b. Dalam menetapkan status kepemilikan gratifikasi KPK dapat memanggil
penerima gratifikasi untuk memberikan keterangan atau klarifikasi berkaitan dengan penerimaan gratifikasi.
72
c. Status kepemilikan gratifikasi ditetapkan dengan keputusan Pimpinan KPK.
Dengan kata lain, Pimpinan KPK diberi kewenangan untuk melakukan penetapan status kepemilikan gratifikasi yang dilaporkan tersebut.
d. Keputusan Pimpinan KPK tersebut dapat berupa penetapan status kepemilikan
gratifikasi apakah menjadi milik penerima gratifikasi atau menjadi milik negara.
e. KPK wajib menyerahkan keputusan status kepemilikan gratifikasi kepada
penerima gratifikasi paling lambat 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
f. Penyerahan gratifikasi yang menjadi milik negara kepada Menteri Keuangan,
dilakukan paling lambat 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan.
2. Hapusnya sifat melawan hukum bagi penerima gratifikasi yang melapor
kepada KPK
Berkaitan dengan penerima gratifikasi yang melaporkan kepada KPK dalam Pasal 12C Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa tidak masuk dalam rumusan delik penyuapan sebagaimana diatur dalam Pasal 12B dan tidak
dikenakan ancaman pidana penjara dan denda, dengan kata lain menggugurkan
72
Ibid. Pemanggilan yang dimaksud adalah jika diperlukan untuk menunjang obyektivitas dan keakuratan dalam penetapan status gratifikasi, serta sebagai media klarifikasi dan verifikasi
kebenaran laporan gratifikasi penyelenggara negara atau pegawai negeri.
dari sifat melawan hukum formil. Artinya, secara yuridis formil tidak dipidana ketika penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK.
73
Menurut Barda Nawawi Arief, bahwa sifat melawan hukum gugur dengan sendirinya karena persoalan administratif prosedural dan prosedur yang diatur
dalam Pasal 12C menghendaki demikian.
74
Sedangkan menurut Adami Chazawi, penghapusan sifat melawan hukum disini dianggap tidak tepat. Pelaporan
mengenai gratifikasi yang diterima pegawai negeri tersebut, lebih baik dianggap sebagai alasan peniadaan penuntutan. Sehingga andaikata telah melaporkan,
masih juga diajukan ke pengadilan polisi yang melakukan penyidikan dan jaksa yang mengajukan ke pengadilan dapat dibenarkan. Apabila terbukti telah ada
laporan yang demikian, dan laporan itu dilakukan dengan sukarela dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, maka hakim menjatuhkan putusan yang
amarnya menyatakan pelepasan dari tuntutan hukum. Hal ini dikarenakan menurut hukum, lembaga yang berwenang untuk menentukan sesuatu perbuatan
penerimaan gratifikasi sebagai sah atau haram, seharusnya dilakukan oleh lembaga peradilan bukan lembaga lain seperti KPK.
75
Dibentuknya ketentuan Pasal 12C ini, diakui sangat berguna dalam hal penerimaan gratifikasi yang tidak secara jelas memenuhi unsur-unsur tindak
pidana suap pasif. Disamping harus dianggap sebagai alasan peniadaan penuntutan pidana, sesungguhnya syarat pelaporan gratifikasi bagi pegawai negeri
yang menerima gratifikasi ditujukan pada 3 tiga hal, yaitu:
76
73
Eprints Walisongo, Bab IV-Analisis Undang-Undang No.202001 Tentang Penghapusan Pidana Bagi Pejabat Negara Penerima Gratifikasi Yang Melaporkan Diri Kepada
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kpk, http:eprints.walisongo.ac.id2002542211154_Bab4.pdf, didownload Minggu 15 Februari 2015
pukul 8.37.20.
74
Ibid.
75
Adami Chazawi, op cit, hal. 271-272.
76
Ibid.
1. Untuk tidak memidanakan pegawai negeri yang secara sukarela melaporkan
tentang penerimaan gratifikasi. Pelaporan dapat dinilai sebagai suatu kesadaran bagi pegawai negeri untuk berbuat jujur, menegakkan moral dan
menjunjung tinggi derajat oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai pelaksana pelayanan publik.
2. Bertujuan pendidikan moral bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Dalam waktu 30 hari kerja, adalah waktu yang cukup bagi pegawai negeri untuk merenungkan dengan hati, memikirkan dengan akal sehat tentang
haramnya penerimaan suatu gratifikasi. 3.
Ditujukan untuk menentukan apakah penerimaan gratifikasi tersebut menjadi milik negara atau milik pegawai negeri yang menerima gratifikasi tersebut.
B. Proses Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Gratifikasi