Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya,
misalnya dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini juga dialami oleh suami subjek 1 yang merasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena subjek 1
lah yang bekerja mencari nafkah. Sementara suaminya menjadi temperamental setelah di-PHK dari pekerjaannya di sebuah perusahaan. Penyebab kekerasan yang
dilakukan oleh suami subjek 2 dan subjek 3 kadang disebabkan oleh hal-hal sepele, juga adanya perselingkuhan dengan wanita lain. Untuk menutupi perbuatannya,
suami subjek 2 dan subjek 3 malah balik memarahi istrinya agar perbuatannya tersebut tidak diketahui.
5.6 Dampak Kekerasan pada Kesehatan Reproduksi
Tindak kekerasan terhadap istri perlu diungkap untuk mencari alternatif pemberdayaan bagi istri agar terhindar dari tindak kekerasan yang tidak semestinya
terjadi demi terwujudnya hak perempuan untuk memperoleh kesehatan reproduksi yang sehat. Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil mengalami
kekerasan fisik dan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran abortus, persalinan imatur dan bayi meninggal dalam rahim
Keumalahayati, 2007. Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak
pada kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto 1996, dikatakan secara psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara konsekuensi logis dapat mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler 1993
tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan reproduksi; pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap istri mempengaruhi
kesehatan seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan yang mengancam kesehatan seksual istri, karena hal tersebut
menganggu psikologi istri baik pada saat melakukan hubungan seksual maupun tidak Keumalahayati, 2007.
Penelitian Kearney 2003 menemukan bahwa kekerasan yang terjadi selama kehamilan menyebabkan terjadinya perdarahan, infeksi, status nutrisi buruk, dan
hipertensi. Demikian juga penelitian Parker 2002 dalam Jahanfar 2007 bahwa kekerasan selama kehamilan meningkatkan terjadinya keguguran, kelahiran prematur,
low birth weight, cedera pada janin fetal injury, kematian janin fetal death, chorioamnionitis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Smith 2001 bahwa
perkembangan fetus juga dapat terganggu berbahaya oleh penyebab yang tidak langsung akibat ibu mengalami kekerasan dari suami sehingga ibu hamil merokok,
menggunakan alkohol atau obat-obatan. Sehubungan dengan dampak tindak kekerasan terhadap kesehatan reproduksi
perempuan, penelitian yang dilakukan oleh Rance 1994 yang dikutip oleh Heise, Moore dan Toubia 1995 kekerasan dan dominasi laki-laki dapat membatasi dan
membentuk kehidupan seksual dan reproduksi perempuan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan di Norwegia oleh Schei dan Bakketeig 1989 yang dikutip oleh
Universitas Sumatera Utara
Heise, Moore dan Toubia 1995 juga menyatakan bahwa perempuan yang tinggal dengan pasangan yang sering melakukan tindak kekerasan menunjukkan masalah-
masalah ginekologis yang lebih berat ketimbang dengan yang tinggal dengan pasangansuami normal; bahkan problem ginekologis ini bisa berlanjut dalam rasa
sakit terus menerus. Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri dalam
rumah tangga diantaranya adalah perubahan pola fikir, emosi dan ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola fikir istri. Tindak kekerasan juga berakibat mempengaruhi
cara berfikir korban, misalnya tidak mampu berfikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga paranoid, sulit mengambil keputusan, tidak bisa
percaya kepada apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak
menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular Sutrisminah, 2012.
Dalam penelitian ini, dampak dari KDRT yang dialami istri pada saat hamil menyebabkan istri mengalami perdarahan, keputihan setelah melahirkan, menstruasi
menjadi tidak teratur setelah melahirkan. Dampak pada kesehatan reproduksi subjek 1 karena tindakan KDRT suaminya menyebabkan pada saat hamil mengalami
kontraksi, dan sempat mengeluarkan darah. Tetapi karena mendapat pertolongan tepat waktu dari bidan perdarahan tersebut dapat diatasi. Setelah melahirkan, subjek 1
mengalami keputihan padahal sebelum hamil dirinya tidak pernah mengalami keputihan tersebut. Demikian juga setelah melahirkan, gangguan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
reproduksi yang dialaminya yaitu setelah melahirkan menstruasi atau haid menjadi tidak teratur, mengalami nyeri haid dismenorae, volume darah haid kadang banyak
kadang sedikit. Demikian juga yang dialami oleh subjek 2, merasakan kesakitan setelah perutnya ditekan suaminya, mengalami ketidakteraturan menstruasi setelah
melahirkan, darah haid yang keluar tidak lancar kadang sedikit, kadang banyak, subjek 2 juga merasakan nyeri haid dismenore, melahirkan bayi prematur. Subjek 3
juga mengalami hal hampir sama dengan subjek 1 dan subjek 2, karena setelah melahirkan dirinya mengalami gangguan menstruasi, jumlah darah haid yang keluar
kadang sedikit kadang banyak.
5.7 Dampak Psikologis