Palestina tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa tersebut. Mereka tidak berjuang menggunakan senjata, akan tetapi dengan keterbatasannya, rakyat Palestina
melakukan aksi-aksi pembangkangan sipil yang cukup merugikan pihak Israel. Aksi tersebut dikenal dunia dengan istilah Nonviolent Resistance.
C. Perlawanan Non Kekerasan Palestina
Nonviolent Resistance atau sebagaimana Mahatma Gandhi kerap sebut
dengan perlawanan tanpa tindak kekerasan, adalah praktik untuk mencapai tujuan tertentu melalui protes simbolik, pembangkangan sipil, menolak bekerjasama baik
sektor ekonomi maupun politik, atau metode lain tanpa menggunakan kekerasan. Pada dasarnya istilah ini acapkali diidentikkan dengan perlawanan sipil, namun hal
itu merupakan sebuah kekeliruan. Masing-masing istilah perlawanan non kekerasan dan perlawanan sipil memiliki karakter serta konotasi berbeda.
9
Aksi non kekerasan bukan berarti menunjukkan sikap lemah atau pasif. Pada dekade abad lalu, di beberapa negara, gerakan rakyat telah menggunakan metode-
metode non kekerasan yang berhasil menggulingkan rezim penindas, menggagalkan kudeta militer dan membela Hak Asasi Manusia. Dari tahun 1966 sampai 1999,
perlawanan sipil tanpa kekerasan memainkan peran penting pada sebuah transisi dalam otoritarianisme. Terakhir, perlawanan tanpa kekerasan telah menyebabkan
Revolusi Rose di Georgia dan Revolusi Orange di Ukraina,
10
termasuk perlawanan
9
Scott Bennett. Radical Pacifism: The War Resisters League and Gandhian Nonviolence in America, 1915-1963
, Syracuse : Syracuse University Press, 2003, h. 6
10
Judith Hand, A Future Without War: The Strategy of a Warfare Transition, San Diego, CA: Questpath Publishing, 2006, h. 22
mahasiswa Indonesia saat menumbangkan Orde Baru menuju Orde Reformasi. Banyak gerakan yang mengadopsi metode non-kekerasan sebagai cara yang efektif
untuk mencapai tujuan sosial dan politik. Mereka menggunakan taktik perlawanan non kekerasan seperti: perang informasi, pawai, demonstrasi, leafleting, komunitas
pendidikan guna meningkatkan kesadaran, menolak membayar pajak, aksi boikot, general strike
, protes melalui musik dan protes melalui seni.
11
Aksi non-kekerasan berbeda dari pasifisme, karena mereka berpotensi menjadi proaktif dan intervensi.
Pada kasus di Palestina, kisah perlawanan mereka dengan bentuk fisik telah sangat dikenal, sementara hal yang sama pentingnya juga terjadi pada perlawanan
non-fisik Palestina yang hampir tak terhitung jumlahnya. Perlawanan non-fisik dimulai semenjak periode mandat, ketika Inggris melakukan kontrol kolonial atas
Palestina yang dikenal dengan General Strike pada tahun 1936. General strike dipanggil untuk memprotes kebijakan kolonial Inggris yang mengesampingkan
masyarakat lokal dari proses pemerintahan. Aksi pemogokkan tersebut berlangsung selama enam bulan, sehingga menjadikan aksi pemogokkan umum terpanjang dalam
sejarah modern. Untuk mempertahankan aksi pemogokkan selama berbulan-bulan, diperlukan sebuah kerjasama yang besar dan sistem perencanaan yang baik pada
tingkat lokal. Hal ini juga melibatkan pembentukkan lembaga alternatif oleh Palestina untuk menyediakan kebutuhan ekonomi.
12
Pemogokkan serta tindakan yang menyertainya, akhirnya menemui dilema yang kemudian dihadapi oleh banyak
11
Jamal Dajani. Deporting Gandhi from Palestine. The World Post, 06162010. Sumber: http:www.huffingtonpost.comjamal-dajanideporting-gandhi-from-pal_b_540270.html
, akses,7214
12
Michael Bröning, The Politics of Change in Palestine. State-Building and Non-Violent Resistance
. London: Pluto Press, 2011, h. 43.
gerakan perlawanan non-kekerasan Palestina. Mereka ditindas secara brutal oleh pemerintah Inggris dan banyak dari para pemimpin pemogokkan itu akhirnya tewas,
dipenjara, atau diasingkan. Akan tetapi, represi ini tidak mencegah pengalaman serta inspirasi dari general strike dan tindakan-tindakan lain terhadap pembangkangan sipil
untuk menjadi model perlawanan bagi generasi masa depan aktifis Palestina.
13
Satu generasi melihat upaya ini berguna untuk membangun bentuk-bentuk baru perlawanan terhadap tindak penindasan, dan generasi berikutnya harus
menggunakan memori sejarah yang telah disediakan dalam perjuangan sebelumnya untuk memulai kembali serta menciptakan strategi baru perlawanan Palestina.
D. Bentuk Non Kekerasan Palestina 1967-1987
Selama perang 1967, Israel telah menduduki Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur, bersama dengan dataran tinggi Golan, Jalur Gaza, dan semenanjung Sinai.
Namun, perdebatan terjadi di dalam masyarakat Israel sendiri. Mereka memperdebatkan bagaimana cara mengontrol wilayah yang baru saja ditaklukkan.
Karena bagi beberapa orang Israel, situasi ini merupakan keuntungan permanen dan sebagai bagian dari keinginan mereka untuk mengontrol sejarah Palestina dan
menciptakan Israel Raya. Hal ini menyebabkan periode pendudukan di Palestina mengalami pergeseran, militer Israel, dan pemerintahan sipil.
Lebih dari 1.400 aturan dan perintah militer, bersamaan dengan peraturan darurat British yang tersisa dari periode mandat dan hukum Turki Utsmani, menjadi
13
Michael Bröning, The Politics of Change in Palestine. State-Building and Non-Violent Resistance,
h. 50.
dasar pemerintahan militer atas rakyat Palestina yang tinggal di Gaza dan Tepi Barat. Akibatnya, kekerasan dan penindasan merupakan bagian yang konsisten dari
pengalaman tersebut. Pemerintah militer Israel telah menangkap dan menahan lebih dari setengah rakyat Palestina di wilayah pendudukan.
14
Sekitar tahun 1967 – 1987
telah lebih dari 2.000 warga Palestina dideportasi dari wilayah pendudukan, lebih dari 1.560 rumah warga Palestina dihancurkan, dan segala bentuk kebebasan pendidikan
dan kebudayaan yang erat dibatasi: sekolah secara rutin ditutup, dan lebih dari 1.600 buku dilarang oleh pemerintah Israel di wilayah Pendudukan.
15
Dalam menghadapi keadaan umum dari represi tersebut, tindakan sederhana dari kehidupan sehari-hari seperti, bekerja, pergi ke sekolah, serta merawat seorang
keluarga
akses rumah sakit ditutup oleh militer Israel, mereka tidak diizinkan beroperasi
, menjadi tindakan pembangkangan sipil. Istilah sumuod kesabaran atau keteguhan
merupakan kata yang sering didengungkan pada perjuangan sehari-hari untuk bertahan hidup dalam menghadapi pendudukan. Namun bagaimana pun, rakyat
Palestina terus mencari outlet kreatif sebagai bentuk resistensi terhadap tindak kekerasan pendudukan.
16
14
Menurut pakar hukum Lisa Hajjar pada tahun 1967-1987 jumlah penduduk Palestina yang tinggal di wilayah Gaza dan Tepi Barat sekitar 1,5 juta jiwa. Dalam artikel, Joel Beinin dan Lisa
Hajjar, Palestine, Israel and the Arab Conflict A Primer. The Middle East Research and Information Project, 2014, h. 2.
15
Periode tersebut muncul bersamaan dengan kebijakan pemukiman, agresif dilakukan pemerintah Israel. pada tahun 1967 hingga 1987, sekitar 135 pemukiman dengan total 175.000
pemukim, dibangun di Tepi Barat, bersamaan dengan 12 pemukiman dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000 pemukim di Jalur Gaza. Disamping itu, kehadiran militer secara besar-besaran diperlukan
untuk membuat pemukiman ini menjadi legal. Para pemukim sendiri mewakili paramiliter besar di wilayah pendudukan. Lihat, Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab Conflict A
Primer
, h. 7.
16
Rashid Khalidi. Palestinian Identity. New York: Columbia University Press, 1998, h. 108