90 Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai
p=0,111 p0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu ruangan dengan kejadian ISPA pada balita.
Hal ini sama dengan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini di Kelurahan Penjaringan Sari kecamatan Rungkut Kota Surabaya 2004 dengan desain cross
sectional didapatkan proporsi anak balita penderita ISPA yang tinggal dirumah yang suhu ruangannya kurang sebesar 54,8 sedangkan pada anak yang tinggal di rumah
yang suhu ruangannya baik sebesar 75, hasil analisis diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara suhu ruangan dengan kejadian ISPA pada balita dengan p=0,179.
48
c. Ventilasi Rumah
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalens rate ISPA pada balita yang tinggal dengan kondisi ventilasi rumah baik sebesar 59,7, sedangkan pada
kondisi ventilasi rumah yang tidak baik prevalensi rate ISPA sebesar 92,6. Tabel 5.12.
59.7 92.6
40.3
7.4 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
Baik Tidak Baik
Ve ntilasi Rum ah
P ro
p o
rs i
K e
ja d
ia n
I S
P A
ISPA Tidak
ISPA
Gambar 6.14. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Ventilasi Rumah Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
91 Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai
p0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa prevalens rate ISPA lebih
besar pada anak balita yang tinggal di rumah dengan kondisi ventilasi rumahnya tidak baik dibandingkan dengan proporsi penderita ISPA pada anak balita yang
kondisi ventilasi rumahnya baik 92,6 : 59,7; χ
2
=25,106; p=0,000. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini di Kelurahan
Penjaringan Sari kecamatan Rungkut Kota Surabaya 2004 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa proporsi anak yang menderita ISPA lebih besar pada
anak balita yang kondisi ventilasi rumahnya kurang dibandingkan proporsi penderita ISPA pada anak balita yang kondisi ventilasi rumahnya baik 82,8 : 46,7;
p=0,009.
48
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O
2
di dalam rumah yang berarti kadar CO
2
yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
30
d. Kepadatan Hunian Rumah
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalens rate ISPA pada balita yang tinggal dirumah yang penghuninya tergolong padat sebesar 88,9, sedangkan
pada rumah yang penghuninya tergolong tidak padat sebesar 74,8. Tabel 5.12.
Universitas Sumatera Utara
92
88.9 74.8
11.1 25.2
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Padat Tidak Padat
Kepadatan Hunian Rum ah
P ro
p o
rs i
K e
ja d
ia n
I S
P A
ISPA Tidak
ISPA
Gambar 6.15. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kepadatan Hunian
Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh p0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan
kejadian ISPA pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa prevalens rate ISPA lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang huniannya padat dibandingkan dengan
proporsi ISPA pada anak yang tinggal di rumah yang huniannya tidak padat 88,9 : 74,8;
χ
2
= 4,360; p=0,037. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Musthofa dan Mahardika di Kelurahan
Kendundung Kecamatan Magersari Mojokerto 2006 dengan desain cross sectional diperoleh bahwa proporsi anak balita penderita ISPA yang tinggal dirumah yang
padat sebesar 84,5. Hasil analisis statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada balita p0,05.
46
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk di daerah tempat penelitian ini masih banyak penduduknya yang tinggal di rumah petak yang
ukurannya 3x4 meter persegi yang dihuni oleh satu keluarga yang terdiri atas minimal
Universitas Sumatera Utara
93 tiga sampai sepuluh orang, di kamar ini seluruh aktifitas seperti memasak, tidur,
makan dan sebagainya dilaksanakan. Adapun responden yang tinggal di rumah yang sempit karena mereka tidak
mampu membeli ataupun menyewa rumah yang besar. Menurut penduduk, sebab terjadinya kepadatan dalam rumah yang mengakibatkan sempit adalah karena
sebagian besar penduduk tidak mau ikut Keluarga Berencana KB dan adanya tradisi tolong-menolong dimana setiap pendatang dari kampung harus ditampung, serta di
dukung oleh banyaknya perabot yang disebabkan oleh sifat konsumtif penduduk.
e. Pemakaian Obat Anti Nyamuk