Manusia 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Status Gizi

29 sebesar 18,45, Pseudomonas aureginosa 16 galur sebesar 15,53, Klebsiella sp 14 galur sebesar 13,59, Stapilococcus aureus 13 galur sebesar 12,62, Pneumococcus 2 galur sebesar 1,94, dan Sreptococcus pneumonie 1 galur sebesar 0,97. 21 b. Manusia b.1. Umur Berdasarkan hasil penelitian Daulay 1999 di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit. 17 Berdasarkan hasil penelitian Maya di RS Haji Medan 2004, didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia yang rawat inap dari tahun 1998 sampai tahun 2002 terbesar pada kelompok umur 2 bulan - 5 tahun adalah 91,1, 22 demikian juga penelitian Maafdi di RS Advent Medan tahun 2006, didapatkan bahwa proporsi balita penderita pneumonia terbesar pada kelompok umur 2 bulan - 5 tahun sebesar 82,1, sementara kelompok umur 2 bulan sebesar 17,9. 23

b.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita 1993, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan dengan anak perempuan. 11 Universitas Sumatera Utara 30 Berdasarkan hasil penelitian Dewi, dkk di Kabupaten Klaten 1996, didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada anak laki-laki sebesar 58,97, sementara untuk anak perempuan sebesar 41,03. 24

b.3. Status Gizi

Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. 25 Hasil penelitian Dewi, dkk 1996 di Kabupaten Klaten, dengan desain cross sectional didapatkan bahwa anak yang berstatus gizi kurangburuk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi baiknormal. 24 Hasil penelitian Mustafa di Kota Banda Aceh 2006, dengan desai cross sectional, berdasarkan hasil analisis bivariat antara penyakit ISPA dengan status gizi anak balita menunjukkan bahwa anak balita yang menderita penyakit ISPA didapatkan 2,19 kali mempunyai status gizi tidak baik dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita penyakit ISPA p = 0.038. 9 Salah satu penentuan status gizi adalah klasifikasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 920MenkesSKVIII2002 untuk keperluan Pemantauan Status Gizi PSG anak balita dengan mengukur berat badan terhadap umur. Status gizi diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: 1 Gizi lebih : bila Z_Skor terletak +2 SD Universitas Sumatera Utara 31 2 Gizi Baik : bila Z_Skor terletak diantara ≥ -2 SD sd +2 SD 3 Gizi kurang : bila Z_Skor terletak pada -2 SD sd ≥ - 3 SD 4 Gizi Buruk : bila Z_Skor terletak -3 SD. 26

b.4. Berat Badan Lahir

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Anak Balita Di Puskesmas Panyabungan Jae Kabupatenmandailing Natal Tahun 2014

0 53 122

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011

0 15 111

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di Kelurahan Mangga Keacamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

9 65 141

Gambaran Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2005

1 41 79

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN

0 5 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

0 3 7