BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
A. Perkembangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia
Di Indonesia, langkah-langkah pembentukan hukum positif guna menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan
sejarah dan melalui masa perubahan peraturan perundang-undangan. Peraturan- peraturan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi silih berganti. Peraturan-
peraturan yang baru ditujukan untuk memperbaiki dan menambah peraturan yang terdahulu. Namun demikian, tindak pidana korupsi dalam segala bentuknya tetap
saja masih tidak bisa dihindari. Adapun undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi yang pernah diberlakukan di Indonesia ialah
1. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRTPM061957 tanggal 9 April
1957
Berdasarkan peraturan inilah istilah korupsi sebagai istilah yuridis untuk pertama kali digunakan. Batasan mengenai pengertian korupsi menurut peraturan
ini ialah “Perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara”. Adapun rumusan korupsi menurut peraturan ini ialah:
30
1. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga baik untuk
kepentingan sendiri, kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan
30
Martiman Prodjohamidjojo, op cit, hal 12.
suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara.
2. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima
gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, yang dengan mempergunakan kesempatan atau
kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau
material baginya.
2. Peraturan pemberantasan korupsi penguasa perang pusat Angkatan
Darat dan Laut
Sebelum tahun 1960, yakni sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, telah ada peraturan pemberantasan korupsi yang diberlakukan yaitu, Peraturan Penguasa Pusat Kepala
Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No. PrtPeperpu0131958 dan Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut No. PrtZ.I.I7
tertanggal 17 April 1958.
31
Dalam konsiderans peraturan-peraturan tersebut, khususnya pada butir a disebutkan, “Bahwa untuk perkara-perkara pidana yang menyangkut keuangan
negara atau daerah yang mempergunakan modal dan atau kelonggaran- kelonggaran lainnya dari masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf, dan lain-
lain atau yang bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan
31
K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1977, hal. 23.
tambahan beberapa aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan yang dapat memberantas perbuatan-perbuatan yang disebut korupsi”.
32
Dari pernyataan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa, pembuat peraturan masih berusaha memperbaiki dan menambah peraturan yang terdahulu
agar lebih efektif dalam memberantas korupsi. Kemudian yang menjadi fokus dari peraturan ini adalah bentuk khusus dari perbuatan korupsi, yaitu yang menyangkut
keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran yang lain dari masyarakat. Selain itu juga dapat diambil
kesimpulan bahwa KUHP saja tidaklah cukup untuk menampung segala masalah yang timbul berhubung dengan perbuatan yang merugikan keuangan negara.
33
Adapun rumusan korupsi dalam peraturan-peraturan tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu:
34
1. Perbuatan korupsi pidana, yaitu:
a. Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan sesuatu
kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sesuatu badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau daerah dan badan hukum lain, yang mempergunakan modal atau
kelonggaran-kelonggaran dari masyarakat. b.
Perbuatan dengan atau karena melakukan sesuatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
badan, serta yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
32
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia - Masalah dan Pemecahannya, Jakarta : Gramedia Pustaka, 1991, hal. 36.
33
Ibid, hal. 37.
34
Martiman Prodjohamidjojo, op cit, hal 12.
c. Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 418,
419, dan 420 KUHP. 2.
Perbuatan korupsi lainnya, yaitu: a.
Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau daerah atau merugikan keuangan
suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan
kelonggaran-kelonggaran dari masyarakat. b.
Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu badan dan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan dan kedudukan.
Dalam perbuatan korupsi lainnya, unsur perbuatan melawan hukum dimaknai dengan perbuatan tercela sebagaimana onrechtmatige daad yang
tercantum dalam pasal 1365 KUHPerdata.
35
3. Undang-Undang No. 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan