Siklus Kekerasan dalam KDRT Penyebab Terjadinya KDRT

3. Kekerasan seksual Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian menjauhkan istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. 4. Kekerasan ekonomi Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri. Banyak kasus terjadi kekerasan psikis berupa makian, hinaan ungkapan verbal sering berkembang menjadi kekerasan fisik. Pada awalnya mungkin belum terjadi, tetapi ketidaksengajaan pria kemudian berlanjut pada tindakan kekerasan fisik secara nyata Widyastuti, 2009.

2.1.3. Siklus Kekerasan dalam KDRT

Relasi Personal sering disertai dengan siklus kekerasan, dengan pola berulang. Siklus kekerasan ini menyebabkan korban terus mengembangkan harapan dan mempertahankan rasa cinta atau kasihan, membuatnya sulit keluar dari perangkap kekerasan Indrarani, 2012. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Siklus Kekerasan Siklus kekerasan umumnya bergulir sebagai berikut: 1. Dimulai dengan individu tertarik dan mengembangkan hubungan. 2. Individu dan pasangan mulai lebih mengenal satu sama lain, “tampil asli” dengan karakteristik dan tuntutan masing-masing, muncul konflik dan ketegangan. 3. Terjadi ledakan dalam bentuk kekerasan 4. Ketegangan mereda. Korban terkejut dan memaknai apa yang terjadi. Pelaku bersikap ”baik” dan mungkin meminta maaf. 5. Korban merasa ”berdosa” bila tidak memaafkan, korban menyalahkan diri sendiri karena merasa atau dianggap menjadi pemicu kejadian, korban mengembangkan harapan akan hubungan yang lebih baik. 6. Periode tenang tidak dapat bertahan. Kembali muncul konflik dan ketegangan, disusul ledakan kekerasan lagi, demikian seterusnya. Universitas Sumatera Utara 7. Korban “terperangkap”, merasa bingung, takut, bersalah, tak berdaya, berharap pelaku menepati janji untuk tidak melakukan kekerasan lagi, dan demikian seterusnya. 8. Bila tidak ada intervensi khusus internal, eksternal siklus kekerasan dapat terus berputar dengan perguliran makin cepat, dan kekerasan makin intens. 9. Sangat destruktif dan berdampak merugikan secara psikologis dan mungkin juga fisik Indrarani, 2012.

2.1.4. Penyebab Terjadinya KDRT

Zastrow Browker 1984 dalam Wahab 2010, menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi-agresi, dan teori kontrol. 1. Teori biologis menjelaskan bahwa manusia, seperti juga hewan, memiliki suatu instink agresif yang sudah dibawa sejak lahir. Sigmund Freud menteorikan bahwa manusia mempunyai suatu keinginan akan kematian yang mengarahkan manusia- manusia itu untuk menikmati tindakan melukai dan membunuh orang lain dan dirinya sendiri. Robert Ardery yang menyarankan bahwa manusia memiliki instink untuk menaklukkan dan mengontrol wilayah, yang sering mengarahkan pada perilaku konflik antar pribadi yang penuh kekerasan. Konrad Lorenz menegaskan bahwa agresi dan kekerasan adalah sangat berguna untuk survive. Manusia dan hewan yang agresif lebih cocok untuk membuat keturunan dan survive, sementara itu manusia atau hewan yang kurang agresif memungkinkan untuk mati satu demi satu. Agresi pada hakekatnya membantu untuk menegakkan Universitas Sumatera Utara suatu sistem dominan, dengan demikian memberikan struktur dan stabilitas untuk kelompok. Beberapa ahli teori biologis berhipotesis bahwa hormon seks pria menyebabkan perilaku yang lebih agresif. Di sisi lain, ahli teori belajar berteori bahwa perbedaan perilaku agresif terutama disebabkan oleh perbedaan sosialisasi terhadap pria dan wanita. 2. Teori frustasi-agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal bahwa seseorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalam tindakan agresif. Orang frustasi sering menyerang sumber frustasinya atau memindahkan frustasinya ke orang lain. Misalnya. Seorang remaja teenager yang diejek oleh orang lain mungkin membalas dendam, sama halnya seekor binatang kesayangan yang digoda. Seorang pengangguran yang tidak dapat mendapatkan pekerjaan mungkin memukul istri dan anak-anaknya. Suatu persoalan penting dengan teori ini, bahwa teori ini tidak menjelaskan mengapa frustasi mengarahkan terjadinya tindakan kekerasan pada sejumlah orang, tidak pada orang lain. Diakui bahwa sebagian besar tindakan agresif dan kekerasan nampak tidak berkaitan dengan frustasi. Misalnya, seorang pembunuh yang profesional tidak harus menjadi frustasi untuk melakukan penyerangan. 3. Teori frustasi-kontrol sebagian besar dikembangkan oleh para psikolog, beberapa sosiolog telah menerapkan teori untuk suatu kelompok besar. Mereka memperhatikan perkampungan miskin dan kotor di pusat kota dan dihuni oleh kaum minoritas telah menunjukkan angka kekerasan yang tinggi. Mereka Universitas Sumatera Utara berpendapat bahwa kemiskinan, kekurangan kesempatan, dan ketidakadilan lainnya di wilayah ini sangat membuat frustasi penduduknya. Penduduk semua menginginkan semua benda yang mereka lihat dan dimiliki oleh orang lain, serta tak ada hak yang sah sedikitpun untuk menggunakannya. Akibatnya, mereka frustasi dan berusaha untuk menyerangnya. Teori ini memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap angka kekerasan yang tinggi bagi penduduk minoritas. 4. Ketiga, teori ini menjelaskan bahwa orang-orang yang hubungannya dengan orang lain tidak memuaskan dan tidak tepat adalah mudah untuk terpaksa berbuat kekerasan ketika usaha-usahanya untuk berhubungan dengan orang lain menghadapi situasi frustasi. Teori ini berpegang bahwa orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan orang lain yang sangat berarti cenderung lebih mampu dengan baik mengontrol dan mengendalikan perilakunya yang impulsif. Menurut Susilowati 2008, KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan salah satu budaya negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja penyebab kekerasan pada istri? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri, antara lain: 1. Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran. 2. Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. 3. Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial. Universitas Sumatera Utara 4. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan. 5. Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi. 6. Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil. 7. Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak. 8. Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior. 9. Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya Susilowati, 2008. Pria kadang kehilangan kontrol terhadap arah hidup, maka pria mungkin menggunakan sikap kekerasan untuk mengendalikan hidup orang lain, walaupun sikap itu salah. Adapun beberapa alasan yang menjadi penyebab pria menganiaya wanita istri pasangannya meskipun alasan itu salah antara lain: Widyastuti, 2009. 1. Tindakan kekerasan dapat mencapai suatu tujuan. a. Bila terjadi konflik, tanpa harus musyawarah kekerasan merupakan cara cepat penyelesaian masalah. b. Dengan melakukan perbuatan kekerasan, pria merasa hidup lebih ‘berarti’ karena dengan berkelahi maka pria merasa menjadi lebih digdaya. c. Pada saat melakukan kekerasan pria merasa memperoleh ‘kemenangan’ dan mendapatkan apa yang dia harapkan, maka korban akan menghindari pada konflik berikutnya karena untuk menghindari rasa sakit. Universitas Sumatera Utara 2. Pria merasa berkuasa atas wanita. Bila pria merasa mempunyai istri ‘kuat’ maka dia berusaha untuk melemahkan wanita agar merasa tergantung padanya atau membutuhkannya. 3. Ketidaktahuan pria. Bila latar belakang pria dari keluarga yang selalu mengandalkan kekerasan sebagai satu-satunya jalan menyelesaikan masalah dan tidak mengerti cara lain maka kekerasan merupakan jalan pertama dan utama baginya sebagai cara yang jitu setiap ada kesulitan atau tertekan karena memang dia tidak pernah belajar cara lain untuk bersikap Widyastuti, 2009.

2.1.5. Faktor yang Memengaruhi terjadinya KDRT