80 didapatkan bahwa proporsi anak balita yang menderita ISPA lebih besar pada anak
balita yang status gizinya tidak baik dari pada yang status gizinya baik p=0,000.
40
Dengan adanya hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA pada balita di kelurahan Ilir ini harus segera dilakukan antisipasi oleh ibu-ibu yang memiliki anak
balita dengan memberikan makanan yang bergizi dan susu untuk memenuhi gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak mereka.
d. Berat Badan Bayi Lahir
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa prevalens rate ISPA pada anak balita yang berat lahirnya
≥2.500 gram sebesar 78,3, sedangkan pada balita yang berat lahirnya 2.500 gram sebesar 92,9. Tabel 5.10.
78.3 92.9
21.7 7.1
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
≥2.500 gram 2.500 gram
Berat Badan Lahir
P ro
po rs
i K ej
ad ia
n IS
P A
ISPA Tidak
ISPA
Gambar 6.5. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Berat Badan Lahir Balita
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008.
Berdasarkan hasil analisis statistik, uji Chi Square tidak dapat dilakukan karena ada 1 sel 25 expected count besarnya kurang dari 5, dilanjutkan dengan
Fisher’s Exact Test diperoleh nilai p=0,304 p0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir balita dengan kejadian ISPA pada balita.
Universitas Sumatera Utara
81 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Syahril di Kota Banda Aceh 2006
dengan desain case control didapatkan bahwa proporsi anak balita yang menderita pneumonia dengan berat badan lahir 2.500 gram sebesar 62,2. Hasil analisis
statistik didapatkan bahwa risiko anak balita untuk menderita ISPA 2,2 kali lebih besar pada anak yang berat lahir 2.500 gram dari pada anak balita yang berat lahir
≥2.500 gram.
28
e. Status ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pravalens rate ISPA pada balita yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 64,9, sedangkan untuk balita yang tidak
ASI eksklusif sebesar 84,2. Tabel 5.10.
64.9 84.2
35.1 15.8
10 20
30 40
50 60
70 80
90
ASI eksklusif Tidak ASI eksklusif
Status ASI Ek s k lus if
P ro
p o
rs i K
ej ad
ia n
IS P
A
ISPA Tidak
ISPA
Gambar 6.6. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status ASI Eksklusif
Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Tahun 2008.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai p0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara status ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa prevalens rate ISPA lebih
Universitas Sumatera Utara
82 tinggi pada anak balita yang tidak ASI eksklusif dibandingkan dengan yang ASI
eksklusif 84,2 : 64,9; χ
2
=6,493; p=0,011. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afrida di Puskesmas Rantang Kota
Medan 2007 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa proporsi anak balita yang menderita ISPA lebih tinggi pada anak balita yang tidak ASI eksklusif
dibandingkan dengan yang ASI eksklusif dengan p = 0,024.
11
Hasil penelitian Anggraeni di wilayah kerja Puskesmas Pakusari Kabupaten Jember dengan desain cross sectional didapatkan bahwa dari 46 bayi yang tidak
mendapat ASI eksklusif terdapat 43 bayi mengalami batuk-pilek biasa bukan Pneumonia dan 3 bayi mengalami Pneumonia. Sedangkan yang mendapat ASI
eksklusif sejumlah 54 bayi semuanya hanya mengalami batuk-pilek bukan Pneumonia. Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
tingkat kesakitan ISPA antara bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Hal ini disebabkan karena pemberian ASI eksklusif di
daerah ini sudah cukup tinggi.
41
Tingginya proporsi anak balita yang tidak ASI eksklusif dan menderita ISPA menunjukkan bahwa ibu-ibu di daerah penelitian ini masih belum paham akan
pentingnya ASI eksklusif kepada anak balitanya. Pemberian ASI eksklusif dapat memberikan perlindungan kepada bayi dan balita dari penyakit infeksi termasuk
penyakit ISPA.
Universitas Sumatera Utara
83
f. Status Imunisasi