ANALISA PEMECAHAN MASALAH
6.3. Analisa
6.3.1. Analisa Current State Map
Analisa Current State Map PT Central Windu Sejati dilakukan untuk mengidentifikasi pemborosan-pemborosan yang terjadi sepanjang value stream.
Tahapan langkah yang dilakukan antara lain: 1.
Perincian kegiatan yang termasuk dalam value added time VA dan Non- value added time NVA
Tabel 6.1. Total Value Added Time Aktivitas
Waktu Standar menit
Penerimaan Raw Material 26.95
Deheading 26.19
Pengupasan dan Pembelahan 137.13
Filling 72.62
Breading 81.12
Seaming 1.02
Freezing 1.06
Pemeriksaan 2.61
Pengepakan 2.72
Jumlah 351.42
Tabel 6.2. Total Non Value Added Time
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas Waktu menit
Udang disimpan dalam fiber box 1440
Udang hasil sortir menunggu untuk dibawa ke bagian deheading 28.30
Udang headless menunggu untuk dibawa ke bagian filling 35.20
Udang filled menunggu untuk dibawa ke bagian breading 30
Produk menunggu untuk proses seaming 75
Produk menunggu untuk proses freezing 135
Produk menunggu final checking 5
Produk menunggu dikepak 5
Produk menunggu untuk dibawa ke gudang bahan jadi 10
Penyimpanan di gudang bahan jadi 1440
Jumlah 3203.50 2.23 hari
Perbandingan antara VA dan NVA dapat dilihat pada gambar 6.1.
Perbandingan Value Added Activities dan Non Value Added Activities
90
10
VA NVA
Gambar 6.1. Pie Chart Perbandingan VA dan NVA
Universitas Sumatera Utara
Dari pie chart pada Gambar 6.1. terlihat bahwa persentase aktivitas value added time hanya sebesar 9.885
≈10 dari keseluruhan aktivitas pada produksi breaded shrimp di PT CWS. Aktivitas non value added yang terjadi
dapat dihilangkan, tetapi tidak semuanya, karena ada aktivitas yang tidak dapat dihindarkan dan akan dianalisis lebih rinci pada tahapan berikutnya.
2. Analisa cycle time
Pada dasarnya waktu siklus merupakan value added time. Namun jika diperhatikan lebih jauh terdapat bagian aktivitas pada waktu siklus yang
mengindikasikan bagian aktivitas tersebut merupakan non value added activities atau disebut juga non value creating time. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan peneliti di lantai produksi PT CWS terdapat kegiatan yang termasuk non value creating time, yaitu pada proses breading dimana terjadi
overprocessing pelumuran udang dengan roti tawar. Aktivitas ini akan dibahas lebih lanjut pada identifikasi pemborosan.
3. Identifikasi Pemborosan pada Proses Produksi
Tahapan ini digunakan untuk menentukan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan terjadinya pemborosan waktu sehingga dapat menyebabkan
lead time menjadi lebih panjang. Berikut ini pembahasan tujuh waste pemborosan pada PT CWS sesuai definisi Toyota.
a. Overproduction Kelebihan produksi
PT Central Windu Sejati melaksanakan kegiatan produksinya menggunakan metode make to order. Karena perusahaan bersifat export
oriented maka perusahaan cenderung mendahulukan pesanan customer
Universitas Sumatera Utara
luar negeri yang berskala besar dan hanya memproduksi produk lokal dalam skala kecil untuk pelanggan tetap dalam jumlah pesanan yang
biasanya bersifat konstan. Hal ini mengakibatkan pada lantai produksi sangat jarang sekali terjadi kelebihan produksi overproduction. Adapun
lead time pemesanan maksimum hanya 1 minggu sehingga perusahaan tidak memiliki masalah dalam hal overproduction.
b. Waiting Waktu menunggu
Pada Tabel 6.2 terlihat bahwa waktu menunggu terjadi saat pemindahan dari satu proses ke proses selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses
berjalan secara bertahap dan tidak mengalir sementara proses produksi yang paling efektif adalah one piece flow atau dengan kata lain proses
mengalir tanpa waktu menunggu yang terlalu panjang. Selain itu pada saat udang selesai dikupas dan dibelah dan masih menunggu untuk proses
filling, udang diletakkan dalam fiber box sementara suhu ruangan 16-18
o
C, hal ini dapat menyebabkan udang mengalami penurunan mutu dari segi warna dan rasa karena udang menjadi basi. Selain itu, waktu
menunggu pada proses seaming menyebabkan kualitas produk menurun akibat kontaminasi udara yang terlalu lama sementara produk breaded
tidak mengizinkan kontak udara yang terlalu lama karena dapat menyebabkan penurunan kualitas rasa.
c. Excessive Transportation Transportasi yang berlebihan
Transportasi dalam proses produksi tidak hanya mencakup perpindahan material dari satu stasiun ke stasiun lainnya tetapi juga mencakup
Universitas Sumatera Utara
pengangkutan material pada satu stasiun. Pemindahan yang repetitif dan tidak efisien dapat dilihat pada layout di stasiun receiving raw material,
pengupasan dan pembelahan, filling dan breading. Semua transportasi pada proses tersebut mengharuskan pekerja khusus untuk mengangkut
hasil proses pada tiap meja secara repetitif ke stasiun selanjutnya. Hal ini tidak efisien karena saat pekerja khusus mengumpulkan hasil proses, maka
pekerja mesti terhenti untuk beberapa detik membiarkan hasil pekerjaannya dibawa oleh pekerja khusus pengumpul material.
d. Overprocessing Proses yang berlebihan
Adapun proses yang berlebihan mengindikasikan proses yang sebenarnya tidak diperlukan tetapi tetap dijalankan. Pada proses breading sering
terlihat beberapa pekerja melumuri udang dengan roti berulang-ulang sementara hasilnya sama saja. Kegiatan ini digolongkan sebagai proses
yang berlebihan. e.
Excessive Inventory Persediaan yang berlebihan Persediaan produk jadi umumnya tergantung schedule pengiriman dan
jadwal keberangkatan kapal dimana produk akan dimuat dalam kontainer. Selama ini di perusahaan, khusus untuk produk food seperti
breaded shrimp yang masa kadaluarsanya tidak lama, inventory bahan baku udang ditetapkan tidak boleh melebihi 3 hari. Kebijakan ini juga
diambil mengingat persediaan yang lama mengakibatkan biaya persediaan semakin tinggi seperti es batu untuk bahan baku udang yang selalu diganti
setiap 5-6 jam sekali. Sementara untuk bahan baku kotak dan plastik
Universitas Sumatera Utara
pembungkus tidak menjadi persoalan karena selain tahan lama juga sudah diprediksi sesuai dengan jumlah order. Untuk bahan bahan baku adonan
sotong, susu, tepung dan roti, perusahaan masih memakai metode MRP Material requirement planning, hal ini kurang efisien karena persediaan
di awal bulan sering memenuhi gudang bahan baku sehingga biaya persediaan menjadi tinggi.
f. Unnecessary Motion Gerakan yang tidak perlu
Unnecessary Motion terjadi pada proses filling, saat pekerja akan mengisi udang dengan adonan sotong, pekerja harus mengambil adonan untuk diisi
ke udang dengan kedua tangan dimana 1 tangan memegang mangkuk adonan dan 1 lagi mengambil adonan dengan sendok. Adapun aktivitas
pada stasiun ini dapat dilihat melalui Gambar 6.2.
Gambar 6.2. Flowchart Proses Filling
Universitas Sumatera Utara
Gerakan menahan mangkok dilakukan oleh pekerja karena mangkok adonan berukuran kecil diameter ± 10 cm sehingga pekerja tidak leluasa
mengambil adonan bila tidak menahan dengan tangan kirinya. Kegiatan ini sebenarnya tidak ergonomis karena ada kegiatan yang bisa digabung
bersamaan saat sotong diambil. g.
Product Defect Produk Cacat Produk dikategorikan cacat apabila pada proses sortasi di bagian receiving
raw material, udang tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan oleh bagian quality control. Selain itu produk breaded shrimp
juga mengalami final checking seperti apakah produk telah dibungkus dengan rapat dan tidak terdapat benda asing dalam produk. Dalam hal ini,
produk cacat umumnya terjadi lebih banyak pada bagian sortasi daripada pada final checking.
4. Menentukan Akar Permasalahan Dari hasil analisis sebelumnya, pemborosan yang terjadi di PT. Cental Windu
Sejati mencakup: - Pemborosan waktu menunggu
- Transportasi yang berlebihan - Pemborosan gerakan
- overprocessing
- Excessive Inventory
Untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi, digunakan tool 5 why seperti yang disajikan pada Tabel 6.3
Universitas Sumatera Utara
V-108
Tabel 6.3. Analisa Akar Permasalahan Pemborosan Sepanjang Value Stream NO Permasalahan
Why Why
Why Why
Why
1 Pemborosan
waktu menunggu
Proses produksi yang berlangsung
secara setahap demi setahap atau tidak
mengalir not one piece flow
Production lead time yang tinggi di stasiun
deheading, pengupasan dan
pembelahan, filling dan breading
Perhitungan jumlah bahan baku yang tidak
sesuai dengan kapasitas produksi
Penentuan ukuran batch tidak
direncanakan dengan baik
Perencanaan produksi yang tidak efektif
2 Transportasi
yang berlebihan Adanya transportasi
repetitif pada saat pengumpulan hasil
proses di tiap stasiun
Pekerja terhenti selama beberapa
detik saat aktivitas lain terjadi
Pekerja khusus mendatangi meja kerja
untuk mengumpulkan hasil proses dari tiap
pekerja Pengumpulan hasil
proses untuk dipindahkan ke
stasiun berikutnya Sistem pemindahan atau
transportasi yang kurang efisien
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.3. Analisa Akar Permasalahan Pemborosan Sepanjang Value Stream lanjutan NO Permasalahan
Why Why
Why Why
Why
3 Pemborosan
Gerakan Adanya gerakan
yang tidak memberi nilai tambah pada
stasiun filling Aktivitas mengambil
adonan sotong yang akan diisi pada
udang dengan menggunakan 2
tangan Adonan diambil dengan
tangan kiri memegang mangkuk dan tangan
kanan memegang sendok untuk
mengambil adonan Gerakan tangan tidak
ergonomis Kurangnya perencanaan
dalam menciptakan gerakan kerja yang
ergonomis
4 Overprocessing
Adanya gerakan yang tidak memberi
nilai tambah pada bagian breading
Aktivitas melumuri udang dengan
tepung, susu kental dan roti yang
berulang-ulang repetitif
Hasil akhir proses breading merupakan
udang beroti tanpa terlihat dagingnya lagi
Pekerja ingin memastikan
pelumuran udang dilakukan secara
merata Tidak ada standardisasi
prosedur kerja
5 Excessive
Inventory Bahan baku dibeli
dalam jumlah besar karena lebih murah
Perusahaan takut kekurangan bahan
Penggunaan metode MRP
Perusahaan memakai push system
Kurang koordinasi antara perusahaan dan
vendor
Universitas Sumatera Utara
V-110 Pada Tabel 6.3. terlihat bahwa waiting time yang panjang disebabkan oleh jumlah
bahan yang diproses tidak sesuai dengan kapasitas produksi pada stasiun kerja yang memiliki cycle time di atas takt time. Hal ini juga menjelaskan
overprocessing yang terjadi pada value stream. Ketidakseimbangan kapasitas produksi dan ukuran material yang diproses pada stasiun kerja, antara lain:
1. Stasiun deheading
Kapasitas produksi di stasiun ini adalah 570 kgjam, sementara ukuran batch material yang di push dari stasiun receiving raw material ke stasiun ini adalah
800 kg. 2.
Stasiun pengupasan dan pembelahan Kapasitas produksi di stasiun ini adalah 396 kgjam, sementara ukuran batch
material yang di push dari stasiun deheading ke stasiun ini adalah 570 kg. 3.
Stasiun filling Kapasitas produksi di stasiun ini adalah 297 kgjam, sementara ukuran batch
material yang di push dari stasiun pengupasan dan pembelahan ke stasiun ini adalah 396 kg.
4. Stasiun breading
Kapasitas produksi di stasiun ini adalah 266 kgjam, sementara ukuran batch material yang di push dari stasiun filling ke stasiun ini adalah 297 kg.
5. Stasiun seaming
Kapasitas produksi di stasiun ini adalah 118 kgjam, sementara ukuran batch material yang di push dari stasiun breading ke stasiun ini adalah 266 kg.
Universitas Sumatera Utara
Setelah mendapatkan akar permasalahan, langkah selanjutnya adalah mencari altenatif solusi untuk permasalahan tesebut. Dari kelima akar permasalahan pada
PT Central Windu Sejati, solusi yang paling sesuai adalah dengan menerapkan sistem kanban. Rancangan sistem kanban akan menciptakan suatu aliran kontinu
dimana setiap transportasi antar stasiun dikendalikan dengan kartu visual. Selain itu, sistem kanban yang didasari oleh filosofi JIT akan mengupayakan terciptanya
koordinasi menyeluruh antar sistem melalui perbaikan prosedur kerja seperti 5S, prinsip gerakan ergonomis dan mewujudkan zero inventory.
6.1.2. Rancangan Sistem Kanban 6.1.2.1. Perhitungan Takt Time