34
BAB III BENTUK BARU RESISTENSI PALESTINA
A. Palestina
Palestina Arab: Filastin merupakan wilayah yang terletak di kawasan Asia Barat, di antara laut Mediterania dan laut Yordan. Palestina di dalam ajaran Yahudi
disebut dengan istilah “Tanah yang dijanjikan” atau ada juga yang menyebutnya
“Tanah suci”, karena Palestina merupakan tempat dari tiga agama besar di dunia yaitu: Islam, Kristen dan Yahudi. Secara historis wilayah ini juga dikenal dengan
nama-nama seperti; Kanaan, Suriah Selatan dan Kerajaan Yerusalem.
1
Palestina juga terletak di daerah yang amat strategis yaitu antara Mesir, Suriah dan Jazirah Arab.
Karena lokasinya terletak di pertengahan negara-negara Arab, Palestina membentuk kombinasi geografis yang natural dan humanistik bagi medan terestrial yang luas.
Tanah Palestina mempunyai keistimewaan dibanding dengan daerah lain, karena Palestina merupakan bagian dari tempat bercokolnya semua agama samawi,
tempat di mana peradaban kuno muncul, menjadi jembatan aktivitas komersial dan tempat penyusupan ekspedisi militer di sepanjang era bersejarah yang berbeda.
Lokasi strategis yang dinikmati Palestina memungkinkannya untuk menjadi faktor penghubung antara berbagai benua : Asia, Afrika dan Eropa.
2
Palestina juga menjadi tempat yang dijadikan pintu masuk bagi perjalanan ke negara-negara tetangga. Ia
1
Simon S. Montefiore. Jerusalem: The Biography. New York: Alfred A. Knopf, 2011, h. 33.
2
Kemal H. Karpat. Studies on Ottoman Social and Political History: Selected Articles and Essays
. Boston: Brill, 2002, h. 313.
menjadi jembatan penghubung bagi manusia sejak dahulu, sebagaimana ia juga menikmati lokasi sentral yang memikat sebagian orang untuk bermukim dan hidup
dalam kemakmuran. Namun dibalik letaknya yang strategis, bukan rahasia umum lagi bahwa dari
dahulu hingga kini wilayah Palestina selalu menjadi perebutan. Palestina telah dikuasai oleh berbagai bangsa, yaitu : Mesir Kuno, bangsa Kanaan, Bani Israil,
Assyiria, Babilonia, Farsi, Yunani Kuno, Romawi, Romawi Timur, Kekhalifahan Arab Sunni, Kekhalifahan Fatimiyah Syi’ah, Salibi, Ayyubiyah, Mamluk, Turki
Utsmani, Britania Inggris Raya dan yang terkini Pendudukan tanah Palestina oleh bangsa Israel, yang menyatakan berhak atas tanah Palestina.
B. Konflik Palestina – Israel
Konflik antara orang Arab Palestina – Israel merupakan sebuah fenomena
modern yang muncul sejak akhir abad ke-19 Masehi. Meskipun kedua kelompok memiliki kepercayaan yang berbeda Palestina: Muslim, Kristen, dan Druze,
perbedaan agama bukanlah penyebab perselisihan.
3
Sebab konflik dimulai dengan alasan kepemilikan hak atas tanah, sehingga terjadilah perebutan terhadap tanah
tersebut. Konflik berawal ketika gerakan Zionisme atau nasionalisme Yahudi yang
dipopulerkan oleh seorang jurnalis berkebangsaan Austria bernama Theodore Herzl,
3
Charles D Smith. Palestine and the Arab Israel Conflict, Indiana: Bedford, 2007, h. 24.
mulai marak di Eropa sebelum tahun 1920-an.
4
Gerakan ini menyebabkan terjadinya perpindahan masyarakat Yahudi dari Eropa ke kawasan Timur Tengah. Sementara
pada saat itu, kawasan Timur Tengah termasuk wilayah Israel atau Palestina pada saat ini masih berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani. Eksistensi kekuasaan
Turki Utsmani di kawasan Timur Tengah berakhir setelah mengalami kekalahan pada Perang Dunia I. Kekalahan tersebut tidak hanya disebabkan oleh Inggris atau
Perancis, melainkan juga oleh bangsa Arab sendiri. Bangsa Arab yang berada di bawah kekuasaannya baca: Turki Utsmani melakukan pemberontakan kepada
pemerintahannya sendiri. Hal tersebut dilakukan dengan dalih janji Inggris, bahwa Inggris akan membantu mereka untuk membentuk sebuah pemerintahan Arab yang
independen apabila mereka mau melawan pemerintahan Turki Utsmani. Janji Inggris kepada bangsa Arab ini tertuang dalam korespondensi antara Sir Mac Mahon pejabat
Inggris di Kairo dengan Sharif Hussein tokoh bangsa Arab yang dikenal dengan Hussein-Mac Mahon Correspondence
.
5
Akan tetapi, janji Inggris terhadap bangsa Arab tersebut tidak segera diwujudkan. Inggris bersama dengan Perancis justru membuat perjanjian bilateral
yang membagi eks-wilayah pemerintahan Turki Utsmani untuk negara-negara Eropa. Perjanjian ini dikenal dengan sebutan Sykes-picot Agreement. Dalam perjanjian
tersebut, Inggris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifa, sedangkan Perancis mendapatkan wilayah Turki, Irak bagian utara, Suriah dan Lebanon.
4
R. Garaudy, The Case of Israel: a Study of Political Zionism, London: Shorauk, 1983, h. 4
5
Howard Morley Sachar. The Course of Modern Jewish History – The Classic History of the
Jewish People, From the Eighteenth Century to the Present Day . New York City: Dell Publishing,
1977, h. 370.
Sementara itu, negara-negara Eropa lain dibebaskan untuk memilih wilayah yang ingin dikuasainya.
6
Dalam Sykes-picot Agreement, wilayah Palestina belum diserahkan kepada negara manapun, sehingga Palestina menjadi sebuah wilayah
internasional yang dikelola bersama oleh negara-negara pemenang perang. Terdapatnya Sykes-picot Agreement membuat bangsa Arab tidak mendapatkan
eks-wilayah kekuasaan Turki Utsmani dan tidak mungkin dapat membentuk pemerintahan Arab yang independen. Namun di saat bersamaan, Inggris justru
berjanji mendukung pendirian negara Yahudi di Palestina.
7
Dukungan Inggris tersebut tertuang dalam dokumen Balfour Declaration yang menjadi landasan bagi
gerakan Zionisme untuk membentuk sebuah negara Yahudi di Palestina. Terdapatnya janji-janji Inggris, baik kepada pihak Arab ataupun Yahudi telah membuat kedua
bangsa ini merasa berhak atas wilayah Palestina dan merasa mendapat dukungan dari Inggris.
8
Hal ini yang kemudian melatarbelakangi terjadinya konflik panjang antara Arab
– Yahudi hingga merubahnya menjadi konflik Palestina – Israel seperti sekarang ini.
Selama konflik antara Palestina-Israel, lanskap perlawanan mereka khususnya Palestina lebih sering terlihat melalui jalur fisik yang dilakukan oleh faksi-faksi
politiknya serta perlawanan non fisik yang dilakukan oleh Otoritas Palestina melalui negosiasi-negosiasi perdamaiannya. Namun terlepas dari hal itu, peran rakyat sipil
6
David Fromkin. A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East
, New York: Owl, 1989, h. 283.
7
Sahar Huneidi. A Broken Trust: Sir Herbert Samuel, Zionism and the Palestinians, London: I.B. Tauris, 2001, h. 261.
8
David Fromkin. A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East
, h. 290.