Tahanan Palestina Tema-tema Mural Intifadha

Proklamasi pendirian Israel pada tanggal 14 Mei 1948 bagi orang-orang Zionis merupakan perwujudan cita-cita bersejarah kaum Yahudi yang tersebar di berbagai negara dan menginginkan adanya persatuan di suatu wilayah atau negara. Namun bagi bangsa Palestina, hari tersebut menjadi tonggak pengusiran ratusan ribu orang Arab Palestina. Pengusiran tersebut terus berlangsung hingga kini, diperkirakan sekitar lima juta orang Palestina hidup terusir dan menyebar ke berbagai wilayah atau menjadi pengungsi di dalam wilayah Palestina. Mayoritas dari mereka masih memegang kunci dan sertifikat rumah yang sebagian telah dihancurkan atau ditempati warga Israel. Dengan demikian, Nakbah menjadi peristiwa yang tidak dapat dilupakan dari memori rakyat Palestina. Namun tidak hanya sebagai situs memori, Nakba juga menjadi simbol dari semua yang telah hilang. Dan lukisan mural menjadi salah satu media yang paling aktif menyuarakan peristiwa tersebut. Mural bertansformasi menjadi ruang masa lalu di mana lanskap visual mengajak para audiens berdialog tentang kenangan mereka. Peristiwa Nakba diidealisasikan terhadap kerasnya kenyataan pengalaman warga Palestina di tenda pengasingan, sehingga memori publik tersebut seperti sebuah dialog yang membangkitkan beberapa kenangan pribadi mereka. 67 Secara bersamaan, diskursif tersebut menyediakan dorongan yang kuat terhadap identitas mereka di masa sekarang serta mendefinisikan daerah asal mereka yang sebenarnya dan berdampak pada ambisi seseorang untuk kembali pulang. 67 Wacana popular yang mengiringi tema tersebut adalah tentang gambaran desa hijau yang indah serta masyarakat dengan kehidupan damai di tanah air, sampai puncak bencana rakyat Palestina datang pada peristiwa Nakba. Kehidupan mereka yang sempurna hilang, serta munculnya tindakan ketidakadilan yang dilakukan terhadap mereka. Wacanan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membakar semangat rakyat Palestina tentang usaha mereka kembali ke desa asalnya di Palestina. Lihat Bill Roston. Messages of allegiance and defiance: the murals of Gaza, London: Institute of Race relation, 2014, h. 60.

E. Dampak Mural

Munculnya mural pada dinding merupakan isyarat keberhasilan para pemuda Palestina mengalahkan pengawasan Israel. Penampakan mural tersebut sering terlihat di dinding-dinding ruang publik seperti; jalan umum, lapangan, dan area komersial padat. 68 Akan tetapi, membaca mural tidak seperti membrowsing di sebuah perpustakaan atau toko buku untuk memilih tema bacaan, karena mereka tidak memiliki alokasi khusus dalam menentukan masing-masing tema pada setiap wilayah. Namun, dinding tidak diproduksi dan dikemas sebagai genre yang berbeda dari sebuah buku atau surat kabar, mereka juga tidak membentuk perbedaan estetika dengan pembaca. Satu-satunya modal yang harus dimiliki untuk membaca dinding adalah mengerti huruf Arab, karena pada dasarnya mural dihiasi oleh tulisan Arab. Akan tetapi, pada kesempatan lain hal tersebut tidak terlalu diperlukan, karena seseorang akan membacakanya dan menyebarkan bacaan tersebut ke orang lain. Dengan demikian, konten mural tersebut ditujukan untuk audiens internal. Sebagai praktek sosial, membaca dinding didasarkan pada posisi serta pengalaman Palestina di bawah payung kekuasaan pendudukan Israel. Dinding diartikan sebagai bentuk kesatuan sentimen dan identitas, serta panggilan untuk melakukan tindakan. Sedangkan bagi masyarakat Israel di wilayah pendudukan, mural dianggap sebagai bentuk pembangkangan dan prilaku anarkis tanpa hukum. Tetapi menurut analisa tentara Israel, hal tersebut adalah sebuah pelanggaran 68 Jonathan Matusitz. Symbolism in Terrorism: Motivation, Communication, and Behavior . Lanham : Rowman Littlefield, 2014, h. 123.