No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, defenisi korupsi telah dijelaskan dalam 13
Pasal. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, pengertian korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Adapun ketigapuluh
jenisbentuk tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu: i kerugian keuangan negara; ii suap - menyuap; iii
penggelapan dalam jabatan; iv pemerasan; v perbuatan curang; vi benturan kepentingan dalam pengadaan; dan vii gratifikasi.
18
Selain bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang disebutkan di atas masih terdapat tindak pidana lain yang berkaitan dengan tidak pidana korupsi
yang juga tertuang di dalam undang-undang tersebut, yaitu:
19
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar;
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan palsu; 5.
Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu;
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
b. Subjek atau pelaku tindak pidana korupsi
Pada dasarnya menurut ketentuan KUHP yang merupakan subjek tindak pidana adalah manusia. Namun selanjutnya asas umum “hanya manusia sebagai
18
Komisi Pemberantasan Korupsi, Buku Saku Memahami Gratifikasi Buku saku, 2014, hal iii. www.kpk.go.id, didownload pada Jumat,
14 November 2014 pukul 16:36:18 WIB.
19
Komisi Pemberantasan Korupsi,, Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi Memahami untuk membasmi, Jakarta : Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, hal 21.
subjek tindak pidana” mengalami perkembangan dalam beberapa hukum positif di Indonesia. Demikian pula halnya dengan tindak pidana korupsi, perkembangan
kualifikasi pelaku juga teradopsi dalam Undang- Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang menganut bahwa subjek atau pelaku tindak pidana adalah setiap
orang yakni perseorangan atau termasuk korporasi.
20
1 Setiap orang dan bentuk khususnya
Dalam rumusan tindak pidana korupsi Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dikenal bentuk khusus dari orang perseorangan dalam sebutan sebagai “pegawai negeri” dan “pegawai negeri atau penyelenggara negara”.
21
a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Kepegawaian; Namun dalam undang-undang tersebut hanya kualifikasi pegawai negeri yang
diberikan pengertiannya, yakni menurut Pasal 1 angka 2, pegawai negeri meliputi:
b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam KUHP;
c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau
daerah; d.
Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Sedangkan kualifikasi penyelenggara negara tidak diatur dalam Undang-
Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
20
Guse Prayudi, op cit, hal 13.
21
Ibid, hal 14.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hanya saja dalam penjelasan Pasal 5 ayat 2 undang-undang tersebut disebutkan bahwa “yang dimaksud dengan
penyelenggara negara dalam Pasal ini adalah penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pengertian “penyelenggara negara” tersebut juga berlaku pula untuk
pasal-pasal berikutnya dalam undang-undang ini”. Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, “Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau
yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”. Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 28 tahun 1999 diuraikan jabatan-jabatan lain yang termasuk kualifikasi Penyelenggara
Negara, yaitu meliputi: a.
Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; b.
Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; c.
Menteri; d.
Gubernur; e.
Hakim; f.
Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
g. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan
penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
2 Korporasi
Tindak pidana korupsi selain bisa dilakukan oleh orang perseorangan bisa juga dilakukan oleh korporasi. Menurut Utrech, korporasi adalah suatu gabungan
orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai suatu subjek hukum tersendiri sebagai suatu personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang
beranggota, tetapi mempunyai hak dan kewajiban tersendiri yang terpisah dari hak dan kewajiban anggota masing-masing.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo
. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “korporasi adalah kumpulan orang danatau kekayaan yang terorganisasi
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 tersebut, korporasi terdiri dari dua kelompok subjek,
yaitu:
22
1. Kumpulan orang yang terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum. Seperti, partai politik. 2.
Kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Seperti, Yayasan dan koperasi.
Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat 1 undang-undang tersebut dikatakan bahwa jika tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi
maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi maupun pengurusnya. Yang mana dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan “pengurus” adalah organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan. Sesuai dengan anggaran dasar,
termasuk mereka yang dalam kenyataannya memiliki kewenangan dan ikut
22
Martiman Prodjohamidjojo, op cit, hal. 26.
memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
c. Bentuk sanksi dalam tindak pidana korupsi