aspek pengetahuan cognitive, perasaan feeling, dan tindakan action Asmani, 2012:31. Lain halnya dengan Yahya Khan 2010:1-2, beliau menjelaskan bahwa
pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berfikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerjasama sebagai keluarga, masyarakat,
dan bangsa, serta membantu orang lain untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan melihat pengertian dari beberapa ahli dapat dipahami bahwa, pendidikan karakter merupakan pendidikan yang menekankan pada dua hal yaitu
ilmu pengetahuan dan pengembangan karakter siswa yang lebih fokus pada sikap, perilaku, dan cara berfikir. Melalui pendidikan karakter, siswa dibentuk secara
menyeluruh baik dari aspek kognitif, afeksi, maupun psikomotor. Dengan memperhatikan aspek tersebut diharapkan nilai karakter yang dikembangkan
mampu tertanam dengan baik dalam diri siswa.
2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau
watak, dan citra sekolah tersebut dimata masyarakat luas Asmani, 2011:42. Dalam buku Kesuma, dkk 2011:9 menjelaskan, pendidikan karakter
dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut: 1 menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga
menjadi kepribadiankepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai
yang dikembangkan, 2 mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak berkesesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah, 3
membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
2.1.1.3 Nilai-Nilai Pembentuk Karakter
Nilai merupakan bahan pokok dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan
pendidikan, maka Kemendiknas 2011 telah mengidentifikasi 25 nilai karakter, yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan Pendidikan Nasional,
yaitu: 1 kereligiusan, 2 kejujuran, 3 kecerdasan, 4 tanggung jawab, 5 kebersihan dan kesehatan, 6 kedisiplinan, 7 tolong menolong, 8 berfikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif, 9 kesantunan, 10 ketangguhan, 11 kedemokratisan, 12 kemandirian, 13 keberanian mengambil resiko, 14
berorientasi pada tindakan, 15 berjiwa kepemimpinan, 16 kerja keras, 17 percaya diri, 18 keingintahuan, 19 cinta ilmu, 20 kesadaran akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain, 21 kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, 22 menghargai karya dan prestasi orang lain, 23 kepedulian terhadap lingkungan,
24 nasionalisme, dan 25 menghargai keberagaman.
Menurut Koesoema 2011:124, nilai-nilai yang ditanamkan dalam pendidikan karater dapat berupa nilai yang bersifat individual personal maupun
yang lebih sosial. Nilai karakter yang termasuk dalam nilai bersifat individual personal
adalah tanggung jawab, kemurahan hati, penghargaan diri, kejujuran, pengendalian diri, bela rasa, disiplin, daya tahan, percaya diri, dan asas
terimakasih. Nilai karakter yang bersifat lebih sosial adalah tanggung jawab, kewarganegaraan, kerjasama, keadilan dan kesediaan mendengarkan. Furqon
2010:79-81 menyebutkan lebih lanjut dengan menuliskan nilai-nilai karakter kedalam banyak butir karakter, diantaranya adil, amanah, pengampunan,
antisipatif, arif, baik sangka, kebajikan, keberanian, kebijaksanaan, cekatan, cerdas, cerdik, cermat, pendaya guna, demokratis, dermawan, dinamis, disiplin,
efisien, empati, fair play, gigih, gotong royong, hemat, hormat, ikhlas, inisiatif,
inovatif, dan kejujuran.
Melihat berbagai macam nilai karakter diatas, peneliti menentukan fokus pembahasan pada pengembangan nilai karakter yang bersifat individual personal
dan nilai karakter yang lebih bersifat sosial. Karakter disiplin dan cerdas menjadi fokus pengembangan karakter individual personal. Karakter yang bersifat sosial,
peneliti fokuskan pada pengembangan karakter kerjasama.
1. Disiplin
Disiplin berasal dari Bahasa Inggris discipline yang berarti “training to act
in accordance with rules ”, melatih seseorang untuk bertindak sesuai aturan
Roswitha, 2009:5. Disiplin ini merupakan suatu kegiatan mendisiplinkan melatih seseorang untuk dapat bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku
sesuai dengan tempatnya. Pengertian ini senada dengan pengertian yang ada dalam buku Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa 2010:9, yang
menjelaskan bahwa disiplin adalah tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan perintah.
Selain mengandung arti taat dan patuh terhadap peraturan, disiplin juga mengandung arti kepatuhan terhadap perintah pemimpin, perhatian dan
kontrol yang kuat terhadap waktu, tanggung jawab atas tugas yang diberikan dan kesungguhan terhadap bidang yang ditekuni Elfindri, dkk., 2012:30.
Menurut Hendrajaya 2012:34, disiplin juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengikuti langkah-langkah pembelajaran secara
tertib atau profesional. Dengan melihat penjelasan mengenai pengertian kata disiplin, peneliti
menyusun beberapa indikator disiplin, yang diharapkan dapat mengukur tingkat disiplin siswa di lingkungan sekolah. Indikator tersebut adalah
ketepatan waktu dalam penyelesaian tugas, pelaksanaan tugas yang sesuai dengan perintah, dan kesesuaian penyelesaian tugas dengan langkah-langkah
yang telah ditentukan. 2.
Kerjasama Menurut Yusuf 2009:67, kerjasama yaitu sikap mau bekerja dengan
kelompok. Tillman 2004:158 lebih dalam lagi menjelaskan kerjasama dijelaskan kedalam tiga butir refleksi kerjasama yaitu pertama, kerjasama
tercipta bila orang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama. Kedua
, agar bisa bekerja sama semua orang perlu menyadari pentingnya semua orang untuk ikut serta dalam menjaga sikap yang positif, sikap positif
disini adalah sikap mau menghargai dan sikap tanggap terhadap upaya penyelesaian tugas. Ketiga, bekerjasama membutuhkan kerelaan, kerelaan
untuk melepas ide atau mengungkapkan pendapat dan kerelaan untuk mengikuti orang lain yang mengandung arti mau menerima pendapat atau
masukan dari orang lainanggota.
David W. Johnson 2012:8-10 mengungkapkan adanya 5 komponen pokok dari kerjasama, yaitu:
a. Interdependensi Positif
Setiap anggota kelompok memandang bahwa mereka terhubung antara satu sama lain, sehingga seseorang tidak akan bisa berhasil jika
semua orang berhasil. Siswa harus menyadari bahwa usaha dari setiap anggota akan bermanfaat bukan hanya bagi individu yang bersangkutan,
tetapi juga bagi semua anggota kelompok. b.
Interaksi yang mendorong Siswa saling membantu, mendukung, menyemangati dan menghargai
usaha satu sama lain untuk belajar. c.
Tanggung jawab individual Siswa belajar bersama-sama supaya selanjutnya mereka dapat
menunjukkan performa yang lebih baik sebagai individu. Tanggung jawab individual memastikan bahwa semua anggota kelompok tahu siapa saja
yang membutuhkan bantuan, dukungan dan dorongan yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas dan menyadari bahwa mereka tidak bisa hanya
“mencontek” hasil kerja siswa lain begitu saja. d.
Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil Siswa dituntut untuk mempelajari pelajaran atau tugas akademik dan
juga keterampilan interpersonal dan kelompok kecil yang dibutuhkan agar dapat berfungsi sebagai sebuah tim. Keterampilan yang dimaksudkan
seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan,
omunikasi dan manajemen konflik harus diajarkan dengan sama bertujuannya dan sama tepatnya dengan keterampilan akademis.
e. Pemrosesan kelompok
A
nggota kelompok berdiskusi mengenai seberapa baik mereka telah mencapai tujuan masing-masing dan seberapa baik mereka telah
memelihara hubungan yang mereka telah memelihara hubungan yang efektif. Kelompok perlu menggambarkan tindakan anggota manakah yang
telah sangat membantu dan tidak membantu dan membuat keputusan tentang sikap mana sajakah yang perlu dilanjutkan atau diubah.
Dengan melihat penjelasan mengenai pengertian dari kerjasama seperti di atas, peneliti menyusun beberapa indikator kerjasama yang
diharapkan dapat mengukur tingkat kerjasama siswa di lingkungan sekolah. Indikator tersebut adalah interdependensi positif, interaksi yang
mendorong, tanggung jawab individual, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, dan pemrosesan kelompok.
3. Cermat
Karakter ketiga yang akan dikembangkan adalah nilai cermat. Nilai cermat ini merupakan turunan dari pengertian cerdas. Muchlas 2011:51
menjelaskan, cerdas yaitu berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan, rasa ingin tahu yang tinggi, berkomunikasi efektif dan
empatik, bergaul secara santun, menjunjung kebenaran dan kebajikan. Melihat penjelasan tersebut peneliti berfokus untuk mengembangkan karakter
cermat.
Pada KBBI, kata cermat merupakan kata dasar dari kecermatan dan memiliki arti teliti dan hati-hati. Menurut Furqon 2010:81, cermat memiliki
arti jeli, tepat, teliti, berhati-hati dalam menjalankan tugas, dan penuh minat. Berdasarkan pengertian tersebut peneliti berupaya menyusun beberapa
indikator kecermatan guna menilai karakter yang bersifat individual personal. Indikator kecermatan yang dimaksud adalah ketepatan dalam menentukan
pikiran pokok, dan tingkat perhatian saat membaca cerita.
2.1.2
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD 2.1.2.1
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional untuk Bangsa Indonesia. Dengan Bahasa Indonesia setiap warganya dapat saling berkomunikasi untuk
menyampaikan informasi maupun menerima informasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilaksanakan di SD mengarah pada peningkatan kemampuan
peserta didik untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar, baik lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia Depdiknas, 2006:231. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat melatih
siswa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, dengan adanya pembelajaran Bahasa Indonesia diharapkan dapat
menumbuhkan apresiasi siswa terhadap karya Sastra Indonesia. Apa yang menjadi arahan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
dipertegas dengan ditetapkannya Standar Kompetensi Bahasa Indonesia SD. Standar Kompetensi yang telah ditetapkan merupakan kualifikasi kemampuan
minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia Depdiknas, 2006:317.
Atas dasar Standar Kompetensi tersebut, Zulela 2012:5 menyatakan bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah agar peserta didik dapat: 1 berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan, 2
menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia, 3 memahami Bahasa Indonesia dan dapat menggunakannya dengan tepat dan efektif dalam berbagai
tujuan, 4 meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial, 5 menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, 6 menghargai dan membanggakan Sastra Indonesia
sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Dengan melihat hal ini dapat dipahami bahwa, pembelajaran Bahasa
Indonesia di SD merupakan sebuah sarana untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam hal berbahasa. Melalui bahasa siswa dapat melatih cara berbahasa
atau berkomunikasi dengan baik dan benar, selain itu secara tidak langsung siswa dapat pula dilatih untuk mengembangkan dan menanamkan nilai karakter hingga
memiliki budi pekerti yang halus.
2.1.2.2 Keterampilan Membaca yang Terintegrasi dengan Pendidikan