menyediakan jaminan danatau garansi juga dapat dijatuhkan sanksi administratif ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000 dua ratus juta rupiah.
C. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 menyediakan fasilitas penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan dan di luar pengadilan,
150
1. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Pengadilan
di luar pengadilan yaitu diselesaikan melalui suatu badan yang disebut dengan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Oleh karena itu kasus-kasus atau sengketa konsumen tersebut dapat diselesaikan melalui BPSK dan Pengadilan.
Pengadilan merupakan lembaga formal yang umum dipergunakan oleh masyarakat untuk menyelesaiakan segala bentuk permasalahan yang dihadapinya,
termasuk penyelesaian sengketa konsumen. Tetapi tidak semua sengketa konsumen layak untuk diajukan ke pengadilan karena jumlah nominal sengketa
tersebut sangat kecil, sedangkan untuk beracara di pengadilan membutuhkan biaya yang cukup besar serta jangka waktu penyelesaian sengketa yang sangat
lambat.
151
150
Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
151
Dedi Harianto, Op. cit. hal. 147.
Maka sengketa konsumen disini dibatasi pada sengketa perdata yang nilai gugatannya kecil. Masuknya suatu sengketaperkara ke depan pengadilan
bukanlah karena kegiatan sang hakim, melainkan karena inisiatif dari pihak yang bersengketa, dalam hal ini penggugat baik produsen maupun konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Pengadilanlah yang memberikan pemecahan atas hukum perdata yang tidak dapat bekerja diantara para pihak secara sukarela.
152
Ketentuan ayat berikutnya mengatakan penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan
sukarela para pihak yang bersengketa. Kata sukarela diartikan sebagai pilihan para pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk menempuh jalan
penyelesaian di pengadilan maupun di luar pengadilan, oleh karena upaya perdamaian di antara mereka gagal atau sejak semula mereka tidak mau
menempuh alternatif perdamaian. Pasal 45 ayat 1 UUPK menyatakan “Setiap konsumen yang dirugikan
dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa anatara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada
di lingkungan peradilan umum.”
153
a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.
Dalam kasus perdata di pengadilan negeri, pihak konsumen yang diberi hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 ayat 1 UUPK adalah:
b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran
dasarnya.
d. Pemerintah danatau instansi terkait jika barang danatau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit.
152
Yusuf Sofhie, 2, Perlindungan konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 308.
153
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT Grasindo, 2000, hal. 138.
Universitas Sumatera Utara
Pada klasifikasi yang pertama, yaitu seorang konsumen atau ahli warisnya tentu saja tidak ada yang istimewa dilihat dari ketentuan beracara. Pada klasifikasi
kedua, gugatan dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. Ketentuan ini harus dibedakan dengan gugatan dengan
mewakilkan kepada orang lain seperti diatur dalam Pasal 123 ayat 1 HIR Herziene Indonesische Reglement. Penjelasan Pasal 46 menyebutkan gugatan
kelompok ini dengan istilah class action. Kemudian klasifikasi ketiga adalah lembaga swadaya masyarakat, disini dipakai istilah “Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat”. Klasifikasi ketiga ini berkaitan dengan legal standing. Klasifikasi penggugat dalam sengketa konsumen yang keempat adalah
pemerintah danatau instansi terkait. Mereka baru akan menggugat pelaku usaha jika ada kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. Namun,
tidak disebutkan apakah gugatan demikian masih diperlukan jika ada gugatan dari para kosumen, atau dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan gugatan dari
pihak konsumen yang termasuk klasifikasi-klasifikasi satu sampai tiga. Tampaknya, hal-hal itu tetap dibiarkan tanpa penjelasan karena menurut ketentuan
Pasal 46 ayat 3, masalah itu masih diperlukan pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dan penyelesain sengketa konsumen melalui pengadilan ini
mengacu kepada ketentuan peradilan umum yang berlaku di Indonesia.
154
154
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen jika Dirugikan, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008, hal. 76.
Satu hal yang harus diingat, bahwa cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan
melakukan hukum acara yang umum berlaku selama ini yaitu HIRRBG Herziene Indonesische Reglement Rechtsreglement voor de Buitengewesten.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan Penyelesaian Sengketa konsumen