Tugas dan Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

anggota sekretariat sebelum melaksanakan tugas wajib mengucapkan sumpah dihadap[an ketua BPSK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun biaya pelaksanaan tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, Pasal 90 Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001. 49

E. Tugas dan Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Setiap penyelesaian sengketa konsumen dilakukan oleh majelis yang dibentuk oleh Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan dibantu oleh panitera. Susunan majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen harus ganjil, dengan ketentuan minimal 3 tiga orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dengan Pasal 54 ayat 2 UUPK, yaitu unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Salah satu anggota majelis tersebut wajib berpendidikan dan berpengetahuan di bidang hukum. 50 Untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi, maka yang berwenang untuk menetapkan siapa yang menjadi personilnya baik sebagai ketua majelis yang berasal dari unsur pemerintah maupun anggota majelis yang berasal dari unsur konsumen dan unsur pelaku usaha adalah ketua BPSK. Hal ini berbeda dengan majelis yang akan menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara arbitrase, ketua BPSK tidak Ketua Majelis BPSK harus unsur dari pemerintah, walaupun tidak berpendidikan hukum. 49 Yusuf Sophie. Op.cit. hal. 30. 50 Pasal 18 SK Menperindag No. 350MPPKep122001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Universitas Sumatera Utara berwenang untuk menentukan siapa yang akan menjadi majelis dan anggota majelis. Yang berwenang menentukan siapa yang duduk di majelis adalah para pihak yang bersengketa, para pihak dapat memilih arbiter yang mewakili kepentingannya. Konsumen berhak memilih dengan bebas salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur konsumen sebagai arbiter yang akan menjaddi anggota majelis. Demikian juga, pelaku usaha berhak memilih salah satu dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha sebagai arbiter, yang akan menjadi anggota majelis. Selanjutnya, arbiter hasil pilihan konsumen dan arbiter hasil pilihan pelaku usaha secara bersama-sama akan memilih arbiter ketiga yang berasal dari unsur pemerintah dari anggota BPSK yang akan menjadi ketua majelis. Prosedur untuk memilih arbiter hasil pilihan konsumen dan arbiter hasil pilihan pelaku usaha, demikian juga arbiter ketiga dari unsur pemerintah dilakukan dengan mengisi formulir pemilihan arbiter. Hasil pemilihan arbiter setelah dituangkan dalam pengisian formulir pemilihan arbiter akan ditetapkan oleh ketua BPSK sebagai majelis yang menangani sengketa konsumen dengan cara arbitrase dengan cara penetapan. Panitera BPSK berasal dari anggota sekretariat yang ditetapkan oleh ketua BPSK. Tugas panitera terdiri dari: 51 1. Mencatat jalannya proses penyelesaian sengketa konsumen 2. Menyimpan berkas laporan 3. Menjaga barang bukti 51 Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 82. Universitas Sumatera Utara 4. Membantu majelis menyusun putusan 5. Membantu penyampaian putusan kepada konsumen dan pelaku usaha 6. Membantu majelis dalam tugas-tugas penyelesaian sengketa Ketua majelis BPSK atau anggota BPSK atau Panitera, berkewajiban untuk mengundurkan diri apabila terdapat permintaan ataupun tanpa permintaan ketua BPSK, atau anggota majelis BPSK, atau pihak yang bersengketa, jika terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami isti meskipun telah bercerai dengan pihak yang bersengketa. Mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Pasal 52 Undang- Undang Perlindungan Konsumen jo. Kepmenperindag Nomor 350MPPKep122001, tentang Pelaksanan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu: 52 1. Melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. 2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen. 3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. 4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini. 5. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen 6. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 52 Ibid. hal. 82-83. Universitas Sumatera Utara 7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 8. Memanggil, menghadirkan saksi, saksi ahli danatau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran undang-undang ini. 9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada angka 7 dan angka 8, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengkea Konsumen. 10. Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan. 11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen. 12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. 13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka dengan demikian terdapat 2 dua fungsi strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu: 53 1. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berfungsi sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa di luar pengadilan alternative dispute resolution, yaitu melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase. 53 Ibid. hal. 84. Universitas Sumatera Utara 2. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku one-sided standard form contract oleh pelaku usaha Pasal 52 butir c Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Termasuk disini klausula baku yang dikeluarkan PT PLN persero di bidang telekomunikasi, bank-bank milik pemerintah maupun swasta, perusahaan leasingpembiayaan, dan lain-lain. Adapun klausula baku yang dimaksud adalah klausula yang merugikan konsumen, yaitu: 54 1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab. 2. Menyatakan menolak penyerahan barang yang telah dibeli konsumen. 3. Menyatakan menolak pengembalian uang yang telah dibayarkan oleh konsumen. 4. Menyatakan memberi kuasa kepada pengusaha untuk melakukan segala tindakan. 5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen. 6. Memberikan hak kepada pengusaha untuk pemasangan hak tanggungan, gadai atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara cicilan. 7. Memberi hak kepada pengusaha untuk mengurangi manfaat, jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa. 54 Husni Syawali, dkk, Hukum perlindungan Konsumen, Bandung: PENERBIT MAJU MUNDUR, 2000, hal. 28. Universitas Sumatera Utara 8. Menyatakan penundukan konsumen kepada peraturan baik yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pihak pengusaha. Berdasarkan dengan adanya klausula baku seperti di atas, maka salah satu fungsi strategis ini adalah untuk menciptakan keseimbangan kepentingan- kepentingan pelaku usaha dan konsumen. Jadi, tidak hanya klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha atau badan usaha perusahaan-perusahaan swasta saja, tetapi juga pelaku usaha atau perusahaan-perusahaan milik negara. Dilihat dari ketentuan Pasal 52 huruf b, c dan e Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dapat diketahui BPSK tidak hanya bertugas menyelesaikan sengketa di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat 1 UUPK, tetapi meliputi kegiatan berupa pemberian konsultasi, pengawasan terhadap klausula baku, dan sebagai tempat pengaduan dari konsumen tentang adanya pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen serta berbagai tugas dan kewenangan lainnya yang terkait dengan pemeriksaan pelaku usaha yang diduga melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. F. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai Lembaga Penyelesaian Perkara Kecil dan Sederhana Lembaga Small Claim Court Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan, “penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”. Untuk Universitas Sumatera Utara penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen di luar pengadilan, pemerintah membentuk suatu badan baru yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 55 Bagi penyelesaian sengketa untuk kasus yang sederhana dan berskala kecil, pengadilan bukanlah pilihan yang efektif. Disamping biaya perkara yang harus dikeluarkan cukup besar, proses penyelesaiannya memakai hukum acara yang formal dan memerlukan waktu yang lama. Penyelesaian perkara di pengadilan justru sering kali tidak memberikan keadilan atau kepuasan bagi para pihak yang bersengketa. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebenarnya semula dibentuk untuk penyelesaian perkara- perkara kecil, karena kebanyakan kasus-kasus sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Jika sengketa tersebut harus diselesaikan di pengadilan, maka justru akan merugikan konsumen karena biaya perkara yang harus ditanggung konsumen lebih besar daripada kerugiannya. Dilihat dari sanksi administratif berupa penetapan ganti kerugian paling banyak sebesar Rp 200.000.000 dua ratus juta rupiah yang dapat dibebankan kepada pelaku usaha, tampak bahwa sebenarnya lembaga BPSK tersebut dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan jumlah nilai yang kecil, seperti halnya peradilan konsumen dari negara-negara lain. 56 Melihat keterbatasan penyelesaian sengketa secara litigasi, maka para pihak yang memerlukan penyelesaian sengketa secara sederhana , cepat dan biaya 55 Ibid. hal. 85. 56 Ibid Universitas Sumatera Utara murah lebih banyak memilih cara penyelesaian sengketa alternatif yang sering disebut Alternative Dispute Resolution. Secara umum small claim court dipergunakan untuk menyebut sebuah lembaga penyelesaian perkara perdata civil claims berskala kecil dengan cara sederhana, tidak formal, cepat dan biaya murah. Small claim court pada umumnya terdapat di negara-negara yang memiliki latar belakang tradisi common law. 57 Di berbagai negara, perkara-perkara konsumen merupakan perkara yang diselesaikan oleh lembaga yang disebut sebagai Small Claims Court atau Small Claims Tribunal. 58 Pada small claim tribunal yang bertindak sebagai hakim adalah seorang Barrister atau Solicitor sebagai “referee”. Anggota tribunal yang memimpin jalannnya persidangan disebut dengan istilah “President” sebagai konsekuensinya, putusannya hanya disebut dengan istilah “decision”atau “settlement” atau Perbedaan mendasar antara “court” dengan “tribunal” adalah court bersifat tetap sedangkan tribunal lebih bersifat ad hoc. Hal ini tampak misalnya, dalam hal kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan atau dengan kata lain yang bertindak sebagai hakim dalam pada small claim court benar-benar dijalankan oleh seorang hakim presiding judge pada court tersebut, sehingga putusannya pun sering kali disebut dengan istilah judgement. Bahkan pada small claim court dimungkinkan diperiksa oleh juri, sekalipun hal ini sangat jarang dan memerlukan persyaratan khusus, termasuk tambahan biaya. 57 Diktat Pengembangan Bagi Anggota BPSK Tingkat Pemula, Jakarta 30 September-1 Oktober 2003, yang dikutip oleh J. Widijantoro dan AL Wisnubroto laporan hasail penelitian Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Tahun 2004, hal. 43. 58 Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 86. Universitas Sumatera Utara “award”. Sekalipun demikian, sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengadilan, baik small claim court maupun samall claim tribunal memiliki ciri- ciri atau karakteristik yang sama, antara lain: 59 1. Pada umumnya merupakan bagian dari sistem peradilan atau peradilan khusus di luar sistem peradilan yang bersifat independen. 2. Terdapat batasan mengenai kasus apa saja yang dapat diajukan atau tidak dapat diajukan pada small claim court maupun small claim tribunal. 3. Terdapat batasan nilai gugatan. Pada umumnya yang dapat diajukan adalah sengketa yang nilai gugatannya kecil. 4. Biaya perkara yang lebih rendah dibandingkan biaya perkara yang diajukan pada pengadilan. Bahkan dibeberapa negara dibebaskan dari biaya perkara. 5. Prosedur yang sederhana dan yang lebih bersifat informal sehingga para pihak yang awam hukum pun dapat mengajukan sendiri. 6. Proses pemeriksaannya berlangsung cepat dan tidak berbelit-belit. 7. Dengan prosedur yang cepat, sederhana dan biaya ringan tersebut, maka para pihak yang berperkara tidak memerlukan bantuan seorang advokatpenasihat hukum. 8. Alternatif penyelesaian sengketa lebih terbuka, dalam arti tidak selalu tergantung pada pertimbangan hakim berdasarkan hukum formal yang berlaku, namun dimungkinkan sebuah putusan yang didasarkan pada tawar-menawar para pihak yang difasilitasi hakim. 59 Ibid. hal. 87. Universitas Sumatera Utara 9. Pada umumnya small claim court mapun small claim tribunal, memeriksa, mengadili dan memutus tuntutan yang berupa uang ganti kerugian yang bersifat materil, sekalipun dimungkinkan pula tuntutan dalam bentuk yang lain, misalnya permintaan maaf. Dengan mengetahui tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai badan khusus di luar peradilan umum yang menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen, maka konsumen yang merasa hak-haknya dirugikan dapat mengajukan tuntutan ke Badan Penyelesaian Sengketa konsumen untuk menuntut hak-hak mereka karena Badan Penyelesaian Sengketa konsumen merupakan satu badan yang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan produsen. Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dalam bentuk kesepakatan yang dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa, yang dikuatkan dalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 60 60 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor: GHALIA INDONESIA, 2008, hal. 25. Sebagaimana dikemukakan di atas, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk untuk tujuan memudahkan konsumen untuk menuntut hak- haknya apabila dirugikan. Oleh karena itu, dalam Bab VI Pasal 23 Undang- Undang Perlindungan Konsumen tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha ditegaskan bahwa pelaku usaha dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau badan peradilan ditempat kedudukan konsumen, apabila ia menolak atau tidak menanggapi tuntutan ganti rugi yang diajukan kepadanya. Universitas Sumatera Utara Keuntungan lain dari konsumen dalam penyelesaian sengketa melalui jalur ini adalah sebagaimana disebutkan Pasal 22 Keputusan Menperindag No. 350 Tahun 2001, yaitu bahwa pembuktian dalam proses penyelesaian sengketa konsumen merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Hal ini sering juga dikatakan pembuktian terbalik. Dikatakan sebagai pembuktian terbalik karena dalam kasus biasa perdata, pembuktian dibebankan kepada pihak yang mendalilkan.

BAB III MEKANISME HUKUM DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA