Kurangnya Sosialisasi dan Rendahnya Tingkat Kesadaran Hukum Konsumen

LPKSM akan berakibat hilangnya barang bukti, sehingga pelanggaran tersebut tidak dapat lagi diproses secara hukum dengan ketentuan UUPK. 179

6. Kurangnya Sosialisasi dan Rendahnya Tingkat Kesadaran Hukum Konsumen

Salah satu faktor rendahnya kesadaran hukum para konsumen untuk mempertahankan hak-haknya adalah karena sangat kurangnya sosialisasi, baik sebelum diundangkan maupun setelah diundangkannya UUPK. Banyak konsumen korban yang enggan untuk melakukan tindakan hukum, dan ternyata bukan hanya warga masyarakat biasa saja yang enggan, bahkan mahasiswa dan para pegawai negeri sipil yang bergelar S1, bahkan S2 banyak yang belum mengetahui adanya UUPK. Demikian juga upaya memperkenalkan hukum perlindungan konsumen ditanggapi oleh masyarakat dengan tidak antusias, atau tidak mendapatkan tanggapansambutan sebagaimana yang diharapkan. Faktor lain yang menentukan rendahnya tingkat kesadaran hukum konsumen adalah budaya hukum masyarakat Indonesia. Budaya hukum adalah nilai yang dianut, yang memengaruhi sikap warga masyarakat tersebut, termasuk sikap tindakannya di bidang hukum. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat kuat berusaha untuk mempertahankan harmoni dalam hubungan di antara mereka. Hal ini sangat berpengaruh terhadap sikap dan tindakan mereka di bidang hukum. Berbeda dengan masyarakat Amerika Serikat, yang sangat senang berperkara, masyarakat Indonesia memandang bahwa berperkara di pengadilan adalah suatu hal yang aib 179 Ibid. hal. 229. Universitas Sumatera Utara karena mengganggu harmoni hubungan di antara sesama warga masyarakat. Sikap enggan berperkara di pengadilan ini juga berpengaruh terhadap sikap para konsumen yang menjadi korban produk yang cacat, sebagian besar enggan menyelesaikan perkara mereka di pengadilan, apabila menyelesaikannya melalui BPSK yang bilamana produsen dikalahkan akhirnya bermuara ke pengadilan juga. Rendahnya kepercayaan warga masyarakat terhadap perlindungan konsumen, ditambah rasa tidak yakin bahwa melalui UUPK hak-hak mereka yang dilanggar dapat dipulihkan, juga berpengaruh terhadap kesadaran hukum konsumen Indonesia. Bayangan bahwa konsumen korban dalam memperjuangkan haknya harus berperkara berkepanjangan melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase di BPSK, dan kemungkinan dilanjutkan ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, ini berarti menunggu waktu yang tidak pasti ditambah dengan proses perkara yang sangat berbelit-belit, di pengadilan maupun Mahkamah Agung, membuat konsumen korban enggan memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM sebagai lembaga pemerhati terhadap perlindungan konsumen, kurang aktif dalam menjalankan peran sertanya, padahal LPKSM mempunyai tugas yang meliputi 180 a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang danatau jasa. : b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan. 180 Pasal 44 ayat 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara c. Bekerja sama dengan instansi yang terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen. d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen, dan e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Tugas-tugas tersebut menandai fungsi strategis LPKSM bagi upaya perlindungan konsumen, yang bersama-sama dengan pemerintah dapat melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen, meningkatkan kesadaran konsumen akan hak dan kewajibannya, memberikan advokasi konsumen, serta menerima pengaduan konsumen dan membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya. 181

7. Kurangnya Respon dan Pemahaman dari Badan Peradilan Terhadap Kebijakan Perlindungan Konsumen