3. Bentuk-Bentuk Dakwah a. Dakwah bi al-Lisan
Dakwah ini dilakukan dengan menggunakan lisan antara lain, Qaulun ma‟rufun, dengan bebicara dalam pergaulan sehari-hari yang
disertai dengan misi agama yaitu agama Islam.
b. Dakwah bi al-Hal
Yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah atau
berdakwah melalui perbuatan, mulai dari tutur kata, tingkah laku, sampai pada kerja bentuk nyata seperti mendirikan panti asuhan, fakir miskin,
sekolah-sekolah, rumah ibadah dll.
56
c. Dakwah bi al-Qalam
Berbicara dakwah tentang dakwah bi al-Qalam tidak terlepas dengan memahami makna tulisan. Dalam konteks ini, tulisan memiliki dua
fungsi. Pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi
ekspresi yang produknya berupa karya seni jurnalistik.
57
C. Hubungan Retorika dengan Dakwah
Untuk tersebar luasnya agama Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam, kepa
da seluruh umat manusia, maka para da’i atau muballigh semenjak dari dulu hingga sekarang, dalam setiap kesempatan khutbah atau
56
Rafi’uddin, dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hal. 24.
57
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, hal. 175.
ceramah, tidaklah hanya bicara demi bicara. Akan tetapi bagaimana agar pembicaraan tersebut dapat merangsang mereka yang mendengarkan
mad‟u untuk berbuat sesuatu yang nyata dalam kehidupannya sesuai dengan
tuntunan Al- Qur’an dan Hadits.
Menurut
Efendi M Siregar
retorika adalah ”Sebuah seni sistem
berpidato menggunakan bahasa lisan, agar dapat menghasilkan kesan terutama para pendengar. Retorika termasuk seni yang paling tua dalam
komunikasi massa. Karena itu berpidato termasuk salah satu cara dari sekian banyak cara berkomunikasi yaitu antara si pembicara komunikator dengan
sejumlah orang komunikanaudiense. Jadi berpidato termasuk untuk menyampaikan isi hati, pesan message, ide butiran pikiran, program,
perasaan dan sebagainya oleh seseorang kepada sejumlah orang. Dengan kata lain pidato merupakan salah satu sarana informasi dan komunikasi yang
sangat penting. Karena melalui pidato orang akan dapat menyebarluaskan idenya, data menanamkan pengaruhnya bahan dapat memberikan arah berfikir
yang baik dan sistemasis, bukan ”omong kosong” dan berteriak-riak tidak
karuan, melainkan dengan moral, dan harus didukung oleh rithme, volume, penyajian dan penampilan yang sempurna
”.
58
Dakwah dengan menggunakan retorika adalah memaparkan sesuatu masalah agama dan kemudian orang merasa begitu concern terlibat dengan
masalah yang dipaparkan tersebut, sama halnya apabila seorang orator menyampaikan suatu persoalan kemudian merasa terdorong untuk mencari
58
Efendi M Siregar, Teknik Berpidato dan Menguasai Massa Jakarta: Yayasan Mari Belajar, 1992. Cet. Ke-2, hlm. 29
sebab deviasi penyimpangan dan kemudian membuat keputusan tertentu untuk mencari pemecahannya.
Dengan kata lain, di dalam proses retorika merupakan usaha untuk melibatkan emosi dan rasio dari pihak khalayak agar merasa terlibat dengan
masalah atau persoalan yang disajikan merupakan inti dari pemaparan retorika sebagai sarana menuju tujuan akhir yaitu suatu tindakan yang sesuai dengan
harapan komunikator. Sementara tujuan yang ingin dicapai dakwah antara lain, agar manusia mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kejahatan, serta
memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Hubungan retorika dengan dakwah menurut T.A Latief Rosydi dalam
bukunya Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi adalah ”Kemampuan dalam kemahiran menggunakan bahasa untuk melahirkan
pikiran dan perasaan itulah sebenarnya hakikat retorika. Dan kemahiran serta kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam menyampaikan
dakwah. Karena itu antara dakwah dengan retorika tidak dapat dipisahkan. Dimana ada dakwah disitu ada retorika
”.
59
Kesuksesan para da’i atau muballigh dalam khutbah lebih banyak ditun
jang dan ditentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da’i tersebut. Dan kalaulah dakwah belum berhasil menurut yang dicata-citakan
dan menurut garis yang telah ditetapkan semula, mungkin karena cara persuasi retorika tidak menjadi perhatian dan
tidak terpenuhi oleh para da’i.
59
Efendi M Siregar, Teknik Berpidato dan Menguasai Massa, hlm. 94.
Dan dalam hal ini diungkapkan oleh T.A Latief Rosydi dalam dalam bukunya Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi tentang faktor
penyebab kegagalan dalam berdakwah adalah karena kurangnya keberhasilan kita, baik dalam menanamkan pengertian dan keyakinan, apa lagi dalam
menggunakan massa rakyat untuk membuat, berjuang dan berkorban sesuai dengan ajaran Islam, salah satu dari penyebabnya adalah karena kelemahan
kita dalam memanfaatkan retorika dakwah dalam penyampaiyannya.
60
Komunikasi dan retorika memliki kesamaan, terutama dalam hal media yang dipergunakan. Apakah medium yang digunakan medium lisan,
tulisan dan sebagainya, yang terutama dalam hal ini adalah unsur bahasa yang memegang peranan yang sangat penting dan sangat menentukan yaitu gaya
bahasa yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan dakwahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dakwah dan retorika
sangat berhubungan erat, dakwah bertujuan untuk meningkatkan kehidupan umat manusia kepada keadaan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan al-
Q ur’an dan Hadits. Sedangkan retorika adalah cara bagaimana kita
mempengaruhi orang lain untuk mengikuti apa kemauan kita, yang intinya adalah sama-sama untuk saling mempengaruhi orang lain.
60
Efendi M Siregar, Teknik Berpidato dan Menguasai Massa, hlm. 95.
45
BAB III BIOGRAFI KH. AHMAD DAMANHURI
A. Riwayat Hidup KH. Ahmad Damanhuri
KH. Ahmad Damanhuri dilahirkan pada tanggal 27 April 1959 di Sawangan-Depok, yang bertepatan dengan ulang tahun Kota Depok. Beliau
berasal dari keluarga Nahdlatul Ulama NU yang sederhana. Ayah beliau bernama H.
„Abdul Karim bin H. Zainal „Abidin bin H. Maksum, ayah beliau berpendidikan di Pesantren serta bekerja sebagai pegawai KUA dan guru
ngaji. Ibu beliau bernama Hjh. Maryam sebagai guru ngaji. KH. Ahmad Damanhuri tergolong anak yang sangat disayangi oleh
kedua orang tuanya. Beliau merupakan anak pertama dari lima bersaudara yaitu KH. Ahmad Damanhuri, MA, Ustdzh. Hjh. Suharti, Hjh. Sumidah, H.
Badruddin AK, S.Pdi, dan H. Fu’ad El-Halimi, S. Pdi. Sejak kecil mereka semua dididik dalam keluarga yang taat pada Agama. Mereka berada di
lingkungan pendidikan Agama yang sangat kuat dan patuh dalam menjalankan Syari’at Allah. Oleh sebab itu ayah beliau selalu menekankan agar kelak
dewasa nanti menjadi anak yang berilmu dan mampu meneruskan perjuangan ayahnya.
Kemudian KH. Ahmad Damanhuri menikah dengan keluarga dari Muhammadiyah yang bernama Hjh. Prawati Ningsih, beliau mempunyai dua
anak perempuan dan tiga anak laki-laki. Pertama, Sayyidah Rifqoh, S.Sos, yang sudah mempunyai dua anak perempuan yang bernama Naswah dan