Mural di Jerman Politik Mural di Beberapa Negara

melainkan sebagai bentuk kritik dan protes terhadap keberadaan tembok yang membatasi hak keberadaan rakyat untuk berpindah tempat. Mural tersebut seakan memberikan saran dan cara bagi seseorang yang ingin melewati dinding, yaitu dengan cara melompatinya, menggali lubang, atau bahkan terbang di atasnya. 19 Kini tembok sepanjang 1,3 kilometer tersebut menjadi saksi bisu atas sejarah kebebasan bangsa Jerman di masa lalu. Tidak hanya sebagai saksi dari sebuah sejarah, Tembok Berlin pun kini telah menjadi objek wisata yang banyak dikunjung oleh para wisatawan mancanegara.

2. Mural di Amerika Serikat

Mural modern mulai dikenal di Amerika Serikat sebagai sebuah budaya seni visual ketika orang pertama kali melihat bahwa seseorang sedang menulis kata “TAKI 183” 20 di setiap subway stop di New York sekitar tahun 1970. 21 Namun sebelumnya, sekitar akhir tahun 1960-an mural sudah diperkenalkan di Amerika Serikat. Mural pada saat itu digunakan sebagai bentuk ekspresi jiwa aktivis politik, dan juga sebagai penanda wilayah oleh beberapa kelompok seperti Savage Skulls, La Familia, dan Savage Nomans. 19 Baker Frederick, The Berlin Wall P. Ganster D. E. Lorey eds. Borders and Border Politics in a Globalizing World , Oxford: SR Books, 2005, h. 34. 20 Taki 183 adalah salah satu penulis grafiti paling berpengaruh dalam sejarah. “Tag”-nya adalah sebuah singkatan dari kata Demetraki, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Demetrius, dan nomor 183 berasal dari alamatnya , Jalan 183 di Washington Heights. Lihat Joel Siegal, “When TAKI Ruled Magik Kingdom ”, Daily News, April 9, 1989. 21 Boland Jr. “Taking TAKI’s Tag”, The New York Times, 15 Juni, 2003. Pada akhir tahun 1960-an telah terjadi kerusuhan tragis terhadap kaum kulit hitam. Akibatnya, terjadilah penjarahan di pemukiman orang-orang kulit hitam Amerika Serikat. Pada saat itu dinding pemisah antara kulit putih dan kulit hitam begitu terasa. Hak-hak sipil sulit diterima oleh penduduk minoritas Amerika Serikat khususnya warga kulit hitam, karena itu sebagian dari mereka berinisiatif untuk melakukan perlawanan demi merebut kembali hak-hak mereka. Lima puluh tokoh blues, jazz, dunia teater, politikus, agamawan, sastrawan, dan olahragawan, umumnya dipilih untuk menjadi karakter dari beberapa kelompok seniman fotografer dan pelukis. William Walker dan OBAC Association 22 menjadi salah satunya, dengan menjadikan sebuah bangunan menjadi dinding aspirasi masyarakat kulit hitam untuk menyatakan kritik dan protes terhadap kebijakan pemerintah. Bangunan tersebut diberi nama Wall of Respect, yang bertujuan untuk mendefinisikan kembali dan memberitahukan beberapa kejadian ketidakadilan yang dialami orang kulit hitam di Amerika Serikat. Ketegangan politik dan sosial yang berjalan tinggi di pemukiman orang-orang kulit hitam, menjadikan Wall of Respect menjadi tren positif masyarakat sebagai sebuah media baru. Dengan segera dinding tersebut menunjukkan korelasi langsung dengan perjuangan hak-hak sipil. Wall of Respect juga menjadi obyek wisata yang 22 William Walker lahir di Birmingham, Alabama pada tahun 1927 Meskipun lahir di Selatan, ia dibesarkan di Chicago. William Walker adalah muralis terkenal di Chicago. Dia adalah salah satu pendiri Organisasi for Black American Culture OBAC dan salah satu pemimpin dalam proyek Wall Of Respect. Dia juga salah satu pendiri penting dari gerakan mural di Chicago pada 1960-an. Lihat http:www.chicagoreader.comchicagoback-to-the-wallsContent?oid=906406 akses 140315. dikunjungi oleh ratusan orang yang penasaran untuk berbagi pandangan mereka dengan para seniman. Dinding tersebut didukung dan dilindungi langsung oleh geng di lingkungan setempat. Dinding menjadi tempat yang netral, simbol kebanggaan menjadi hitam, tempat pertemuan di mana orang mengajarkan anak-anaknya sejarah kulit hitam Amerika Serikat. 23 Selain Wall of Respect, di tahun 1969 juga terdapat kasus yang sama. Yaitu sebuah bangunan tua yang disulap menjadi dinding aspirasi, dikenal dengan nama Wall of Truth. Gambar dari mural di Wall of Truth memperihatkan kondisi masyarakat tentang kelaparan, kemiskinan, kekerasan xenophobia 24 , perjuangan, dan solidaritas etnis. 25

3. Mural di Irlandia Utara

Mural telah menjadi simbol Irlandia Utara, yang menggambarkan perpecahan politik dan agama dari dulu hingga sekarang. Irlandia Utara merupakan salah satu bagian dari Britania Raya. Konflik Irlandia Utara memiliki latar belakang yang sangat panjang secara historis. Etnis Kelt yang mendiami kepulauan Britania termasuk pulau Irlandia, saat itu dikuasai oleh kekaisaran Romawi kemudian bangsa Romawi mewariskan peradaban dan kebudayaannya kepada orang-orang Kelt di 23 Laetitia Espanol. The Chicago Mural Group, Art society, Boston: Editions L ’Harmattan, 2006, h, 55. 24 Xenofobia adalah perasaan ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, atau yang dianggap asing. Beberapa definisi menyatakan xenofobia terbentuk dari keirasionalan dan ketidak masuk akalan. Berasal dari bahasa Yunani xenos, artinya orang asing, dan phobos, artinya ketakutan. Lihat Guido Bolaffi. Dictionary of race, ethnicity and culture, London: SAGE Publications, 2003. h. 332. 25 Mary Lackritz Gray. A Guide to Chicagos Murals, Chicago: University Of Chicago Press, 2001, h. 25. Lihat lampiran 2.3. kepulauan Britania, termasuk agama Katolik Roma. Pada abad ke-5 kekaisaran Romawi runtuh dan menyebabkan mereka pergi meninggalkan kepulauan Britania, setelah itu kemudian bangsa Anglo menginvasi kepulauan Britania. Itulah awal terjadinya permusuhan yang berujung pada konflik etnis, antara Kelt dan Anglo. Kepulauan Britania yang telah diwarisi oleh peradaban dan kebudaan Romawi, akhirnya secara perlahan tersingkirkan oleh kebudayaan Anglo. 26 Etnis Kelt yang tersebar di kepulauan Britania secara perlahan menjadi terpusat di wilayah pulau Irlandia. Dari cikal bakal itulah maka etnis Kelt lahir menjadi orang-orang Irish, sementara etnis Anglo menjadi cikal bakal lahirnya orang-orang English. Pada tahun 1592 kerajaan Inggris memutuskan untuk keluar dari struktur Gereja Katolik Roma dan kemudian membuat Gereja Nasional. Namun, orang-orang Irlandia tidak lantas mengikuti hal tersebut karena orang-orang Kelt masih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Romawi. Maka ketika terjadinya penutupan gereja- gereja Katolik Roma akibat kebijakan kerajaan Inggris, orang-orang Katolik Roma yang berada di Irlandia menjadi tidak simpatik terhadap Inggris, hal tersebut berujung pada tindakan diskriminasi terhadap orang-orang Irlandia. Oleh sebab itu orang-orang Irlandia menjadikan agama Katolik Roma mereka sebagai bentuk dan sikap anti Inggris. Berawal dari alasan ini, maka lahirnya konflik yang bersifat 26 Keogh Dermot. Northern Ireland and the Politics of Reconciliation, Cambridge: Cambridge University Press, 2008, h. 55.