reproduksi yang dialaminya yaitu setelah melahirkan menstruasi atau haid menjadi tidak teratur, mengalami nyeri haid dismenorae, volume darah haid kadang banyak
kadang sedikit. Demikian juga yang dialami oleh subjek 2, merasakan kesakitan setelah perutnya ditekan suaminya, mengalami ketidakteraturan menstruasi setelah
melahirkan, darah haid yang keluar tidak lancar kadang sedikit, kadang banyak, subjek 2 juga merasakan nyeri haid dismenore, melahirkan bayi prematur. Subjek 3
juga mengalami hal hampir sama dengan subjek 1 dan subjek 2, karena setelah melahirkan dirinya mengalami gangguan menstruasi, jumlah darah haid yang keluar
kadang sedikit kadang banyak.
5.7 Dampak Psikologis
Kekerasan dalam rumah tangga berdampak terhadap psikologis korban seperti ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Menurut Suryakusuma 1995 efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih
parah dibanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak
kekerasan. Namun, tidak jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga meng- akibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya meng-
akibatkan terganggunya secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti penganiayaan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Dharmono 2008 mengatakan bahwa kekerasan yang terjadi selama kehamilan dapat mengakibatkan stres mental pada ibu, seperti depresi, ketakutan,
harga diri rendah. Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak kekerasan yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi
terjadinya tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami
dalam ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami
dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup
dari jangkauan kekuasaan publik Keumalayahati, 2007. Perasaan wanita yang mudah tersinggung, menyebabkan setiap kali terjadi
pertengkaran dengan suaminya meninggalkan luka hati yang disimpan sangat dalam dan suatu saat akan dapat meledak menjadi pertengkaran hebat Kartono, 2007.
Seorang suami yang mengeluarkan ucapan yang merendahkan atau menghina istri ketika pertengkaran terjadi hingga menyebabkan istri sulit tidur, stres atau depresi.
Ketiga subjek mengalami tekanan psikologis setelah mendapatkan perlakuan kekerasan dari suaminya. Rasa penyesalan yang dirasakan subjek 1 dengan menangis
di kamar, meratapi diri sebagai orang yang tidak berguna, sehingga hal tersebut menyebabkan dirinya menjadi malas makan dan badan menjadi kurus, malas mandi,
malas berhias atau berdandan menjadikan tampilan subjek 2 kurang menarik. Demikian juga subjek 2 setelah mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya,
Universitas Sumatera Utara
menangis di kamar, pasrah pada keadaan, menyesali keadaan mengapa dirinya sampai menikah dengan suaminya yang temperamental tersebut, dan jika sudah tidak
tahan, subjek 2 melarikan diri ke rumah orangtuanya. Subjek 3 menjadi takut akan mengalami depresi karena jika kekerasan terus berlanjut dan tidak ada perubahan,
maka dia berkeinginan untuk membunuh diri.
5.8 Interaksi Ibu dan Bayi