1. Kendala KelembagaanKonstitusional
Hambatan kelembagaaninstitusional BPSK masih sangat mendesak. Eksistensi BPSK yang hanya ada dan aktifberjalan dibeberapa kota saja,
mengesankan hingga kini pemerintah pusat dan daerah belum serius menangani isu perlindungan konsumen yang sudah menjadi keprihatinan di tahun 1999,
padahal lebih dari 200 juta konsumen tersebar di seluruh kota dan kabupaten se- Indonesia.
165
Pada dewasa ini keberadaan lembaga BPSK masih terbatas, BPSK belum dibentuk di setiap kabupaten, sehingga menyulitkan bagi konsumen korban yang
berdiam di wilayah yang belum dibentuk BPSK untuk menuntut hak-haknya. Padahal menurut ketentuan Pasal 49 ayat 1 UUPK jo. Pasal 2 Kepmenperindag
No. 350MPPkep122001 bahwa di setiap kota atau kabupaten dibentuk BPSK. Oleh karena itu, untuk mempermudah konsumen korban dalam menuntut haknya,
tidak ada pembatasan wilayah yuridiksi BPSK, sehingga konsumen dapat mengadukan masalahnya kepada BPSK mana saja yang dikehendakinya.
166
Sejumlah masalah yang bersifat teoritis dari eksistensi BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen belum semuanya terinditifikasi dalam a masa
sosialisasi dan b masa transisi pemberlakuan UUPK. UUPK memberikan masa sosialisasi kepada masyarakat pelaku usaha dan konsumen dalam kurun waktu 1
satu tahun, terhitung 20 April 1999. Itu berarti UUPK berlaku efektif pada 20 April 2000 namun ternyata semua ketentuan pelaksanaanya baru dikeluarkan
165
Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 210.
166
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pemerintah paling cepat pada tahun 2001.
167
2. Kendala Pendanaan
Keterlambatan ini menunjukkan pemerintah tidak cukup siap mengantisipasi pelaksanaan UUPK.
Terdapat beberapa argumentasi yang menyatakan bahwa BPSK bukanlah badan yang menjalani fungsi yudisial sepenuhnya. BPSK menyelesaikan proses
sengketa dengan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase dimana ketiga cara tersebut pada hakikatnya merupakan pilihan penyelesaian sengketa yang dilakukan secara
nonlitigasi. Secara struktural BPSK berada di bawah Departemen Perdagangan
sehingga dalam menjalankan tugasnya masih melekat kewenangan eksekutif sehingga secara tidak langsung membuka kemungkinan munculnya kendala-
kendala dalam melaksanakan tugas-tugas yudisial. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 memosisikan BPSK sebagai badan
yang memiliki kewenangan memeriksa dan memutus, namun tidak disertai perangkat untuk melaksanakan putusannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
BPSK bukanlah badan yang memiliki fungsi peradilan kuasi peradilan. Oleh karena itu, di beberapa daerah, pelaku usaha yang dikalahkan dalam suatu
sengketa konsumen yang diputuskan oleh BPSK, mengajukan keberatan ke pengadilan negeri bahkan BPSK dalam gugatan ini dijadikan sebagai tergugat.
Pendanaan juga dapat berpengaruh pada kinerja BPSK. Pada tahun 2002 BPSK masih menerima anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
167
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan dan Perindustrian RI, “Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan konsumen”, Jakarta, Juli 2001.
Universitas Sumatera Utara
NegaraAPBN, namun tidak lagi pada tahun 2003. Dana operasional untuk BPSK kemudian dialokasikan kepada pemerintah daaerah melalui APBD.
168
Sebagai konsekuensi karena biaya pelaksanaan BPSK tidak hanya dibebankan kepada APBN, tetapi juga APBD dan seiring dengan semangat
otonomi daerah, maka mulai tahun anggaran 2003 seluruh biaya pelaksanaan BPSK dibebankan kepada APBD.
Namun ternyata Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten dan Kota tidak memasukkan
dana operasional BPSK ke dalam APBD. Mengingat kenyataan bahwa otonomi daerah sampai saat ini belum berjalan dengan lancar, maka beberapa BPSK belum
menerima dana operasional. Departemen Perdagangan dan PerindustrianDeperindag telah mengajukan
dana operasional BPSK kepada Departemen Keuangan, namun ternyata dana tersebut diminta dialihkan pada Dana Alokasi Umum DAU. Untuk
pengembangan sumber daya manusia BPSK, Deperindag telah melakukan pelatihan-pelatihan secara bertahap dengan sumber dana yang terbatas.
169
3. Kendala Sumber Daya Manusia Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen