajaran yang akan dipelajari siswa. 2. Alami - Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berperan aktif dalam proses pembelajaran. 3. Namai - Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengisi LKS yang telah disediakan.

4. Demonstrasikan - Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan atau mempresentasikan hasil pekerjaannya.

5. Ulangi - Melakukan tanya jawab dengan siswa terkait materi yang telah dipelajari.

- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan pembelajaran.

6. Rayakan - Memberikan perayaan dengan bernyanyi sambil bertepuk tangan bersama-sama atau memberikan apresiasi kepada siswa.

6. Keunggulan Quantum Teaching

Quantum Teaching mempunyai beberapa keunggulan dan ciri khas yang jarang dimiliki oleh model pembelajaran lain. Adapun empat ciri yang cukup menonjol dari pembelajaran menggunakan model Quantum Teaching menurut Miftahul A’la (2011: 41) antara lain:


(44)

29

a. Adanya unsur demokrasi dalam pembelajaran.

Hal tersebut tampak bahwa dalam Quantum Teaching memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh siswa untuk terlibat aktif dan partisipatif dalam proses pembelajaran. Tidak terdapat diskriminasi atau membedakan satu siswa dengan siswa lainnya. Seluruh siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengekspresikan potensi dan bakatnya.

b. Adanya kepuasan pada diri siswa.

Dari adanya pengakuan yang diberikan kepada siswa serta tidak adanya unsur paksaan membuat siswa puas dan menambah semangat siswa dalam pembelajaran.

c. Adanya unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan yang diajarkan.

Hal ini terlihat dari adanya pengulangan terhadap sesuatu yang telah dikuasai siswa, sehingga apabila terdapat siswa yang belum paham mengenai materi tertentu maka dengan sendirinya siswa akan memahaminya.

d. Adanya unsur kemampuan pada seorang guru dalam merumuskan temuan yang dihasilkan siswa.

Unsur ini sangat penting karena antara guru dan siswa akan terjalin ikatan emosional yang kuat sehingga menjadikan belajar lebih santai dan menggembirakan.


(45)

30

Selain keunggulan di atas, Jumanta Hamdayama (2014: 75) juga menyebutkan bahwa di dalam pembelajaran dengan model Quantum Teaching ini dapat mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Maka aktivitas total antara tubuh dan pikiran tersebut menjadikan pembelajaran berlangsung lebih nyaman serta hasilnya lebih optimal. Pembelajaran juga menjadi efektif karena dengan menggunakan model Quantum Teaching pembelajaran menjadi menyenangkan, seperti pendapat Peter Klien (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011:

271-272), yaitu “Learning is most effective when it’s fun.

D.Tinjauan tentang Aktivitas Belajar

Menurut Daryanto dan Mulyo Rahardjo (2012: 32), belajar pada hakikatnya adalah proses aktif yang melakukan kegiatan secara sadar untuk mengubah suatu perilaku serta terjadi kegiatan merespon terhadap setiap pembelajaran. Sementara itu, menurut Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 272) belajar adalah penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang melibatkan anak didik yang diperoleh di dalam suatu lingkungan yang dapat menciptakan suasana dinamis, mengalir, dan menyenangkan sehingga anak didik dapat lebih aktif dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Dari kedua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui serangkaian proses yang melibatkan siswa untuk aktif dan merespon pembelajaran.


(46)

31

Siswa dipandang sebagai subjek yang aktif, bukan pasif. Siswa bukanlah wadah kosong yang siap untuk diisi oleh pengetahuan apapun dari guru, melainkan siswa telah mempunyai bekal pengetahuan yang mungkin didapatnya dari jenjang pendidikan sebelumnya, dari keluarga maupun dari lingkungan bermainnya. Maka guru dalam proses pembelajaran hanya berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk melakukan aktivitas belajar, sehingga siswa mampu untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Kaitannya dengan pembelajaran IPA, Usman Samatowa (2010: 10) menjelaskan bahwa aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal utama dalam pembelajaran IPA, karena hal itu memungkinkan terjadinya proses belajar yang aktif. Maka dari itu, agar proses belajar menjadi aktif tentu saja guru harus merancang pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa aktivitas dalam pembelajaran IPA dapat melalui kegiatan nyata dengan alam, namun alam juga dapat dibawa ke dalam kelas. Hal tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta materi yang sedang diajarkan.

Pentingnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran membuat John Dewey (Daryanto dan Mulyo Rahardjo, 2012: 1-2) mengemukakan pentingnya prinsip ini dengan semboyan learning by doing (belajar dengan melakukan). Dalam proses pembelajaran, menurut Slameto (2003: 36) guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Dengan berpartisipasi secara aktif, maka siswa memiliki pengetahuan dengan baik.


(47)

32

Warsono dan Hariyanto (2014: 20) menjelaskan peran fungsional guru dalam pembelajaran aktif yang utama adalah sebagai fasilitator. Daryanto dan Mulyo Rahardjo (2012: 250-251) juga menjelaskan bahwa dalam pembelajaran aktif dan partisipatif, guru mempunyai dua tugas pokok, yaitu: 1) merencanakan dan mengatur situasi belajar yang sesuai sehingga siswa bisa melakukan diskusi dan eksperimen, dan 2) mengarahkan kegiatan siswa untuk menemukan efektivitas dari penerapan proses pembelajaran.

Adapun cara untuk meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas belajar siswa menurut Daryanto dan Mulyo Rahardjo (2012: 7) antara lain: 1. Kenali dan bantulah siswa yang kurang terlihat atau kurang aktif dalam

pembelajaran. Selidiki faktor yang menyebabkan demikian, sehingga mampu untuk mengetahui cara untuk meningkatkan partisipasi siswa tersebut.

2. Siapkanlah siswa secara tepat. Ketahuilah persyaratan awal yang diperlukan siswa untuk mempelajari tugas belajar yang baru.

3. Sesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Sri Sulistyorini (2007: 20) juga berpendapat bahwa dengan mengaitkan konsep yang dibahas dengan kehidupan keseharian siswa dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, dengan memberikan tugas yang berorientasi pada pengelompokan siswa juga mampu untuk mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran.


(48)

33

Menurut Daryanto dan Mulyo Rahardjo (2012: 2), dalam aktivitas belajar terbagi menjadi aktivitas jasmaniah dan aktivitas moral. Aktivitas belajar siswa tersebut dapat digolongkan ke dalam lima jenis aktivitas, antara lain: aktivitas visual (membaca, eksperimen, atau demonstrasi), aktivitas lisan (bercerita, tanya jawab, diskusi, atau menyanyi), aktivitas mendengarkan (mendengarkan penjelasan guru), aktivitas gerak (senam, menari, atau melukis), dan aktivitas menulis (mengarang atau membuat surat). Sementara itu, menurut Paul D. Dierich (Oemar Hamalik, 2007: 90-91), aktivitas belajar dikelompokan ke dalam beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Kegiatan visual, seperti membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

2. Kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, dan diskusi.

3. Kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, atau mendengarkan siaran radio.

4. Kegiatan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, membuat karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5. Kegiatan menggambar, seperti menggambar grafik, diagram, peta, atau pola. 6. Kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat, melaksanakan


(49)

34

7. Kegiatan mental, seperti merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, menemukan hubungan, dan membuat keputusan.

8. Kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang, dan lain sebagainya.

Dari jenis-jenis aktivitas belajar yang telah dikelompokkan oleh Paul D. Dierich di atas, kegiatan visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, dan metrik merupakan aktivitas belajar secara fisik. Dengan demikian, aktivitas belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu aktivitas belajar secara fisik, mental, dan emosional. Penelitian ini difokuskan pada aktivitas belajar siswa secara fisik dan mental karena kedua aspek tersebut lebih mudah untuk diamati dibandingkan dengan aspek aktivitas belajar secara emosional.

E.Tinjauan tentang Hasil Belajar

Belajar menurut Sugihartono, dkk (2012: 74) merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika proses belajar dipandang sebagai proses perubahan tingkah laku, belajar semata-mata tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan melainkan melalui interaksi dengan lingkungan juga akan memperoleh pengalaman yang nantinya akan berguna bagi kehidupan.

Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani (2013: 116) mendefinisikan belajar sebagai sebuah proses interaksi yang dilakukan individu dengan lingkungan belajarnya untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang diwujudkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang relatif permanen


(50)

35

dan menetap. Menurut Ahmadi dan Supriyono (Nyayu Khodijah, 2014: 51), suatu proses perubahan tingkah laku baru dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika memiliki ciri-ciri: a) terjadi secara sadar, b) bersifat fungsional, c) bersifat aktif dan positif, d) bukan bersifat sementara, e) bertujuan dan terarah, dan f) mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Dari beberapa pendapat tokoh di atas, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi setiap individu terhadap lingkungan belajarnya, yang berlangsung secara berkelanjutan, aktif, dan terarah, untuk menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang menetap pada diri individu tersebut. Dengan adanya perubahan tingkah laku pada individu yang belajar, maka belajar dapat dikatakan berhasil (Moh. Uzer Usman, 2006: 5).

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Apabila proses belajar mengajar berjalan dengan baik maka dimungkinkan hasil belajar yang didapat juga baik. Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani (2013: 120) menyebutnya sebagai konsekuensi dalam pelaksanaan belajar, apakah dilakukan dengan sungguh-sungguh atau asal-asalan.

Menurut Sumadi Suryabrata (Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, 2013: 118), suatu proses belajar selalu membawa perubahan perilaku, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Asep Jihad dan Abdul Haris (2008: 14) juga mengemukakan bahwa proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu akan membawa perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini menunjukkan bahwa


(51)

36

apabila proses belajar dilakukan dengan sungguh-sungguh maka dapat mengembangkan kemampuan siswa secara menyeluruh, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

Bloom (Daryanto dan Mulyo Rahardjo, 2012: 27) juga mengemukakan terdapat tiga ranah dalam hasil belajar yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada penelitian ini, hasil belajar yang ingin ditingkatkan adalah hasil belajar dalam ranah kognitif. Hasil belajar dalam ranah kognitif yaitu hasil belajar yang menekankan pada aspek intelektual, seperti pengetahuan maupun keterampilan berpikir.

Untuk ranah kognitif, Bloom (Daryanto dan Mulyo Rahardjo, 2012: 27) menyebutkan ada enam tingkatan (C1-C6) yaitu: 1) pengetahuan, 2) pemahaman, 3) aplikasi, 4) analisis, 5) sintesis, dan 6) evaluasi. Penelitian ini hanya difokuskan pada dua tingkatan (C1 dan C2), yaitu pengetahuan dan pemahaman. Hal tersebut didasarkan bahwa siswa usia sekolah dasar (Kelas IV) masih dalam tahapan operasional konkret, sehingga siswa belum mampu untuk mengasosiasikan sesuatu hal yang abstrak serta disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Sugihartono, dkk (2012: 76) ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berarti faktor yang ada di dalam diri siswa, meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu, meliputi faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.


(52)

37

Ngalim Purwanto (1996: 106-107) menjelaskan lebih rinci mengenai faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebut sebagai masukan mentah atau raw input, sedangkan faktor eksternal dapat berupa environmental input dan instrumental input. Yang dimaksud dengan raw input yaitu faktor fisiologi dan psikologi siswa. Faktor fisiologi ini misalnya bentuk fisik ataupun panca inderanya, sedangkan faktor psikologi misalnya bakat, minat, kecerdasan, motivasi, ataupun kemampuan kognitifnya.

Sebagai faktor eksternal, environmental input dan instrumental input juga turut berpengaruh terhadap hasil belajar. Yang dimaksud dengan environmental input adalah faktor berupa lingkungan, sedangkan instrumental input merupakan faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan seperti kurikulum/bahan pelajaran, guru, sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah.

Ngalim Purwanto (1996: 107) juga menyatakan bahwa di dalam keseluruhan sistem, instrumental input merupakan faktor yang sangat penting dan paling menentukan dalam pencapaian hasil yang dikehendaki. Jika dihubungkan dengan penelitian ini, model pembelajaran Quantum Teaching merupakan instrumental input yang diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik.

F. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA di sekolah dasar merupakan pembelajaran yang mengutamakan cara untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir


(53)

38

kritis siswa terhadap suatu masalah. Pembelajaran IPA bukanlah pengetahuan yang harus dihafal, melainkan suatu bentuk pengetahuan yang diperoleh dengan cara aktif, berbuat, dan menyelidiki. Maka dari itu partisipasi aktif dari siswa sangat dibutuhkan dalam pembelajaran IPA.

Pada kenyataannya, pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Malangan masih terlihat pasif. Beberapa siswa sulit untuk diajak berdiskusi dengan teman satu kelompok. Siswa hanya menyerahkan tugas diskusi kelompok kepada salah satu temannya. Selain itu hanya ada beberapa siswa yang mau menjawab pertanyaan dari guru dan sedikit pula yang mampu menjawab pertanyaan guru dengan benar. Selama guru menjelaskan materi pembelajaran, adapula siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar. Terlihat ketika guru masih menjelaskan materi ada beberapa siswa yang asyik berbicara dengan teman satu meja, ada yang sibuk memainkan alat tulisnya, dan ada pula siswa yang memukul-mukul meja maupun melempar buku. Saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, jarang ada siswa yang mengajukan pertanyaan apabila menemukan kesulitan. Akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tes, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa kurang bagus.

Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu model pembelajaran inovatif yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa sehingga dapat menjadi sebuah solusi bagi hambatan yang dialami siswa. Model pembelajaran Quantum Teaching dengan asas utama “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka” ini dapat


(54)

39

mendorong keberhasilan pembelajaran IPA, karena pembelajaran IPA yang baik adalah pembelajaran yang dapat mengaitkan IPA dengan kehidupan atau lingkungan siswa. Selain itu dengan langkah-langkah “TANDUR” yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip Quantum Teaching dapat mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran, sehingga menjadikan pembelajaran berlangsung lebih aktif dan mendapatkan hasil yang lebih optimal.

Adapun keunggulan dan ciri khas digunakannya model pembelajaran Quantum Teaching yang jarang dimiliki oleh model pembelajaran lain menurut

Miftahul A’la (2011: 41) antara lain: Adanya unsur demokrasi dalam

pembelajaran, adanya kepuasan pada diri siswa, adanya unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan yang diajarkan, serta adanya unsur kemampuan pada seorang guru dalam merumuskan temuan yang dihasilkan siswa. Unsur-unsur tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model Quantum Teaching memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh siswa untuk terlibat aktif dan partisipatif dalam proses pembelajaran. Tidak terdapat diskriminasi atau membedakan satu siswa dengan siswa lainnya. Seluruh siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengekspresikan potensi dan bakatnya. Selain itu, dengan adanya pengakuan yang diberikan kepada siswa serta tidak adanya unsur paksaan membuat siswa lebih puas dan dapat menambah semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran IPA.


(55)

40 G.Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka peneliti dapat mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Aktivitas belajar dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Negeri Malangan dapat meningkat melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching.

H.Definisi Operasional Variabel 1. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar siswa adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran IPA. Aktivitas belajar yang diamati adalah aktivitas secara fisik dan mental yang muncul dalam tahapan model

pembelajaran “TANDUR” Quantum Teaching, seperti bernyanyi,

mendengarkan penjelasan guru, pengamatan gambar, tanya jawab, berdiskusi secara kelompok untuk memecahkan suatu masalah dalam LKS, melakukan presentasi di depan kelas, menyimpulkan pembelajaran, serta mengerjakan soal tes hasil belajar.

2. Hasil Belajar IPA

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar mengajar. Hasil belajar difokuskan pada hasil belajar dalam ranah kognitif dengan tingkatan C1 dan C2, yaitu pengetahuan dan pemahaman. Hasil belajar siswa diperoleh dari hasil tes akhir setiap siklus.


(56)

41 3. Model Pembelajaran Quantum Teaching

Menggunakan langkah-langkah pembelajaran “TANDUR” yang berarti Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan, model pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang efektif, karena menekankan pada keterlibatan siswa untuk aktif dalam pembelajaran serta membutuhkan kemampuan guru dalam memaksimalkan momen belajar dengan cara menggunakan unsur pada siswa dan lingkungan belajar.


(57)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas adalah proses investigasi terkendali untuk menemukan dan memecahkan masalah pembelajaran di kelas, proses pemecahan masalah tersebut dilakukan secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil pembelajaran di kelas tertentu

(Sa’dun Akbar, 2010: 28). Suharsimi Arikunto (2010: 138) menjelaskan bahwa

penelitian tindakan yang baik adalah penelitian yang dilakukan dalam bentuk kolaborasi, yaitu guru sebagai pihak yang melakukan tindakan, sedangkan peneliti sebagai pihak yang melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan. Maka dari itu, penelitian ini akan dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dengan peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian tindakan yang baik.

B.Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas IV SD Negeri Malangan tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa sebanyak 24 siswa.


(58)

43 2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar dan hasil belajar IPA pada siswa Kelas IV SD Negeri Malangan.

C.Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Malangan yang beralamatkan di Malangan, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta. Kelas yang diteliti di SD Negeri Malangan yaitu Kelas IV. Penelitian ini dimulai dari penyusunan proposal penelitian yaitu Bulan Oktober 2015.

D.Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart. Model penelitian tindakan tersebut meliputi empat komponen yang juga menunjukkan langkah dalam siklus, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Keempat komponen tersebut saling berhubungan sehingga membentuk sebuah siklus atau kegiatan berulang. Siklus inilah yang menjadi salah satu ciri utama dari penelitian tindakan (Suharsimi Arikunto, 2010: 131).


(59)

44

Gambar 1. Model Kemmis dan Mc. Taggart (John Dudovskiy, 2012)

Berdasarkan gambar di atas, satu putaran menunjukkan satu siklus yang terdiri dari langkah perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Kemmis dan Mc. Taggart (Suharsimi Arikunto, 2010: 131) memandang bahwa langkah tindakan dan pengamatan merupakan satu kesatuan, sehingga dalam pelaksanaannya tindakan dan pengamatan dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

Setiap langkah terdapat kegiatan-kegiatan seperti berikut ini: 1. Perencanaan (Planning)

Langkah awal yang dilakukan adalah merencanakan tindakan yang akan dilakukan peneliti untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Perencanaan dalam penelitian ini antara lain:

Keterangan: Siklus I:

Perencanaan (Plan) I Tindakan (Act) I Observasi (Observe) I Refleksi (Reflect) I Siklus II:

Perencanaan (Plan) II Tindakan (Act) II Observasi (Observe) II Refleksi (Reflect) II


(60)

45

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi yang telah disepakati oleh peneliti dan guru kelas sebagai kolaborator. RPP disusun sesuai langkah-langkah dalam model pembelajaran Quantum Teaching. RPP ini digunakan sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Sebelum digunakan, RPP terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dosen ahli.

b. Menyusun instrumen penelitian berupa lembar observasi dan lembar tes yang kemudian divalidasi oleh dosen ahli. Lembar observasi digunakan sebagai pedoman pengamatan terhadap keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran, sedangkan lembar tes digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa pada mata pelajaran IPA.

c. Mengatur atau setting kelas sesuai dengan materi pembelajaran. Sesuai pada prinsip Quantum Teaching yaitu “segalanya berbicara”, maka lingkungan kelas juga perlu dirancang agar mendukung proses pembelajaran. Dalam penelitian ini materi yang akan digunakan yaitu Sumber Daya Alam, maka kelas dapat dirancang dengan cara menempelkan gambar terkait materi pada papan atau dinding kelas dengan persetujuan guru terlebih dahulu.

2. Tindakan dan Pengamatan (Acting and Observing)

Tahap tindakan merupakan tahap untuk merealisasikan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Guru melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama peneliti, sedangkan peneliti


(61)

46

melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun sebelumnya. Berikut uraian dari inti tindakan yang akan dilakukan berdasarkan RPP yaitu sebagai berikut:

a. Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam, doa, dan presensi.

b. Guru menumbuhkan minat dan semangat siswa dengan bernyanyi/bertepuk tangan bersama-sama.

c. Guru memberikan apersepsi yang berhubungan dengan kehidupan di lingkungan sekitar siswa.

d. Guru menjelaskan manfaat atau tujuan pembelajaran yang akan dipelajari siswa.

e. Siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran, dapat dengan melakukan pengamatan atau percobaan.

f. Siswa berdiskusi dan bekerjasama untuk menyelesaikan LKS yang diberikan oleh guru.

g. Siswa melakukan demonstrasi atau mempresentasikan hasil pekerjaannya.

h. Guru bersama siswa melakukan tanya jawab.

i. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran.

j. Guru beserta siswa merayakan keterlaksanaan pembelajaran dengan bertepuk tangan/bernyanyi bersama-sama.


(62)

47

Selama proses pembelajaran peneliti mengamati aktivitas guru dan siswa. Selain itu, di akhir setiap siklus akan diberikan tes kepada siswa untuk mengukur hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar dalam ranah kognitif.

3. Refleksi (Reflecting)

Tahap refleksi merupakan tahap untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan. Setelah melakukan observasi dan memberikan tes kepada siswa, maka peneliti mempunyai data yang dapat dianalisis sebagai bahan refleksi. Data yang telah dianalisis oleh peneliti kemudian didiskusikan bersama guru kelas (kolaborator). Apabila hasil dari siklus pertama belum memenuhi kriteria keberhasilan, maka peneliti bersama guru kelas harus memperbaiki kekurangan siklus pertama sehingga diharapkan pada siklus berikutnya mendapatkan hasil yang memenuhi kriteria keberhasilan.

E.Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan data, yaitu observasi, tes, dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi yang sesuai dengan hal-hal yang diamati atau diteliti (Wina Sanjaya, 2011: 86). Observasi dilakukan secara sistematis, yaitu observasi yang dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen


(63)

48

pengamatan (Suharsimi Arikunto, 2010: 200). Observasi ini ditujukan untuk memperoleh data mengenai aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran.

2. Tes

Tes merupakan suatu metode pengumpulan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat, yang dapat digunakan untuk mengukur bekal awal maupun hasil belajar siswa melalui berbagai prosedur penilaian (Kunandar, 2012: 186). Tes digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini karena untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

Tes yang digunakan adalah tes secara tertulis. Jenis tes tertulis yang digunakan yaitu tes uraian. Dalam penelitian ini, tes akan diberikan di setiap akhir siklus untuk mengetahui keberhasilan model pembelajaran Quantum Teaching sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu metode pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 221). Dalam penelitian ini data yang diperoleh melalui dokumentasi berupa profil sekolah, perangkat pembelajaran seperti silabus maupun bahan ajar, daftar nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA sebagai nilai pra tindakan, dan foto-foto ketika proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut juga dapat menjadi data pendukung untuk data hasil observasi maupun tes.


(64)

49 F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian (Wina Sanjaya, 2011: 84). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi dan soal tes.

1. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan pedoman pengamatan yang dibuat peneliti untuk memperoleh data aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. Lembar observasi dalam penelitian ini terdapat dua jenis, yaitu lembar observasi terhadap guru dan lembar observasi terhadap siswa. Lembar observasi terhadap guru digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching, sedangkan lembar observasi terhadap siswa untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa selama pembelajaran. Lembar observasi ini divalidasi oleh dosen ahli.

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk check list berupa jawaban “Ya” atau “Tidak”. Menurut Wina Sanjaya (2011: 93) check list atau daftar cek adalah pedoman observasi yang berisikan daftar dari semua aspek yang akan diobservasi, sehingga observer hanya memberi tanda centang () sesuai dengan pengamatannya. Pada lembar observasi juga disediakan kolom deskripsi atau keterangan untuk mencatat kejadian-kejadian penting pada saat pengamatan berlangsung.

Untuk memudahkan dalam penyusunan instrumen, maka perlu digunakan kisi-kisi instrumen. Adapun kisi-kisi pada lembar observasi guru dan siswa adalah sebagai berikut:


(65)

50

Tabel 2. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru No. Langkah-langkah

Quantum Teaching Indikator

Nomor Butir 1. Tumbuhkan - Menumbuhkan minat siswa. 1, 2, 3 2. Alami - Memberikan kesempatan siswa untuk ikut

berperan aktif dalam proses pembelajaran.

4 3. Namai - Memberikan kesempatan siswa untuk

menuliskan pengetahuan yang telah diperolehnya.

5, 6, 7

4. Demonstrasikan - Memberikan kesempatan siswa untuk mendemonstrasikan atau mempresentasi-kan hasil pekerjaannya.

8, 9

5. Ulangi - Memberikan penguatan kepada siswa terkait materi yang telah dipelajari.

10, 11, 12, 13 6. Rayakan - Memberikan perayaan dengan cara

bernyanyi sambil bertepuk tangan bersama-sama, maupun memberikan apresiasi berupa pujian.

14, 15

Jumlah Butir 15

Tabel 3. Kisi-Kisi Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa No. Langkah-langkah

Quantum Teaching Indikator

Nomor Butir 1. Tumbuhkan - Minat siswa tumbuh. 1, 2 2. Alami - Siswa berperan aktif dalam proses

pembelajaran.

3 3. Namai - Siswa menuliskan pengeta-huan yang

telah diperolehnya pada LKS.

4, 5 4. Demonstrasikan - Siswa mendemonstrasikan atau

mempresentasikan hasil pekerjaannya.

6, 7 5. Ulangi - Siswa mengulangi materi yang telah

dipelajari.

8, 9 6. Rayakan - Siswa merayakan pembela-jaran dengan

bernyanyi atau bertepuk tangan bersama-sama.

10

Jumlah Butir 10

2. Soal Tes

Soal tes merupakan instrumen yang digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. Soal tes ini hanya


(66)

51

untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam ranah kognitif yang memenuhi dua tingkatan C1 dan C2, yaitu pengetahuan dan pemahaman. Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal uraian yang terlebih dahulu sudah divalidasi oleh dosen ahli. Soal tes ini nantinya akan diberikan kepada siswa pada akhir setiap siklus.

Untuk memudahkan dalam penyusunan soal tes, maka perlu digunakan kisi-kisi. Adapun kisi-kisi yang digunakan untuk soal tes adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kisi-Kisi Soal Tes Standar

Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator

Ranah No. Soal C1 C2

11.Memahami hubungan antara

sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 11.1. Menjelaskan hubungan antara

sumber daya alam dengan lingkungan. 11.1.1. Menjelaskan pengertian sumber daya alam.  1 11.1.2. Menyebutkan manfaat sumber daya alam.  2 11.1.3. Mengidentifikasi contoh-contoh sumber daya alam sesuai dengan manfaatnya.  11.1.4. Menyebutkan jenis-jenis sumber daya alam (hayati dan nonhayati).  3 11.1.5. Mengidentifikasi contoh-contoh sumber daya alam yang termasuk sumber daya alam hayati dan nonhayati.


(67)

52 G.Teknik Analisis Data

Agar data yang telah diperoleh menjadi bermakna, maka data tersebut perlu untuk dianalisis. Menganalisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasi data dengan tujuan untuk mendudukkan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya hingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai tujuan penelitian (Wina Sanjaya, 2011: 106).

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memaknai data hasil observasi, dalam hal ini dikhususkan pada aktivitas guru selama proses pembelajaran. Data yang dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif adalah data yang dihasilkan dari lembar observasi terhadap guru. Sementara itu, analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Quantum Teaching. Data yang dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif adalah data yang dihasilkan dari lembar observasi siswa dan soal tes hasil belajar.

Menurut Wina Sanjaya (2011: 106-107) analisis data dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, deskripsi data, dan menyimpulkan data. Pada tahap reduksi data, data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan fokus masalah atau hipotesis. Data yang telah dikelompokkan selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk naratif, grafik, maupun tabel, sehingga data tersebut menjadi bermakna. Kemudian tahap yang terakhir yaitu membuat kesimpulan berdasarkan deskripsi data.


(1)

177 Siswa mencatat penjelasan guru pada bukunya

masing-masing.

Siswa berdiskusi dan mengerjakan LKS secara berkelompok.

Guru membimbing siswa dalam berdiskusi kelompok.

Siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan kelas.

Siswa yang tidak memperhatikan presentasi mendapat punishment berupa pertanyaan.

Siswa menjawab pertanyaan guru terkait materi yang telah dipelajari.


(2)

178 Siswa saling berebut untuk menyimpulkan

pembelajaran.

Siswa mendapatkan reward berupa bintang penghargaan.

Siswa mengerjakan soal tes secara jujur dan tenang.

Siswa dan guru merayakan pembelajaran dengan bernyanyi sambil bertepuk tangan.


(3)

179

Lampiran 18

Surat Penelitian


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING DAN SEQIP UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 8 METRO SELATAN

2 16 47

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING PADA PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI 064976 MEDAN TAHUN AJARAN 2011-2012.

0 1 21

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL QUANTUM Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Quantum Teaching Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Simo Boyolali Tahun 2011/2012.

0 0 16

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN IPA Penggunaan Model Pembelajaran Quantum Teaching Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pelajaran IPA Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Karangbangun Tahun 2011/

0 3 13

PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI TUKANGAN YOGYAKARTA.

0 0 212

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING PADASISWA KELAS IV SD NEGERI 1 PEDES SEDAYU KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA.

1 2 230

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN MODEL QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 KARANGANYAR BOYOLALI.

0 0 203

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KALIPUTU KUDUS

0 0 19

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL QUANTUM LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS

0 0 18

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI DAN AKTIVITAS BELAJAR IPS MATERI KEGIATAN EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DI KELAS IV SD NEGERI 1 BOTOMULYO

0 5 14