disebutkan alasan yang dapat dipergunakan penyidik untuk melakukan penghentian penyidikan. Pada Pasal 109 ayat 2 KUHAP disebutkan yang
menjadi alasan penghentian penyidikan, yaitu karena tidak cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan peristiwa pidana atau penyidikan
diberhentikan demi hukum.
c. Penuntutan
Penuntutan menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP adalah “tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan”.
Mengenai kebijakan penuntut, penuntut umumlah yang menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap ataukah tidak untuk dilimpahkan ke
pengadilan negeri untuk diadili.
84
Kejaksaan memiliki kewenangan melakukan penyidikan sekaligus penuntutan tindak pidana korupsi. Seiring dengan keberadaan KPK, telah terjadi
pergeseran wewenang dan pola kerja kejaksaan dalam hal penuntutan tindak pidana korupsi. Hal ini karena dengan kewenangannya, KPK berhak untuk
megambilalih penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kejaksaan.
85
84
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : CV. Sapta Artha Jaya, 1996, hal. 165.
85
Analisis Dan Evaluasi Hukum Penuntutan Dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta :
2008, hal. 13.
Adapun yang menjadi penuntut berdasarkan pasal 51 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu Penuntut merupakan
Penuntut Umum pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK untuk
melaksanakan fungsi penuntutan tindak pidana korupsi. Penuntut sebagaimana dimaksud adalah Jaksa Penuntut Umum.
Penuntut Umum pada KPK dalam tugas penuntutannya terkait dengan hukum acara. Selain berpegang teguh pada KUHAP, juga mendasarkan pada
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No. 30
Tahun 2002 tentang KPK yang berlaku sebagai undang-undang yang lebih khusus. Perbedaan antara proses penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh kejaksaan dan KPK, ialah:
86
1. Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
KPK, KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3, sedangkan kejaksaan dapat mengeluarkan SP3.
2. Berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
KPK, perkara tindak pidana korupsi yang proses penuntutannya dilakukan oleh KPK hanya dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, sedangkan perkara tindak pidana korupsi yang proses penuntutannya dilakukan oleh kejaksaan hanya dilakukan di
pengadilan umum. Aturan mengenai prosedur atau proses penuntutan oleh Jaksa Penuntut
Umum KPK diatur di dalam pasal 52 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, yaitu sebagai berikut:
1. Penuntut Umum, setelah menerima berkas dari penyidik, paling lambat
14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas
86
Ibid.
tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri.
2. Ketua Pengadilan Negeri wajib menerima pelimpahan berkas dari
Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa dan diputus.
2. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dan Sistem Pembalikan Beban Pembuktian