BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………..……………………………..108
B. Saran……………………………………………………..…111
DAFTAR PUSTAKA
Abstraksi
Mahasiswa Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II Pemberian hadiah merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat
sebagai bentuk solidaritas antar warga masyarakat. Hal yang awalnya dianggap lumrah ini, semakin lama semakin bergeser kearah yang memicu munculnya
perbuatan koruptif jika dilakukan dilingkungan birokrasi, karena cenderung dilakukan atas dasar kepentingan dan adanya pamrih. Untuk mencegah perbuatan
koruptif tersebut, pemberian hadiah kepada para pegawai negeri atau penyelenggara negara pun mulai dilarang, bahkan dianggap sebagai perbuatan
korupsi yang apabila dilakukan dapat dijatuhi hukuman. Melihat pergeseran perkembangan praktik pemberian hadiah kepada para pejabat tersebut, maka
diangkat skripsi dengan judul Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di
Indonesia. Metode penulisan dalam pembuatan skripsi ini dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang berasal dari sumber buku-buku
kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas didalam skripsi ini dan memperoleh informasi dari data sekunder. Larangan pemberian hadiah
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebenarnya telah diatur sejak lama dalam hukum positif di Indonesia. Hanya saja pada dasarnya larangan
tersebut ialah dalam bentuk suap. Dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, aturan mengenai larangan pemberian hadiah pertama sekali
termuat dalam Undang-Undang No. 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Namun istilah gratifikasi
baru dipakai dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang terbaru yaitu, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Dalam undang-undang ini,
tidak semua pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Untuk dapat dimasukkan sebagai
suatu tindak pidana gratifikasi, maka haruslah terpenuhi unsur-unsur tertentu. Dalam hal pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
namun melaporkannya kepada KPK, maka penerima gratifikasi yang melapor tersebut akan dibebaskan dari jeratan hukum. Hal ini mengakibatkan setiap
pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara harus dilaporkan tanpa memandang nilai dari gratifikasi tersebut sehingga tentu akan
menyulitkan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Untuk itu, seharusnya diberi batasan nilai terhadap gratifikasi yang perlu dilaporkan. Sehingga aturan
hukum mengenai gratifikasi dapat diterapkan secara lebih efektif dan dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana ini pun dapat dilakukan
dengan efisien oleh para aparat penegak hukum.
Rizki A. Harahap Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM.
Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum.
Abstraksi
Mahasiswa Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II Pemberian hadiah merupakan hal yang lumrah terjadi di masyarakat
sebagai bentuk solidaritas antar warga masyarakat. Hal yang awalnya dianggap lumrah ini, semakin lama semakin bergeser kearah yang memicu munculnya
perbuatan koruptif jika dilakukan dilingkungan birokrasi, karena cenderung dilakukan atas dasar kepentingan dan adanya pamrih. Untuk mencegah perbuatan
koruptif tersebut, pemberian hadiah kepada para pegawai negeri atau penyelenggara negara pun mulai dilarang, bahkan dianggap sebagai perbuatan
korupsi yang apabila dilakukan dapat dijatuhi hukuman. Melihat pergeseran perkembangan praktik pemberian hadiah kepada para pejabat tersebut, maka
diangkat skripsi dengan judul Perkembangan Gratifikasi Sebagai Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di
Indonesia. Metode penulisan dalam pembuatan skripsi ini dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang berasal dari sumber buku-buku
kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas didalam skripsi ini dan memperoleh informasi dari data sekunder. Larangan pemberian hadiah
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebenarnya telah diatur sejak lama dalam hukum positif di Indonesia. Hanya saja pada dasarnya larangan
tersebut ialah dalam bentuk suap. Dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, aturan mengenai larangan pemberian hadiah pertama sekali
termuat dalam Undang-Undang No. 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Namun istilah gratifikasi
baru dipakai dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang terbaru yaitu, Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Dalam undang-undang ini,
tidak semua pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Untuk dapat dimasukkan sebagai
suatu tindak pidana gratifikasi, maka haruslah terpenuhi unsur-unsur tertentu. Dalam hal pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
namun melaporkannya kepada KPK, maka penerima gratifikasi yang melapor tersebut akan dibebaskan dari jeratan hukum. Hal ini mengakibatkan setiap
pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara harus dilaporkan tanpa memandang nilai dari gratifikasi tersebut sehingga tentu akan
menyulitkan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Untuk itu, seharusnya diberi batasan nilai terhadap gratifikasi yang perlu dilaporkan. Sehingga aturan
hukum mengenai gratifikasi dapat diterapkan secara lebih efektif dan dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana ini pun dapat dilakukan
dengan efisien oleh para aparat penegak hukum.
Rizki A. Harahap Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM.
Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum.
BAB I PENDAHULUAN