Intifadha BENTUK BARU RESISTENSI PALESTINA

47

BAB IV DINAMIKA POLITIK MURAL SEBAGAI MEDIA RESISTENSI

RAKYAT PALESTINA PADA MASA INTIFADHA Di tengah-tengah konflik berkepanjangan antara Palestina-Israel, ternyata menyimpan fakta yang menarik tentang perjuangan rakyat Palestina. Bukan dengan senjata laras panjang ataupun granat sebagai bentuk resistensi, melainkan lebih ke arah seni dalam hal ini mural. Rakyat Palestina menggunakan mural untuk tujuan politik, sosial, informatif, dan estetika. Mural telah menjadi pemandangan yang wajar, terlebih sejak terjadinya Intifadha Pertama. Selama Intifadha Pertama, mural adalah media yang berhubungan langsung dengan khalayak publik guna menyebarkan informasi, dan dengan cepat ditutup-tutupi oleh tentara Israel. Karena mural merupakan simbol perlawanan terhadap otoritas Israel dan juga sebagai bentuk pembangkangan sipil. Memang dengan demikian rakyat Palestina tidak merasa bersuara, tetapi mereka dapat berbicara melalui mural.

A. Munculnya Politik Mural di Palestina

Dinding-dinding di wilayah Palestina telah disulap menjadi kanvas raksasa oleh para pemuda Palestina. Dinding dalam perspektif seni jalanan, dapat menjadi ruang publik ketika struktur bangunan menghadap keluar dan dapat diakses publik. Kini di Palestina, ruang publik telah menjadi galeri terbuka bagi lukisan- lukisan mural dan dapat dinikmati oleh para audiens dengan mudah sebagai bagian dari perlawanan, namun melalui jalur kreatif. Istilah creative resistance sangat cocok dialamatkan kepada mural, dengan mengacu pada cara pandang media untuk melawan ketidakadilan khususnya di Palestina. Menurut Norman, “rakyat Palestina harus mengembangkan seni strategi kreatif lainnya untuk memengaruhi publik dan pemerintah Israel juga i nternasional”. 1 Namun, dalam hal ini tidak hanya nilai kreativitas yang diperhitungkan, tetapi juga fakta bahwa sebuah seni dapat disederajatkan dengan senjata. Creative resistance melibatkan unsur tulisan dan gambar untuk mendokumentasikan cerita rakyat Palestina. Gambar dan narasi merupakan saksi atas tindakan pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina sekaligus sebagai bentuk pengecaman terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia dan untuk mengubah realitas rakyat Palestina. 2 Munculnya mural Palestina dilatarbelakangi oleh kelompok pro-Irlandia Irish Republican ArmyIRA yang menjalin hubungan dengan otoritas PLO di Palestina sekitar tahun 1970-an. Relasi tersebut terjalin karena kelompok Irlandia Utara merasa memiliki kesamaan nasib dengan penduduk Arab Palestina yang terjajah dan terusir di tanah sendiri. Tidak hanya itu, relasi yang terjalin antara IRA – PLO juga mencakup pertukaran informasi, pelatihan, finansial, hingga persenjataan. 1 J. Norman. The Second Palestinian Intifada: Civil Resistance, London: Routledege, 2010, h. 12. 2 Kurasawa. “A Message in a Bottle: Bearing Witness as a Mode of Transnational Practice ”, Theory, Culture and Society Vol. 26 2009, h. 94. Menurut Rory Miller dalam buku yang berjudul Ireland and The Palestine Question, mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa Irlandia menaruh perhatian sendiri mengenai konflik Palestina – Israel, di antaranya:

I. Persamaan Historis : Sebelum awal abad ke-20, Irlandia merupakan

bagian dari wilayah jajahan Inggris atau Britania Raya. Pasca peristiwa tahun 1916 di Dublin yang diikuti perjuangan bersenjata menjadikan upaya Irlandia untuk terlepas dari Inggris semakin mendekati kenyataan. Melalui traktat Anglo – Inggris pada tahun 1920, menyebabkan Inggris menyetujui untuk memberikan kemerdekaan kepada sebagian besar wilayah Irlandia, namun wilayah Irlandia Utara tetap menjadi bagian dari Inggris Raya. Kebijakan yang dibuat Inggris dalam traktat tersebut dipandang kaum Nasionalis Irlandia sebagai tindakan pembagian paksa yang bertentangan dengan keinginan mayoritas rakyat Irlandia. Hal tersebut menyebabkan Irlandia menilai Inggris tidak memberikan kemerdekaan secara utuh karena perjanjian pembagian wilayah dianggapnya berat sebelah. Dengan melihat kesamaan historis tersebut, Irlandia memiliki opini tersendiri tentang isu pembagian wilayah yang juga dialami Palestina. Pada tahun 1937, Irlandia menolak proposal pembagian tanah dalam sidang Liga Bangsa Bangsa LBB. Dalam salah satu buletin terbitan Kementrian Hubungan Luar Negeri Irlandia pada tahun 1938 menyatakan secara implisit bahwa Inggris ingin membagi wilayah Palestina, sama seperti yang dilakukannya pada Irlandia beberapa tahun sebelumnya.

II. Hubungan dengan Vatikan : Sebagai negara yang mayoritasnya

adalah beragama Katolik dan berdiri dengan pondasi negara Katolik sekuler, bukan hal yang rumit jika Irlandia memiliki hubungan yang erat dengan Vatikan sebagai pusat dari umat Katolik seluruh dunia. Alasan itulah yang menyebabkan Irlandia dalam kebijakan luar negerinya juga berusaha menyelaraskan diri dengan pandangan Vatikan yang menyerukan internasionalisasi Yerusalem sejak tahun 1948. Setahun berikutnya, menteri luar negeri Irlandia Sean MacBride mengatakan bahwa tempat-tempat suci Yerusalem harus dilindungi dan berada di bawah kendali internasional. III. Cara Pandang Kelompok Irlandia terhadap Kaum Yahudi dan Israel : Pada awalnya Irlandia menaruh simpati terhadap kaum Yahudi dalam usaha mendirikan negara dan menentukan nasibnya sendiri. Hal tersebut karena kesamaan rasa sebagai bangsa yang terusir dan terdiskriminasi dari tanahnya sendiri. Sejak runtuhnya kerajaan mereka akibat serangan Kekaisaran Romawi beberapa abad sebelum Masehi, kaum Yahudi terdiaspora dan kebanyakan dari mereka mengalami tindakan diskriminasi di negara-negara tempat mereka tinggal. Tidak sedikit pula dari mereka yang menjadi sasaran pembantaian; pogrom, holocaust, dan inkuisisi. 3 3 Pogrom kehancuran adalah serangan penuh kekerasan besar-besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu, etnis, keagamaan, atau lainnya. Secara historis istilah ini digunakan untuk mengacu pada tindakan kekerasan beasar-besaran, baik secara spontan ataupun terencana terhadap orang Yahudi. Lihat Stephen M Berk. Year of Crisis, Year of Hope: Russian Jewry and the Pogroms of 1881 –1882, New York : Greenwood, 1985, h. 55. Holocaust seluruh atau terbakar dan dikenal pula dengan Shoah bancana atau kehancuran, adalah genosida terhadap enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II. Suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh Nazi. Secara khusus lebih dari satu juta anak Yahudi tewas , serta sekitar dua juta wanita dan tiga juta jiwa pria Yahudi tewas dalam