Sistem Pembalikan Beban Pembuktian

b. Sistem Pembalikan Beban Pembuktian

Secara teoritis, teori sistem pembuktian yang lazim dikenal dalam khazanah hukum pembuktian, yaitu: Conviction-in time pembuktian menurut keyakinan hakim, Conviction-Raisone pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang disertai dengan alasan-alasan yang jelas dan dapat diterima, sistem prmbuktian menurut undang-undang secara positif pembuktian bergantung kepada alat-alat bukti sebagaimana yang disebut dalam undang-undang, dan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah. 87 Perbuatan korupsi dalam hal gratifikasi sering terjadi dikalangan peyelenggara negara atau pejabat pemerintahan. Dalam upaya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, pembentukan undang-undang telah memformulasikan pendekatan baru dengan menerapkan sistem pembuktian terbalik terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Pada dasarnya undang-undang tindak pidana korupsi menganut sistem pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 12B, Pasal 37, Pasal 37A dan Pasal 38. Dalam sistem hukum pidana formil Indonesia khususnya KUHAP, sudah dimaklumi bahwa beban pembuktian mengenai ada atau tidaknya tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa terletak pada Jaksa Penuntut Umum. Dalam perkembangannya, beban pembuktian yang semula berada ditangan Jaksa Penuntut Umum kemudian bergeser menjadi beban terdakwa. Dalam hal ini terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan sebagai pelaku tindak pidana. 87 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP – Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua , Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal 277. Secara teoritis terdapat dua alasan mengapa pembalikan beban pembuktian diterapkan dalam tindak pidana korupsi, yaitu : 88 1 Alasan pendekatan historis Keberadaan pasal-pasal suap yang diintroduksikan dari KUHP kedalam undang-undang tindak pidana korupsi hanya sebagai pasal- pasal tidur yang tidak memiliki makna. Dalam sejarah pemberantasan tindak pidana korupsi, penerapan pasal-pasal tersebut tidak mencapai 0,1 dari totalitas perkara korupsi. Untuk itu diperlukan suatu cara atau metode untuk membangunkan ketentuan atau pasal suap tersebut dalam pembaharuan terhadap perundang-undangan tindak pidana korupsi. 2 Alasan pendekatan komparatif yuridis Metode yang dipergunakan untuk mengaktifkan ketentuan atau pasal suap tersebut adalah dengan memperkenalkan sistem atau mekanisme pelaporan. Dengan adanya sistem pelaporan tersebut akan dapat diketahui apakah suatu pemberian itu sebagai suatu perbuatan suap atau tidak. Selain itu, pemberlakuan sistem pembalikan beban pembuktian hanya dapat terjadi berdasarkan terciptanya terlebih dahulu sistem mekanisme pelaporan. Ketentuan mengenai sistem pembalikan beban pembuktian secara murni diatur dalam pasal 37 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: 1 Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. 88 Mahrus Ali, op cit, hal 77-78. 2 Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti. Dalam penjelasan Pasal 37 ayat 1 tersebut dijelaskan bahwa, Pasal ini merupakan konsekuensi berimbang atas penerapan pembuktian terbalik terhadap terdakwa. Terdakwa tetap memerlukan perlindungan hukum yang berimbang atas pelanggaran hak-hak yang mendasar yang berkaitan dengan asas praduga tak bersalah presumption of innocence dan menyalahkan diri sendiri non self- incrimination . Sedangkan dalam penjelasan Ayat 2 yang berbunyi “Ketentuan ini tidak menganut sistem pembuktian secara negatif menurut undang-undang negatief wettelijk”, semakin menegaskan eksistensi pembalikan beban pembuktian dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Sistem pembalikan beban pembuktian yang terdapat dalam Pasal 37 ini hanya diterapkan pada tindak pidana korupsi dalam Pasal 12B. Selain Pasal 12B, delik korupsi pada pasal-pasal yang lain berlaku sistem pembuktian sebagaimana ketentuan Pasal 37A dan Pasal 38 B. 89 a. Pembuktian terbalik, dimana kepada penerima gratifikasi diberi kewajiban untuk membuktikan bahwa dia tidak ada menerima gratifikasi, apabila nilai gratifikasi yang diterima Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah atau lebih. Sistem pembuktian dalam Pasal ini terbagi menjadi 2 ketentuan, yaitu: b. Pembuktian biasa, dimana pihak yang berwenang sebagai penuntut, diberi kewajiban untuk membuktikan apakah pegawai negeri atau penyelenggara yang bersangkutan benar telah menerima gratifikasi, 89 Ibid, hal 81. apabila nilai gratifikasi yang diterima yang diterima kurang dari Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. Ketentuan Pasal 37A, sistem pembalikan beban pembuktian yang digunakan tidak lagi murni tapi bersifat terbatas dan berimbang. Disebut sebagai pembuktian terbalik bersifat terbatas, karena terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Disebut sebagai pembuktian terbalik yang berimbang karena, meskipun telah diberikan hak kepada terdakwa untuk membuktikan bahwa terdakwa tidak melakukan tindak pidana korupsi dan diberi kewajiban untuk memberikan keterangan tentang seluruh harta benda yang diduga mempunyai hubungan hubungan dengan perkara yang didakwakan, penuntut umum KPK tetap mempunyai kewajiban untuk membuktikan dakwaannya. 90 Sedangkan penjelasan Pasal 38B menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 38B tersebut merupakan pembuktian terbalik yang dikhususkan pada perampasan harta benda yang diduga keras juga berasal dari tindak pidana korupsi berdasarkan salah satu dakwaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Ketentuan Pasal 37A ini diberlakukan terhadap Pasal-Pasal lainnya yang mengatur delik korupsi selain Pasal 12B. 90 Ermansjah Djaja, Tipologi Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 2010, hal. 105. Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini sebagai tindak pidana pokok.

C. Contoh Penerapan Pasal 12 B dan Pasal 12 C Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Konsekuensi dari penerimaan gratifikasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ialah melapor kepada KPK. Apabila penerimaan tersebut tidak dilaporkan, yang menerima dapat dihukum dengan dakwaan penyuapan. Berikut merupakan contoh-contoh dari penerimaan gratifikasi yang oleh si penerima dilaporkan kepada KPK, dan ada pula yang tidak melapor sehingga dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Selain itu, terdapat pula penerimaan-penerimaan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak perlu dilaporkan kepada KPK.

1. Contoh gratifikasi yang dilaporkan

Dokumen yang terkait

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 18

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PADA UNDANG UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

0 8 59

Undang Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 1

Undang-Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 29

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 15

BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Perkembangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

0 0 26