dilingkungan pemerintahaan. Pemberian yang diberikan kepada pejabat publik cenderung memiliki pamrih dan dalam jangka panjang dapat berpotensi
mempengaruhi kinerja pejabat publik, menciptakan ekonomi biaya tinggi dan dapat mempengaruhi kualitas dan keadilan layanan yang diberikan pada
masyarakat.
58
2. Konflik Kepentingan dalam Gratifikasi
Akibat dari berkembangnya kebiasaan pemberian hadiah ini selain memungkinkan terjadinya praktik suap atau gratifikasi, juga memungkinkan
timbulnya kerugian keuangan negara. Sebelum diaturnya gratifikasi, masyarakat tetap diperbolehkan memberikan hadiah atas dasar hubungan jabatan selama
pemberian hadiah tersebut tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun. Untuk meminimalisir itu semua, pemerintah telah memuat aturan-aturan hukum
yang berkenaan dengan itu. Setelah gratifikasi diatur dalam pasal yang berbeda dengan suap dan berdiri sebagai perbuatan sendiri, pemberian hadiah bagi
pegawai negeri dan penyelenggara negara yang telah berlangsung lama di masyarakat dilarang. Terutama apabila pemberian tersebut berkaitan dengan
jabatan dan kewenangan yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Salah satu faktor penyebab korupsi di Indonesia adalah adanya konflik kepentingan yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Pemahaman yang tidak
seragam mengenai konflik kepentingan menimbulkan penafsiran yang beragam dan berpengaruh terhadap performa kinerja penyelenggara negara. Konflik
kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang
58
Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesia Bersih Uang Pelicin, op cit.
mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang- undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap
penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
59
Menurut beberapa pendapat, korupsi bermula dari kebiasaan masyarakat yang terbiasa dengan hubungan patron-client, yang mana masyarakat
berkewajiban memberikan upeti kepada pemegang kekuasaan. Kebiasaan ini berlangsung terus menerus sehingga melahirkan sikap yang mengutamakan
loyalitas kepada penguasa.
60
Pemberian hadiah seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. Pemberian hadiah
sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu uang atau benda kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan, namun jika
pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau Praktik korupsi pada masa sekarang mengalami
perkembangan dengan munculnya praktik-praktik baru yang berusaha memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai peraturan perundang-undangan
yang ada.
59
Komisi Pemberantasan Korupsi, Konflik Kepentingan, http:kpk.go.idgratifikasiimagespdfKonflikK.pdf, didownlod Selasa, 21 April 2015, pukul
21:09:45 WIB.
60
Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesia Bersih Uang Pelicin, op cit. Gunnar Myrdal, ekonom, sosiolog, sekaligus politisi Swedia, lewat kajiannya yang terbit dalam
bentuk buku terkenal, Asian Drama: An Inquiry into the Poverty of Nations, ia menyimpulkan bahwa korupsi berasal dari penyakit neopatrimonialisme, yakni warisan feodal kerajaan-kerajaan
lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client. Dalam konteks ini, rakyat biasa berkewajiban memberi upeti kepada pemegang kekuasaan. Lalu, dalam perspektif kerajaan-kerajaan lama,
kekuasaan bersifat konkret dan harus diwujudkan secara materi dan dukungan penduduk yang harus dipelihara kesetiaannya. Dari sini berkembanglah politik uang yang sangat mencederai
perkembangan sistem politik di alam reformasi sekarang ini. Mengikuti pola pikir Gunnar Myrdal, sosiolog Syed Hussein Alatas juga melakukan kajian mendalam tentang korupsi. Alatas
memandang bahwa korupsi di Asia berkaitan dengan warisan dari kondisi historis-struktural yang berlangsung selama berabad-abad akibat represi penjajah. Kondisi yang berlangsung terus-
menerus ini lalu melahirkan sikap yang mengutamakan loyalitas kepada penguasa dan kebiasaan melanggar norma-norma lama yang sebelumnya dihormati dan dipatuhi.
kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha
untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu
tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi.
61
Seperti yang diketahui dalam praktik, seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain tidak mungkin dapat dihindari tanpa adanya pamrih. Salah satu
kajian yang dilakukan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK pada tahun 2009 mengungkapkan bahwa pemberian hadiah atau gratifikasi yang
diterima oleh penyelenggara negara adalah salah satu sumber penyebab timbulnya konflik kepentingan. Konflik kepentingan yang tidak ditangani dengan baik dapat
berpotensi mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Definisi konflik kepentingan adalah situasi dimana seseorang penyelenggara negara yang
mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang- undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap
penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
62
Beberapa bentuk konflik kepentingan yang dapat timbul dari pemberian gratifikasi ini antara lain adalah:
63
1. Penerimaan gratifikasi dapat membawa kepentingan tersamar vested
interest dan kewajiban timbal balik atas sebuah pemberian sehingga
independensi penyelenggara negara dapat terganggu;
61
Kopertis, op cit.
62
Komisi Pemeberantasan Korupsi, Buku Saku, Op cit.
63
Ibid.
2. Penerimaan gratifikasi dapat mempengaruhi objektivitas dan penilaian
profesional penyelenggara negara; 3.
Penerimaan gratifikasi dapat digunakan sedemikian rupa untuk mengaburkan terjadinya tindak pidana korupsi; dll.
Penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri dan keluarganya dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas
tertentu yang tidak wajar, semakin lama akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan mempengaruhi penyelenggara negara atau pegawai negeri yang
bersangkutan. Penyelenggara negara atau pegawai negeri yang menerima gratifikasi dari pihak yang memiliki hubungan afiliasi dapat terpengaruh dengan
pemberian tersebut terkait dengan jabatan yang dipangkunya, serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari si pemberi, dan pada saatnya pejabat
penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan yang timbul karena
pemberian hadiah tersebut maka dirasa perlu dibuat sebuah aturan mengenai pemberian hadiah gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Para pembentuk undang-undang berusaha dengan gigih membuat jaring hukum yang sangat rapat agar tidak ada celah-celah kemungkinan bebasnya pegawai
negeri dalam menerima setiap pemberian dalam bentuk apapun dan dari siapapun. Oleh karenanya undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi dibuat
sedemikian rupa dan mengatur semua hal yang menyangkut tentang penyelewengan keuangan negara sampai pegawai negeri yang menerima uang
dengan maksud jahat diatur juga dalam undang-undang ini. Pada akhirnya pembentuk undang-undang sepakat untuk memasukkan gratifikasi sebagai salah
satu tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dimana
undang-undang tersebut merubah sekaligus melengkapi Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mana
pengaturan mengenai gratifikasi belum diatur sebelumnya.
64
Dalam konteks hukum, delik suap bukan merupakan persoalan baru. Istilah suap ini tidak memiliki defenisi yang limitatif. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, suap dalam hal ini diartikan sebagai uang sogok. Dalam bahasa Latin, delik suap disebut briba, yang maknanya a piece of bread given to beggar
sepotong roti yang diberikan kepada pengemis. Kemudian maknanya terus berkembang ke makna yang bisa diartikan positif, yaitu gift received or given in
order to influence corruptly yang oleh Mulhadi, dipahami sebagai pemberian atau
hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud mempengaruhi secara jahat atau korup.
D. Perbedaan Tindak Pidana Suap dengan Gratifikasi
65
Beberapa istilah yang sering kita dengar, yang merujuk pada istilah suap ialah uang pelicin, uang komisi, uang administrasi, uang terima kasih dan
sebagainya. Menurut R. Soesilo, suap atau sogokan itu tidak perlu berupa uang, bisa saja berupa pemberian barang atau perjanjian misalnya untuk menonton,
berpergian dengan gratis, akan diberi suatu pekerjaan yang menguntungkan, dan lain sebagainya.
66
Tindak pidana penyuapan dapat dibagi menjadi 2 dua jenis yaitu sebagai berikut:
67
64
Asrul, op cit.
65
Firman Wijaya, Delik Penyalahgunaan Jabatan dan Suap Dalam Praktek, Jakarta : Penaku, 2011, hal. 29.
66
M. Hamdan, op cit, hal. 30.
67
Unila, BAB II, http:digilib.unila.ac.id758111BAB20I.pdf, didownload Selasa, 17 Maret 2015 pukul 17:00:35 WIB.