3. Si terhukum dapat juga diwajibkan membayar uang pengganti yang
jumlahnya sama dengan harta-benda yang diperoleh dari korupsi.
d. Pasal 17 Undang-Undang No. 24 Prp Tahun 1960
“Barangsiapa memberi hadiah atau janji kepada seorang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau yang
menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang
mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat, dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu
wewenang yag melekat pada jabatan atau kedudukannya atau yang oleh sipemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun danatau denda setinggi-tingginya satu juta rupiah.”
Adapun yang menjadi alasan dimuatnya Pasal ini ialah sebagaimana yang termuat dalam penjelasan Pasal 1 Undang-Undang ini, yaitu : “Dalam KUHP,
tidak ada ancaman hukuman bagi orang-orang yang memberi hadiah kepada pegawai yang dimaksud dalam Pasal 418 KUHP, juga tidak diancam dengan
hukuman orang-orang yang memberi hadiah kepada orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau kepada seorang yang menerima
gaji atau upah dari suatu Badan yang menerima bantuan keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-
kelonggaran dari negara atau masyarakat. Untuk mengisi kekosongan ini maka Pasal 17 diadakan”.
2. Pemberian hadiah menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dalam peraturan ini, pemberian hadiah sama pengaturannya dengan undang-undang yang berlaku sebelumnya. Hal ini dikarenakan delik-delik korupsi
yang diatur dalam peraturan ini umumnya masih diadopsi dari undang-undang
sebelumnya. Mengenai pemberian hadiah, dalam undang-undang ini terdapat beberapa perubahan dari undang-undang sebelumnya. Adapun perubahan serta
penambahan tersebut ialah: a.
Rumusan Pasal 17 Undang-Undang No. 24 Prp Tahun 1960 diadopsi kedalam undang-undang ini. Ketentuan Pasal 17 tersebut menjadi
Pasal 1 sub d dalam undang-undang ini. b.
Adanya ketentuaan yang mengatur tentang wajib lapor bagi pegawai negeri yang menerima pemberian sesuai Pasal 418, 419, dan 420
KUHP, yang termuat dalam Pasal 1 sub e dalam undang-undang ini.
Adapun bunyi dari Pasal 1 sub e tersebut ialah : “Barang siapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang tersebut dalam Pasal-Pasal 418, 419 dan 420 KUHP tidak
melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib.” Dalam penjelasan Pasal 1 sub e tersebut, dapat dilihat bahwa, ketentuan
dalam sub e ini dimaksudkan untuk memidanakan seseorang yang tidak melaporkan pemberian atau janji yang diperolehnya dengan melakukan tindak
pidana-tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 418, 419, 420 KUHP. Apabila tidak semua unsur dari tindak pidana tersebut dipenuhi dan pelaporan itu misalnya
dilakukan dengan tujuan semata-mata agar supaya diketahui tentang peristiwa penyuapan, maka ada kemungkinan bahwa si penerima itu dapat dilepaskan dari
penuntutan berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas. Hal demikian tidak berarti bahwa tiap pelaporan tentang penerimaan pemberianjanji itu membebaskan
terdakwa dari kemungkinan penuntutan apabila semua unsur dari tindak pidana dalam Pasal 418, 419, 420 KUHP dipenuhi.
Adapun mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut ialah sebagaimana yang termuat di dalam Pasal 28 Undang-
Undang ini, yaitu: “Barangsiapa melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud Pasal 1
ayat 1 sub a, b, c, d, e dan ayat 2 Undang-undang ini, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya
20 tahun danatau denda setinggi-tingginya 30 tiga puluh juta rupiah. Selain dari pada itu dapat dijatuhkan juga hukuman tambahan tersebut
dapat Pasal 34 sub a, b, dan c Undang-undang ini.”
50
3. Pemberian hadiah menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang