Perbedaan Tindak Pidana Suap dengan Gratifikasi

undang-undang tersebut merubah sekaligus melengkapi Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mana pengaturan mengenai gratifikasi belum diatur sebelumnya. 64 Dalam konteks hukum, delik suap bukan merupakan persoalan baru. Istilah suap ini tidak memiliki defenisi yang limitatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suap dalam hal ini diartikan sebagai uang sogok. Dalam bahasa Latin, delik suap disebut briba, yang maknanya a piece of bread given to beggar sepotong roti yang diberikan kepada pengemis. Kemudian maknanya terus berkembang ke makna yang bisa diartikan positif, yaitu gift received or given in order to influence corruptly yang oleh Mulhadi, dipahami sebagai pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud mempengaruhi secara jahat atau korup.

D. Perbedaan Tindak Pidana Suap dengan Gratifikasi

65 Beberapa istilah yang sering kita dengar, yang merujuk pada istilah suap ialah uang pelicin, uang komisi, uang administrasi, uang terima kasih dan sebagainya. Menurut R. Soesilo, suap atau sogokan itu tidak perlu berupa uang, bisa saja berupa pemberian barang atau perjanjian misalnya untuk menonton, berpergian dengan gratis, akan diberi suatu pekerjaan yang menguntungkan, dan lain sebagainya. 66 Tindak pidana penyuapan dapat dibagi menjadi 2 dua jenis yaitu sebagai berikut: 67 64 Asrul, op cit. 65 Firman Wijaya, Delik Penyalahgunaan Jabatan dan Suap Dalam Praktek, Jakarta : Penaku, 2011, hal. 29. 66 M. Hamdan, op cit, hal. 30. 67 Unila, BAB II, http:digilib.unila.ac.id758111BAB20I.pdf, didownload Selasa, 17 Maret 2015 pukul 17:00:35 WIB. a. Penyuap aktif, yaitu pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik berupa uang atau barang. Penyuapan ini terkait erat dengan sikap batin subjek hukum berupa niat yang bertujuan untuk menggerakkan seorang pejabat penyelenggara negara atau pegawai negeri agar ia dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Dari pemberian hadiah atau janji tersebut, berarti subjek hukum mengetahui tujuan yang terselubung yang diinginkannya, yang didorong oleh kepentingan pribadi, agar penyelenggara negara atau pegawai negeri yang akan diberi hadiah atau janji berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya. Meskipun pejabat yang bersangkutan menolak pemberian atau janji tersebut, perbuatan subjek hukum sudah memenuhi rumusan delik dan dapat dijerat oleh delik penyuapan aktif, mengingat perbuatannya sudah selesai. b. Penyuap pasif adalah pihak yang menerima pemberian atau janji baik berupa uang maupun barang. Sebagai contoh apabila pegawai negeripenyelenggara menerima pemberian atau janji dalam pasal ini, berarti pegawai negeripenyelenggara negara dimaksud akan menanggung beban moril untuk memenuhi permintaan pihak yang memberi atau yang menjanjikan tersebut. Pengaturan tentang suap pertama sekali dimuat dalam KUHP. Kemudian pasal-pasal yang mengatur tentang suap tersebut diadopsi kedalam Undang- Undang tentang pemberantsan tindak pidana korupsi yang pertama, yaitu Undang- Undang No. 24 Prp Tahun 1960 yang kemudian terus berkembang hingga dibentuklah satu aturan hukum yang khusus mengatur tindak pidana suap, Undang-Undang No. 11 Tahun 1980. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, dapatlah disimpulkan defenisi suap, yaitu: “Barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tiga tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- lima belas juta rupiah.” Dari definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji dan dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. 68 68 Hukum Online “Perbedaan antara suap dan gratifikasi”, Suap, penekanannya pada keaktifan masyarakatpengguna jasarekanan kepada pejabat publik untuk mempengaruhi keputusan yang berlawanan tugas dan fungsinya. Berbeda dengan gratifikasi, gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji namun dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Hal ini sesuai dengan pengertian gratifikasi yang termuat dalam penjelasan Pasal 12B Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. http:www.hukumonline.comklinikdetailcl3369perbedaan-antara-suap-dengan-gratifikasi, diakses Minggu, 8 Februari 2015 pukul 13:16:54. Antara gratifikasi dan suap itu ada kecenderungan kesamaan dan memiliki perbedaan yang tipis. Keduanya sama-sama menjadikan jabatan, kekuasaan, dan wewenang sebagai motif dari suatu pemberianhadiah. Perbedaannya adalah gratifikasi masih merupakan zaakwarneming sesuatu yang boleh asalkan tidak bertentangan dengan kewajiban dan wewenangnya serta melaporkannya ke KPK. Sedangkan suap adalah perbuatan onrechtmatigedaad sesuatu yang bertentangan dengan hukum, karena pemberian itu mengakibatkan kontrakkonsekuensi kepada yang diberi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan cara menyalahgunakan jabatan, kekuasaan, dan wewenang yang dimilikinya. Perbedaan itu akan hilang manakala gratifikasi tidak dilaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal ini adalah KPK. 69 69 Komisi Pemberantasan Korupsi, “Apa Beda Korupsi dan Gratifikasi dalam Kasus Rudi Rubiandini ” http:kpk.go.idgratifikasiindex.phpgrat-berita149-gratifikasi, diakses pada Selasa, 4 November 2014, pukul 16:25:33 WIB.

BAB III PENERAPAN PASAL 12B DAN PASAL 12C UNDANG- UNDANG NO. 31

TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Akibat Keberlakuan Pasal 12B dan Pasal 12C Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

1. Penerima gratifikasi wajib melapor kepada KPK

Konsekuensi logis dari penerapan Pasal 12B dan Pasal 12C Undang- Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah bahwa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib dilaporkan kepada KPK selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 12C yang berbunyi: 1 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat 1 tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2 Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 tiga puluh hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. 3 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 tiga puluh hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. 4 Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dokumen yang terkait

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 18

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PADA UNDANG UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

0 8 59

Undang Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 1

Undang-Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 29

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 15

BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Perkembangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

0 0 26