Kendala Peraturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Terkait Lainnya

mediator, konsiliator yang harus mempunyai sertifikat mediatorkonsiliator dari Mahkamah Agung untuk dapat menjalankan profesinya. Keberadaan BPSK juga belum sepenuhnya diakui dan diantisipasi oleh lembaga peradilan. Cukup banyak hakim di pengadilan negeri yang belum mengetahui pembentukan BPSK di daerahnya. Akibatnya di beberapa pengadilan keberatan terhadap keputusan BPSK tidak dapat didaftarkan ke pengadilan negeri. Demikian juga terhadap keputusan BPSK setelah melalui proses keberatan di pengadilan negeri dan kemudian diajukan kasasi oleh pihak yang dikalahkan, ternyata di tingkat kasasi, Mahkamah Agung tidak menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan batas waktu untuk memberikan keputusan sebagaimana diwajibkan oleh UUPK. 175

4. Kendala Peraturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Terkait Lainnya

Keberadaan BPSK yang diharapkan dapat menjadi bagian dari pemerataan keadilan terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha, karena putusan BPSK bersifat final dan mengikat, sehingga tidak perlu diajukan ke pengadilan, tetapi dalam implementasinya mengalami berbagai hambatan. Titik lemah dari lembaga BPSK ini adalah, bahwa putusan BPSK masih dimungkinkan untuk mengajukan keberatan ke pengadilan negeri oleh pihak yang tidak puas. Padahal prinsip dasarnya putusan BPSK bersifat final dan mengikat, karena BPSK dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang nilai tuntutannya kecil. 176 175 Ibid. hal. 219. 176 Pasal 54 ayat 3, jo Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara Ketentuan Pasal 54 ayat 3 UUPK, dan Pasal 42 ayat 1 Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 350MPPKep122001 dengan jelas menyebutkan, putusan majelis BPSK adalah final dan mengikat, dan tidak dimungkinkan lagi untuk mengajukan upaya banding, tetapi UUPK masih membuka peluang untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri, 177 Seharusnya perbedaan seperti ini tidak perlu terjadi, mengingat kepentingan seorang konsumen atau ahli waris sama dengan kepentingan kelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat serta setelah putusan BPSK diberitahukan. Hal ini merupakan masalah kepastian hukum. Munculnya kemungkinan diajukannya keberatan terhadap putusan BPSK, akan memperlemah motivasi pihak manapun untuk duduk dalam perundingan untuk menyelesaikan sengketanya secara di luar pengadilan. Ketentuan Pasal 46 ayat 2 UUPK menentukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama class action. Gugatan sebagaimana di atas harus diajukan kepada peradilan umum. Ketentuan Pasal 46 ayat 2 ini, bertentangan dengan maksud dari berbagai pasal dalam UUPK. Ketentuan pasal ini, membedakan antara konsumen atau ahli warisnya di satu pihak, dan kelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat serta pemerintah danatau instansi terkait di pihak lain. Ketiga yang disebut terakhir hanya dimungkinkan untuk mengajukan gugatannya melalui peradilan umum. 177 Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jo. Peraturan mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, menentukan “Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan paling lambat 14 empat belas hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut”. Universitas Sumatera Utara pemerintah danatau instansi terkait, yaitu menuntut keadilan di depan hukum. Gugatan kelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat maupun gugatan pemerintah danatau instansi terkait terhadap pelaku usaha adalah untuk kepentingan masyarakat konsumen yang dirugikan. Ini berarti, ketentuan Pasal 46 ayat 2 melanggar asas persamaan hak di depan hukum. UUPK menggunakan istilah gugatan kelompok untuk class action, berbeda dengan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPLH menggunakan istilah perwakilan. Meskipun gugatan class action menurut ketentuan kedua undang-undang tersebut, harus diajukan ke peradilan umum, ternyata persyaratan untuk mengajukan gugatan ini terdapat perbedaan. UUPK menentukan salah satu persyaratannya adalah bukti transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha. Sedangkan pada UUPLH ditentukan bahwa disyaratkan adanya kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan kelompok masyarakat yang bertindak mewakili masyarakat. Terdapat kesan pembentuk undang-undang menyerahkan kemungkinan munculnya permasalahan tentangsyarat-syarat gugatan class action pada praktik badan peradilan yurisprudensi.

5. Kendala Pembinaan dan Pengawasan, Serta Tidak Adanya Koordinasi Aparat Penanggung Jawabnya