NegaraAPBN, namun tidak lagi pada tahun 2003. Dana operasional untuk BPSK kemudian dialokasikan kepada pemerintah daaerah melalui APBD.
168
Sebagai konsekuensi karena biaya pelaksanaan BPSK tidak hanya dibebankan kepada APBN, tetapi juga APBD dan seiring dengan semangat
otonomi daerah, maka mulai tahun anggaran 2003 seluruh biaya pelaksanaan BPSK dibebankan kepada APBD.
Namun ternyata Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten dan Kota tidak memasukkan
dana operasional BPSK ke dalam APBD. Mengingat kenyataan bahwa otonomi daerah sampai saat ini belum berjalan dengan lancar, maka beberapa BPSK belum
menerima dana operasional. Departemen Perdagangan dan PerindustrianDeperindag telah mengajukan
dana operasional BPSK kepada Departemen Keuangan, namun ternyata dana tersebut diminta dialihkan pada Dana Alokasi Umum DAU. Untuk
pengembangan sumber daya manusia BPSK, Deperindag telah melakukan pelatihan-pelatihan secara bertahap dengan sumber dana yang terbatas.
169
3. Kendala Sumber Daya Manusia Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Anggota BPSK terdiri dari 3 tiga unsur yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen dan unsur pelaku usaha. Keterwakilan unsur-unsur ini oleh undang-
undang dimaksudkan untuk menunjukkan partisipasi masyarakat dalam upaya
168
Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 212.
169
Pasal 3 Keppres RI No. 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Masing-masing BPSK memiliki sedikitnya 9 sembilan sampai 15 lima belas anggota disesuaikan dengan volume dan beban kerja BPSK, yang terdiri
dari 3 unsur tersebut secara berimbang yaitu:
170
a. Unsur Pemerintah yang berasal dari wakil instansi yang ruang
lingkupnya meliputi bidang industri, perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan keuangan.
b. Unsur Pelaku Usaha yang berasal dari wakil asosiasi danatau organisasi
pengusaha yang berada di daerah kota atau daerah kabupaten setempat. c.
Unsur Konsumen yang berasal dari wakil LPKSM yang terdaftar dan diakui oleh walikota dan bupati atau kepala dinas setempat.
Pembagian anggota BPSK ke dalam 3 tiga unsur tesebut berkaitan dengan konsep keseimbangan kepentingan para pihak yang bersengketa
konsumen dan pelaku usaha dan kepentingan pemerintah yang memosisikan diri sebagai pihak yang netral dalam pengambilan kebijakan.
Sekurang-kurangnya 13 dari anggota BPSK harus berlatar pendidikan hukum. Ini penting karena BPSK merupakan badan bentukan pemerintah yang
tugas pokoknya menjalankan fungsi peradilan. Proses pengangkatan anggota BPSK menimbulkan masalah tersendiri,
karena dalam kenyataan pengangkatan anggota BPSK lebih menekankan keterwakilan unsur daripada kompentisi anggota dalam mengelola dan
menyelesaikan sengketa, sehingga banyak anggota BPSK yang tidak menguasai materi pokok sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
170
Pasal 49 ayat 3,4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, jo Pasal 3 Kepmenperindag Nomor 301MPPKep102001 Tentang Pengangkatan,
Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Keanggotaan BPSK yang terdiri dari 3 tiga unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha dengan latar belakang masing-masing kulturnya, dalam
kenyataanya sering menimbulkan persoalan. Berdasarkan kajian psikososial ada kecenderungan bahwa lingkungan berpengaruh terhadap perilaku dan sistem
sosisal berpengaruh terhadap cara pandang. Pasal 4 ayat 2 SK Menperindag No. 301MPPkep102001 mengatur
bahwa anggota BPSK dari unsur pemerintah secara otomatis terpilih menjadi ketua. Sedangkan wakil ketua berasal dari unsur di luar pemerintah.
Anggota BPSK dari unsur pemerintah yang direkrut dari wakil instansi yang ruang lingkupnya meliputi bidang industri, perdagangan, kesehatan,
pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan keuangan,
171
Anggota BPSK yang merupakan wakil pemerintah biasanya adalah aparat pemerintah daerah yang kedudukannya jauh di bawah Kepala Dinas Industri dan
Perdagangan setempat. Hal ini menjadikan wakil-wakil pemerintah dalam BPSK tidak memiliki independensi sama sekali, karena sebelum mengambil suatu
keputusan harus meminta nasihat atasannya terlebih dahulu. Kultur atasan dan bawahan dalam birokrasi pemerintahan yang sering kali terbawa di BPSK dapat
menjadi beban psikologis secara internal antara anggota BPSK unsur pemerintah dengan anggota sekretariat BPSK, dan secara eksternal dengan atasannya masing-
masing. terbiasa
dengan sistem birokrasi pemerintahan yang kaku dan hati-hati. Hal ini dapat menghambat proses BPSK menjadi sebuah lembaga yang independen.
171
Pasal 3 ayat 1 Kepmenperindag Nomor 301MPPKep102001 Tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang tidak memberi batasan yang tegas unsur pemerintah dengan kompetensi seperti apa yang dapat menjadi anggota BPSK, akibatnya
terdapat anggota unsur pemerintah yang ditempatkan di BPSK dari bagian yang tidak berhubungan langsung dengan upaya perlindungan konsumen. Misalnya
terdapat unsur pemerintah yang berasal dari Dinas Keindahan Kota pada BPSK kota Makassar. Seharusnya pemerintah tetap mengaitkan keterwakilan unsur
pemerintah itu dengan kompetensi dan syarat-syarat keanggotaan BPSK.
172
Persyaratan keanggotaan yang memaksa anggota BPSK direkrut dari mereka yang telah mempunyai posisi mapan menyebabkan tugas-tugas di BPSK
Anggota BPSK dari unsur konsumen yang direkrut dari wakil LPKSM yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah setempat, pada umumnya adalah aktivis
di bidang perlindungan konsumen yang terbiasa dengan kultur dunia advokasi yang kritis dan dinamis. Dalam banyak hal konsepnya dianggap tidak realistis dan
sulit dipahami oleh unsur lainnya. Perbedaan latar belakang kultur masing-masing unsur BPSK tersebut
menyebabkan muncul persepsi yang tidak sama teerhadap aspek-aspek perlindungan konsumen dan penafsiran hukum sehingga menghambat proses
penyelesaian sengketa. Anggota BPSK dari unsur pelaku usaha yang direkrut dari wakil asosiasi danatau organisasi pengusaha di daerah kotakabupaten setempat,
pada umumnya kental dengan unsur bisnis yang sering terjebak pada pandangan pragmatis ekonomis untuk mencapai tujuan tertentu.
172
Yusuf Sofhie dan Somi Awan, Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Berbagai Persoalan Mendasar Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Cetakan 1, Jakarta: Piramedia,
2004, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
hanya sebagai sambilan, sehingga tidak dapat optimal. Keharusan penyelesaian sengketa harus diselesaikan dalam sebuah majelis yang harus terdiri dari ketiga
unsur secara berimbang, padahal masing-masing anggota memiliki kesibukan sehingga tugas di BPSK tidak bersifat full time. Hal ini dalam praktik sering
menyulitkan secara teknis karena pada umumnya anggota BPSK sulit untuk meniggalkan tugas pokoknya di luar BPSK.
Ketentuan mengenai persyaratan batas usia bagi anggota BPSK dalam penerapan di daerah menimbulkan masalah, karena tidak selalu tingkat usia
berkolerasi positif dengan tingkat kompetensi terhadap hukum perlindungan konsumen, terutama kaitannya dengan hukum acara. Di beberapa daerah, generasi
yang lebih muda usianya, meskipun ternyata memiliki kompetensi yang lebih tinggi di bidang hukum perlindungan konsumen, setelah berpengalaman sebagai
pengacara selama lebih dari 7 tujuh tahun sejak berizasah sarjana hukum, terhambat untuk menjadi anggota BPSK karena persyaratan usia yang lebih tinggi.
Persoalan-persoalan tersebut menjadi lebih kompleks ketika dihadapkan lagi dengan masalah profesionalisme rata-rata sumber daya manusia SDM yang
masih memerlukan peningkatan pengetahuan maupun pengalaman dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK. Adapun faktor penyebab
ketidakprofesionalan BPSK adalah sebagai berikut:
173
a. Tidak semua anggota BPSK memiliki latar belakang pendidikan hukum
dan baik yang berpendidikan hukum maupun tidak, rata-rata kurang
173
Susanti Adi Nugroho. Op. cit. hal. 218.
Universitas Sumatera Utara
memiliki pengetahuan yang memadai mengenai aspek-aspek perlindungan konsumen dan teknis penyelesaian sengketa.
174
b. Anggota sekretariat BPSK yang harus menangani pengaduan konsumen
hampir semua tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidang administrasi pengadilan.
c. Kurangnya sarana pendidikan dan pelatihan untuk membangun
profesionalisme anggota dan sekretariat BPSK, baik yang diselenggarakan Deperindag, kalangan perguruan tinggi, LPKSM
maupun BPSK sendiri. d.
Rendahnya minat belajar mandiri bagi para anggota dan sekretariat BPSK.
e. Ketiadaan sarana penunjang untuk membangun profesionalisme bagi
anggota dan sekretariat BPSK seperti misalnya tersedianya komputer, ruang sidangruang konsultasi yang refresentatif, maupun perpustakaan
di BPSK. Kurangnya profesionalitas anggota dan sekretariat BPSK berakibat
rendahnya kualitas pelayanan kepada para pihak mempercayakan penyelesaian sengketanya kepada BPSK. Apabila hal ini dibiarkan, maka BPSK tidak dapat
berjalan efektif sehingga akan ditinggalkan oleh masyarakat. Profesionalitas ini pun berkaitan erat dengan adanya atau diberlakukannya ketentuan standar profesi
174
Latar belakang pendidikan hukum sangat penting, sebab meskipun dalam penyelesaian sengketa konsumen aspek hukum bisa dikesampingkan, namun sebagai mediator,
konsiliator maupun arbiter, harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang dasar hukum sebagai dasar putusan BPSK.
Universitas Sumatera Utara
mediator, konsiliator yang harus mempunyai sertifikat mediatorkonsiliator dari Mahkamah Agung untuk dapat menjalankan profesinya.
Keberadaan BPSK juga belum sepenuhnya diakui dan diantisipasi oleh lembaga peradilan. Cukup banyak hakim di pengadilan negeri yang belum
mengetahui pembentukan BPSK di daerahnya. Akibatnya di beberapa pengadilan keberatan terhadap keputusan BPSK tidak dapat didaftarkan ke pengadilan negeri.
Demikian juga terhadap keputusan BPSK setelah melalui proses keberatan di pengadilan negeri dan kemudian diajukan kasasi oleh pihak yang dikalahkan,
ternyata di tingkat kasasi, Mahkamah Agung tidak menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan batas waktu untuk memberikan keputusan sebagaimana
diwajibkan oleh UUPK.
175
4. Kendala Peraturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Terkait Lainnya