72 p0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pemakaian obat anti
nyamuk dengan kejadian ISPA pada balita.
f. Hubungan Bahan Bakar Untuk Memasak Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Pada variabel bahan bakar untuk memasak dapat dilihat bahwa dari 24 orang balita yang di rumahnya menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk
memasak, sebanyak 20 orang 83,3 diantaranya mangalami ISPA dan 4 orang 16,7 tidak ISPA, dari 133 orang yang di rumahnya menggunakan minyak tanah
sebagai bahan bakar untuk memasak sebanyak 105 orang 78,9 mengalami ISPA dan 28 orang 21,1 tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik, uji
Chi Square tidak dapat dilakukan karena ada 1 sel 25 expected count besarnya kurang dari 5, dilanjutkan dengan Fisher’s Exact Test, diperoleh nilai p0,05 yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA pada balita.
g. Hubungan Keberadaan Perokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Pada variabel keberadaan perokok dapat dilihat bahwa dari 112 orang balita yang di rumahnya terdapat perokok sebanyak 87 orang 77,7 diantaranya
mengalami ISPA dan 25 orang 22,3 tidak ISPA, dari 45 orang balita yang di rumahnya tidak terdapat perokok sebanyak 38 orang 84,4 mengalami ISPA dan 7
orang 15,6 tidak ISPA. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
keberadaan perokok dengan kejadian ISPA pada balita.
Universitas Sumatera Utara
73
5.4. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda Binary logistic regression untuk mencari faktor risiko yang
paling dominan terhadap kejadian ISPA pada anak balita di Kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008.
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan tujuh variabel independen yang bisa dimasukkan ke dalam model multivariat p0,05 yang meliputi status gizi,
status ASI eksklusif, status imunisasi, pedapatan keluarga, kelembaban ruangan, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian rumah. tabel 5.10; 5.11; 5.12.
Ketujuh variabel ini dimasukkan secara bersama-sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p0,05 akan keluar secara otomatis Forward Stepwise dan
variabel yang nilai p0,05 akan masuk sebagai kandidat model seperti terlihat pada tabel 5.13 berikut.
Tabel 5.13. Hasil Identifikasi Variabel Dominan Yang Masuk Ke Dalam Model Faktor Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ilir
Gunungsitoli Tahun 2008.
VARIABEL B
SE df
P
Status ASI eksklusif 1,165
0,497 1
0,019 Pendapatan Keluarga
1,200 0,500
1 0,016
Ventilasi Rumah 2,317
0,502 1
0,000
Constant -0,942
0,499 1
0,059
Overal percentage 80,9 Berdasarkan tabel 5.13 di atas menunjukkan bahwa ada tiga variabel yang
paling signifikan yaitu status ASI eksklusif, pendapatan keluarga, dan ventilasi
Universitas Sumatera Utara
74 rumah. Meskipun ketiga variabel ini telah diuji kembali dan tetap mempunyai nilai
yang sama dan signifikan p0,05. Hasil analisis regresi ini menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan
dalam penelitian ini yaitu ventilasi rumah, pendapatan keluarga, dan status ASI eksklusif.
Dalam proses pemodelan ini dilakukan uji interaksi variabel independen terhadap variabel independen lainnya. Hasil uji interaksi antara status ASI eksklusif
dengan pendapatan keluarga diperoleh nilai p=0,391, begitu juga uji antara status ASI eksklusif dengan ventilasi rumah diperoleh nilai p=0,846, juga uji antara pendapatan
keluarga dengan ventilasi diperoleh nilai p=0,723, artinya bahwa tidak ada interaksi antara Asi eksklusif dengan pendapatan keluarga, ASI eksklusif dengan ventilasi
rumah, begitu juga tidak ada interaksi antara pendapatan keluarga dengan ventilasi rumah.
Berdasarkan tabel 5.13 ini didapat model regresi logistik dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Logit P X = -0,942 + 2,317X
1
+ 1,200X
2
+ 1,165X
3
P X = Kejadian ISPA pada balita 1 = ISPA ; 0 = tidak ISPA X
1
= Ventilasi rumah 1 = tidak baik, 0 = baik X
2
= Pendapatan keluarga 1 = pendapatan keluarga Rp 820.000,- X
3
= Status ASI eksklusif 1 = tidak ASI eksklusif, 0 = ASI eksklusif
Dari model di atas didapatkan suatu turunan perhitungan matematik tentang probabilitas orang untuk terjadinya ISPA pada balita adalah :
P = 1
1 + e
– -0,942 + 2,317 ventilasi + 1,200 ASI eksklusif + 1,165 pendapatan keluarga
Universitas Sumatera Utara
75 Model regresi logistik mempunyai suatu asumsi : umpamanya untuk melihat
jika ada faktor risiko Xn mempunyai nilai = 1, jika tidak ada faktor risiko nilai = 0. Misalnya : apabila seorang anak balita yang ventilasi rumahnya tidak baik,
pendapatan keluarganya Rp 820.000,- dan tidak Asi eksklusif , maka niali untuk X
1
, X
2
, dan X
3
= 1, sedangkan faktor risiko lainnya dianggap tidak ada = 0. Maka probabilitasnya adalah :
P = 1 = 0,809 = 80,9
1 + e
– -0,942 + 2,317 1 + 1,200 1 + 1,165 1
Artinya, anak balita yang ventilasi rumahnya tidak baik, pendapatan keluarganya Rp 820.000,-, dan tidak ASI eksklusif, memiliki probabilitas untuk terkena
ISPA sebesar 80,9.
Universitas Sumatera Utara
76
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Pembahasan Penelitian 6.1.1. Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kelurahan Ilir
Gunungsitoli Tahun 2008
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa prevalens rate balita yang menderita ISPA sebesar 79,6, sedangkan prevalens rate yang tidak menderita ISPA
sebesar 20,4. Tabel 5.6
79.6 20.4
ISPA Tidak
ISPA
Gambar 6.1 Diagram Pie Distribusi Prevalensi Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka prevalens rate ISPA pada balita di kelurahan Ilir Gunungsitoli tahun 2008 sangat tinggi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afrida di wilayah kerja Puskesmas Rantang Kota Medan 2007 yang mendapatkan bahwa prevalens rate ISPA pada bayi
sebesar 59,4.
11
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Kecamatan Percut sei Tuan 2004 menunjukkan proporsi kejadain ISPA pada balita yang juga
tinggi sebesar 64,9.
10
Universitas Sumatera Utara