Menurut Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen dalam waktu paling lambat dalam 7 tujuh hari kerja sejak menerima putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dimaksud.
G. Upaya Hukum
Pasal 54 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo. Pasal 42 SK Menperindag Nomor 350MPPKep122001 menentukan bahwa “putusan
majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersifat mengikat dan final”. Pada penjelasan Pasal 54 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ditegaskan bahwa “kata bersifat final itu berarti tidak ada upaya hukum baik banding dan kasasi. Namun, ternyata Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mengenal pengajuan keberatan ke pengadilan negeri”.
129
Menurut Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen para pihak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat 14
empat belas hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Atas pengajuan keberatan dimaksud,
pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan dalam waktu 21 dua puluh satu hari sejak diterimanya keberatan.
130
Atas putusan pengadilan negeri tersebut para pihak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
waktu paling lambat 14 empat belas hari.
131
129
Ibid. hal. 48.
130
Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
131
Pasal 58 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Mahkamah Agung RI wajib
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sejak menerima permohonan kasasi.
132
Adapun alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan keberatan terhadap putusan arbitrase BPSK adalah apabila memenuhi persyaratan
pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
yaitu: Pasal 44 dan Pasal 2 SK Menperindag Nomor 350MPPKep122001
menegaskan bahwa penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bukan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang. Untuk
mengajukan penyelesaian sengketa konsumen ke pengadilan negeri tidak harus terlebih dahulu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Penegasan pada
SK Menperindag ini dapat membantu memberikan pemahaman soal upaya hukum, keberatan, banding dan kasasi pada sengketa konsumen yang diajukan
kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Meskipun ditinjau dari hierarki tata urutan perundang-undangan, SK Menperindag itu tidak memiliki
kewenangan untuk memberikan penjelasan materi undang-undang, kecuali dalam batas-batas kewenangan yang diberikan undang-undang.
133
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan diakui palsu dan dinyatakan palsu. 2.
Setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau
132
Pasal 58 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
133
Pasal 6 ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu
pihak dalam pemeriksaan sengketa. Perlu pula dipahami bahwa sistem hukum di Indonesia hanya mengenal
perlawanan, Banding dan Kasasi sebagai upaya hukum biasa dan Peninjauan Kembali serta perlawanan Pihak ketiga sebagai upaya hukum luar biasa,
sedangkan keberatan seperti dimaksud dalam Pasal 56 ayat 2 UUPK tidak dikenal sebagai upaya hukum dalam sistem hukum Indonesia. Oleh karena itu
harus disepakati bahwa keberatan dalam UUPK tidak dilihat sebagai suatu upaya hukum namun harus dilihat sebagai upaya yang diberikan oleh undang-undang
kepada pelaku usaha dan konsumen yang tidak menerima putusan BPSK.
134
H. Eksekusi Putusan